Teung, terkadang dieja sebagai teun, teon, atau teong, adalah nama adat atau gelar yang diberikan terhadap suatu negeri atau kampung di Maluku, khususunya di Kepulauan Lease, Seram, dan pulau-pulau di sekitarnya.[1] Teung secara lisan mewakili sejarah suatu negeri, batas-batas negeri tersebut, dan petuanannya dengan negeri-negeri lain, serta petuanan mereka, kemudian juga meliputi struktur politik, kekuasaan, dan sosio-kultural masyarakat di suatu negeri.[1] Teung tidak hanya dimiliki oleh negeri atau kampung, masing-masing soa dan fam (matarumah) di suatu negeri juga memiliki teung masing-masing. Keberadaan teung ini berkaitan erat dengan monumen pendirian suatu negeri oleh nenek moyang mereka. Monumen itu dikenal sebagai batu pamali. Selain batu pamali, teung umumnya juga diasosiasikan dengan petuanan darat yang disebut ewang, sumber air berupa sumur keramat yang dinamakan parigi, dan wilayah petuanan laut tempat melepas jangkar yang disebut pelabuhan (labuang).[1] Khusus fam (matarumah), teung adalah nama yang diberikan kepada nenek moyang mereka tatkala pertama kali tiba di suatu negeri.[1]

Daftar teung

sunting
Negeri Teung Lokasi Ket. Ref.
Aboru Lealohi Samasuru Pulau Haruku
Abubu Kakerissa Amapatti Pulau Nusalaut
Akoon Tounusa Hatalepu Pulau Nusalaut
Allang Urubasa Pulau Ambon
Allang Asaude Hena Alanne Pulau Seram
Ameth Samasuru Amalatu Pulau Nusalaut
Booi Soumahu Amanolatu Pulau Saparua
Buano Selatan Hena Puan Sarane Pulau Buano
Buano Utara Hena Puan Salam Pulau Buano
Buria Topelissa Hunisou Pulau Seram
Haria Leawaka Amapatti Pulau Saparua
Haruku Pelasona Nanuroko Pulau Haruku
Hualoy Samaohi Ririnita Pulau Seram
Hulaliu Haturessy Rakanyawa Pulau Haruku
Kabauw Aman Samasuru Pulau Haruku
Kailolo Aman Sahapory Pulau Haruku
Kamarian Amalohy Pulau Seram
Kariu Leamoni Kamasune Pulau Haruku
Kulur Ulu Haite Siralouw Pulau Saparua
Leinitu Henasiwa Hatalepu Pulau Nusalaut
Luhu Hena Tomarala Pulau Seram
Nalahia Risapori Henalatu Pulau Nusalaut
Oma Leparissa Leamahu Pulau Haruku
Paperu Tounusa Amalatu Pulau Saparua
Pelauw Aman Matasiri Pulau Haruku
Porto Samasuru Amalatu Pulau Saparua
Rohomoni Mandalise Haitapessy Pulau Haruku
Rutong Lopurisa Uritalai Pulau Ambon Teung Negeri Rutong kira-kira berarti 'bertarung dengan parang dalam jarak yang dekat'. Hal ini merefleksikan sejarah pendirian Rutong yang melibatkan pertarungan fisik antara pendatang dari Rumahkay di Pulau Seram, dalam hal ini Corputty (nenek moyang fam Talahatu) dan Kakerissa (nenek moyang fam Maspaitella) melawan Agabus, orang pertama yang mendiami Rutong. Bagaimanapun, pertarungan antara Corputty dan Kakerissa melawan Agabus tersebut berakhir dengan perdamaian dan kesepakatan untuk bersama-sama membangun negeri. [1]
Sameth Samasuru Resirolo Pulau Haruku [2]
Saparua Pisarana Hatusiri Pulau Saparua
Sila Hatalepu Pewae Pulau Nusalaut
Tiouw Lounusa Hatalepu Pulau Saparua
Titawaai Lesinusa Amalatu Pulau Nusalaut
Tuhaha Beinusa Amalatu Pulau Saparua [3][4]
Wassu Erihatu Samasuru Pulau Haruku

Teung soa dan pelestariannya

sunting

Kenyataan bahwa tiap soa yang merupakan asosiasi beberapa fam dalam suatu negeri memiliki teung sendiri menjelaskan bahwa pada mulanya mereka mendirikan perkampungan sendiri-sendiri di daerah pegunungan. Sebelum kemudian bersepakat mengadakan persekutuan dan bergabung menjadi negeri yang lebih besar seperti yang dijumpai saat ini. Mulanya peran teung tiap soa sangat penting. Teung soa yang merefleksikan sejarah suatu soa adalah penanda ekslusivitas anggota-anggotanya. Ekslusivitas tersebut ditandai dengan pengelompokan permukiman sehingga wilayah tinggal suatu soa tidak berbaur dengan soa yang lain. Namun, ekslusivitas semacam itu sudah memudar dan ditinggalkan.[1] Lebih lanjut, di banyak negeri di Maluku Tengah, perpindahan dari pegunungan ke pantai pada abad ke-17 yang dipaksakan oleh VOC hampir mematikan peran teung soa. Hanya di beberapa tempat saja seperti di Jazirah Leihitu yang penduduknya mayoritas beragama Islam serta negeri-negeri pegunungan di Leitimur teung soa masih dianggap penting.[1]

Salah satu negeri yang masih mempertahankan penggunaan teung soa hingga saat ini adalah Hatalai. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.[1]

Soa Teung Parigi Fam
Lohaha Kohilan Namarisa Weir Tamauli Makatita
Luhu Sounalu Tunalessy Weir Sute Mahu * Loppies
* Pattiruhu
* Waas
Nusy Souwaka Lesisina Weir Tulumasu * Alfons
* Parera
* Gomies
Paly Soulisa Eruwakan Weir Tulutoma * Kastanja
* Muskitta
* Paays
Pessy Tourale Sasamata Weir Tulumasu * de Lima
* Salamena

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h Bartels, Dieter (2017). Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku: Muslim Kristen Hidup Berdampingan di Maluku Tengah, Jilid II: Sejarah. Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). hlm. 493. ISBN 9786024241513. 
  2. ^ Sialana, Fatimah. "Tinjauan Tentang Ikatan Persekutuan Masyarakat Negeri Haruku dan Masyarakat Negeri Sameth" hlm. 26–35. Jendela Pengetahuan: Jurnal Pendidikan. Vol. 6, Cetakan 14, hlm. 31.
  3. ^ Aipassa, Suliatiawati. "Wacana Ritual Panas Pela Negeri Beinusa Amalatu dan Mandalise Haitapessy (Kajian Etnolinguistik)". Tesis Universitas Gajah Mada. hlm. 2, 3, dan 4.
  4. ^ Thomas, Frans (2010). "Wacana Tradisi Pela Dalam Masyarakat Ambon" hlm. 166–180. Bahasa dan Seni. Vol. 38, Cetakan 2, hlm. 170.