Pemahaman Mengenai Musik Gereja

Musik atau Leitourgia yang berarti: - laos (umat) - ergon (karya)

Dengan demikian, liturgi merupakan bakti dan ungkapan syukur umat.

Dalam ibadah itu ada dua hal penting yang terjadi: • karya keselamatan Allah diberitakan • pengungkapan syukur kita kepada Tuhan

Dengan demikianlah jelaslah bahwa ibadah itu adalah sesuatu yang aktif dan harus dilakukan dengan sadar. Jemaat memegang peranan penting dalam ibadah karena itu adalah respons kita sebagai umat percaya kepada Tuhan.

Roma 12:1 berbunyi: Karena itu saudara-saudaraku, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.

Ibadah membawa kita datang ke hadirat Tuhan Ibadah yang bersifat pribadi tersebut haruslah tetap dengan penuh hormat dan keagungan karena Allah kita adalah Allah yang Maha Agung dan Maha Besar. Pujian dan musik memegang peranan penting di dalam ibadah. Menyanyikan pujian pada Allah bukanlah suatu pilihan melainkan merupakan perintah Tuhan. Semua syair haruslah sesuai dengan Firman Tuhan.


Musik gereja

  1. Musik yang digunakan untuk beribadah di dalam gereja.
  2. Merupakan salah satu bentuk musik dan fungsi musik.


Dimensi Kristologis

Musik gereja haruslah memperjelas misteri Yesus Kristus melalui syairnya dan membantu umat untuk merenungkannya serta berkontemplasi pada misteri iman melalui melodi atau musiknya.

Dimensi Liturgis

Musik adalah bagian liturgis yang penting dan integral. Musik harus melayani liturgi. Musik tersebut haruslah membantu kita pada saat berjumpa dengan Tuhan dan sesamanya. Musik yang khidmat untuk membantu kita mengarahkan hati kita pada Allah.

Dimensi Eklesiologis

Musik gereja membantu umat berpartisipasi secara aktif dan sadar di dalam liturgi. Melalui musik gereja umat dipersatukan.


Fungsi musik gereja:

  1. Sebagai nyanyian pujian.
  2. Sebagai doa.
  3. Sebagai alat proklamasi.
  4. Sebagi cerita . Ungkapan hati atas kehadiran Tuhan di tengah kita, ungkapan hati atas perbuatan Tuhan bagi kita, ungkapan hati untuk memperkuat iman kita semua.
  5. Karunia Allah.Melalui musik kita beribadah kepada Allah. Tujuan ibadah kita adalah untuk mempersembahkan seluruh hidup kita sebagai ibadah sejati bagi Allah, bukan persembahan bagi para pengunjung ibadah.


Ragam musik gereja ada beraneka ragam, terdiri dari nyanyian jemaat, musik paduan suara dan musik instrumental. Semuanya digunakan dalam rangka perayaan iman gereja serta memiliki simbolik tersendiri.

Nyanyian jemaat merupakan nyanyian komunitas yang relative mudah dinyanyikan oleh orang banyak. Cara menyanyikannya ada beraneka ragam: alternatim, antiphonal, responsorial, dengan diskantus, canon, cantus firmus di tenor atau suara lain.

Ibadah bukan hiburan

Seringkali kita lebih cenderung untuk memuaskan diri kita sendiri. Misalnya hanya mau mendengar khotbah yang bagus dan indah-indah saja, kalau mendengar teguran keras, langsung pendeta dicap tidak baik. Atau hanya mau lagu-lagu yang rame dan asal bikin hati senang saja.

Ibadah kita dilakukan di hadapan Tuhan, untuk Tuhan. Pusatnya bukan diri kita atau jemaat. Pusat ibadah adalah Yesus Kristus Tuhan kita. Ialah yang diberitakan dalam ibadah-ibadah kita, Ialah yang kita ingat dalam ibadah-ibadah kita. Sudah selayaknya persembahan kita hanyalah untuk nama-Nya.

Itu sebabnya, ibadah kita harus dipersiapkan dengan matang. Baik dari segi isi ibadah maupun penyelenggaraan ibadah. Supaya ibadah dapat berjalan dengan baik dan khidmat, kita harus mempersiapkan semua pelayan ibadah, termasuk para pemusik, penyanyi dan paduan suara. Pemusik ibadah tidak sama dengan pemusik biasa.

Seseorang yang pandai dan handal dalam memainkan instrumen atau menyanyi, belum tentu merupakan pemusik ibadah yang baik. Menjadi seorang pengiring nyanyian jemaat yang baik tidaklah mudah. Ia harus memahami fungsi dan tugasnya.

Daud telah menganggap penting fungsi pelayan ibadah dalam ibadah musik. Dengan demikian, kita dapat mempersiapkan kader untuk menjadi tenaga pemusik gereja.

Kwalifikasi pemusik gereja

Ia adalah seorang tenaga ahli yang dididik dan dilatih. (bdk. I Tawarikh 25:7).


Dari segi spiritualitas ia adalah rekan dari Pelayan Firman, yang melayani dalam bidang musik. Tentu bukan untuk menunjukkan kepiawaiannya dalam bermain namun sekedar merupakan medium untuk memberitakan Kabar Baik dengan bimbingan Roh Kudus. Seorang pemusik gereja juga hendaknya taat beribadah dan hidup sebagai murid Kristus, bukan hanya dalam ibadah tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Dari segi kepribadian sebaiknya seorang pemusik gereja itu mudah bergaul dan bekerja sama dengan siapa saja, pemimpin yang baik dan bertanggung jawab serta bisa menempatkan diri sesuai dengan fungsinya pada saat itu.

Dari segi musikalitas, seorang pemusik gereja harus memiliki dasar musik dan pengetahuan musik yang kuat. Diimbangi tentu saja dengan pengetahuan mengenai liturgy dan sejarah musik gereja serta senantiasa menambah pengetahuan, terutama mengenaik kontekstuaslisasi musik gereja.

Paduan Suara

Dari masa Perjanjian Lama hingga kini, paduan suara memegang peranan penting di dalam ibadah jemaat. Di Abad Pertengahan, schola cantorum (kelompok penyanyi) adalah kelompok yang bertugas untuk menyanyikan lagu-lagu yang ada di dalam ibadah. Pada masa Reformasi, Luther menggunakan paduan suara (anak) untuk mengajarkan nyanyian baru kepada jemaat. Calvin bahkan hanya memperkenankan paduan suara untuk mengiringi nyanyian jemaat di gereja.

Baik Luther maupun Calvin memandang musik gereja itu penting demi pertumbuhan iman jemaat. Melalui dokumentasi yang ada kita melihat bahwa paduan suara anak di genewa yang merupakan bagian dari sekolah, memiliki tugas untuk membentuk dan mendukung nyanyian jemaat. Paduan suara anak tersebut menyanyi mazmur satu suara. Aransemen mazmur lebih digunakan untuk di rumah, bukan untuk di gereja. Calvin membedakan antara nyanyian jemaat, musik paduan suara, permainan orgel dan nyanyian liturgi. Bagi Calvin nyanyian paduan suara di dalam ibadah dapat membuat perhatian orang teralih dari syair hingga orang hanya mendengarkan musiknya saja tanpa memperhatikan pesan yang ada di dalam lagu tersebut. Itu adalah salah satu keberatan Calvin.

Luther sebaliknya, banyak memakai musik di dalam ibadah. Musik adalah ciptaan Tuhan dan itu adalah karunia Tuhan, menurut Luther. Luther menghubungkan musik gereja dengan Pekabaran Injil: Kabar Baik itu penuh dengan nyanyian dan permainan musik. Iman dan percaya menginginkan kita menyanyi. Musik dapat membantu untuk membangkitkan iman. Di dalam ibadah, Luther menggunakan paduan suara untuk mendukung pelaksanaan nyanyian jemaat.

Fungsi utama paduan suara dalam ibadah

  1. Sebagai penyambung lidah baik dari segi pemberitaan Firman dari sisi pengucapan syukur dan doa permohonan jemaat.
  2. Menuntun jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat.

Mengiringi jemaat dalam melakukan kegiatan tertentu (misalnya persembahan, prosesi atau perjamuan kudus).

  1. Memberikan dukungan teknis kepada jemaat sehubungan dengan tempo, dinamika dan karakter lagu dari nyanyian yang dinyanyikan (lihat poin 2).
  2. Bekerja sama dengan pemusik melayani ibadah dengan musik ibadah.

Seringkali paduan suara yang bertugas, tidak mau menjadi kantoria yang bertugas menuntun jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat. Andaikata ada kantoria, para anggota sebagian besar mengganggap remeh karena hanya menyanyikan satu suara. Padahal justru menyanyi unisono itu amat sulit.

Idealnya sebuah kantoria menyanyikan semua nyanyian jemaat yang ada dengan susunan 4 suara, SATB (atau aransemen suara sejenis), baik yang sederhana maupun aransemen khusus. Untuk dapat mencapai hal tersebut, diperlukan pendidikan paduan suara yang progresif hingga tiap anggota dapat menyanyi dengan mandiri tanpa harus “nebeng” kiri-kanan.

Jika nyanyian jemaat dapat dilagukan dengan baik dan benar, penuh semangat, maka dengan sendiri ibadah kita akan lebih hidup dan berarti. Ingatlah bahwa seringkali kita lebih mengingat musik yang dinyanyikan di dalam satu ibadah, dibandingkan dengan hal-hal lain.

Ada banyak hal yang harus diperhatikan di dalam pelayanan kita sebagai kantoria. Yang terpenting adalah persiapan kita untuk menyanyikan lagu-lagu jemaat haruslah matang. Jangan sampai kita tidak tahu pasti bagaimana cara menyanyikan lagu-lagu tersebut. Hingga jemaat tidaklah terganggu ketika beribadah, dengan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Jelaslah bagi kita bahwa sebetulnya PS tidak harus selalu menyanyi sebelum dan sesudah khotbah. Namun lebih penting untuk menyanyi sebagai satu kesatuan ibadah. Andaikata menyanyi sebelum dan sesudah khotbah, nyanyian itu adalah bagian integral dari ibadah, bukan pertunjukan hingga harus ditepuki.


Jenis musik

Jenis musik yang cocok untuk beribadah adalah musik yang tidak mengalihkan perhatian kita dari pusat ibadah, yaitu TUHAN. Dengan demikian, musik yang menyita perhatian utama kita dan sekedar memuaskan hati dengan hentakan dan keramaian bunyi dan suasana, sebaiknya harus dipertanyakan, apakah musik itu untuk mendukung ibadah atau sekedar menyenangkan hati saja? Kesakralan ibadah haruslah dijaga, kemurnian ajaran haruslah juga dipertahankan. Gereja harus mendunia, dan bukan sebaliknya, dunia yang menguasai gereja dengan berbagai kebiasaan dan kebudayaan duniawi.

Dari masa kuno hingga sekarang, musik yang gaduh tidak dapat dipakai dalam ibadah. Aristoteles (384-322 SM), seorang filsuf Yunani, murid Plato, membagi masyarakat dalam dua mazhab, yaitu masyarakat bebas (berbudaya tinggi) dan budak (berbudaya rendah). Masyarakat berbudaya rendah tergerak oleh musik yang hingar bingar serta gaduh dan sekedar memuaskan hati dan jiwa sesaat saja. Sedangkan masyarakat berbudaya tinggi menganggap musik sebagai sesuatu yang memulihkan keseimbangan jiwa, menghibur hati dan merangsang rasa patriotisme dan kepahlawanan. Musik bukan sekedar untuk telinga saja tapi lebih untuk jiwa, bersifat kognitif.

Sebastian Virdung, seorang ahli musik di tahun 1511 dalam bukunya mengungkapkan bahwa bunyi perkusi menyebabkan gangguan bagi mereka yang sakit, mereka yang sedang belajar (ia berbicara dalam konteks kehidupan rohaniwan yang harus terus-menerus belajar) dan mereka yang sedang beribadah.

Dengan demikian, makin jelaslah bagi kita, mengapa baik Calvin dan Zwingli amat sangat berhati-hati dengan penggunaan musik dalam ibadah. Bahkan musik dari Luther pun amat tenang, bukan jenis musik yang hingar-bingar.

Karena lagu tersebut penting dan harus membantu jemaat menghayati ibadahnya, bukan justru menjadi hiburan belaka (entertainment).