Laksamana TNI (Purn.) Arief Koeshariadi (lahir di Malang, Jawa Timur[1]1945) adalah mantan KASAL periode 1996 - 1998.

Arief Koeshariadi

Masa kecil

Sejak kecil Arief sudah dikenal sebagai pemuda yang suka tantangan, punya rasa ketertarikan dan keingintahuan yang besar pada lingkungan sekitar, dan, tentu saja, hobi bermain di air. Selepas masa SMA, Arief masuk ke Akademi Angkatan Laut Surabaya pada tahun 1963. Menyelesaikan pendidikan Akademi Kelautan pada tahun 1967, iaberhasil lulus dengan pangkat Letnan Dua.

Karier

Selepas menjalani pendidikan di Akademi Angkatan Laut, Arief langsung mendapat panggilan dan posisi di atas KRI pada jajaran TNI-AL. Debut tugasnya diawali dengan menjadi Komandan KRI Angin Gending, sebuah kapal cepat bertorpedo yang berpangkalan di Ujung, Surabaya. Pasca penugasan tersebut, Arief memperoleh amanat untuk menduduki banyak posisi dan jabatan di Angkatan Laut RI yang semuanya dijalankan dengan baik, termasuk Komandan KRI Sartamina, Palaksa Kapal Penyapu Ranjau KRI Pulau Raja dan Nahkoda KM Antareja.

Berdasarkan prestasi kerjanya tersebut, suami Sri Widayati dan ayah dari tiga orang putri ini kemudian dipercaya menjabat sebagai Kepala Departemen Senjata dan Bahari dari KRI RE Martadinata dan KRI Palasa di Kapal Fregat KRI Yos Sudarso. Dan kepercayaan tersebut dibuktikan pria berpenampilan sederhana melalui kariernya yang terus beranjak naik. Pada 1991, Arief dilantik sebagai Komandan Gugus Tempur Laut Armada Barat yang berpangkalan di Tanjung Pinang, Riau. Tak berhenti di situ, ayah tiga anak ini kemudian diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Laut pada tahun 1996 dan dilantik langsung oleh Presiden Indonesia saat itu, Soeharto.

Selama menjadi awak KRI, ia sempat mendapatkan kesempatan untuk menembakkan peluru kendali berhulu ledak di Samudera Hindia pada Latihan Gabungan TNI AL dan TNI AU. Selain itu, pria yang pernah menyusuri seluruh lautan wilayah barat Indonesia ini juga pernah menjadi Staf Perencanaan dan Anggaran Armada RI, Staf Operasi Kapal Escortadan Komandan Komando Persiapan Pengambilan Kapal di Belanda dan Kasubdit Strategi Taktik di Direktorat Operasi dan Latihan AL.

Peristiwa 22 Mei 1998

Ia merupakan saksi sejarah dan terlibat langsung dalam detik-detik pergantian kepemimpinan Nasional atau era awal reformasi, Laksamana TNI Arief seperti dituturkannya dalam berbagai kesempatan sangat heran ketika terjadi kerusuhan Mei 1998, Arief berkeliling Jakarta dan tak melihat adanya pasukan di lapangan. Padahal, jumlah pasukan yang di bawah kendali operasi di Jakarta kala itu 110 satuan setingkat kompi. Pasukan tersebut terdiri dari pasukan Yonif 327 Brawijaya, Grup I Kopassus, Kostrad, Marinir, dan tiga skuadron helikopter TNI Angkatan Udara.

Melihat kejanggalan itu, Arief lalu mendatangi lokasi parkir panser-panser marinir. Di tempat ini pun tak seorang marinir ditemukan. Karena khawatir, Arief lalu memerintahkan pasukan marinir di Surabaya datang di Jakarta.

Pasukan yang tiba di Halim Perdanakusuma ditempatkan di Cilandak. Dari markas marinir di Jakarta tersebut, pasukan disebar. Pasukan tiba sebelum Jenderal Wiranto ke Malang, tidak ada pasukan yang terlihat atau berusaha melakukan pengamanan sehingga atas inisiatifnya dia mengkontak Kesatuan Korps Marinir dari Surabaya untuk mengirim pasukan ke Jakarta.

Rujukan

Jabatan militer
Didahului oleh:
Tanto Kuswanto
Kepala Staf TNI Angkatan Laut
1996-1998
Diteruskan oleh:
Widodo AS