Pita kaset

media penyimpanan rekaman suara dalam bentuk pita magnetik
Revisi sejak 15 September 2011 04.48 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (r2.6.4) (bot Mengubah: hu:Kompakt kazetta)

Compact Cassette, yang biasa disebut kaset, pita kaset, atau tape adalah media penyimpan data yang umumnya berupa lagu. Berasal dari bahasa Perancis, yakni cassette yang berarti "kotak kecil". Kaset berupa pita magnetik yang mampu merekam data dengan format suara. Dari tahun 1970 sampai 1990-an, kaset merupakan salah satu format media yang paling umum digunakan dalam industri musik.

Kaset standar, 60 menit.

Kaset terdiri dari kumparan-kumparan kecil. Kumparan-kumparan dan bagian-bagian lainnya ini terbungkus dalam bungkus plastik berbentuk kotak kecil berbentuk persegi panjang. Di dalamnya terdapat sepasang roda putaran untuk pita magnet. Pita ini akan berputar dan menggulung ketika kaset dimainkan atau merekam. Ketika pita bergerak ke salah satu arah dan yang lainnya bergerak ke arah yang lain. Hal ini membuat kaset dapat dimainkan atau merekam di kedua sisinya. Contohnya, side A dan side B.

Sejarah

Kaset pertama kali diperkenalkan oleh Phillips pada tahun 1963 di Eropa dan tahun 1964 di Amerika Serikat, dengan nama Compact Cassette. Kemudian kaset semakin populer di industri musik selama tahun 1970-an dan perlahan-lahan menggeser piringan hitam. Produksi besar kaset diawali pada tahun 1964 di Hanover, Jerman. Pada awalnya, kualitas suara pada kaset ini tidak terlalu bagus untuk musik. Bahkan beberapa model awal tidak memiliki rancangan mesin yang baik. Pada tahun 1971, The Advant Corporation memperkenalkan model terbarunya, Model 201, yang menggabungkan Dolby tipe B pengurang gangguan (noise) dengan pita kromium dioksida. Oleh karena itulah kaset mulai dapat digunakan dalam industri musik secara serius, dan dimulailah era kaset berketepatan tinggi.

Selama tahun 1980-an, popularitas kaset tumbuh semakin pesat karena hadirnya rekorder poket portabel pemutarnya seperti Sony’s Walkman. Seperti radio yang menyediakan musik pada 1960-an, pemutar CD portable pada 1990-an, dan MP3 player pada 2000-an, kaset memegang peran besar dalam dunia musik pada 1980-an dan 1990-an, bahkan di era sekarang (setelah 2000-an), kaset masih menjadi salah satu alternatif media musik. Lepas dari segi tekniknya, keberadaan kaset juga berdampak pada perubahan sosial. Keawetan kaset serta kemudahannya untuk dikopi berperan di balik berkembangnya musik punk dan rock. Kaset seakan-akan menjadi pijakan bagi generasi muda di kebudayaan barat. Untuk alasan yang sama pula kaset berkembang pesat di negara-negara berkembang. Pada tahun 1970-an, kaset dianggap membawa pengaruh buruk sekularisme di kalangan masyarakat religius India. Teknologi kaset menciptakan pasar yang membludak bagi musik pop di India, menimbulkan kritik dari kaum konservatif dan di waktu yang sama menciptakan pasar besar yang melegitimasi perusahaan-perusahaan rekaman dan pembajakan kaset.

Tipe-tipe

 
Tiga jenis kaset.

Goresan-goresan yang terdapat pada permukaan kaset menjadi indikasi tipe kaset. Kaset yang paling tinggi, hanya memiliki goresan lindungan tulisan merupakan kaset tipe I. Berikutnya, dengan goresan tambahan untuk goresan lindungan tulisan merupakan tipe II. Sedangkan dua tipe kaset berikutnya merupakan perpaduan antara kaset tipe II dengan sepasang tambahan di tengah-tengah kaset merupakan tipe IV.

Materi

Materi magnet original pada kaset adalah gamma ferik oksida (Fe2O3). Pada 1970, Perusahaan 3M telah mengembangkan kobalt yang dikombinasikan dengan lapisan ganda untuk meningkatkan level output pita kaset secara keseluruhan. Produk ini dipasarkan dengan label “High Energy” di bawah brand Scotch. Di saat yang sama, BASF memperkenalkan kromium dioksida (CrO2) yang pelapisannya menggunakan magnetit (Fe3O4). Pada tahun 1974, TDK memperkenalkan ''avylin'' yang terbukti sangat sukses. Pada tahun 1979, akhirnya 3M memperkenalkan partikel metal murni yang dinamakan metafine. Sedangkan kaset-kaset yang sekarang umum dijual terdiri dari ferik oksida dan kobalt yang dicampur dan diproses, karena sangat jarang ada kaset yang dijual yang menggunakan CrO2 murni sebagai lapisannya.

Penurunan popularitas

Di banyak negara barat, pasar bagi kaset telah menurun tajam setelah masa puncak kejayaannya di akhir-akhir 1980-an. Di awal 1990-an popularitas kaset menurun seiring muncul dan berkembangnya compact disc (CD). Di tahun 2000-an penjualan kaset menurun drastis dibandingkan pada tahun 1980-an. Penjualan kaset di Amerika Serikat jatuh drastis di tahun 2006. Semenjak itulah kaset tidak lagi menjadi isu yang menarik bagi industri musik dan major label. Meskipun begitu, di tahun 2008 ini kaset kosong masih diproduksi dan dijual di toko-toko. Baik perekam maupun pemutarnya meskipun semakin hari semakin jarang, masih dapat ditemukan.

Perlu diingat bahwa kaset telah mampu diaplikasikan secara spesifik, seperti audio-car, pada tahun 1990-an. Kaset lebih tahan terhadap debu, panas, dan goncangan jika dibandingkan pesaing digital utamanya (CD). Saat perekam suara digital semakin populer, perekam kaset (mikrokaset) cenderung lebih murah Meskipun kaset dan alat-alat lainnya yang berhubungan telah menjadi sesuatu yang dianggap marjinal di industri musik, merekam pada pita analog kadang-kadang masih menjadi suatu pilihan.

Kaset di Indonesia

Sebelum 1970-an, dunia musik tanah air menggunakan piringan hitam sebagai sarana untuk mengekspresikan musik. Lokananta di Surakarta dan Irama di Menteng Jakarta merupakan dua perusahaan rekaman pertama di Indonesia. Lokananta, yang merupakan milik pemerintah, berdiri pada tahun 1957. Bertugas untuk memproduksi dan menduplikasi piringan hitam. Namun di tahun 1970-an akhirnya produksi pun bergeser dari piringan hitam ke kaset.

Remaco, yang pada masa itu merupakan salah satu perusahaan rekaman besar di Indonesia, mengalami kerugian pada masa awal munculnya kaset di tahun 1970-an. Lagu-lagu dalam piringan hitamnya dibajak ke dalam kaset. Meskipun pada akhirnya Remaco pun memproduksi kaset karena kaset merupakan teknologi yang lebih murah dan praktis dibandingkan dengan piringan hitam yang mahal dan rumit.

Meskipun awalnya perusahaan-perusahaan rekaman tersebut mengeluh atas munculnya kaset yang membajak piringan hitam, akhirnya mereka pun—sekaligus perusahaan yang baru muncul—berpaling dan menikmati suatu teknologi baru bernama ‘kaset’ tersebut. Kaset meledak di mana-mana. Para musisi baru di ‘era kaset’ bermunculan dan perlahan menggeser musisi-musisi ‘era piringan hitam’. Sebut saja Koes Plus, Broery Marantika, dan Emilia Contessa. Namun, seiring berkembangnya teknologi dan inovasi-inovasi baru di bidang musik, di pertengahan 1990-an, kaset mengalami masa-masa akhir kejayaannya. Masuknya compact disc (CD) ke Indonesia menyediakan alternatif baru dan canggih bagi para penikmat musik. Kualitas suaranya yang lebih jernih dan pemilihan pemutaran lagu yang lebih mudah dan cepat menjadi beberapa kelebihan CD dibandingkan kaset. Meskipun begitu kaset tetap diminati karena harganya yang lebih murah dibandingkan CD. Di tahun 2000-an, kaset pun makin tergencet oleh perkembangan CD. Perusahaan-perusahaan rekaman di tanah air telah menjadikan CD sebagai sarana rekaman musik.

Pada perkembangan di Indonesia, kaset tidak hanya digunakan dalam industri musik. Kaset juga biasanya digunakan untuk dakwah-dakwah agama berupa ceramah oleh seorang rohaniawan.

Referensi

  • Farhanah, Komui. Perkembangan Teknologi Komunikasi 2008. Makalah Sistem Komunikasi Indonesia, Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia, 2007. Depok.

Templat:Link GA