Daftar Raja Pagaruyung
Raja-raja Pagaruyung, berdasarkan cerita adat Minangkabau dan beberapa prasasti yang ditemukan, adalah merupakan keturunan dari Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa, raja Kerajaan Dharmasraya. Di antara keturunan Tribhuwanaraja adalah Adityawarman, sang pendiri kerajaan Pagaruyung dan senapati Majapahit, dan ibunya Dara Jingga. Kerajaan Pagaruyung pernah diperintah oleh beberapa dinasti, namun mengenai nama-nama rajanya banyak yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan karena hanya berdasarkan legenda (bahasa Minang: tambo) adat Minangkabau. Kekuasaan raja-raja ini dimulai dengan berdirinya kerajaan ini pada tahun 1347[1], namun dari Prasasti Suruaso diketahui ada nama lain yang menjadi raja sebelumnya[2], dan kemudian dalam selang 300 tahun berikutnya, siapa yang menjadi raja di Pagaruyung seperti hilang ditelan angin, dan baru muncul kembali pada awal abad ke-17, dan kemudian berakhir dimasa Perang Padri.
Zaman Hindu-Buddha
Berdasarkan manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca Amoghapasa yang bertarikh 1347, Adityawarman memproklamirkan dirinya sebagai Maharajadiraja di Malayapura dengan gelar Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa[3]. Adityawarman memerintah dari tahun 1347 [4]dan pernah mengirim utusan ke Cina sebelum meninggal dunia pada tahun 1375. Berikutnya sebagai penganti adalah anaknya yang bernama Ananggawarman yang diketahui dari Prasasti Batusangkar. Dari Prasasti Suruaso yang beraksara Melayu menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu Akarendrawarman yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan adat Minangkabau, pewarisan dari mamak (paman) kepada kamananakan (keponakan) telah terjadi pada masa tersebut[2].
Serangan Kerajaan Majapahit di tahun 1409 dan 1411, melemahkan pengaruh Kerajaan Pagaruyung terhadap daerah jajahan atau (Rantau dalam Bahasa Minang). Sejak serangan terakhir Majapahit tidak diketahui siapa yang menjadi penganti dari Ananggawarman, sehingga tidak diketahui siapa yang menjadi raja di Pagaruyung.
Zaman Islam
Pada awal abad ke-16, Suma Oriental yang ditulis antara tahun 1513 and 1515 oleh Tomé Pires, mencatat dari ke-tiga raja Minangkabau, hanya satu yang telah menjadi muslim sejak 15 tahun sebelumnya[5].
Pengaruh Islam di sampai ke istana Pagaruyung dapat dilihat dengan munculnya Raja Pagaruyung dengan gelar Sultan Alif, pada awal abad ke-17. Seiring dengan itu struktur kekuasaan di Pagaruyung pun berubah, sehingga muncullah Rajo Tigo Selo (Tiga Raja dengan Tiga Pembagian Kekuasaan) yaitu Raja Alam di Pagaruyung, Raja Adat di Buo, Raja Ibadat di Sumpur Kudus.
Raja-raja dinasti ini disebutkan berdasarkan tambo adat Minangkabau, yaitu sebagai berikut[6]:
- Puti Reno Jamilan Sari Laut, ratu Minangkabau yang juga dikenal sebagai Bundo Kanduang, putri dari dari Yang Dipatuan Rajo Nan Sati
- Dang Tuanku Sutan Rumandung, putra Puti Reno Jamilan Sari Laut
- Cindur Mato (Bujang Kacinduan) bergelar Rajo Mudo, putra dari adik perempuan Puti Reno Jamilan yaitu Puti Kambang Bandahari
- Sutan Lembak Tuah (Sutan Aminullah), putra Cindur Mato dengan Puti Reno Bulan, adik perempuan Puti Bungsu
Bundo Kandung bersama Dang Tuanku dan Puti Bungsu, menurut legenda pergi menyelamatkan diri ke Nagari Lunang, sebuah nagari yang terletak dalam wilayah Kesultanan Inderapura. Mereka hijrah ke barat daya Minangkabau itu adalah demi menghindari ancaman Kerajaan Sungai Ngiang di Minangkabau Timur. Mande Rubiah dipercaya merupakan salah satu keturunan mereka di sana.
Daftar
Berikut ini merupakan daftar nama-nama raja Pagaruyung,
Kurun (masehi) | Nama raja | Ibu kota / pusat pemerintahan |
Prasasti, catatan dan peristiwa |
---|---|---|---|
1300 | Akarendrawarman | Suruaso atau Pagaruyung | Prasasti Suruaso (Kab. Tanah Datar sekarang). |
1347 | Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Mauli Warmadewa | Suruaso atau Pagaruyung | Piagam pada bahagian belakangArca Amoghapasa bertarikh 1347 di Sitiung (Kab. Dharmasraya sekarang). |
1375 | Ananggawarman | Suruaso atau Pagaruyung | Prasasti Batusangkar |
1411-1515 | Tidak ada berita | ||
1668 | Sultan Ahmadsyah | Pagaruyung | Surat dari regent VOC di Padang Jacob Pits kepada Penguasa Pagaruyung[7] |
1691 | Sultan Indermasyah | Pagaruyung | Korespondensi surat-menyurat dengan VOC |
1694 | Surat dari raja Jambi (Sultan Ingalaga) kepada VOC pada tahun 1694 yang menyebutkan Sultan Abdul Jalil dari Pagaruyung, hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan masyarakat di Batang Hari[8] | ||
1717 | Surat Raja Kecil dari Pagaruyung kepada VOC untuk menuntut balas pada penguasa Johor[9] | ||
1773 | Pengiriman Raja Melewar ke Negeri Sembilan | ||
1780 | Sultan Arifin Muningsyah | Pagaruyung | |
1803 | Meletus Perang Padri, Yang Dipertuan Pagaruyung menyingkir ke Lubukjambi | ||
1821 | Sultan Tangkal Alam Bagagar setelah membuat perjanjian dengan Belanda diangkat menjadi Regent Tanah Datar[10] | ||
1825 | Sultan Arifin Muningsyah meninggal dunia, dan dimakamkan di Pagaruyung | ||
1833 | Tuan Gadang di Batipuh mengantikan Sultan Tangkal Alam Bagagar menjadi Regent Tanah Datar |
Lihat pula
Referensi
Catatan kaki
- ^ Navis, A.A., 1984, Alam Takambang Jadi Guru: Jakarta :PT. Pustaka Grafitipers.
- ^ a b Kozok, Uli, (2006), Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-603-6.
- ^ Kern, J.H.C., (1907), De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang Hari-districten); 1269 Çaka, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.
- ^ Berg, C.C., 1985, Penulisan Sejarah Jawa, (terj.), Jakarta: Bhratara.
- ^ Cortesão, Armando, (1944), The Suma Oriental of Tomé Pires, London: Hakluyt Society, 2 vols.
- ^ Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), Tambo Minangkabau dan Adatnya, Jakarta: Balai Pustaka.
- ^ NA, VOC 1277, Mission to Pagaruyung, fols. 1027r-v.
- ^ NA, VOC 1557, Jambi, 1 April 1694, fols.35-6.
- ^ NA, VOC 1895, Malacca, 30 Januari 1718, fols.55-6.
- ^ Amran, Rusli (1981). Sumatra Barat hingga Plakat Panjang. Penerbit Sinar Harapan.
Bibliografi
- Idris, A. Samad (1995). Payung Terkembang. Pustaka Kartini.
- Navis, Ali Akbar (1984). Alam terkembang jadi guru: adat dan kebudayaan Minangkabau. Grafiti Pers.
Pranala luar
- Minangkabau-Negeri Sembilan Website Resmi Pemerintah Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Diakses 13 Juli 2013.