Leo Joosten

imam Katolik, penulis, misionaris Kapusin terakhir di Tanah Batak

R.P. Leonardus Egidius Joosten, O.F.M.Cap. (dikenal sebagai Leo Joosten[a]; 9 September 1942 – 28 Februari 2021) adalah seorang imam Gereja Katolik Roma, misionaris Kapusin asal Belanda yang bertugas di Keuskupan Agung Medan, dan juga seorang penulis.[2][3]


Leonardus Egidius Joosten

Keuskupan agung
Medan
Imamat
Tahbisan imam
28 Juni 1970 (50 tahun, 245 hari)
oleh Mgr. Johannes Willem Maria Bluijssen
Informasi pribadi
Nama lahirLeonardus Joosten
Lahir(1942-09-09)9 September 1942
Nederwetten, Brabant Utara, Belanda
Meninggal28 Februari 2021(2021-02-28) (umur 78)
Rumah Sakit Santa Elisabeth, Medan, Sumatera Utara
MakamPemakaman Kapusin, Biara Kapusin Alverna, Sinaksak, Tapian Dolok, Simalungun, Sumatera Utara
KewarganegaraanIndonesia
DenominasiKatolik Roma
Orang tua
  • Henricus Wilhelmus Joosten (ayah)
  • Hendrika Maria Sanders (ibu)
Pekerjaan
  • Imam
  • Penulis

Latar belakang

sunting

Leo Joosten dilahirkan sebagai anak ke-10 dari 15 bersaudara dari pasangan Henricus Wilhelmus Joosten dan Hendrika Maria Sanders di Nederwetten, sebuah desa kecil di Brabant Utara, Belanda.[4] Sejak di sekolah dasar, Leo kecil sudah memiliki keinginan untuk menjadi seorang imam. Adik ayahnya, yakni Martinus Restitutus Joosten, adalah seorang imam sekaligus misionaris Kapusin untuk Sumatera Utara.[5]

Leo menempuh pendidikan di Seminari Menengah Oosterhout mulai dari tahun 1955. Seminari ini dikelola oleh imam-imam Kapusin. Sebelum masuk ke seminari ini, Leo diuji oleh Pater Fructuosus van Lingen. Setelah menempuh pendidikan di seminari, Leo melanjut ke masa novisiat pada tanggal 21 Agustus 1963 di Biara Kapusin Enschede-Dolphia. Di sinilah, Leo diberi nama biara "Egidius". Dari tahun 1964 sampai 1970, Leo melanjutkan pendidikannya di Seminari Tinggi Biezenmortel di Tilburg, Brabant Utara untuk mempelajari filsafat dan teologi.

Leo mengucapkan kaul perdana pada 31 Agustus 1963 dan mengikrarkan kaul kekal sebagai kapusin seumur hidup pada 17 September 1967. Setelah menyelesaikan semua tahap pembinaan, Leo ditahbiskan menjadi imam pada 28 Juni 1970 di Gereja Salib Suci Tilburg. Misa perdananya sebagai imam dirayakan di Gereja Santo Lambertus Nederwetten pada 5 Juli 1970.

Karya misi

sunting

Pater Leo diutus oleh R.P. Alfred van de Weijer, O.F.M.Cap. sebagai misionaris Kapusin untuk Indonesia. Misa pemberangkatan Pater Leo dirayakan pada hari Minggu di tanggal 10 Januari 1971. Pater Leo mengucapkan janji perutusan dan diberikan salib serta surat perutusan oleh Pater Alfred. Keberangkatannya dari Belanda dimulai pada tanggal 18 Januari 1971 dan tiba di Jakarta pada 19 Januari 1971. Dari Jakarta, Pater Leo melanjutkan perjalanan ke Sumatera Utara dan tiba pada 25 Maret 1971 di Bandara Polonia.

Pakkat

sunting

Misi Pater Leo dimulai di Pakkat, Humbang Hasundutan. Pater Leo bertugas di tempat itu dari tahun 1971 hingga 1983.

Pangururan

sunting

Setelah dari Pakkat, Pater Leo ditugaskan ke Pangururan, Samosir sepanjang 1983 hingga 1998. Selama menjadi imam dan misionaris di Pangururan, Pater Leo banyak mempelajari adat dan kebudayaan Batak Toba.[6] Pater Leo memahami dengan baik musik tradisional Batak Toba dan juga ritual Batak Toba seperti Mangalahat Horbo, Mangongkal Holi, dan ritual penyembuhan tradisional. Ritual - ritual tersebut dihayati dan dihormati sebagai sarana pewartaan.

Penghayatannya pada kebudayaan Batak Toba menginspirasi Pater Leo dalam mendirikan sebuah bangunan gereja inkulturatif Batak Toba, yang sekarang dikenal sebagai Gereja Santo Mikael Pangururan. Pembangunan Gereja Santo Mikael Pangururan juga dipengaruhi oleh bangunan gereja inkulturatif Batak Pakpak rancangan misionaris Rudolph Anthony Scerri di Sumbul, Dairi. Gereja ini diresmikan langsung oleh Uskup Agung Medan Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara, O.F.M.Cap. pada 27 Juni 1997. Tidak hanya mendirikan bangunan gereja inkulturatif, Pater Leo juga tekun mengumpulkan benda - benda budaya untuk Museum Pusaka Batak Toba.[7]

Saat masih bertugas di Pangururan, Pater Leo resmi mengubah kewarganegaraannya menjadi Warga Negara Indonesia pada tanggal 6 Juli 1994.

Kabanjahe

sunting

Pater Leo melanjutkan misinya di Kabanjahe, Karo mulai tahun 1998. Di sini Pater Leo mempelajari kebudayaan Batak Karo. Bukti keseriusannya dalam menyatu dengan umat Katolik di Karo ditunjukkannya dengan merancang bangunan gereja inkulturatif Karo, yaitu Gereja Santo Petrus dan Paulus, Kabanjahe. Pater Leo menyelesaikan misinya di Kabanjahe pada 2010.

Berastagi

sunting

Pater Leo melanjutkan misinya di Berastagi, Karo mulai dari tahun 2010 hingga akhir hidupnya. Pater Leo tetap mewartakan Injil sambil menghidupi adat dan kebudayaan umat. Pater Leo berhasil merancang dan mendirikan bangunan gereja inkulturatif Karo di Berastagi. Gereja itu dinamai Gereja Santo Fransiskus Asisi, Berastagi. Gereja Santo Fransiskus Asisi Berastagi diresmikan oleh Uskup Agung Medan Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara, O.F.M. Cap. pada tanggal 20 Februari 2005. Selama bertugas di Berastagi, Pater Leo banyak menggali dan merevitalisasi sejarah dan kebudayaan Karo dan mengumpulkannya di Museum Pusaka Karo yang juga didirikannya dan dibuka secara resmi pada 9 Februari 2013.[8] Museum itu berdiri di bangunan bekas Gereja Santa Maria Berastagi yang tidak digunakan lagi karena halaman gereja yang tidak memadai.[9][10]

Akhir hidup

sunting

Leo Joosten meninggal dunia di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada hari Minggu, 28 Februari 2021 pukul 02.28 WIB. Leo meninggal setelah sebelumnya dirawat secara intensif untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya.[11]

Leo Joosten disemayamkan di Gereja Santo Fransiskus Assisi, Berastagi, Karo. Upacara adat penuh diberikan kepadanya oleh marga Ginting Suka dan marga Sitepu. Leo dimakamkan pada 2 Maret 2021 di Pemakaman Kapusin Biara Kapusin Alverna, Tapian Dolok, Simalungun.[12]

Karya tulis

sunting
 
Poster penghargaan "Pelestari Budaya Batak Karo" untuk Leo Joosten yang memuat foto beberapa karya tulisnya.

Karangan

sunting

Beberapa karya tulis yang dikarang oleh Leo Joosten, di antaranya adalah:

Alih bahasa

sunting

Beberapa karya tulis yang dialihbahasakan oleh Leo Joosten, di antaranya adalah:

  • Besok Pulau Saya Akan Kaya: Awal Misi Katolik di Kalimantan 1905—1955, karangan Gentilis Aster
  • Mukjizat di Tanah Batak: Awal Misi Katolik di Tanah Batak (1934—1959), karangan Gentilis Aster
  • Kepentingan Kita Berbeda: Lima Puluh Tahun Misi Kapusin di Sumatera, karangan Gentilis Aster

Penghargaan

sunting

Beberapa penghargaan yang pernah diterima oleh Leo Joosten, di antaranya adalah:

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Sejak tahun 1999, mendapat penabalan marga menjadi Leo Joosten Ginting Suka.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ Saragih, Jansudin (15 Oktober 2018). "Pastor Leo Joosten OFMCap. Kembali Menerima Anugrah Budaya". Komsos KAM. Diakses tanggal 13 Juli 2022. 
  2. ^ "Mengenal dan Mengenang Sosok Sang Pecinta Budaya Batak (Pastor Leo Joosten OFMCap)". Kompasiana. 2 Maret 2021. Diakses tanggal 16 Januari 2022. 
  3. ^ "OBITUARI Leo Joosten OFMCap, Sosok Langka Imam Katolik Ahli Budaya Batak dan Penulis 23 Buku". Warta Kota. Diakses tanggal 16 Januari 2022. 
  4. ^ "Misionaris Pastor Leo Joosten Asal Belanda Berpulang". Harian Sinar Indonesia Baru (SIB). Diakses tanggal 16 Januari 2022. 
  5. ^ Pater Leo Joosten op vakantie in Nederland., diakses tanggal 16 Januari 2022 
  6. ^ "Tidak Ada Alasan Untuk Mengeluh, Kata Pastor Leo Joosten". Hidup Katolik. 10 Februari 2021. Diakses tanggal 16 Januari 2022. 
  7. ^ "Selamat Jalan Pelestari Budaya Batak, P. Leo Joosten OFM Cap". Sumut Pos. Diakses tanggal 16 Januari 2022. 
  8. ^ "Bupati Karo Berikan Penghormatan Terakhir Kepada Alm Pastor Leo Joosten Ginting". Karo Satuklik. 13 Maret 2021. Diakses tanggal 16 Januari 2022. 
  9. ^ Pastor Leo Joosten OFM Cap - pendiri Museum Pusa Karo (bincang eksklusif), diakses tanggal 16 Januari 2022 
  10. ^ Rahmawati, Fatimah (9 September 2020). "Koleksinya Berasal dari Barang Milik Warga, Ini Fakta Menarik Museum Pusaka Karo". Merdeka. Diakses tanggal 16 Januari 2022. 
  11. ^ Hariyadi, Mathias. "RIP Pastor Leo Joosten OFMCap di Medan, 50 Tahun Berkarya di Indonesia | SESAWI.NET" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-27. 
  12. ^ Majalah Menjemaat Edisi April 2021. Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Medan (Komsos KAM). 1 April 2021. 
  13. ^ Ketaren, Betlehem. "Pastor Leo Joosten Ginting Raih Penghargaan Sastra Rancage". Sipayo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 Desember 2021. Diakses tanggal 16 Januari 2022. 
  14. ^ Asmail, Megiza Soeharto (25 September 2018). "51 Tokoh Seni Terima Anugerah Kebudayaan Kemendikbud". Anadolu Ajansı. Diakses tanggal 20 Februari 2024.