Wisnu

salah satu dewa utama Hinduisme
Revisi sejak 2 Maret 2024 03.46 oleh CommonsDelinker (bicara | kontrib) (Menghapus Lord_Narayana.jpg karena telah dihapus dari Commons oleh The Squirrel Conspiracy; alasan: per c:Commons:Deletion requests/File:Lord Narayana.jpg.)

Dalam ajaran agama Hindu, Wisnu (Dewanagari: विष्णु ; Viṣṇu) ( atau Nārāyana) adalah Dewa yang bergelar sebagai shtiti

Wisnu
Dewa pemelihara, pelindung alam semesta
Nama lainNarayana · Acyuta · Hari · Kesawa · Janardana · Madhawa · dan lain-lain tercantum dalam Wisnu Sahasranama
KediamanWaikuntha
MantraOm Namo Narayana
Senjata
Simbolpadma (teratai)
WahanaGaruda
Informasi pribadi
PasanganLaksmi

(pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam filsafat Hindu Waisnawa, Ia dipandang sebagai roh suci sekaligus dewa yang tertinggi. Namun dalam legenda lain, Dewa Brahma adalah Dewa Tertinggi. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu dipandang sebagai salah satu manifestasi Brahman dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri yang menyaingi atau sederajat dengan Brahman.

Etimologi

Penjelasan tradisional menyatakan bahwa kata Viṣṇu berasal dari Bahasa Sanskerta, akar katanya viś, (yang berarti "menempati", "memasuki", juga berarti "mengisi" — menurut Regweda), dan mendapat akhiran nu. Kata Wisnu kira-kira diartikan: "Sesuatu yang menempati segalanya". Pengamat Weda, Yaska, dalam kitab Nirukta, mendefinisikan Wisnu sebagai vishnu vishateh ("sesuatu yang memasuki segalanya"), dan yad vishito bhavati tad vishnurbhavati (yang mana sesuatu yang tidak terikat dari belenggu itu adalah Wisnu).

Adi Shankara dalam pendapatnya tentang Wisnu Sahasranama, mengambil kesimpulan dari akar kata tersebut, dan mengartikannya: "yang hadir di mana pun" ("sebagaimana Ia menempati segalanya, vevesti, maka Ia disebut Visnu"). Adi Shankara menyatakan: "kekuatan dari Yang Mahakuasa telah memasuki seluruh alam semesta." Akar kata Viś berarti 'masuk ke dalam.'

Mengenai akhiran –nu, Manfred Mayrhofer berpendapat bahwa bunyinya mirip dengan kata jiṣṇu' ("kejayaan"). Mayrhofer juga berpendapat kata tersebut merujuk pada sebuah kata Indo-Iranian *višnu, dan kini telah digantikan dengan kata rašnu dalam kepercayaan Zoroaster di Iran.

Akar kata viś juga dihubungkan dengan viśva ("segala"). Pendapat berbeda-beda mengenai penggalan suku kata "Wisnu" misalnya: vi-ṣṇu ("mematahkan punggung"), vi-ṣ-ṇu ("memandang ke segala penjuru") dan viṣ-ṇu ("aktif"). Penggalan suku kata dan arti yang berbeda-beda terjadi karena kata Wisnu dianggap tidak memiliki suku kata yang konsisten.

Wisnu dalam susastra Hindu

 
Lukisan Wisnu melakukan Triwikrawa saat menjelma sebagai Wamana. Lukisan ini berasal dari Nepal, dibuat sekitar abad ke-19.
 
Arca Wisnu Di Candi Prambanan, Indonesia

Susastra Hindu banyak menyebut-nyebut nama Wisnu di antara dewa-dewi lainnya. Dalam kitab Weda, Dewa Wisnu muncul sebanyak 93 kali. Ia sering muncul bersama dengan Indra, yang membantunya membunuh Wretra, dan bersamanya ia meminum Soma. Hubungannya yang dekat dengan Indra membuatnya disebut sebagai saudara. Dalam Weda, Wisnu muncul tidak sebagai salah satu dari delapan Aditya, tetapi sebagai pemimpin mereka. Karena mampu melangkah di tiga alam, maka Wisnu dikenal sebagai Tri-wikrama atau Uru-krama untuk langkahnya yang lebar. Langkah pertamanya di bumi, langkah keduanya di langit, dan langkah ketiganya di dunia yang tidak bisa dilihat oleh manusia, yaitu di surga.

Dalam kitab Purana, Wisnu sering muncul dan menjelma sebagai seorang Awatara, seperti misalnya Rama dan Kresna, yang muncul dalam Itihasa (wiracarita Hindu). Dalam penitisannya tersebut, Wisnu berperan sebagai manusia unggul.

Dalam kitab Bhagawadgita, Wisnu menjabarkan ajaran agama dengan mengambil sosok sebagai Sri Kresna, kusir kereta Arjuna, menjelang perang di Kurukshetra berlangsung. Pada saat itu pula Sri Kresna menampakkan wujud rohaninya sebagai Wisnu, kemudian ia menampakkan wujud semestanya kepada Arjuna.

Wujud Dewa Wisnu

Dalam Purana, dan selayaknya penggambaran umum, Dewa Wisnu dilukiskan sebagai dewa yang berkulit hitam-kebiruan atau biru gelap; berlengan empat, masing-masing memegang: gada, lotus, sangkakala, dan chakra. Yang paling identik dengan Wisnu adalah senjata cakra dan kulitnya yang berwarna biru gelap. Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu disebutkan memiliki wujud yang berbeda-beda atau memiliki aspek-aspek tertentu.

Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu memiliki enam sifat ketuhanan:

  • Jñāna: mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam semesta
  • Aishvarya: maha kuasa, tak ada yang dapat mengaturnya
  • Shakti: memiliki kekuatan untuk membuat yang tak mungkin menjadi mungkin
  • Bala: maha kuat, mampu menopang segalanya tanpa merasa lelah
  • Virya: kekuatan rohani sebagai roh suci dalam semua makhluk
  • Tèjas: memberi cahaya spiritualnya kepada semua makhluk

Dewa Wisnu merupakan wujud Tuhan yang Maha Kuasa. Wisnu ada di setiap perwujudan di seluruh jagad raya,setiap manusia,setiap hewan,setiap tumbuhan,setiap dewa,setiap tempat,setiap atom dari seluruh alam semesta.

Beberapa sarjana Waisnawa meyakini bahwa masih banyak kekuatan Wisnu yang lain dan jumlahnya tak terhitung, namun yang paling penting untuk diketahui hanyalah enam.

Penggambaran

 
Wisnu dan Laksmi mengendarai Garuda. Lukisan dari Rajasthan, dibuat sekitar abad ke-18.

Dalam Purana, Wisnu disebutkan bersifat gaib dan berada di mana-mana. Untuk memudahkan penghayatan terhadapnya, maka simbol-simbol dan atribut tertentu dipilih sesuai dengan karakternya, dan diwujudkan dalam bentuk lukisan, pahatan, dan arca. Dewa Wisnu digambarkan sebagai berikut:

  • Seorang pria yang berlengan empat. Berlengan empat melambangkan segala kekuasaanya dan segala kekuatannya untuk mengisi seluruh alam semesta.
  • Kulitnya berwarna biru gelap, atau seperti warna langit. Warna biru melambangkan kekuatan yang tiada batas, seperti warna biru pada langit abadi atau lautan abadi tanpa batas.
  • Di dadanya terdapat simbol kaki Resi Brigu.
  • Juga terdapat simbol srivatsa di dadanya, simbol Dewi Laksmi, pasangannya.
  • Pada lehernya, terdapat permata Kaustubha dan kalung dari rangkaian bunga
  • Memakai mahkota, melambangkan kuasa seorang pemimpin
  • Memakai sepasang giwang, melambangkan dua hal yang selalu bertentangan dalam penciptaan, seperti: kebijakan dan kebodohan, kesedihan dan kebahagiaan, kenikmatan dan kesakitan.
  • Beristirahat dengan ranjang Ananta Sesa, ular suci.

Wisnu sering dilukiskan memegang empat benda yang selalu melekat dengannya, yakni:

  • Terompet kulit kerang atau Shankhya, bernama "Panchajanya", dipegang oleh tangan kiri atas, simbol kreativitas. Panchajanya melambangkan lima elemen penyusun alam semesta dalam agama Hindu, yakni: air, tanah, api, udara, dan ether.
  • Cakram, senjata berputar dengan gerigi tajam, bernama "Sudarshana", dipegang oleh tangan kanan atas, melambangkan pikiran. Sudarshana berarti pandangan yang baik.
  • Gada yang bernama Komodaki, dipegang oleh tangan kiri bawah, melambangkan keberadaan individual.
  • Bunga lotus atau Padma, simbol kebebasan. Padma melambangkan kekuatan yang memunculkan alam semesta.

Tiga wujud

Dalam ajaran filsafat Waisnawa (terutama di India), Wisnu disebutkan memiliki tiga aspek atau perwujudan lain. Ketiga wujud tersebut yaitu: Kāraṇodakaśāyi Vishnu atau Mahā Vishnu; Garbhodakaśāyī Vishnu; dan Kṣirodakasāyī Vishnu. Menurut Bhagawadgita, ketiga aspek tersebut disebut "Puruṣa Avatāra", yaitu penjelmaan Wisnu yang memengaruhi penciptaan dan peleburan alam material. Kāraṇodakaśāyi Vishnu (Mahā Vishnu) dinyatakan sebagai Wisnu yang berbaring dalam "lautan penyebab" dan Dia menghembuskan banyak alam semesta (galaksi?) yang jumlahnya tak dapat dihitung; Garbhodakaśāyī Vishnu dinyatakan sebagai Wisnu yang masuk ke dalam setiap alam semesta dan menciptakan aneka rupa; Kṣirodakasāyī Vishnu (Roh utama) dinyatakan sebagai Wisnu masuk ke dalam setiap makhluk dan ke dalam setiap atom.

Lima wujud

Dalam ajaran di asrama Waisnawa di India, Wisnu diasumsikan memiliki lima wujud, yaitu:

  • Para. Para merupakan wujud tertinggi dari Dewa Wisnu yang hanya bisa ditemui di Sri Waikunta, juga disebut Moksha, bersama dengan pasangannya — Dewi Lakshmi, Bhuma Dewi dan Nila Di sana Ia dikelilingi oleh roh-roh suci dan jiwa yang bebas.
  • Vyuha. Dalam wujud Vyuha, Dewa Wisnu terbagi menjadi empat wujud yang mengatur empat fungsi semesta yang berbeda, serta mengontrol segala aktivitas makhluk hidup.
  • Vibhava. Dalam wujud Vibhava, Wisnu diasumsikan memiliki penjelmaan yang berbeda-beda, atau lebih dikenal dengan sebutan Awatara, yang mana bertugas untuk membasmi kejahatan dan menegakkan keadilan di muka bumi.
  • Antaryami. Antaryami atau “Sukma Vasudeva” adalah wujud Dewa Wisnu yang berada pada setiap hati makhluk hidup.
  • Arcavatara. Arcavatara merupakan manifestasi Wisnu dalam imajinasi, yang digunakan oleh seseorang agar lebih mudah memujanya sebab pikirannya tidak mampu mencapai wujud Para, Vyuha, Vibhava, dan Antaryami dari Wisnu.

Awatara

 
Sepuluh Awatara Dewa Wisnu.

Dalam Purana, Dewa Wisnu menjelma sebagai Awatara yang turun ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari kejahatan dan kehancuran. Wujud dari penjelmaan Wisnu tersebut beragam, hewan atau manusia. Awatara yang umum dikenal oleh umat Hindu berjumlah sepuluh yang disebut Dasa Awatara atau Maha Avatār.[1]

Sepuluh Awatara Wisnu:

Di antara sepuluh awatara tersebut, sembilan di antaranya diyakini sudah menjelma dan pernah turun ke dunia oleh umat Hindu, sedangkan awatara terakhir (Kalki) masih menunggu hari lahirnya dan diyakini menjelma pada penghujung zaman Kali Yuga.

Hubungan dengan Dewa lain

Dewa Wisnu memiliki hubungan dengan Dewi Lakshmi, Dewi kemakmuran yang merupakan istrinya. Selain dengan Indra, Wisnu juga memiliki hubungan dekat dengan Brahmā dan Siwa sebagai konsep Trimurti. Kendaraan Dewa Wisnu adalah Garuda, Dewa burung. Dalam penggambaran umum, Dewa Wisnu sering dilukiskan duduk di atas bahu burung Garuda tersebut. Dewa Wisnu beserta Dewi Lakshmi merupakan 'orangtua' dari Kamadeva, karena Kamadeva menitis sebagai Pradyumna, anak dari Kresna dan Rukmini yang tak lain adalah titisan Wisnu dan Lakshmi.

Tradisi dan pemujaan

Dalam tradisi Dvaita Waisnawa, Wisnu merupakan Makhluk yang Maha Kuasa. Dalam filsafat Advaita Vedanta, Wisnu dipandang sebagai salah satu dari manifestasi Brahman. Dalam segala tradisi Sanatana Dharma, Wisnu dipuja secara langsung maupun tidak langsung, yaitu memuja awatara-nya.

Aliran Waisnawa memuja Wisnu secara khusus. Dalam sekte Waisnawa di India, Wisnu dipuja sebagai roh yang utama dan dibedakan dengan Dewa-Dewi lainnya, yang disejajarkan seperti malaikat. Waisnawa menganut monotheisme terhadap Wisnu, atau Wisnu merupakan sesuatu yang tertinggi, tidak setara dengan Dewa.

Dalam tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu memanifestasikan dirinya menjadi Awatara, dan di India, masing-masing awatara tersebut dipuja secara khusus.

Tidak diketahui kapan sebenarnya pemujaan terhadap Wisnu dimulai. Dalam Veda dan informasi tentang agama Hindu lainnya, Wisnu diasosiasikan dengan Indra. Shukavak N. Dasa, seorang sarjana Waisnawa, berkomentar bahwa pemujaan dan lagu pujia-pujian dalam Veda ditujukan bukan untuk Dewa-Dewi tertentu, melainkan untuk Sri Wisnu — Yang Maha Kuasa — yang merupakan jiwa tertinggi dari para Dewa.[2]

Di Bali, Dewa Wisnu dipuja di sebuah pura khusus untuk dia, bernama Pura Puseh, yakni pura yang harus ada di setiap desa dan kecamatan. Di sana ia dipuja sebagai salah satu manifestasi Sang Hyang Widhi yang memberi kesuburan dan memelihara alam semesta.

Menurut konsep Nawa Dewata dalam Agama Hindu Dharma di Bali, Dewa Wisnu menempati arah utara dalam mata angin. Warnanya Hitam, Aksara sucinya “U” (ung).

Versi pewayangan Jawa

 
Wisnu dalam bentuk wayang gaya Surakarta.

Dalam pementasan wayang Jawa, Wisnu sering disebut dengan gelar Sanghyang Batara Wisnu. Menurut versi ini, Wisnu adalah putra kelima Batara Guru dan Batari Uma. Ia merupakan putra yang paling sakti di antara semua putra Batara Guru.

Sang Hyang Batara Wisnu bersemayam di Kahyangan Utarasegara, mempunyai tiga permaisuri dan 18 orang putra (14 pria dan 4 wanita ), dengan Batari Srisekar/Sri Widowati berputra Batara Srinodo , Batara Srinadi , dengan Batari Pratiwi berputra Bambang Sitijo (Prabu Bomanarakasura), Dewi Siti Sundari, adapun dengan Batari Sri Pujawati/Pujayanti berputra 13 orang masing - masing bernama:

Batara Heruwiyono, Batara Ishawa , Batara Bhisowo , Batara Isnowo , Batara Isnapuro , Batara Maduro , Batara Madudewo , Batara Madusadono , Dewi Srihunon , Dewi Sri Srihuni , Batara Pujarto , Batara Panwaboja , dan Batara Sarwedi/Hardanari.

Menurut mitologi Jawa, Wisnu pertama kali turun ke dunia menjelma menjadi raja bergelar Srimaharaja Suman. Negaranya bernama Medangpura, terletak di wilayah Jawa Tengah sekarang. Ia kemudian berganti nama menjadi Sri Maharaja Matsyapati, merajai semua jenis binatang air.

Selain itu Wisnu juga menitis atau terlahir sebagai manusia. Titisan Wisnu menurut pewayangan antara lain:

  1. Sri Dalang Kondobuwono ꧋ꦱꦿꦶꦣꦭꦁꦏꦺꦴꦤ꧀ꦝꦺꦴꦧꦸꦮꦺꦴꦤꦺꦴ (Dalang Ruwatan Murwokolo)
  2. Sri Maharaja Kanwa. ꧋ꦱꦿꦶꦩꦲꦫꦗꦏꦤ꧀ꦮ꧉ (Raja Kerajaan Purwocarito)
  3. Sri Maharaja Suman ꧋ꦱꦿꦶꦩꦲꦫꦗꦱꦸꦩꦤ꧀ (Raja Kerajaan Medangpuro)
  4. Resi Wisnungkoro ꧋ꦉꦱꦶꦮꦶꦱ꧀ꦤꦸꦁꦏꦺꦴꦫꦺꦴ (Pujangga Kerajaan Lokapala)
  5. Prabu Arjunasasrabahu ꧋ꦥꦿꦧꦸꦱꦿꦶꦩꦲꦫꦗꦄꦂꦗꦸꦤꦱꦱꦿꦧꦲꦸ (Raja Kerajaan Maespati)
  6. Sri Ramawijaya ꧋ꦥꦿꦧꦸꦱꦿꦶꦫꦩꦮꦶꦗꦪꦮꦶꦱ꧀ꦤꦸꦩꦸꦂꦠꦶ (Raja Kerajaan Ayodyopuro)
  7. Sri Batara Kresna ꧋ꦥꦿꦧꦸꦱꦿꦶꦧꦠꦫꦏꦿꦼꦱ꧀ꦤ (Raja Kerajaan Dworowati)
  8. Prabu Airlangga ꧋ꦥꦿꦧꦸꦱꦿꦶꦩꦲꦫꦗꦍꦂꦭꦁꦒꦮꦶꦱ꧀ꦤꦸꦩꦸꦂꦠꦶ (Raja Kerajaan Kahuripan)
  9. Prabu Jayabaya ꧋ꦥꦿꦧꦸꦱꦿꦶꦩꦲꦫꦗꦄꦗꦶꦗꦪꦧꦪ (Raja Kerajaan Kadiri/Kediri)
  10. Prabu Anglingdarma ꧋ꦥꦿꦧꦸꦱꦿꦶꦄꦁꦭꦶꦁꦣꦂꦩ (Raja Kerajaan Malwopati/Malowopati)

Catatan kaki

  1. ^ Slamet Mulyana, "Tafsir Sejarah Nagara Kretagama", LKiS, 2006, hlm: 68.
  2. ^ "Sanskrit.org". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-25. Diakses tanggal 2021-04-23. 

Lihat juga

Pranala luar

(Bahasa Inggris)