Bahasa Rejang
Bahasa Rejang (aksara Rejang: ꤸꥇꤾꥇ ꤽꥍꤺꥏ, terj. Miling Rêjang; ꤸꥇꤾꥇ ꥁꥍꤺꥏ, terj. Miling Hêjang; ejaan lama: Miling Redjang; Miling Hedjang) adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Rejang yang mendiami wilayah bagian barat daya Pulau Sumatra, tepatnya di wilayah pegunungan Bukit Barisan (secara lokal dikenal sebagai Têbo Bêderet) hingga ke dataran rendah sungai Rawas di sebelah timur dan daerah pesisir di Bengkulu Tengah dan Bengkulu Utara di sebelah barat.
Bahasa non-Melayik ini terbagi ke dalam lima dialek: Lebong (ꤾꥍꤷꥋꥏ, terj. Lêbong), Musi/Curup (ꤸꥈꤼꥆꥇ, terj. Musai atau ꤹꥈꤽꥈꤶ, terj. Cu'up), Kebanagung (ꤰꥍꤶꥆꥁꥇꥆꥏ, terj. Kêpahiang), Pesisir (ꤶꥍꤼꥇꤼꥇꥆ, terj. Pêsisia), dan Rawas (ꥆꥀꥍꤼ, terj. Awês). Dialek Rawas dituturkan di Ulu Rawas, Sumatra Selatan. Sementara dialek-dialek lain dituturkan di Provinsi Bengkulu. Selain dialek Pesisir yang sesuai namanya dituturkan di pesisir, dialek bahasa Rejang lainnya dituturkan di kawasan pedalaman.[12]
Bahasa Rejang adalah satu dari sembilan bahasa pribumi Bengkulu selain bahasa Enggano, Kaur, Lembak, Melayu, Mukomuko, Nasal, Pekal, dan Serawai. Bahasa ini merupakan bahasa asli bagi di lima dari sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu.[13][14]
Jumlah penutur
Tidak ada data yang pasti mengenai jumlah suku Rejang atau penutur bahasanya. Menurut naskah karangan M. Hoesin, Gubernur Sumatra Selatan keempat (1957-1958), yang diselesaikan pada 1932, pada tahun itu suku Rejang berjumlah 130.000 jiwa. Para penulis buku Adat Istiadat Daerah Bengkulu pada 1980 memprediksi bahwa jumlah suku Rejang mencapai 300.000 jiwa[15]
Prof. McGinn (1982) yang meneliti mengenai bahasa Rejang dan mengadakan observasi lapangan di wilayah mukim suku Rejang memprediksi bahwa pada tahun 1982, penutur bahasa Rejang mencapai 200.000 jiwa. Ada pula Ethnologue dan Tryon (1995) memprediksi bahwa suku Rejang berjumlah lebih dari satu juta jiwa dan tergolong sebagai suku besar di Sumatra selain Minangkabau, Aceh, Toba, Dairi, dan Lampung.[16] Prediksi ini diragukan keakuratannya. Ethnologue memprediksi setidaknya ada sekitar 350.000 penutur bahasa Rejang pada tahun 2000.[17] Beberapa sumber lain memperkirakan bahwa populasi Rejang saat ini mencapai lebih kurang 500.000 (setengah juta) jiwa.
Terbaru berdasarkan data tahun 2010, populasi Rejang berjumlah 20,6% dari total populasi Provinsi Bengkulu yang berjumlah 1.715.518 jiwa, atau sekitar 353.340 jiwa. Hal ini menjadikan suku Rejang sebagai suku terbesar kedua setelah suku Jawa (22,6%).[18] Meskipun demikian, angka atau persentase ini tidak dapat diterima mentah-mentah bahwa dari seluruh penduduk Bengkulu ada 20,6% penutur bahasa Rejang. Hal ini dikarenakan terjadi pergeseran penggunaan bahasa dalam keluarga Rejang kontemporer, yakni orang tua tidak lagi mengajarkan dan menggunakan bahasa daerahnya, melainkan menggunakan bahasa Melayu. Fenomena alih bahasa ini menyebabkan banyak generasi muda Rejang tak lagi menuturkan bahasa orang tua mereka, yang apabila dibiarkan dapat menjerumuskan bahasa ini keambang kepunahan.[19]
Penamaan
Dalam bahasa Rejang bahasa ini disebut sebagai baso Jang (dialek Lebong, Musi, serta Pasisir) atau baso Hêjang (dialek Kebanagung). Kata baso dalam bahasa Rejang bermakna "bahasa" atau "tuturan" dan diserap dari bahasa Sanskerta.[20] Sementara kata Jang dan Hêjang bermakna 'Rejang', dengan makna asal yang belum diketahui. Dalam KBBI daring terdapat beberapa definisi atau makna dari kata "rejang". Salah satu di antaranya bermakna gerakan yang cepat (tentang lompat, lari).[21] Apabila dikaitkan dengan pendapat Richard McGinn mengenai asal-usul bahasa Rejang, "rejang" sebagai gerakan yang cepat kemungkinan menggambarkan proses migrasi nenek moyang Rejang dari daerah sekitar Sungai Rajang, Sarawak. Namun, hal ini hanya sebatas spekulasi saja.
Istilah lain yang dapat menjadi alternatif bagi baso Jang (baso Hêjang) adalah miling Jang (miling Hêjang). Berbeda dengan baso yang diserap dari bahasa Sanskerta, miling adalah kata asli bahasa Rejang yang memiliki arti "cakapan" atau "tuturan".[22] Penggunaan bahasa Rejang dalam percakapan biasa disebut mê-Jang (mê-Hêjang) yang secara harafiah bermakna "merejang". Dalam bahasa Inggris, bahasa Rejang dikenal sebagai Rejang language. Marsden (1783) yang memuat deskripsi mengenai Rejang dan kebudayaannya menyebut bahasa ini sebagai Redjang language. Dalam bahasa Belanda terdapat istilah Redjang atau bahkan Redjansch-Lebongsch, keduanya tercatat sebagai sebutan bagi bahasa Rejang pada situs MultiTree: A Digital Library of Language Relationships.[23]
Klasifikasi
Secara genealogis, bahasa Rejang merupakan salah satu bahasa yang tergolong kedalam rumpun bahasa Sumatra, khususnya rumpun bahasa Sumatra Barat Laut–Kepulauan Penghalang.
Ragam
Ragam bahasa Rejang dapat dikategorikan menjadi ragam temporal dan ragam spasial (dialek).[24]
Ragam temporal
Bahasa ini dihipotesiskan memiliki dua variasi temporal, yaitu bahasa Rejang purba dan bahasa Rejang modern. Bahasa Rejang Purba adalah keturunan dari bahasa Pra-Rejang yang berakar dari bahasa Proto-Bidayuh, yang dibawa penuturnya bermigrasi ke Sumatra dari wilayah Sarawak yang sekarang. Bahasa Rejang Purba kemudian melalui banyak perubahan, termasuk dipengaruhi oleh bahasa-bahasa Melayu serta menyerap kosakata bahasa asing (Arab, Persia, atau Sanskerta) melalui bahasa-bahasa tetangga. Perubahan tersebut nantinya menghasilkan bahasa Rejang modern seperti yang dituturkan saat ini pada era kontemporer.[25]
Ragam spasial
Ragam spasial bahasa Rejang Modern meliputi dialek-dialek kontemporer yang digunakan oleh penutur bahasa Rejang. Keseluruhan dialek bahasa Rejang dituturkan oleh beberapa ratus ribu jiwa di daerah yang secara kolektif dikenal sebagai Tanêak Jang (Tanah Rejang). Nama lain yang juga digunakan untuk wilayah kediaman atau teritori orang Rejang adalah Kutai Belek Têbo (Kampung di Balik Pegunungan). Terlepas perbedaan dialek, di mata adat seluruh penutur bahasa Rejang dipandang sama tinggi sebagai anok kutai (bumiputera; son of the soil).[26]
Menurut wilayahnya, kelima dialek bahasa Rejang meliputi:
- dialek Lebong yang dituturkan di wilayah Pinang Belapis, Renah Sekalawi, dan Kutai Belek Tebo;
- dialek Rawas (Awês) yang dituturkan di hulu Sungai Rawas, Kabupaten Musi Rawas Utara, serta Lebong;
- dialek Kepahiang yang dituturkan di wilayah Tebat Karai, Muara Kemumu, Seberang Musi, Bermani Ilir, dan Kepahiang;
- dialek Musi (Musai) yang dituturkan di sepanjang hulu aliran Sungai Musi di Kabupaten Rejang Lebong dan sebagian Kepahiang;
- dan dialek Pasisir (Pêsisia) yang dituturkan di Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kabupaten Bengkulu Utara.[27]
Semua dialek terkecuali dialek Pasisir dikategorikan sebagai dialek Rejang Pegunungan.[28]
Masing-masing dialek dapat dibagi lagi ke dalam subdialek. Dialek Lebong umumnya terbagi atas dua subdialek yakni Ai (bahasa hulu) dan Lot (bahasa hilir). Penamaan hulu dan hilir dalam konteks dialek Lebong berkenaan dengan kondisi geografis daerah Kabupaten Lebong yang dilalui oleh Sungai Ketahun (Bioa Tawên). Daerah-daerah yang berada di hulu Sungai Ketahun seperti Lebong Selatan, Rimbo Pengadang, dan Topos berbicara dalam subdialek Ai, sementara masyarakat dari daerah Amen, Bingin Kuning, Lebong Atas, Lebong Sakti, Lebong Tengah, Lebong Utara, Pelabai, Pinang Belapis, dan Uram Jaya berbicara dalam subdialek Lot. Subdialek Ai dalam dialek Lebong juga dituturkan di Bermani Ulu Raya, Rejang Lebong.
Dialek Lebong umumnya dianggap sebagai bahasa baku, berkenaan dengan peran penting daerah ini dalam narasi sejarah Rejang secara keseluruhan.[29] Lebong adalah daerah pusat pemerintahan sejak Zaman Ajai hingga Zaman Bikau. Nama Lebong berasal dari kata têlêbong yang berarti terkumpul seperti pada ungkapan Rejang lama yang berbunyi dio pênan itê têlêbong (inilah tempat kita terkumpul).[30] Penamaan tersebut mengungkapkan arti penting daerah Lebong dalam sejarah Rejang dan kaitannya dengan anggapan bahwa bahasa Rejang Baku adalah dialek Lebong.
Sama halnya dengan dialek Lebong, dialek Kepahiang juga terbagi lagi atas beberapa subdialek. Terdapat tiga subdialek dari dialek Kepahiang yakni subdialek Kêmumêu (bahasa Kemumu), Êi (bahasa hulu), dan Lot (bahasa hilir). Subdialek Kêmumêu dituturkan masyarakat Muara Kemumu. Subdialek Êi dan Lot dalam dialek Kepahiang sama halnya dengan pembagian subdialek di Lebong, berkenaan dengan kondisi geografis Kabupaten Kepahiang yang dilalui oleh Sungai Musi. Daerah-daerah seperti Seberang Musi dan Tebat Karai bertutur dalam subdialek Êi sedangkan masyarakat daerah Bermani Ilir menggunakan subdialek Lot. Bahasa Rejang subdialek Lot yang dipakai oleh masyarakat Desa Muara Langkap, Bermani Ilir terpengaruh secara signifikan oleh bahasa Besemah yang berasal dari kabupaten tetangga (Lintang, Empat Lawang).
Dialek Kepahiang pula sering disebut sebagai dialek atau bahasa Ho.[31] Hal ini dikarenakan di antara dialek Rejang yang dituturkan di wilayah Bengkulu, hanya dialek ini yang menggunakan kata ho untuk menunjukkan arah sementara dialek yang lain menggunakan kata o atau e. Ho bermakna "itu", baik yang posisinya sama-sama jauh dari pembicara dan lawan bicaranya maupun yang jauh dari pembicara namun dekat dengan lawan bicara. Kata ho dipakai seperti dalam frasa cek ho (seperti itu).
Dialek Pasisir dituturkan di pesisir Samudera Hindia, wilayah Bengkulu Tengah dan Bengkulu Utara pada daerah kekuasaan Bang Mêgo Sêmitoa yang berkedudukan di Lais.[32] Pada masa kolonial dan era kejayaan pertambangan emas di Bengkulu (Tanah Rejang), Belanda membina pusat-pusat pemukiman Rejang di Muara Aman, Curup, Kepahiang, Lais, dan Taba Penanjung menjadi pasar. Masing-masing kemudian dikenal sebagai Pasar Muara Aman, Pasar Curup, Pasar Lais, dan Pasar Taba Penanjung.[33] Dua pasar yang terakhir adalah pusat dialek Pasisir dipergunakan. Penutur dialek Pasisir dapat saling memahami dalam percakapan dengan penutur dialek Lebong maupun dialek Musi. Kedekatan dialek Pasisir dengan kedua dialek yang disebutkan sebelumnya itu dikarenakan faktor sejarah, sebab marga di wilayah ini (Lais) leluhurnya berasal dari Renah Seklawi, Lebong.[30]
Sebagai contoh, berikut ini adalah perbandingan perbedaan antara beberapa dialek bahasa Rejang:
Bahasa Indonesia | Hai, kalian sedang sibuk mengerjakan apa? |
Bahasa Melayu Bengkulu | Hoi, lagi sibuk ngapo kamu orang tu? |
Dialek Lebong | Oi, gen ulêak udi e? |
Dialek Kepahiang | Ui/oe, inê ulêah udi ho? |
Dialek Musi | Oi, idong jano udi o? |
Dialek Pasisir | Hoi, jano ulêak udi o? |
Dialek Rawas | Yo, ape olah udi ho? |
Fonologi
Vokal
Secara umum terdapat tujuh fonem vokal dalam bahasa Rejang.[34] Ketujuh vokal tersebut ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
depan | madya | belakang | |
---|---|---|---|
tertutup | i | u | |
setengah
tertutup |
e | ə | o |
setengah
terbuka |
ɛ | ||
terbuka | a |
Hingga saat ini belum ada sistem ejaan atau ortografi resmi dalam bahasa Rejang. Bahasa ini di masa sekarang umum dituliskan dalam alfabet Latin dan dipakai secara luas sebagai bahasa komunikasi tertulis melalui layanan pesan singkat ataupun media sosial. Tujuh vokal yang ada direpresentasikan oleh lima huruf saja yakni: a, i, u, e, dan o. Beberapa penggiat sekaligus penutur asli bahasa Rejang mencoba untuk membedakan vokal setengah tertutup depan /e/ dan vokal setengah terbuka depan /ɛ/ dengan vokal setengah tertutup madya /ə/ yang sama-sama dituliskan dengan huruf e. Vokal /ə/ dilambangkan sebagai ê dengan tujuan untuk mengurangi kesalahan baca khususnya bagi nonpenutur asli. Ejaan ini digunakan pada Inkubator Wikipedia berbahasa Rejang serta untuk menuliskan istilah lokal Rejang di dalam artikel ini.
Diftong
Coady dan McGinn (1982) menunjukkan empat diftong dalam bahasa Rejang yakni /aj/, /aw/, /əj/, dan /əw/.[35] Selain empat diftong, Robert Blust mencatat terdapat diftong yang lain serta cukup banyak urutan atau deretan vokal yang diucap menyerupai diftong.[36] Diftong yang hanya terdapat dalam kata serapan dari bahasa lain (melalui bahasa Indonesia) ditulis dengan tanda kurung. Diftong semacam ini berjumlah 1 yakni [ej].
a | i | u | e | o | ə | ɛ | |
---|---|---|---|---|---|---|---|
a | × | aj | aw | × | × | × | × |
i | ia | × | iw | × | × | × | iɛ |
u | ua | uj | × | × | uo | × | × |
e | ea | (ej) | ew | × | × | × | × |
o | oa | oj | × | oe | × | × | × |
ə | əa | əj | əw | əe | × | × | × |
ɛ | × | × | × | × | × | × | × |
Catatan: × mengindikasikan bahwa fonem-fonem di atas tak dapat menghasilkan suara baru dikarenakan fonotaktik bahasa Rejang tidak mengizinkannya.
Pengucapan gabungan bunyi vokal atau diftong bervariasi tergantung dialeknya. Berikut adalah perbandingan diftong antardialek bahasa Rejang, kecuali dialek Rawas yang tidak banyak sumber datanya:
Dialek Lebong |
Dialek Pasisir |
Dialek Musi |
Dialek Kepahiang |
Arti dalam bahasa Indonesia |
---|---|---|---|---|
ai jiai |
ai Jiai |
êi jiêi |
êi jihêi |
jari |
ai tuai |
ai tuai |
êi tuêi |
i tui |
tua |
ai lai |
ai lai |
êi lêi |
oi loi |
besar |
au dau |
au dau |
êu dêu |
êu dêu |
banyak |
ia putiak |
ia putiak |
ea puteak |
ea puteah |
putih |
ia bibia |
ia bibia |
ea bebea |
ih bibih |
bibir |
ua buak |
ua buak |
oa boak |
oa boah |
buah |
ua kujua |
ua kujua |
oa kojoa |
uh kujuh |
tombak |
ei Mei |
ei Mei |
ei Mei |
ei Mei |
(bulan) Mei |
eu lemeu |
eu lemeu |
eu lemeu |
ea lemea |
jeruk (limau) |
oa coa |
oa coa |
oa coa |
oa coa |
tidak |
oi poi |
oi poi |
ai pai |
ai pai |
padi |
oi opoi |
oe opoe |
oe opoe |
oe opoe |
api |
êa umêak |
êa umêak |
êa umêak |
êa umêah |
rumah |
êa tinggêa |
êa tinggêa |
a tingga |
a tingga |
tinggal |
êa nêak |
êa nêak |
a atau o nak nok |
a nak |
di |
êa bênêa |
êa bênêa |
êa bênêa |
êh bênêh |
berat |
êi matêi |
êi matêi |
ie matie |
êe matêe |
mati |
êi kundêi |
êi kundêi |
au kunai |
i kuni |
dari |
êu pisêu |
êu pisêu |
uo pisuo |
êa pisêa |
pisau |
êu danêu |
êu danêu |
uo danuo |
êu danêu |
danau |
Konsonan
Bahasa Rejang memiliki 21 konsonan asli.[34] Konsonan yang hanya terdapat dalam kata serapan dari bahasa lain ditulis dalam tanda kurung. Konsonan semacam ini berjumlah 4 fonem yakni /f/, /z/, /x/ dan /r/. Menurut Blust (1984) hampiran /w/ dalam bahasa Rejang adalah hampiran bibir, sementara McGinn menggolongkannya sebagai hampiran langit-langit lunak.[37]
bibir | gigi | langit2 keras |
langit2 lunak |
celah suara | ||
---|---|---|---|---|---|---|
sengau | biasa | m | n | ɲ | ŋ | |
terhenti | mᵇ | nᵈ | ɲᶡ | ŋᶢ | ||
henti | nirsuara | p | t | t͡ʃ | k | ʔ1 |
bersuara | b | d | d͡ʒ | g | ||
desis | nirsuara | (f) | s | (x) | h2 | |
bersuara | (z) | |||||
hampiran | tengah | j | w | |||
sisi | l | |||||
getar | (r)3 |
Keterangan:
- Digunakan terutama dalam dialek Lebong, Pasisir, dan Musi.
- Hanya ada di dalam dialek Kepahiang/Keban Agung.
- Meski bukan asli Rejang, konsonan ini sering muncul dalam kosakata serapan lama dari bahasa Melayu, mis. sêrgap.[38]
Catatan ortografi:
Konsonan umumnya ditulis berdasarkan simbol IPA di atas, kecuali :
- /ŋ/ ditulis ⟨ng⟩
- /f/ dapat ditulis ⟨f⟩ atau ⟨v⟩
- /t͡ʃ/ ditulis ⟨c⟩
- /d͡ʒ/ ditulis ⟨j⟩
- /ɲ/ ditulis ⟨ny⟩
- /j/ ditulis ⟨y⟩
- /ʔ/ ditulis ⟨k⟩ pada posisi akhir kata dan sebagai tanda petik ⟨'⟩ bila terletak di antara dua vokal
- /mᵇ/ ditulis ⟨mb⟩
- /nᵈ/ ditulis ⟨nd⟩
- /ɲᶡ/ ditulis ⟨nj⟩
- /ŋᶢ/ ditulis ⟨ngg⟩
Fonem /h/ hampir tidak ditemukan dalam kosakata asli bahasa Rejang dialek Lebong, Pasisir, maupun Musi; namun sangat sering ditemukan di dalam dialek Kepahiang. Fonem /ʔ/ dapat ditemukan di dialek Kepahiang, meski tidak digunakan sesering dialek lain. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbedaan realisasi fonem /h/ dan fonem /ʔ/ pada empat dialek bahasa Rejang:
Dialek Lebong |
Dialek Pasisir |
Dialek Musi |
Dialek Kepahiang |
Arti dalam bahasa Indonesia |
---|---|---|---|---|
k dalêak |
k dalêak |
k dalêak |
h dalêah |
darah |
k mêngiak |
k mêngiak |
k mêngeak |
h mêngeah |
marah |
amêi |
amêi |
amêi |
h hamêi |
ramai |
Jang |
Jang |
Jang |
h Hêjang |
Rejang |
' tu'au |
' tu'au |
' tu'êu |
h tuhêu |
burung terkuku |
' ca'o |
' ca'o |
' ca'o |
h caho |
cara |
Catatan ortografi:
- ⟨k⟩ dan ⟨'⟩ dalam dialek Lebong, Pasisir, dan Musi seperti termaktub pada kata dalêak dan tu'au merujuk pada fonem /ʔ/.
- ⟨h⟩ dalam dialek Kepahiang seperti termaktub dalam kata dalêah, hamêi, dan tuhêu merujuk pada fonem /h/.
Fonotaktik
Deretan fonem atau pola fonotaktik yang terdapat dalam bahasa Rejang cukup bervariasi sama halnya dengan deretan fonem dalam bahasa-bahasa lain di Indonesia dan dunia. Deretan fonem tersebut meliputi deretan vokal, deretan konsonan, dan deretan vokal dan konsonan dalam satu suku kata. Selengkapnya dapat dilihat di bawah ini.
Deretan vokal
Deretan vokal merupakan dua vokal yang masing-masing mempunyai satu hembusan napas dan oleh karena itu masing-masing termsuk dalam suku kata yang berbeda. Deretan vokal dalam bahasa Rejang, antara lain sebagai berikut.
- /ai/ : baik
- /au/ : au, baut, laut, sraung
- /ae/ : bae
- /aê/ : aêt
- /ia/ : miang, riang, siang, siap, tiang
- /iu/ : siung, tiung, tiup
- /ie/ : die
- /io/ : ario, dio, giok, mio, pio, sêdio
- /iê/ : tiêp, siêm
- /ua/ : pêrpuan, puaso, tuan
- /ui/ : tui, dui
- /uo/ : tuok
- /ue/ : lueng, pueng
- /uê/ : duês, guêm, kuêt, muêt, puês, uêp
- /ioa/ : bioa, nioa
- /uai/ : duai, tuai, sêsuai
- /uoa/ : juoa
- /uêa/ : kêluêa, luêa, tuêak
Deretan voal di atas adalah deretan vokal yang lazim dan diterima dalam bahasa Rejang. Apabila ada bentuk atau bunyi yang di dalamnya menggunakan deretan voal tersebut maka kita tidak akan merasa asing. Perlu diingat dan diperhatikan bahwa deretan vokal tidak sama dengan suara diftong.
Deretan konsonan
Seperti halnya deretan vokal, deretan konsonan dalam bahasa Rejang bisa dibilang kaya dan bervariasi. Ada pun beberapa variasi tersebut adalah sebagai berikut.
Deretan konsonan dalam satu suku kata
Deret konsonan yang dihasilkan melalui penyisipan:
- /cm/ : cma’ik, cmatêt, cmitaq, cmito, cmubo, cmu’et
- /cn/ : cna’ik, cnatêt, cnitaq, cnito, cnubo, cnu’et
- /dm/ : dmuai, dmu’o
- /dn/ : dnuai, dnu’o
- /gm/ : gmajai, gmanggau, gmu’au, gmureng, gmureq
- /gn/ : gnajai, gnanggau, gnu’au, gnureng, gnureq
- /jm/ : jmagai, jmago, jmi’êt, jmuoa, jmuriak
- /jn/ : jnagai, jnago, jni’êt, jnuoa, jnuriak
- /km/ : kmajai, kmibit, kmu’ang, kmubua, kmucak, kmucang
- /kn/ : knajai, knibit, knu’ang, knubua, knucak, knucang
- /sm/ : smanêi, smaten, smatên, smium, smudo, smulau, smusun
- /sn/ : snabên, snabun, snatên, snium, snudo, snulau, snusun
- /tm/ : tmambêak, tmarik, tminggêa, tmoton, tmu’un
- /tmr/ : tmrai
- /tn/ : tnambêak, tnarik, tninggêa, tnoton, tnu’un
- /tnr/ : tnrai
Bahasa Rejang mengenal dua bentuk sisipan yaitu sisipan -m- dan -n-. Sisipan -m- mengubah kata dasar menjadi bentuk aktif seperti kata dasar kucang yang bermakna cuci piring diberi sisipan -m- menjadi kmucang yang bermakna (sedang) mencuci piring. Sementara sisipan -n- mengubah kata dasar menjadi bentuk pasif seperti kata dasar kucang diberi sisipan -n- menjadi knucang yang bermakna piring (telah) dicuci. Dalam suku kata berpola KV yang disisipkan -m- atau -n-, apabila vokalnya adalah a, i, u, e, dan o maka sisipan diletakkan di antara konsonan dan vokal a, i, u, e. dan o tersebut. Namun hal yang sama tidak berlaku bila vokal dalam suku kata berpola KV adalah vokal ê. Sisipan -m- dan -n- pada suku kata berpola KV dengan vokal ê diletakkan setelah vokal. Hal ini menyebabkan pola suku kata yang mengalami penyisipan menjadi KVK.[39]
Adapun deret konsonan non-penyisipan yang diperbolehkan dalam fonotaktik bahasa Rejang adalah:
- /bl/ : blau
- /gr/ : grot
- /kl/ : klawêi
- /ml/ : mlang, mluo
- /mr/ : mreman
- /pl/ : plaq, plep
- /pr/ : preman
- /sl/ : slawêi
- /sm/ : smat
- /sr/ : srai, sraung, srikayo, srongking
- /st/ : stabik, stamang, stang, sti’uk, stuang, stumang, stekeak, stom
- /sw/ : swarang
- /tl/ : tlan, tlau, tlo, tluk, tlung
- /tr/ : trai, tralis, truq/trêq, troli
Catatan:
- Deretan konsonan /gr/ dan /tr/ hanya ditemukan dalam kata yang diserap dari bahasa lain. Kata grot diserap dari kata grote (bahasa Belanda) dan kata trai diserap dari kata try (bahasa Inggris).
- Deretan konsonan /mr/ dan /pr/ jumlah sangat kecil dan hanya ditemukan dalam kata yang diserap dari bahasa lain melalui bahasa Indonesia seperti kata mreman dan preman.
- Deretan konsonan /sw/ sudah usang dan hanya dipakai pada kosakata lama seperti swarang.
Deretan konsonan dalam suku kata yang berbeda
Deret konsonan berbeda suku kata yang dihasilkan melalui penyisipan:
- /mc/ : cêmcuk, cêmcong
- /md/ : kêmdan
- /ml/ : sêmlang
- /mm/ : gêmmêak, sêmmen
- /mn/ : têmnai
- /mɲ/ : kêmnyên
- /mp/ : têmpak
- /mr/ : cêmrito, sêmrang
- /ms/ : kêmsok
- /mt/ : kêmten, têmtok, têmtus
- /m?/ : kêm’ung, têm’ang
- /nc/ : cêncuk, cêncong
- /nm/ : gênmêak, sênmen
- /np/ : tênpak
- /nr/ : cênrito, sênrang
- /ns/ : kênsok
- /nt/ : kêntang, kênten, têntok, têntus, unta/onta
- /n?/ : kên’ung, tên’ang
Deret konsonan berbeda suku kata non-penyisipan:
- /bk/ : sêbkoa
- /b?/ : sêb’ang
- /ks/ : maqso, naqso, paqso, siqso
- /lmb/ : bêlmbot
- /lp/ : kêlpêi, telpon
- /ls/ : gêlsung, sêlsêi
- /lt/ : têltut
- /ŋs/ : bangso
- /ŋk/ : srongking, tengki, tengkêr
- /rd/ ; mêrdeka/mêrdika
- /rg/ : mêrgas
- /rj/ : kêrjo
- /rn/ : kêrno, pêrnêak, sêpêrno
- /rp/ : bêrpok/sêrpok
- /rs/ : kêrsai, kêrsip
- /rt/ : kêrtas, mêrtabak, murtad, ngêrtêi, partai
- /?b/ : jikba
- /?m/ : dakmi, pakmi
- /?s/ : bakso
Struktur suku kata
Kata dalam bahasa Rejang terdiri atas satu suku kata atau lebih. Betapa pun panjangnya suatu kata, wujud suku kata yang menyusunnya mempunyai struktur dan kaidah tertentu. Suku kata dalam bahasa Rejang tersusun atas vokal (V) dan konsonan (K). Huruf ngimbang yang merupakan deretan konsonan namun diperlakukan layaknya konsonan murni dikategorikan sebagai bagian dari konsonan (K) itu sendiri. Berikut adalah deret vokal (V) dan konsonan (K) yang membentuk suku kata dalam bahasa Rejang.
- V : e, o, ai, êi, êu, a-ba, a-bêa, a-nok, a-wok, di-o, e-pen, i-ndau, i-ndok, o-boak, u-kêm, u-ndok.
- VK : an, uak, um, us, ku-êak, ri-ang, tu-an, tu-êak
- KV : di, do, dau, go, ho, ko, ku, lai, mi, moi, mêi, nêa, nu, poi, ro, tie, a-jai, a-jua, ba-kêa, da-nuo, ja-njai, ji-jai, la-ut, ma-têe, pi-sêa, po-noi, tmi-mo
- KVK : bak, baq, buak, cet, hus, Jang, kak, kês, kêt, mak, mbêak, nêak, seak, sêak, tiak, têak, a-suak, bi-lik, bo-tok, bo-toak, i-rêak, ju-riak ka-dêak, mah-lêm,mês-jid, pa-dêak, sa-bên, o-tok
- KKV : blau, tlau, tlo, trai, cma-but, sla-wêi, sma-nêi, sna-tên, sta-bik, sta-mang, stu-ang, stê-kuk, swa-rang
- KKVK : grot, mlang, plaq, plep, smat, tlung, tmot
- KKKV : tmrai, tnrai
Tata bahasa
Sintaksis
Bahasa Rejang adalah bahasa yang menggunakan struktur kalimat berpola SPO (Subjek–predikat–objek) sama seperti bahasa-bahasa Austronesia lainnya. Kalimat dalam bahasa ini berdasarkan jumlah klausanya terbagi ke dalam dua jenis yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal hanya terdiri dari satu klausa sementara kalimat majemuk dapat terdiri dari dua klausa atau lebih.[40]
Klausa dalam bahasa Rejang terdiri dari unsur fungsional yang meliputi subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (ket.), dan pelengkap (pel.). Di antara kelima unsur fungsional yang telah disebutkan, hanya predikat (P) yang harus selalu ada dan tidak boleh absen dalam suatu klausa.[41]
Amir têmpap kêracok (Amir mencuci pakaian) |
Amir berfungsi sebagai subjek (S), têmpap berfungsi sebagai predikat (P), kêracok berfungsi sebagai objek (O). |
Bak mêsoa dukut nêak têbo (Ayah mencari rumput di perbukitan) |
Bak berfungsi sebagai subjek (S), mêsoa berfungsi sebagai predikat (P), dukut berfungsi sebagai objek (O), nêak têbo berfungsi sebagai keterangan (ket.). |
Uku sêdingên niên bilai ie (Aku sedih sekali hari ini) |
Uku berfungsi sebagai subjek (S), sêdingên niên berfungsi sebagai predikat (P), bilai ie berfungsi sebagai keterangan (ket.). |
Lapên-ku pêlgiak (Laukku pedas) |
Lapên-ku berfungsi sebagai subjek (S), pêlgiak berfungsi sebagai predikat (P). |
Imbuhan
Dalam bahasa Rejang, imbuhan memegang peranan penting karena perbedaan satu imbuhan dengan imbuhan yang lain berakibat pada berubahnya makna suatu kata secara keseluruhan. Umumnya terdapat dua jenis imbuhan dalam bahasa Rejang: awalan dan sisipan. Akar kata yang diberi imbuhan biasanya berupa kata kerja dan kata benda. Pemberian imbuhan ditujukan untuk membentuk kata yang baru, seperti, kêsok (masak) dapat menjadi kêmsok (memasak) bila diberi sisipan "m", kênsok (dimasak), dan mêngêsok (aktivitas memasak/sedang memasak). Beberapa konsonan pada awal kata dapat berubah apabila diberi awalan seperti: awalan mê + kêsok menjadi mêngêsok alih-alih mêkêsok.
Awalan
Awalan adalah satu dari dua jenis imbuhan yang dikenal dalam bahasa Rejang. Dikarenakan absennya apitan dan akhiran, awalan dalam beberapa kasus berfungsi layaknya apitan. Berikut beberapa awalan yang dikenal dalam bahasa Rejang.
bentuk | kata asal | kata setelah pengimbuhan | |
---|---|---|---|
bê | bê | kêrjo (kerja, pekerjaan) | bêkêrjo (bekerja) |
bêl | ajêa (ajar) | bêlajêa (belajar) | |
kê | k | ajua (hancur) | kajua (kata perintah: hancurkan) |
kê | an (lama) | kê'an (selama) | |
mê | m | ajêa (ajar) | majêa (mengajar) |
mê | lakêak (langkah) | mêlakêak (melangkah) | |
mêng | ubêt (obat) | mêngubêt (mengobati) | |
mêngê | kêmbot (kata perintah: tunggu) | mêngêmbot (menunggu) | |
mêny | susêak (susah) | mênyusêak (menyusahkan) | |
nê | n | kadêak (kata, ucapan) | nadêak (dikatakan, diucapkan) |
nê | ladoq (hajar) | nêladoq (dihajar) | |
pê | pê | labuak (labuh) | pêlabuak (pelabuhan) |
pêm | pêgong (pegang) | pêmêgong (pemegang) | |
pên | tabuak (alat musik tabuh-tabuhan) | pênabuak (penabuh) | |
pêng | kasai (kata perintah: rasa) | pêngasai (perasaan) | |
pêny | su'ang (sendiri, sendirian) | pênyu'ang (penyendiri) | |
sê | sê | dayo (daya, kekuatan) | sêdayo (segenap, seluruh) |
tê | tê | kujua (tombak) | têkujua (tertombak) |
têl | tut (kentut) | têltut (terkentut) | |
têr | bis (erosi, kikis) | têrbis (tererosi, terkikis) |
Kata susêak (susah) diberi awalan mê menjadi mênyusêak. Kata ini dalam bahasa Indonesia bermakna "menyusahkan". Sementara kata labuak (labuh) diberi awalan pê menjadi pêlabuak. Kata ini dalam bahasa Indonesia bermakna "pelabuhan". Dari dua contoh ini dapat dilihat bahwa fungsi apitan tergantikan oleh awalan. Selain ketiadaan apitan, bahasa Rejang juga tidak memiliki akhiran terkecuali untuk kosakata yang akhir-akhir ini diserap dari bahasa Indonesia dan bahasa Melayu.
Sisipan
Sisipan atau infiks merupakan jenis imbuhan yang paling umum ditemukan. Dalam bahasa Rejang, posisi sisipan jatuh tergantung apakah vokal dalam suku kata tersebut merupakan vokal ê (ə) atau vokal lainnya. Apabila vokal dalam suatu suku kata adalah vokal ê (ə) maka sisipan jatuh sesudah vokal tersebut. Hal itu tidak berlaku apabila dalam suku kata terdapat vokal selain ê (ə), sisipan jatuh di antara vokal tersebut dan konsonan yang mendahuluinya.
Bentuk | Contoh kata asal | Contoh kata setelah pengimbuhan |
---|---|---|
m | kêten (tampak) têtau (tentu) kê'ung |
kêmten (menampakkan) têmtau (menentukan) kêm'ung (mengurung) |
n | kêten (tampak) têtau (tentu) kê'ung |
kênten (ditampakkan) têntau (ditentukan) kên'ung (dikurung) |
Bentuk | Contoh kata asal | Contoh kata setelah pengimbuhan |
---|---|---|
m | so'ong (sarung) tajang (tendang) ga'ut (garuk) |
smo'ong (menyarungkan) tmajang (menendang) gma'ut (menggaruk) |
n | so'ong (sarung) tajang (tendang) ga'ut (garuk) |
sno'ong (disarungkan) tnajang (ditendang) gna'ut (digaruk) |
Akhiran dan apitan
Akhiran dan apitan bukan merupakan jenis imbuhan asli dalam bahasa Rejang. Kebanyakan kosakata yang memiliki akhiran -an- diserap dari bahasa lain khususnya bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Kata seperti mengkhianati, kesetiaan, alasan, dan beberapa yang lain adalah kata serapan yang akhir-akhir ini banyak dipakai dalam lagu-lagu pop berbahasa Rejang.
Teks di bawah ini adalah perbandingan antara lirik sebuah lagu yang berjudul Akhir Cinto Kasih yang dinyanyikan oleh salah satu penyanyi pop modern Rejang, Yani Mandela. Lagu yang dibawakan oleh Yani tergolong sebagai Jang Mlayau atau Rejang yang termelayukan.
Lirik asli | Lirik bandingan | Terjemahan Bahasa Indonesia |
---|---|---|
Akhir Cinto Kasih | Ujung Cito Kasiak | Akhir Cinta Kasih |
Coa pêrnah kubayangkan, bakêa jijai awêi io, dalên cinto kasih tê bêduai. Kêjam niên atêi-nu tega mêngkhianati, kêsêtiaan cito nêak lêm atêiku. Bêl'o ko bêjanjai, hanyo-ba untukku, raso cinto kasih-nu ngen uku. Tapi nyato-nê jano yang ku dapêt, ko dmuai diraiku ngen tun luyên. Untuk jano bêl'o ko madêak ko cinto, utuk jano bêl'o ko madêak ko sayang, tapi uyo di saat uku bêrduko, ko ngen tun luyên, lalau tminggêa uku. |
Coa pêrnêak ku mbayang, bakêa jijai awêi io, dalên cito kasiak tê bêduai. Oi padêak niên atêi-nu ko lalau luyên, coa tingêt ngen cito nêak lêm atêi-ku. Bêl'o ko bêjanjai, cuman-ba utuk-ku, asai cito kasiak-nu ngen uku. Cuman nyato-nê jano dik ku tmimo, ko dmuai diraiku ngen tun luyên. Utuk jano bêl'o ko madêak ko cito, utuk jano bêl'o ko madêak ko sayang, cuman uyo sêwaktau uku dong duko, ko ngen tun luyên, lalau tminggêa uku. |
Tak pernah kubayangkan, akan jadi seperti ini, jalan cinta kasih kita berdua. Kejam sekali hatimu tega mengkhianati kesetiaan cinta dalam hatiku. Dulu kau berjanji hanyalah untukku, rasa cinta kasihmu padaku. Tapi nyatanya apa yang ku terima, kau menduakan diriku dengan orang lain. Untuk apa dulu kau bilang kau cinta, untuk apa dulu kau bilang kau sayang, tapi sekarang saat ku sedang berduka, kau dengan orag lain, pergi meninggalkanku. |
Catatan:
- Kata-kata yang bercetak miring menandakan bahwa kata tersebut merupakan kosakata bahasa Melayu
- Kata yang bercetak tebal menandakan kata serapan yang mengandung akhiran dan apitan yang aslinya tak terdapat dalam bahasa Rejang
Kata ganti
Kata ganti orang
Tabel di bawah ini menunjukkan kata ganti orang dalam bahasa Rejang:[42]
kata ganti | tunggal | jamak | |
---|---|---|---|
orang pertama |
eksklusif | uku | keme (kami; mereka dan saya, dia dan saya) |
inklusif | - | itê (kita; kamu dan saya, kamu dan kami) | |
orang kedua |
akrab | ko, nu | udi |
sopan | kumu (Anda) |
udi kutê udi sêdayo[43] (Anda sekalian) | |
orang ketiga |
akrab | si (dia) |
tobo'o tobo'io (mereka) |
sopan | bêliau (dia) |
- | |
sopan | kuaso (Dia, Tuhan) |
- |
Catatan: Tobo'o bermakna mereka tetapi posisi "mereka" tersebut jauh dari pembicara. Sementara tobo'io bermakna sama, namun "mereka" yang dimaksud berada tak jauh dari pembicara.
Kata ganti orang pertama dalam bahasa Rejang mengenal dua bentuk: eksklusif dan inklusif. Kata ganti orang pertama eksklusif terbagi lagi atas yang tunggal dan jamak. Kata ganti orang pertama eksklusif tunggal adalah uku. Kata tersebut berasal dari akar kata yang sama dengan kata "aku" dalam Bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia. Kata ganti orang pertama eksklusif jamak adalah keme (kami). Sedangkan kata ganti orang pertama inklusif adalah itê (kita). Baik keme maupun itê sama-sama diterjemahkan sebagai we dalam bahasa Inggris.
Kata ganti orang kedua mengenal dua bentuk: akrab dan sopan. Kata ganti orang kedua akrab terbagi atas yang tunggal yakni ko (kamu, kau) dan yang jamak yaitu udi (kalian). Kata ganti orang kedua sopan terbagi pula atas yang tunggal yakni kumu (Anda) dan yang jamak yaitu udi kutê atau udi sêdayo (Anda sekalian, saudara-saudari skalian). Kata kumu (Anda) apabila dipakai oleh orang yang saling kenal mengenal, masih berkerabat, dan akrab menunjukkan penghormatan dalam percakapan lintas generasi. Hal ini dikarenakan penggunaan kata kumu umumnya dikaitkan dengan usia seseorang, walaupun tidak sepenuhnya seperti itu. Kata kumu bila pakai oleh orang yang asing dan tidak saling mengenal (tidak akrab satu dengan yang lain) maka menunjukkan bahwa terdapat jarak di antara kedua belah pihak yang berbicara. Selain berkaitan dengan usia, kumu juga dapat dipakai untuk menyebt orang yang berilmu, guru walaupun usianya lebih muda, dan para pejabat.
Kata ganti orang ketiga tunggal meliputi si (dia) dan bêliau. Istilah si diduga diserap dari kata shedari bahasa Inggris semasa Inggris menduduki Bengkulu. Ada pun kata ganti orang ketiga jamak meliputi tobo'o dan tobo'io. Untuk menyebut Tuhan sebagai orang ketiga dapat dipakai istilah Kuaso (orang yang berkuasa, kekuatan yang berkuasa).
Kata ganti kepemilikan
Kata ganti kepemilikan dalam bahasa Rejang umumnya merupakan bentuk pendek dari kata ganti orang, namun ada pula yang tidak. Kata ganti kepemilikan biasanya diletakkan menyambung pada suku kata terakhir dalam sebuah kata.
Kata ganti
orang |
Bentuk
imbuhan |
Contoh penggunaan |
---|---|---|
uku | -ku | bukau-ku (bukuku, buku saya) |
ko, nu | -nu | bukau-nu (bukumu) |
si | -nê | bukau-nê (buku dia, bukunya) |
Kata ganti kepemilikan dapat pula berbentuk penuh seperti indok uku (ibuku) yang seharusnya ditulis indok-ku. Pembeda antara bentuk penuh uku dengan ku adalah yang pertama (uku) lebih tegas dibanding yang kedua. Namun yang kedua jauh lebih umum dibanding yang pertama.
Kata ganti penunjuk
Terdapat dua kata ganti penunjuk dalam bahasa Indonesia. Dio (ini) yang biasa disingkat io atau yo dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang berada dekat dengan pembicara. Do'o (itu) yang biasa disingkat o atau disebut sebagai doho dan ho dalam dialek Keban Agung dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang jauh dari pembicara. Baik do'o, o, doho maupun ho dalam beberapa kasus dapat berubah vokalnya dari vokal /o/ menjadi vokal /e/, sehingga do'o berubah menjadi de'e, o menjadi e, doho menjadi dehe, dan ho menjadi he.
Tidak ada perbedaan antara bentuk tunggal dan jamak layaknya this dan these atau that dan those dalam bahasa Inggris. Bahasa Rejang dikenal kata dê, dik, dan gi yang berfungsi layaknya kata "yang" dalam bahasa Indonesia. Dalam beberapa kasus, kata dê umumnya ditaruh mendahului kata ganti penunjuk dio dengan tujuan untuk memperjelas dan menunjukkan kejelasan mengenai suatu hal.
Kata ganti | Bahasa Rejang | Bahasa Indonesia |
---|---|---|
ini | pinggan io | piring ini |
pêpinggan io | piring-piring ini | |
itu | kuyuk o | Anjing itu |
kêkuyuk o' | Anjing-anjing itu |
Dê + kata ganti | Contoh | Terjemahan dalam bahasa Indonesia |
---|---|---|
Dê dio | P: Kumu lok tmukua bukau dipê (dê + ipê)?
J: Uku lok dê dio. |
P: Buku mana yang Anda ingin beli?
J: Saya mau yang ini. |
Kata sapaan
Masyarakat penutur bahasa Rejang bersosialisasi dan berinteraksi satu sama lain dalam lingkungan mereka. Sosialisasi dan interaksi ini tak terlepas dari penggunaan kata sapaan. Kata sapaan tertentu dipilih berdasarkan pertimbangan dengan siapa seseorang berbicara, apakah masih berkerabat atau bukan, dan lain sebagainya. Kata sapaan menurut Badan Bahasa Kemdikbud adalah kata yang digunakan untuk menegur sapa orang yang diajak berbicara (orang kedua) atau menggantikan nama orang ketiga. Umumnya kata sapaan dalam bahasa Rejang digolongkan menjadi, yakni sebagai berikut.
Berdasarkan hubungan kekerabatan
Hubungan kekerabatan yang dimaksud dalam konteks ini adalah pertalian darah, kekeluargaan, dan persaudaraan di antara pihak-pihak yang berbicara dan bersosialisasi. Berdasarkan hubungan kekerabatan, terdapat dua tipe yakni kata sapaan berurutan dan kata sapaan tidak berurutan.
- Kata Sapaan Berurutan
Urutan dalam keturunan (generasi) melahirkan kata sapaan sebagai berikut.
Kata Sapaan | Arti | Penjelasan |
---|---|---|
Muning | Generasi di atas puyang | |
Puyang | Buyut | |
Ninik | Nenek | |
Bak | Ayah | |
Anok | Anak | |
Kêpau | Cucu |
Kosakata
Pengaruh bahasa lain
Dalam perjalanan sejarahnya, bahasa Rejang tak lepas dari pengaruh bahasa lain. Pengaruh tersebut masuk ke dalam bahasa Rejang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang masuk secara langsung umumnya berasal dari bahasa-bahasa di sekitar wilayah penutur bahasa Rejang itu sendiri yakni dari Bahasa Melayu, Lembak, Bahasa Melayu Tengah seperti Serawai, Besemah, dan Bahasa Minangkabau. Pengaruh tersebut masuk melalui interaksi yang hampir tak terputus bertahun-tahun lamanya. Meskipun demikian, kebanyakan kosakata dalam bahasa ini adalah kosakata yang diturunkan dari bahasa Pra-Rejang dan Rejang Purba yang akarnya berasal dari bahasa Proto-Austronesia atau Bahasa Proto Melayu-Polinesia.
Selain pengaruh dari bermacam dialek Melayu di sekitar wilayah tuturnya, dewasa ini bahasa Rejang terpapar pengaruh bahasa-bahasa lai terutama bahasa Inggris. Pengaruh ini masuk dan menginfiltrasi bahasa Rejang melalui penyerapan kosakata bahasa Indonesia.
Kata serapan dari bahasa-bahasa Melayu
Bahasa-bahasa Melayu (termasuk Minangkabau) yang dituturkan di sekitar wilayah penutur bahasa Rejang merupakan sumber utama pengaruh dan kata serapan bagi bahasa Rejang itu sendiri. Pengaruh (kata serapan) tersebut masuk sudah sejak masa yang sangat lama, hasil interaksi terus menerus, oleh karenanya telah menyentuh kosakata dasar dalam bahasa Rejang sehingga akhirnya tak lagi dianggap sebagai serapan atau asing. Bahkan terdapat istilah tersendiri bagi bahasa Rejang yang sedemikian termelayukan yang disebut sebagai Jang Mlayau (Rejang Melayu). Beberapa istilah yang diserap dari bahasa Melayu antara lain: sêrgap, namo, dirai, cêrito, dan sakit. Kosakata asli bahasa Rejang untuk kelima istilah yang telah disebutkan yakni anjo, gen, awok, kecek, dan gis.
Kata serapan lainnya
Kata serapan dalam kategori ini umumnya berasal dari bahasa Inggris yang telah terlebih dahulu diserap ke dalam bahasa Indonesia. Ada pula yang berasal dari bahasa Arab, Tamil, Sanskerta, bahasa-bahasa Tionghoa, dan bahasa-bahasa daerah. Posisi bahasa Indonesia yang sangat kuat sebagai bahasa resmi, bahasa nasional, dan bahasa persatuan menyebabkan bahasa ini memberikan pengaruh terhadap bahasa-bahasa daerah tak terkecuali bahasa Rejang. Beragam istilah masa kini seperti listrik, token, telepon, tv, radio, sinyal, internet, situs, web, wifi, komputer, keyboard, mouse, radar, desktop, dan lainnya sekarang dipakai dalam percakapan bahasa Rejang. Semuanya diserap melalui bahasa Indonesia.
Namun yang perlu diperhatikan, terdapat beberapa kosakata serapan dari bahasa Inggris dan bahasa Belanda yang diserap pada masa kolonial. Dikarenakan telah dipakai selama bertahun-tahun dalam berbagai konteks, kosakata semacam ini tidak lagi dipandang sebagai kosakata serapan melainkan dianggap sebagai native words atau kata asli. Dari bahasa Inggris, bahasa Rejang menyerap kata trai (asal kata: try), jel (jail), gêp (gap), pakit (pocket), rim (rim), stakin (stocking), dan bal (ball) masing-masing untuk kata "coba", "penjara", "tertangkap, kantong pakaian, ikat pinggang, kaus kaki, dan bola. Sementara dari bahasa Belanda, bahasa Rejang menyerap kata stom (asal kata: stoomkraan) untuk kata "mobil".
Sistem penulisan
Masyarakat Rejang tidak memiliki riwayat budaya menulis yang panjang. Meskipun ada beberapa tulisan aksara Rikung dalam bahasa Rejang, bahasa utama yang dipakai dalam menulis adalah bahasa Melayu, yang sejak lama dipandang sebagai bahasa resmi, penghubung komunikasi antarbangsa, dan lebih prestisius. Absennya tradisi menulis yang kuat membuat bahasa Rejang hingga kini masih dianggap sebagai bahasa percakapan saja. Upaya menulis karya seperti buku masih jarang dilakukan. Satu-satunya pengecualian adalah Ireak Ca'o, buku mengenai adat dan tata cara perkawinan yang ditulis oleh Kadirman, yang merupakan satu-satunya buku berbahasa Rejang. Buku tersebut menggunakan alfabet Latin, yang penggunaannya secara aklamasi dan sadar telah diadopsi oleh orang Rejang pada masa Indonesia merdeka. Alfabet yang sama juga dipakai oleh para peneliti seperti Jaspan, McGinn, Voorhoeve, maupun W. Aichele yang mendedikasikan waktu mereka bagi studi mengenai bahasa Rejang.
Aksara Rikung
Masyarakat daerah pedalaman Sumatra Bagian Selatan sejak lama telah mengenal tulisan. Tulisan mereka secara komunal dikenal sebagai Surat Ulu atau Kaganga.[44][45] Salah satu varian aksara tersebut adalah aksara Rikung yang dipakai untuk menuliskan bahasa lisan Rejang.[46][47] Aksara Rikung memiliki beberapa perbedaan minor dengan keluarga Surat Ulu yang lain.[48] Meskipun demikian, Rikung dan aksara-aksara yang berkerabat ini dipercaya sebagai turunan dari aksara Brahmi yang berasal dari India Selatan.
Keberadaannya di Tanah Rejang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-12 Masehi, jauh sebelum kedatangan Islam ke kawasan tersebut pada abad ke-18 Masehi. Rikung mulanya ditulis secara tradisional pada bahan-bahan alam terutama bambu dan tanduk kerbau. Dokumen tertua yang selamat (dari kerusakan) dan menggunakan ditulis dalam aksara Rikung berasal dari abad ke-18 Masehi dan umumnya berbahasa Melayu, bahasa yang dipandang sebagai bahasa tinggi kala itu.
Saat ini aksara tersebut sudah tidak dipakai lagi terkecuali sebagai hiasan, dekorasi, tulisan dalam buku muatan lokal daerah Provinsi Bengkulu, mata lomba dalam peringatan HUT Curup, dan dipakai pula pada nama jalan. Kemampuan masyarakat masa kini dalam menulis Rikung pun bisa dikatakan sangat rendah, bahkan hampir tidak menguasai sama sekali.
Alfabet Latin
Secara umum bahasa ini sekarang ditulis menggunakan alfabet Latin. Penggunaan alfabet Latin bukanlah suatu keputusan resmi melainkan para penutur bahasa Rejang mengikuti tren bahwa bahasa-bahasa di Indonesia dituliskan dalam alfabet Latin. Dan sejak itu pula belum ada ortografi atau ejaan resmi bahasa Rejang sehingga bahasa ini ditulis berdasarkan common sense para penuturnya. Misalnya alih-alih menulis kuat (kawan), kebanyakan orang Rejang menulisnya kuwat padahal penulisan versi pertamalah yang benar dan diterima para ahli yang meneliti mengenai Rejang seperti Robert Blust, M.A. Jaspan, dan Richard McGin. Ketiadaan ortografi Rejang dalam alfabet Latin juga disinggung oleh M.A. Jaspan sebagai salah satu kesulitan dalam proses pembuatan kamus Inggris-Indonesia-Rejang.[49]
Vokal
Huruf ê secara tidak resmi diadopsi untuk menyimbolkan suara /ə/.
Huruf kapital | |||||
---|---|---|---|---|---|
A | I | U | E | O | Ê |
Huruf kecil | |||||
a | i | u | e | o | ê |
Digraf diftong
Diftong dan vowel sequences dalam bahasa Rejang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
Ai | Au | Ia | Ie | Ua | Ui | Uo | Ea | Ei | Eu | Oa | Oi | Oe | Ua | Êa | Êi | Êu | Êe |
Konsonan
Huruf q secara tidak resmi diadopsi untuk menyimbolkan suara final /k/. Sementara huruf k pada posisi final menyimbolkan glottal stop /?/. Empat huruf yakni ⟨f⟩, ⟨v⟩, ⟨x⟩, ⟨z⟩terdapat dalam kata dan istilah serapan. Daftar urutan di bawah ini disesuaikan dengan urutan huruf dalam aksara Rikung.
Huruf kapital | ||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
K | Q | G | Ng | T | D | N | P | B | M | C | J | Ny | S | R | L | Y | W | H | F | V | X | Z |
Huruf kecil | ||||||||||||||||||||||
k | q | g | ng | t | d | n | p | b | m | c | j | ny | s | r | l | y | w | h | f | v | x | z |
Digraf ngimbang
Ngimbang merupakan digraf yang digunakan untuk menyimbolkan 4 suara barred nasal atau sengau terhenti yang terdapat dalam bahasa Rejang.[50]
Mb mb | Ngg ngg | Nd nd | Nj nj |
Nama huruf dan pengucapannya
Alfabet Latin untuk menuliskan bahasa Rejang hampir 100% sama dengan ejaan yang dipakai oleh bahasa Indonesia terkecuali ada beberapa digraf yang hanya ditemukan dalam bahasa Rejang. Daftar urutan di bawah ini disesuaikan dengan urutan huruf dalam aksara Rikung.
Huruf | Nama | Representasi
fonem |
Padanan aksara
Rikung |
Contoh
penggunaan |
Arti kata dalam
bahasa Indonesia |
---|---|---|---|---|---|
Aa | a (/a/) | /a/ | a | asuak | adik |
Ii | i (/i/) | /i/ | - | indau | rindu |
Uu | u (/u/) | /u/ | - | juadêak | kue |
Ee | e (/e/) | /e/ | - | epen | gigi |
Oo | o (/o/) | /o/ | - | ombong | sombong |
Êê | ê (/ə/) | /ə/ | - | kêsok | masak |
Kk | k (/ka/) | /k/, /ʔ/ | Ka | ko'ot | tempurung (lutut) |
Gg | ge (/ge/) | /g/ | Ga | gu'au | guru |
Ng | ng (/əŋ/) | /ng/ | Nga | sahang | lada, merica |
Tt | t (/te/) | /t/ | Ta | tat | jenis kue |
Dd | de (/de/) | /d/ | Da | dau | banyak |
Nn | n (/en/) | /n/ | Na | an | lama |
Pp | p (/pe/) | /p/ | Pa | têpap | cuci (pakaian) |
Bb | be (/be/) | /b/ | Ba | badoa | mubazir, sia-sia |
Mm | m (/em/) | /m/ | Ma | monot | hanyut |
Cc | ce (/t͡ʃe/) | /t͡ʃ/ | Ca | cet | sering |
Jj | je (/d͡ʒe/) | /j/ | Ja | juoa | jual |
Ny | ny (/ɲ/) | /ɲ/ | Nya | nyabai | napas |
Ss | s (/es/) | /s/ | Sa | u'ês | cuci (tubuh) |
Rr | r (/er) | /r/ | Ra | ro | rupa |
Ll | el (/el/) | /l/ | La | silai | garam |
Yy | y (/jee/) | /j/ | YA | yam | mainan |
Ww | w (/we/) | /w/ | Wa | wok | saudara tua ayah dan ibu |
Hh | ha (/ha/) | /h/ | Ha | hoboah | rubuh |
q (/ki/) | /k/ | - | baq | ayah, bapak | |
Mb | mb (/mᵇ/) | /mᵇ/ | Mba | mbuk | makan |
Nd | nd (/nᵈ/) | /nᵈ/ | Nda | ando | tanda |
Ngg | ngg (/ŋᶢ/) | /ŋᶢ/ | Ngga | nggan | enggan |
Nj | nj (/ɲᶡ/) | /ɲᶡ/ | Nja | kanjai | genit |
Contoh teks
Berikut ini merupakan contoh teks (Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) dalam bahasa Rejang beserta terjemahannya sebagai pembanding.
Bahasa Rejang (Dialek Lebong) | Kutê tun laher mêrdiko, tmu'an hok-hok gi srai. Kutênê nagiakba akêa peker ngen atêi, kêrno o kêloknê bêkuatba do ngen luyên nêak lêm asai sêpasuak. |
---|---|
Bahasa Rejang (Dialek Musi) | Kêtê tun laher mêrdiko, tmu'an hak-hak gi srêi. Kêtênê nageakba aka peker ngen atie, kêrno o kêlaknê bêkuatba do ngên lêyên nak lêm asêi sêpasoak. |
Bahasa Rejang (Dialek Keban) | Kêhtê tun laher mêrdiko, tmu'an hak-hak gi srêi. Kêhtênê nageahba aka peker ngen atêe, kêrno ho kêlaknê bêkuatba do ngen lêyên nak lêm asêi sêpasoah. |
Bahasa Melayu Bengkulu |
Segalo orang lahir merdeka kek punyo martabat kek hak yang samo. Tobonyo dikasih akal kek ati nurani, tobo tu kendaknyo bekawan sikok kek yang lain dalam semangek orang sana'an. |
Bahasa Indonesia | Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan. |
Bahasa Inggris | All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards one another in a spirit of brotherhood. |
Kesusastraan
Bahasa Rejang mengenal dua jenis karya sastra klasik (tradisional yang utama yakni sêrambêak dan rêjung. Selain itu terdapat pula tradisi atau seni berbalas pantun. Secara bahasa sêrambêak berarti lirik atau syair. Ini merupakan salah satu jenis sastra klasik yang paling berkembang di kalangan masyarakat Rejang. Sêrambêak yang paling terkenal adalah Sêrambêak Bêpun yang bercerita mengenai Tanah Rejang, adat, dan sejarah.[51]
|
Bahasa Indonesia |
Studi
Bahasa Rejang adalah salah satu bahasa yang sudah cukup banyak dipelajari. Terdapat beberapa terbitan dalam dan luar negeri yang membahasa mengenai aspek-aspek dan kaidah kebahasaan bahasa Rejang. Beberapa kosakata bahasa ini seperti pêsako, ginde, dan kutai muncul beberapa kali dalam buku karangan William Marsden tahun 1783.[52] Selanjutnya pada dekade 1980 dan 1990, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan proyek inventarisasi dan pengembangan bahasa-bahasa daerah. Proyek tersebut menghasilkan keluaran berupa buku-buku yang membahasa tata bahasa, morfologi, dan sintaksi puluhan bahasa di Indonesia, tak terkecuali bahasa Rejang.
Lihat pula
Referensi
- ^ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat Pedesaan Daerah Bengkulu. Hlm. 10
- ^ "Kontribusi Kosakata Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-10-27. Diakses tanggal 2017-01-12.
- ^ [BPS. 2010. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia. Hasil Sensus Penduduk 2010. Hlm. 37]
- ^ McGinn, Richard. 2009. Out-of-Borneo subgrouping hypothesis for Rejang: re-weighing the evidence. Austronesian historical linguistics and culture history: a festschrift for Bob Blust, 397–410. Pacific Linguistics
- ^ McGinn, Richard. 2007. Asal Bahasa Rejang
- ^ Jaspan, Mervyn A. 1964. Folk Literature of South Sumatra, Redjang Ka-Ga-Nga texts. Canberra: The Australian National University
- ^ MultiTree:A Digital Library of Language Relationships"Rejang". Diakses tanggal 2018-11-12.
- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Rejang". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ Le Répertoire de la linguasphère / The Linguasphere Register"Linguasphere Index (Language and Communities)" (PDF). Diakses tanggal 2018-11-12.
- ^ "Bahasa Rejang". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue.
- ^ McGinn, Richard. 1999. The Position of the Rejang Language of Sumatra in Relation to Malay and the "Ablaut" Languages of Northwest Borneo.
- ^ Marsden, William (1783). The History of Sumatra, containing An Account of the Government, Laws, Customs, and Manners of the Native Inhabitants, With A Description of the Natural Productions, And A Relation of the Ancient Political State of the Island. Printed for Author. hlm. 37, 183.
- ^ "Vitalitas Bahasa Rejang: Melacak Daya Hidup Bahasa Kuno Bengkulu oleh Mahasiswa UGM". Diakses tanggal 2018-11-04.
- ^ "Tim Satu-Satunya PKM Penelitian Sosiohumaniora UGM Berhasil Mengantongi 2 Emas di PIMNAS 2018". Diakses tanggal 2018-11-04.
- ^ Adat Istiadat Daerah Bengkulu (PDF) (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. hlm. 18.
- ^ Alexander Adelaar, K. (2005). Alexander Adelaar, K.; Nikolaus, Himmelmann, ed. The Austronesian Languages of Asia and Madagascar. Yogyakarta: Routledge. hlm. 56.
- ^ "Rejang". Diakses tanggal 2019-01-03.
- ^ "BPS: Jawa, Rejang, Serawai Tertinggi". Radar Bengkulu Online. Diakses tanggal 4 Desember 2020.
- ^ {{Cite news|author=
Catatan
Pranala luar
- (Inggris) Bahasa Rejang di Ethnologue
- (Inggris) "Austronesian, Malayo-Polynesian, Rejang"