Prasasti Kalasan
Prasasti Kalasan adalah prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun 700 Saka atau 778 M.[1] Prasasti yang ditemukan di kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta, ini ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sanskerta.
Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara bagi para pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sangha (komunitas kebiarawan dalam Agama Buddha).[2][3] Bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Kalasan.
Prasasti ini kini disimpan dengan No. D.147 di Museum Nasional, Jakarta.
Alih aksara
Berikut ini adalah alih aksara Prasasti Kalasan (Sarkar, 1971: 35-36):
Namo bhagavatyai āryātārāyai
1. yā tārayatyamitaduḥkhabhavādbhimagnaṃ lokaṃ vilokya vidhivattrividhair upayaiḥ Sā vaḥ surendranaralokavibhūtisāraṃ tārā diśatvabhimataṃ jagadekatārā
2. āvarjya mahārājaṃ dyāḥ pañcapaṇaṃ paṇaṃkaraṇāṃ Śailendra rājagurubhis tārābhavanaṃ hi kāritaṃ śrīmat
3. gurvājñayā kŗtajñais tārādevī kŗtāpi tad bhavanaṃ vinayamahāyānavidāṃ bhavanaṃ cāpyāryabhikṣūṇāṃ
4. pangkuratavānatīripanāmabhir ādeśaśastribhīrājñaḥ Tārābhavanaṃ kāritamidaṃ mapi cāpy āryabhiksūṇam
5. rājye pravarddhamāne rājñāḥ śailendravamśatilakasya śailendrarajagurubhis tārābhavanaṃ kŗtaṃ kŗtibhiḥ
6. śakanŗpakālātītair varṣaśataiḥ saptabhir mahārājaḥ akarod gurupūjārthaṃ tārābhavanaṃ paṇamkaraṇaḥ
7. grāmaḥ kālasanāmā dattaḥ saṃghāyā sākṣiṇaḥ kŗtvā pankuratavānatiripa desādhyakṣān mahāpuruṣān
8. bhuradakṣineyam atulā dattā saṃghāyā rājasiṃhena śailendrarajabhūpair anuparipālyārsantatyā
9. sang pangkurādibhih sang tāvānakādibhiḥ sang tīripādibhiḥ pattibhiśca sādubhiḥ, api ca,
10. sarvān evāgāminaḥ pārthivendrān bhūyo bhūyo yācate rājasiṃhaḥ, sāmānyoyaṃ dharmmasetur narānāṃ kāle kāle pālanīyo bhavadbhiḥ
11. anena puṇyena vīhārajena pratītya jāta arthavibhāgavijñāḥ bhavantu sarve tribhavopapannā janājinānām anuśsanajñāḥ
12. kariyānapaṇaṃkaraṇaḥ śrimān abhiyācate bhāvinŗpān, bhūyo bhūyo vidhivad vīhāraparipālan ārtham iti.
Alih bahasa
Berikut ini adalah alih bahasa Prasasti Kalasan (Santiko, 2013: 4-5):
Hormat untuk Bhagavatī Ārya Tārā
1. Setelah melihat makhluk-makhluk di dunia yang tenggelam dalam kesengsaraan, ia menyeberangkan (dengan) Tiga Pengetahuan yang benar, Ia Tārā yang menjadi satu-satunya bintang pedoman arah di dunia dan (tempat) dewa-dewa.
2. Sebuah bangunan suci untuk Tārā yang indah benar-benar telah disuruh buat oleh guru-guru raja Śailendra, setelah memperoleh persetujuan Mahārāja Dyāh Pancapana Panamkarana
3. Dengan perintah guru, sebuah bangunan suci untuk Tārā telah didirikan, dan demikian pula sebuah bangunan untuk para bhiksu yang mulia ahli dalam ajaran Mahāyana, telah didirikan oleh para ahli
4. Bangunan suci Tārā dan demikian juga itu (bangunan) milik para bhiksu yang mulia telah disuruh dirikan oleh para pejabat raja, yang disebut Pangkur, Tawan, dan Tirip.
5. Sebuah bangunan suci Tārā telah didirikan oleh guru-guru raja Śailendra di kerajaan Permata Wangsa Śailendra yang sedang tumbuh
6. Mahārāja Panangkarana mendirikan bangunan suci Tārā untuk menghormati guru pada tahun Śaka yang telah berjalan 700 tahun
7. Desa bernama Kalasa telah diberikan untuk Samgha setelah memanggil para saksi orang-orang terkemuka penguasa desa yaitu Pangkur, Tawan, Tirip
8. Sedekah “bhura” yang tak ada bandingannya diberikan untuk Sangha oleh “raja yang bagaikan singa” (rājasimha-) oleh raja-raja dari wangsa Śailendra dan para penguasa selanjutnya berganti-ganti
9. Oleh para Pangkur dan pengikutnya, sang Tawan dan pengikutnya, sang Tirip dan pengikutnya, oleh para prajurit, dan para pemuka agama, kemudian selanjutnya,
10. “Raja bagaikan singa” (rājasimhah) minta berulang-ulang kepada raja-raja yang akan datang supaya Pengikat Dharma agar dilindungi oleh mereka yang ada selama-lamanya
11. Baiklah, dengan menghibahkan wihara, segala pengetahuan suci, Hukum Sebab Akibat, dan kelahiran di tiga dunia (sesuai) ajaran Buddha, dapat dipahami
12. Kariyana Panangkarana minta berulang-ulang kepada yang mulia raja-raja yang akan datang senantiasa melindungi wihara yang penting ini sesuai peraturan.
Lihat pula
- Prasasti Canggal (732 AD)
- Prasasti Kelurak (782 AD),
- Prasasti Sojomerto (792 AD),
- Prasasti Kayumwunan atau Prasasti Karangtengah (842 AD)
- Prasasti Ligor (775 AD)
- Prasasti Nalanda (860 AD)
- Prasasti Mantyasih (907 AD)
- Prasasti Anjuk Ladang
Referensi
- ^ Coedès, George (1968). Walter F. Vella, ed. The Indianized States of Southeast Asia. trans.Susan Brown Cowing. University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-0368-1.
- ^ Drs. R. Soekmono (1988) [First published in 1973]. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 42–43.
- ^ Soetarno, Drs. R. second edition (2002). "Aneka Candi Kuno di Indonesia" (Ancient Temples in Indonesia), pp. 41. Dahara Prize. Semarang. ISBN 979-501-098-0.