Eksperimen manusia Nazi

Eksperimen manusia Nazi adalah serangkaian eksperimen medis terhadap sejumlah besar tahanan, terutama orang-orang Yahudi (termasuk anak-anak Yahudi) dari seluruh Eropa, namun dalam beberapa kasus, eksperimen ini juga dilakukan terhadap Orang Rom, tawanan perang Soviet, dan orang cacat Jerman non-Yahudi, yang dilakukan oleh rezim Jerman Nazi di dalam kamp konsentrasi pada awal 1940-an, khususnya selama Perang Dunia II dan Holokaus. Para tahanan dipaksa untuk berpartisipasi, tidak ada di antara mereka yang bersedia untuk menjadi sukarelawan. Biasanya, eksperimen medis ini akan berakhir dengan kematian, infeksi, atau cacat permanen, dan dengan demikian dianggap sebagai contoh penyiksaan medis. Di Auschwitz dan kamp-kamp lainnya, di bawah arahan dari Dr. Eduard Wirths, tahanan yang terpilih akan menjadi sasaran bagi berbagai eksperimen berbahaya yang dirancang untuk membantu personel militer Jerman dalam menghadapi pertempuran, untuk mengembangkan senjata baru, membantu pemulihan personel militer yang terluka, dan untuk mendukung ideologi rasial yang dicetuskan oleh Reich Ketiga.[1] Dr. Aribert Heim juga melakukan eksperimen medis serupa di kamp konsentrasi Mauthausen-Gusen. Carl Værnet terkenal karena melakukan eksperimen medis terhadap tahanan homoseksual dalam upayanya yang mencoba untuk menyembuhkan homoseksualitas. Setelah perang, kejahatan-kejahatan keji ini diadili di pengadilan khusus yang dikenal dengan Pengadilan Dokter.

Eksperimen

sunting

Menurut dakwaan di Pengadilan Nuremberg di kemudian hari,[2][3] eksperimen medis ini meliputi:

Eksperimen anak kembar

sunting
 
Anak-anak kembar Rom di Auschwitz, korban eksperimen medis Nazi.

Eksperimen pada anak kembar di kamp konsentrasi diciptakan untuk meneliti mengenai persamaan dan perbedaan dalam studi genetika dari anak kembar, serta untuk mengetahui apakah tubuh manusia bisa dimanipulasi secara tidak wajar. Pemimpin utama dari eksperimen ini adalah Josef Mengele. Ia melakukan berbagai eksperimen pada tahun 1943–1944 terhadap hampir 1.500 pasang orang kembar yang dipenjarakan di Auschwitz. Hanya sekitar 2000-an dari korban-korbannya yang berhasil selamat.[4] Saat berkuliah di Universitas Munich, Mengele mempelajari ilmu filsafat, antropologi, dan kedokteran. Ia memperoleh gelar PhD untuk tesisnya yang berjudul "Kajian Morfologi Rasial Rahang Bawah dari Empat Kelompok Ras", yang menyatakan bahwa ras seseorang dapat diketahui hanya dengan melihat bentuk rahangnya.[5] Nazi menganggap penelitiannya ini sangat berharga dan kemudian merekrut Mengele untuk bertugas di kamp konsentrasi Auschwitz yang terletak di Polandia, yang diduduki Jerman pada tanggal 30 Mei 1943. Mengele bukanlah satu-satunya dokter di Auschwitz, Dr. Eduard Wirths juga bertugas di Austhwitz.[6] Di sana, Mengele melakukan eksperimen genetik pada anak-anak kembar. Anak-anak ini dikelompokkan berdasarkan usia dan jenis kelamin mereka lalu dikurung di barak-barak kamp selama eksperimen. Eksperimen-eksperimen ini meliputi penyuntikan zat pewarna yang berbeda ke mata mereka untuk mengetahui apakah hal itu bisa mengubah warna mata mereka, dan, yang paling mengerikan, menjahit mereka menyatu dalam upayanya untuk menciptakan kembar siam.[7][8]

Eksperimen transplantasi tulang, otot, dan saraf

sunting

Dari bulan September 1942 sampai Desember 1943, eksperimen medis Nazi difokuskan di kamp konsentrasi Ravensbrück untuk kepentingan Angkatan Bersenjata Jerman. Eksperimen ini bertujuan untuk meneliti tentang regenerasi tulang, otot, saraf, serta transplantasi tulang dari seseorang ke yang lainnya. Tulang, otot, dan saraf para subjek eksperimen dikeluarkan dari tubuh subjek tanpa melalui pembiusan. Sebagai hasil dari operasi ini, banyak korban yang mati kesakitan, termutilasi, dan mengalami cacat permanen.

Eksperimen cedera kepala

sunting

Pada pertengahan-1942, di Baranowicze, Polandia, eksperimen dilakukan di sebuah bangunan kecil di belakang rumah pribadi yang ditempati oleh petugas keamanan Nazi. Di sana, "seorang anak muda yang berusia sebelas atau dua belas tahun diikat ke kursi sehingga dia tidak bisa bergerak. Di atasnya terdapat palu mekanik yang setiap beberapa detik turun memukul kepalanya." Anak itu disiksa dengan keji.[9]

Eksperimen pembekuan

sunting
 
Eksperimen perendaman di air dingin di kamp konsentrasi Dachau yang dilakukan oleh Professor Ernst Holzlöhner (kiri) dan Dr. Sigmund Rascher (kanan). Subyek mengenakan baju eksperimen Luftwaffe.

Pada tahun 1941, Luftwaffe melakukan eksperimen dengan tujuan menemukan cara untuk mencegah dan mengobati hipotermia. Salah satu dari eksperimen ini dilakukan dengan cara memaksa subjek untuk bertahan di sebuah tangki air es selama lima jam.

Tabel "Exitus" (kematian) yang disusun oleh Dr Sigmund Rascher[10]
No. percobaan Suhu air Suhu tubuh ketika diangkat Suhu tubuh saat meninggal Waktu di dalam air Waktu kematian
5 5.2 °C 27.7 °C 27.7 °C 66' 66'
13 29.2° 29.2° 80' 87'
14 27.8° 27.5° 95'
16 28.7° 26° 60' 74'
23 4.5° 27.8° 25.7° 57' 65'
25 4.5° 27.8° 26.6° 51' 65'
4.2° 26.7° 25.9° 53' 53'

Dalam eksperimen lainnya, para tahanan ditempatkan di udara terbuka dengan bertelanjang bulat selama beberapa jam dengan suhu serendah −6 °C (21 °F). Selain meneliti mengenai efek cuaca dingin terhadap fisik, peneliti Nazi juga bereksperimen dengan metode yang berbeda mengenai penghangatan tubuh.[11]

Eksperimen pembekuan/hipotermia ini dilakukan atas perintah dari komando tinggi Nazi untuk membantu tentara Jerman yang menderita dalam pertempuran musim dingin di Eropa Timur. Banyak juga eksperimen yang dilakukan terhadap tentara Rusia yang ditangkap, Nazi ingin mengetahui apakah gen tentara-tentara ini menjadikan mereka lebih tahan terhadap cuaca dingin.[12] Diperkirakan sekitar 100 jiwa meninggal akibat eksperimen ini.[13]

Eksperimen malaria

sunting

Dari bulan Februari 1942 sampai April 1945, eksperimen dilakukan di kamp konsentrasi Dachau untuk meneliti mengenai imunisasi dalam pengobatan malaria. Tahanan yang sehat sengaja diinfeksi dengan nyamuk atau dengan menyuntikkan ekstrak dari kelenjar mukosa nyamuk betina. Setelah tertular penyakit, subjek diobati dengan berbagai obat untuk menguji kekebalan dan khasiat obat. Lebih dari 1.000 orang digunakan dalam eksperimen ini, dan lebih dari setengahnya tewas.[butuh rujukan]

Eksperimen gas mustar

sunting

Dalam berbagai waktu antara bulan September 1939 hingga April 1945, banyak eksperimen yang dilakukan di Sachsenhausen, Natzweiler, dan kamp lainnya untuk meneliti perawatan yang paling efektif terhadap luka yang disebabkan oleh gas mustar. Subjek eksperimen ini sengaja dikenai gas mustar dan gas berbahaya lainnya (misalnya Lewisite), yang akan menimbulkan luka bakar kimia parah. Luka korban kemudian diuji untuk menemukan obat yang paling efektif bagi luka bakar gas mustar.[14]

 
Anak-anak korban eksperimen Nazi menunjukkan sayatan tempat kelenjar getah bening mereka dibedah setelah sebelumnya sengaja diinfeksi dengan tuberkulosis di kamp konsentrasi Neuengamme. Mereka kemudian dibunuh.

Eksperimen sulfonamida

sunting

Dari bulan Juli 1942 hingga September 1943, eksperimen untuk meneliti efektivitas sulfonamida dilakukan di Ravensbrück.[15] Luka yang diderita korban diinfeksikan dengan bakteri-bakteri seperti Streptococcus, Clostridium perfringens dan Clostridium tetani, yang menyebabkan tetanus.[16] Sirkulasi darah dihambat dengan mengikat pembuluh darah korban di kedua ujung luka untuk menciptakan kondisi yang mirip dengan luka di medan perang. Infeksi ini semakin diperparah oleh peneliti Nazi dengan membubuhkan serutan kayu atau pecahan kaca ke dalam luka. Infeksi ini kemudian diobati dengan sulfonamida dan obat-obatan lainnya untuk membuktikan khasiat dari obat tersebut.

Eksperimen air laut

sunting

Dari bulan Juli 1944 hingga September 1944, eksperimen dilakukan di kamp konsentrasi Dachau untuk mempelajari berbagai metode yang memungkinkan air laut untuk bisa digunakan sebagai air minum. Sekitar 90 Orang Rom tidak diberi makan dan tidak diberi apapun, kecuali air laut untuk minum, oleh Dr. Hans Eppinger.[12] Mereka mengalami dehidrasi parah dan menurut kesaksian korban yang selamat, mereka bahkan menjilati lantai yang baru di pel untuk mendapatkan air minum.[17]

Eksperimen sterilisasi

sunting

Undang-Undang untuk Pencegahan Kelainan Genetik disahkan pada tanggal 14 Juli 1933, yang melegalkan sterilisasi paksa terhadap orang-orang dengan penyakit keturunan seperti berpikiran lemah, skizofrenia, tunanetra, tunarungu, sakit jiwa, pengguna alkohol, serta cacat fisik dan mental lainnya. Undang-undang ini diberlakukan untuk mendorong pertumbuhan ras Arya melalui sterilisasi orang-orang yang dianggap sebagai "bergenetik rendah".[18] 1% dari penduduk Jerman yang berusia antara 17 sampai 24 tahun telah disterilkan dalam waktu 2 tahun. Dalam jangka 4 tahun, 300.000 pasien telah disterilkan.[19] Dari bulan Maret 1941 hingga Januari 1945, eksperimen sterilisasi ini dilakukan di Auschwitz, Ravensbrück, dan kamp-kamp lainnya oleh Dr. Carl Clauberg.[14] Tujuan dari eksperimen ini adalah untuk mengembangkan metode sterilisasi yang cocok untuk mensterilisasi jutaan orang dengan waktu dan usaha seminimal mungkin. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan X-ray, melalui operasi, dan berbagai penggunaan obat-obatan. Ribuan korban disterilkan. Selain eksperimentasi, pemerintah Nazi juga mensterilkan sekitar 400.000 individu sebagai bagian dari program sterilisasi wajibnya.[20] Eksperimen penyuntikan intravena yang mengandung yodium dan nitrat perak memang berhasil dilakukan terhadap subjek, namun memiliki efek samping seperti pendarahan vagina, sakit perut akut, dan kanker serviks.[21] Oleh sebab itu, terapi radiasi menjadi eksperimen favorit untuk melakukan sterilisasi ini. Sayangnya, jumlah tertentu dari paparan radiasi menghambat atau menghilangkan kemampuan seseorang untuk menghasilkan ovum atau sperma. Terapi radiasi ini dilakukan melalui penipuan. Para tahanan dibawa ke sebuah ruangan dan diminta untuk mengisi formulir. Kemudian, terapi radiasi dilakukan tanpa diketahui oleh para tahanan tersebut. Banyak di antara mereka yang menderita luka bakar radiasi parah.[22]

Eksperimen dengan racun

sunting

Antara bulan Desember 1943 hingga Oktober 1944, eksperimen dilakukan di Buchenwald untuk meneliti pengaruh dari berbagai racun. Racun-racun ini secara diam-diam diberikan kepada subjek eksperimen melalui makanan mereka. Para korban meninggal akibat racun atau dibunuh seketika untuk melakukan otopsi. Pada bulan September 1944, subjek eksperimen ditembak dengan peluru beracun.[14]

Eksperimen dengan bom

sunting

Pada bulan November 1943 hingga Januari 1944, eksperimen juga dilakukan di Buchenwald untuk menguji khasiat dari berbagai obat-obatan farmasi dalam menyembuhkan luka bakar fosfor. Luka-luka bakar yang diderita para tahanan disebabkan oleh bahan fosfor yang diekstraksi dari bom pembakar.[14]

Eksperimen tingkat ketinggian

sunting

Pada awal 1942, para tahanan di kamp konsentrasi Dachau digunakan oleh Sigmund Rascher dalam eksperimennya untuk membantu pilot Jerman yang harus melontarkan diri dari ketinggian. Sebuah ruang bertekanan rendah yang berisi para tahanan digunakan untuk mensimulasikan kondisi di ketinggian hingga 20.000 m (66.000 ft). Ada rumor yang menyatakan bahwa Rascher melakukan pembedahan pada otak korban yang selamat dari eksperimen ini.[23] Dari 200 subjek eksperimen, 80 di antaranya meninggal langsung, sedangkan yang lainnya dieksekusi.[12]

Dampak

sunting
 
Seorang tahanan menunjukkan stoples berisi organ tubuh manusia yang diambil dari para korban eksperimen Nazi di Buchenwald kepada seorang tentara Amerika.

Banyak dari subjek yang meninggal setelah eksperimen, sedangkan yang lainnya dibunuh setelah eksperimen selesai untuk meneliti efek dari visum.[24] Sementara korban yang berhasil selamat dibiarkan termutilasi, menderita cacat permanen, tubuh melemah, dan tekanan mental.[12][25] Pada tanggal 19 Agustus 1947, para dokter Nazi ditangkap oleh pasukan Sekutu dan diadili di peradilan USA vs. Karl Brandt et al., atau secara umum dikenal dengan Pengadilan Dokter. Di persidangan, beberapa dokter Nazi menyatakan pembelaannya, yang berpendapat bahwa tidak ada hukum internasional yang mengatur mengenai eksperimen medis.[26]

Permasalahan eksperimen tanpa persetujuan pasien ini sebelumnya juga telah menjadi kontroversi dalam dunia kedokteran Jerman pada tahun 1900, jauh sebelum Nazi berkuasa, yaitu saat Dr. Albert Neisser menginfeksi pasiennya (terutama pelacur) dengan sifilis tanpa persetujuan dari mereka. Meskipun Neisser mendapat dukungan dari sebagian besar komunitas akademis, namun opini publik, yang dipimpin oleh psikiater Albert Moll, menentang Neisser. Neisser kemudian didenda oleh "Royal Disciplinary Court", sedangkan Moll mengembangkan "teori kontrak yang berbasis hukum dan positif mengenai hubungan antara dokter-pasien", yang kemudian di adopsi ke dalam undang-undang Jerman.[26] Pada akhirnya, Kementerian Agama, Pendidikan, dan Kesehatan Jerman mengeluarkan instruksi yang menyatakan bahwa "intervensi medis selain untuk tujuan diagnosis, penyembuhan dan imunisasi tidak diijinkan dalam semua situasi jika subjek manusianya tidak bersedia, tidak memberikan persetujuan, atau tidak berkompeten untuk melakukannya", namun peraturan ini sifatnya tidak mengikat secara hukum.[26]

Sebagai tanggapan atas eksperimen keji Nazi, Drs. Leo Alexander dan Andrew Conway Ivy menyusun sepuluh poin memorandum yang berjudul "Eksperimen Medis yang Diijinkan", memorandum ini selanjutnya dikenal dengan Kode Nuremberg.[27] Kode ini antara lain menyatakan bahwa eksperimen medis diijinkan jika ada persetujuan sukarela dari pasien, tanpa menyebabkan rasa sakit dan penderitaan yang tidak perlu, dan harus ada keyakinan bahwa eksperimen tidak akan berakhir dengan kematian atau cacat.[28] Kode Nuremberg ini tidak disebutkan dalam persidangan dokter Nazi dan bahkan tidak pernah berhasil "lolos" ke dalam undang-undang kedokteran Jerman ataupun Amerika Serikat.

Pengetahuan kontemporer mengenai cara tubuh manusia bereaksi terhadap pembekuan hampir secara keseluruhan bersumber dari eksperimen medis Nazi. Baru-baru ini, data dari eksperimen Nazi mengenai efek dari gas fosgen menjadi kontroversial dan menimbulkan dilema bagi kode etik kedokteran modern, yang tidak setuju dengan metode yang digunakan untuk mendapatkan data ini.[17]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Nazi Medical Experimentation". US Holocaust Memorial Museum. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  2. ^ "Medical Experiment". Jewish Virtual Library. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  3. ^ "The Doctors Trial: The Medical Case of the Subsequent Nuremberg Proceedings". United States Holocaust Memorial Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-20. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  4. ^ Josef Mengele and Experimentation on Human Twins at Auschwitz Diarsipkan 2015-04-14 di Wayback Machine., Children of the Flames; Dr. Josef Mengele and the Untold Story of the Twins of Auschwitz, Lucette Matalon Lagnado and Sheila Cohn Dekel, and Mengele: the Complete Story by Gerald Posner and John Ware.
  5. ^ Wyschogrod, Edith (2006). Crossover Queries: Dwelling with Negatives, Embodying Philosophy's Others. Fordham University Press. ISBN 0-8232-2607-7. 
  6. ^ "Josef Mengele". United States Holocaust Memorial Museum. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  7. ^ Black, Edwin (2004). War Against the Weak: Eugenics and America's Campaign to Create a Master Race. United States: Thunder's Mouth Press. ISBN 1-56858-258-7. Diakses tanggal 14 April 2008. 
  8. ^ Berenbaum, Michael (1993). The world must know: the history of the Holocaust as told in the United States Holocaust Memorial Museum. Boston: Little, Brown. hlm. 194–5. ISBN 0-316-09134-0. 
  9. ^ Small, Martin; Vic Shayne. "Remember Us: My Journey from the Shtetl through the Holocaust", Page 135, 2009.
  10. ^ The Dachau Concentration Camp, 1933 to 1945. Comite International Dachau. 2000. hlm. 183. ISBN 978-3-87490-751-4. 
  11. ^ Bogod, David. "The Nazi Hypothermia Experiments: Forbidden Data?", Anaesthesia, Volume 59 Issue 12 Page 1155, December 2004.
  12. ^ a b c d Tyson, Peter. "Holocaust on Trial: The Experiments". NOVA Online. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  13. ^ Neurnberg Military Tribunal, Volume I · Page 200
  14. ^ a b c d "Introduction to NMT Case 1: U.S.A. v. Karl Brandt et al." Harvard Law Library, Nuremberg Trials Project: A Digital Document Collection. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-20. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  15. ^ Schaefer, Naomi. The Legacy of Nazi Medicine Diarsipkan 2008-09-07 di Wayback Machine., The New Atlantis, Number 5, Spring 2004, pp. 54–60.
  16. ^ Spitz, Vivien (2005). Doctors from Hell: The Horrific Account of Nazi Experiments on Humans. Sentient Publications. ISBN 1-59181-032-9. 
  17. ^ a b Cohen, Baruch C. "The Ethics Of Using Medical Data From Nazi Experiments". Jewish Law: Articles. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  18. ^ Gardella JE. The cost-effectiveness of killing: an overview of Nazi "euthanasia." Medical Sentinel 1999;4:132-5
  19. ^ Dahl M. [Selection and destruction-treatment of "unworthy-to-live" children in the Third Reich and the role of child and adolescent psychiatry], Prax Kinderpsychol Kinderpsychiatr 2001;50:170-91.
  20. ^ Piotrowski, Christa (21 July 2000). "Dark Chapter of American History: U.S. Court Battle Over Forced Sterilization". CommonDreams.org News Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-15. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  21. ^ Meric, Vesna (27 January 2005). "Forced to take part in experiments". BBC News. 
  22. ^ "Medical Experiments at Auschwitz". Jewish Virtual Library. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  23. ^ Cockburn, Alexander (1998). Whiteout:The CIA, Drugs, and the Press. Verso. ISBN 1-85984-139-2. 
  24. ^ Rosenberg, Jennifer. "Mengele's Children – The Twins of Auschwitz". about.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-19. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  25. ^ "Sterilization Experiments". Jewish Virtual Library. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  26. ^ a b c Vollman, Jochen. "Informed consent in human experimentation before the Nuremberg code". BMJ. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-04. Diakses tanggal 8 April 2008. 
  27. ^ "The Nuremberg Code". United States Holocaust Memorial Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-03. Diakses tanggal 23 March 2008. 
  28. ^ "Regulations and Ethical Guidelines: Reprinted from Trials of War Criminals before the Nuremberg Military Tribunals under Control Council Law No. 10, Vol. 2, pp. 181–182". Office of Human Subjects Research. Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office. 1949. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-29. Diakses tanggal 23 March 2008. 

Bacaan lanjutan

sunting
  • Baumslag, N. (2005). Murderous Medicine: Nazi Doctors, Human Experimentation, and Typhus. Praeger Publishers. ISBN 0-275-98312-9
  • Michalczyk, J. (Dir.) (1997). In The Shadow Of The Reich: Nazi Medicine. First Run Features. (video)
  • Nyiszli, M. (2011). "3". Auschwitz: A Doctor's Eyewitness Account. New York: Arcade Publishing. 
  • Rees, L. (2005). Auschwitz: A New History. Public Affairs. ISBN 1-58648-357-9
  • Weindling, P.J. (2005). Nazi Medicine and the Nuremberg Trials: From Medical War Crimes to Informed Consent. Palgrave Macmillan. ISBN 1-4039-3911-X

Pranala luar

sunting