Batuan sedimen

batuan yang terbentuk karena deposisi dan sementasi material

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk di per-mukaan bumi pada kondisi temperatur dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari batuan yang lebih dahulu ter-bentuk, yang mengalami pelapukan, erosi, dan kemudian lapukannya diangkut oleh air, udara, atau es, yang selanjutnya diendapkan dan berakumulasi di dalam cekungan pengendapan, membentuk sedimen. Material-material sedimen itu kemudian terkompaksi, mengeras, mengalami litifikasi, dan terbentuklah batuan sedimen.[1]

Batuan sedimen meliputi 75% dari permukaan bumi. Diperkirakan batuan sedimen mencakup 8% dari total volume kerak bumi.[2]

Studi tentang urutan strata batuan sedimen adalah sumber utama untuk pengetahuan ilmiah tentang sejarah bumi, termasuk Paleogeografi, paleoklimatologi dan sejarah kehidupan. Disiplin ilmu yang mempelajari sifat-sifat dan asal batuan sedimen disebut sedimentologi. Sedimentologi adalah bagian dari baik geologi maupun geografi fisik dan tumpang tindih sebagian dengan disiplin lain dalam ilmu bumi, seperti pedologi, geomorfologi, geokimia dan geologi struktur.

Batuan sedimen terjadi akibat pengendapan materi hasil erosi. Materi hasil erosi terdiri atas berbagai jenis partikel yaitu ada yang halus, kasar, berat dan ada juga yang ringan. Cara pengangkutannya pun bermacam-macam seperti terdorong (traction), terbawa secara melompat-lompat (saltation), terbawa dalam bentuk suspensi, dan ada pula yang larut (solution).

Sekuen marin dari batulanau berumur trias tengah di Formasi Virgin, Barat Daya Utah, Amerika Serikat
Batuan Sedimen di Mars, hasil investigasi NASA menggunakan Curiosity Mars Rover
Batugamping, jenis umum batuan sedimen

Klasifikasi batuan sedimen berdasarkan genesannya

Berdasarkan proses yang bertanggung jawab untuk pembentukan mereka, batuan sedimen dapat dibagi menjadi empat kelompok: batuan sedimen klastik , batuan sedimen biokimia (atau biogenik) , batuan sedimen kimia dan kategori keempat untuk "kategori lainnya" adalah untuk batuan sedimen yang dibentuk oleh dampakvulkanisme, dan proses-proses minor lainnya.

Batuan sedimen klastik

Batuan sedimen klastik terdiri dari mineral silikat dan fragmen batuan yang diangkut menggunakan fluida yang bergerak (sebagai bed load, suspended load, atau sebagai sedimen aliran gravitasi) dan terendapkan ketika fluida ini berhenti. Batuan sedimen klastik sebagian besar terdiri dari kuarsa, feldspar, fragmen batuan (litik), mineral lempung, dan mika; banyak mineral lainnya dapat hadir sebagai mineral aksesoris dan mungkin penting secara lokal.

Sedimen klastik, dan akhirnya menjadi batuan sedimen klastik , dibagi sesuai dengan ukuran partikel yang dominan (diameter). Kebanyakan ahli geologi menggunakan skala ukuran butir Udden-Wentworth dan membagi sedimen terkonsolidasi menjadi tiga fraksi: kerikil (diameter> 2 mm ), pasir (diameter 1/16 hingga 2 mm ), dan lumpur (lempung berdiameter <1/256 mm sedang lanau berdiameter antara 1/16 dan 1/256 mm). Klasifikasi batuan sedimen klastik sejajar skema ini; konglomerat dan breksi sebagian besar terbuat dari kerikil, batupasir sebagian besar terbuat dari pasir, dan batulumpur sebagian besar terbuat dari lumpur. Subdivisi tripartit ini mirip dengan pembagian kategori pada literatur yang lebih tua yakni rudit, arenit, dan lutit.

Subbagian tiga kategori luas ini didasarkan pada perbedaan dalam bentuk klas (konglomerat dan breksi), komposisi (batupasir), ukuran butir dan / atau tekstur (batulumpur).

Batuan sedimen biokimia

Batuan sedimen biokimia dibuat ketika biota menggunakan bahan terlarut di udara atau air untuk membangun jaringan mereka. Contohnya termasuk :

  • Sebagian besar batugamping Yang terbentuk dari kerangka biota berkapur seperti karang, moluska, dan foraminifera.
  • Batubara, terbentuk dari tanaman yang menghilangkan karbon dari atmosfer dan mengkombinasikannya dengan unsur-unsur lain untuk membentuk jaringannya.
  • Endapan rijang terbentuk dari akumulasi kerangka mengandung silika dari biota mikroskopis seperti radiolaria Dan diatom.

Batuan sedimen kimia

Batuan sedimen kimia terbentuk ketika konstituen mineral dalam larutan menjadi jenuh dan terpresipitasi secara anorganik . Batuan sedimen kimia yang umum meliputi batugamping oolitik dan batuan-batuan yang terdiri dari mineral evaporit, seperti halit (batuan garam), silvit, barit dan gypsum.

Lain-lain

Kategori keempat ini termasuk batuan yang terbentuk oleh arus piroklastik, breksi impact , breksi vulkanik, dan proses relatif jarang lainnya.

Skema klasifikasi batuan sedimen berdasarkan komposisi

Alternatif klasifikasi batuan sedimen dapat dibagi menjadi grup-grup komposisional berdasarkan mineraloginya :

Deposisi dan diagenesis

 
cross bedding dan scour di batupasir pada formasi logan, Ohio, Amerika Serikat

Transportasi sedimen dan deposisi (pengendapan)

Batuan sedimen terbentuk ketika sedimen diendapkan dari udara, es, angin, gravitasi, atau air mengalir yang membawa partikel dalam bentuk suspensi. Sedimen ini sering terbentuk ketika pelapukan dan erosi memecah batuan menjadi material di daerah sumber (provenans). Material kemudian diangkut dari daerah sumber ke daerah pengendapan. Jenis sedimen yang diangkut tergantung pada keadaan geologi dari hinterland (daerah sumber sedimen). Namun, beberapa batuan sedimen, seperti evaporit, terdiri dari material yang terbentuk di tempat pengendapan. Sifat batuan sedimen, oleh karena itu, tidak hanya tergantung pada pasokan sedimen, tetapi juga pada lingkungan pengendapan sedimen di mana ia terbentuk.

Diagenesis

 
tekanan larutan bekerja pada batuan sedimen klastik

Istilah diagenesis digunakan untuk menggambarkan semua perubahan kimia, fisik, dan biologis, termasuk sementasi, yang dialami oleh sedimen setelah deposisi awal, eksklusif pada pelapukan permukaan. Beberapa dari proses ini menyebabkan sedimen terkonsolidasi: membentuk substansi solid dan kompak dari material lepas. Batuan sedimen muda, terutama mereka yang berusia Kuarter (periode terbaru dari skala waktu geologi) sering masih belum terkonsolidasi. Ketika deposisi sedimen terjadi, pembebanan (overburden) menyebabkan tekanan meningkat, dan proses yang dikenal sebagai litifikasi berlangsung.

Batuan sedimen sering terjenuhkan dengan air laut atau air tanah, di mana mineral dapat terlarut atau terendapkan. Mengendapnya mineral mengurangi ruang pori dalam batuan, proses yang biasa disebut sementasi. Karena penurunan ruang pori, cairan bawaan asli terusir atau dikeluarkan. Mineral yang diendapkan membentuk semen dan membuat batuan lebih kompak dan kompeten. Dengan cara ini, klas-klas yang semula longgar dalam batuan sedimen dapat menjadi "terpaku" bersama-sama.

Seiring sedimentasi berlangsung, lapisan batuan yang lebih tua menjadi terkubur lebih dari sebelumnya. Tekanan litostatik dalam batuan meningkat seiring meningkatnya beban dari sedimen di atasnya. Hal ini menyebabkan Kompaksi (pemadatan), sebuah proses di mana butir-butir klas ter-reorganisasi. Kompaksi adalah proses diagenesa yang penting dalam pembentukan - misalnya- batulempung, yang awalnya dapat terdiri dari 60% air. Selama pemadatan, air interstitial ini ditekan keluar dari ruang pori. Kompaksi juga dapat terjadi sebagai hasil dari pelarutan butiran akibat larutan tekanan. Material terlarut akan terendapkan lagi di ruang pori terbuka, yang berarti akan ada aliran material ke dalam pori-pori. Namun, dalam beberapa kasus, mineral tertentu larut dan tidak mengendap lagi. Proses ini, disebut pencucian (leaching), meningkatkan ruang pori di batuan.

Beberapa proses biokimia, seperti aktivitas bakteri, dapat mempengaruhi mineral dalam batuan dan oleh karena itu dianggap sebagai bagian dari diagenesis. Jamur dan tanaman (oleh akarnya) dan berbagai organisme lain yang hidup di bawah permukaan juga dapat mempengaruhi diagenesis.

Penguburan (overburden) batuan akibat sedimentasi yang sedang berlangsung menyebabkan peningkatan tekanan dan temperatur, yang merangsang reaksi kimia tertentu. Contohnya adalah reaksi di mana bahan organik menjadi lignit atau batubara. Ketika suhu dan peningkatan tekanan lebih jauh, ranah diagenesis membuat jalan bagi metamorfosis, proses yang membentuk batuan metamorf.

Sifat-sifat batuan sedimen

Sifat-sifat yang dapat diidentifikasi dari batuan sedimen adalah sebagai berikut:

Warna

 
Sepotong banded iron fomation.Sejenis batuan yang terdiri dari perselingan lapisan besi (III) oksida (merah) dan lapisan besi (II) oksida (abu-abu). Batuan ini biasa terbentuk pada zaman prekambrian, ketika atmosfer masih memiliki sedikit oksigen. Afrika Selatan

Warna dari batuan sedimen sebagian besar ditentukan oleh besi yang terkandung didalamnya, yang merupakan unsur dengan dua oksida utama: besi (II) oksida dan besi (III) oksida. Besi (II) oksida hanya terbentuk dalam keadaan anoxic dan menyebabkan batuan berwarna abu-abu atau kehijauan. Besi (III) oksida sering muncul dalam bentuk mineral hematit dan menyebabkan batuan berwarna kemerahan hingga kecoklatan. Dalam iklim kering benua, batuan berada dalam kontak langsung dengan atmosfer di mana oksidasi adalah proses penting, sehingga menyebabkan batuan berwarna merah atau oranye. Sekuen tebal batuan sedimen berwarna merah yang terbentuk di iklim arid sering disebut red bed. Namun, warna merah tidak selalu berarti bahwa batuan tersebut terbentuk di lingkungan benua atau di iklim kering.[3]

Kehadiran bahan organik dapat mewarnai batuan menjadi hitam atau abu-abu. Bahan organik di alam terbentuk dari organisme mati yang sebagian besar tanaman. Biasanya, bahan tersebut akhirnya meluruh oleh oksidasi atau aktivitas bakteri. Meskipun begitu, dalam keadaan anoxic, bahan organik tidak dapat membusuk, dan menjadi sedimen gelap yang kaya bahan organik tersebut. Hal ini dapat terjadi misalnya di bagian bawah laut dalam dan danau. Hanya terdapat sedikit aliran air di lingkungan tersebut, sehingga oksigen dari air permukaan tidak dibawa turun, dan sedimen yang terendapkan disana biasanya adalah batulempung. Oleh karena itu batuan gelap kaya bahan organik yang sering terbentuk adalah serpih.[3] [4]

Tekstur

 
Diagram diatas menggambarkan butiran dengan sortasi baik (kiri) dan butiran dengan sortasi buruk (kanan)

Ukuran, bentuk dan orientasi klas atau mineral dalam batuan disebut tekstur. Tekstur adalah sifat-sfiat skala kecil dari batuan, namun tekstur juga cukup banyak ditentukan oleh sifat-sifat batuan skala besar, seperti kepadatan, porositas atau permeabilitas.[5]

Batuan sedimen klastik memiliki 'tekstur klastik', yang berarti mereka terdiri dari klas-klas. Orientasi tiga dimensi dari klas-klas disebut fabrik batuan. Antara setiap klas-klas, batuan dapat terdiri dari matriks atau semen (yang terakhir dapat terdiri dari kristal yang berasal dari satu atau lebih mineral presipitasi). Ukuran dan bentuk klas-klas dapat digunakan untuk menentukan kecepatan dan arah arus di lingkungan pengendapan di mana batuan itu terbentuk; batulempung gampingan berbutir halus hanya terendapkan di air tenang sementara kerikil dan klas-klas yang lebih besar hanya terendapkan oleh air yang bergerak cepat. [6][7] Ukuran butir batuan biasanya dinyatakan dengan skala Wentworth, namun skala alternatif kadang-kadang digunakan. Ukuran butir dapat dinyatakan sebagai diameter atau volume, dan selalu nilai rata-rata karena batuan terdiri dari klas-klas dengan ukuran yang berbeda. Distribusi statistik dari ukuran butir yang berbeda untuk jenis batuan yang berbeda dijelaskan dalam sifat yang disebut pemilahan batuan (sortasi). Ketika semua klas kurang lebih berukuran sama, batuan disebut 'sortasi baik', dan ketika ada variasi yang cukup besar dari ukuran klas/butir, batuan disebut 'sortasi buruk'. [8][9]

 
Kebundaran (rounding) dan kebulatan (sphericity)

Bentuk butiran dapat mencerminkan asal batuan.

 Coquina, batuan yang terdiri dari klas kerang yang rusak, hanya dapat terbentuk dalam air energetik. Bentuk klas dapat dijelaskan dengan menggunakan empat parameter:[10] [11]

  •  Tekstur permukaan menggambarkan relief skala kecil permukaan butiran yang terlalu kecil untuk dapat mempengaruhi bentuk umumnya.
  •  Kebundaran atau roundness menggambarkan kehalusan bentuk butir
  •  Kebulatan atau sphericity menggambarkan sejauh mana bentuk butir atau klas mendekati bola.
  •  Bentuk butir menggambarkan bentuk tiga dimensi dari butir.

 Batuan sedimen kimia memiliki tekstur non-klastik, yang terdiri sepenuhnya dari kristal. Untuk menggambarkan tekstur batuan tersebut, hanya ukuran rata-rata kristal dan fabrik yang diperlukan.

Mineralogi

Kebanyakan batuan sedimen mengandung baik kuarsa (terutama batuan silisiklastik) maupun kalsit ( terutama batuan karbonat). Berbeda dengan batuan beku dan batuan metamorf, batuan sedimen biasanya mengandung sangat sedikit mineral utama yang berbeda. Namun, asal-usul mineral dalam batuan sedimen sering lebih kompleks daripada dalam batuan beku. Mineral dalam batuan sedimen dapat (telah) dibentuk oleh presipitasi selama sedimentasi maupun ketika terjadi diagenesis. Dalam kasus diagenesis, mineral presipitasi dapat tumbuh diatas semen yang lebih tua satu generasi .[12] Sejarah diagenesis kompleks dapat dipelajari di mineralogi optik, menggunakan mikroskop petrografi.

Batuan sedimen karbonat dominan terdiri dari mineral karbonat seperti kalsit, aragonit atau dolomit. Baik semen maupun klas/butir (termasuk fosil dan ooid) dari batuan karbonat dapat terdiri dari mineral karbonat. Mineralogi dari batuan sedimen klastik ditentukan oleh material yang dipasok dari daerah sumber, cara transportasi ke tempat pengendapan dan stabilitas mineral tertentu. Stabilitas mineral pembentuk utama batuan (ketahanan terhadap pelapukan) dinyatakan oleh seri reaksi Bowen. Dalam seri ini, kuarsa adalah yang paling stabil, diikuti oleh feldspar, mika, dan mineral kurang stabil lainnya yang hanya hadir ketika telah terjadi sedikit pelapukan . [13] Jumlah pelapukan terutama bergantung pada jarak ke daerah sumber, iklim lokal dan waktu yang dibutuhkan untuk sedimen yang akan diangkut sana. Di sebagian besar batuan sedimen, mika, mineral feldspar dan mineral kurang stabil lainnya telah bereaksi dengan mineral lempung seperti kaolinit, illite atau smektit.

Fosil

 
Lapisan kaya fosil di batuan sedimen, California, Amerika Serikat

Di antara tiga jenis utama dari batuan, fosil paling sering ditemukan di batuan sedimen. Tidak seperti kebanyakan batuan beku dan batuan metamorf, batuan sedimen terbentuk pada suhu dan tekanan yang tidak merusak sisa-sisa fosil. Seringkali fosil ini mungkin hanya terlihat ketika belajar di bawah mikroskop (mikrofosil) atau dengan kaca pembesar atau lup.

Organisme mati di alam biasanya cepat dihapus oleh binatang pemakan bangkai dan bakteri, maupun akibat pembusukan dan erosi. Namun, sedimentasi dapat berkontribusi untuk keadaan tertentu di mana proses alami yang tadi disebutkan tidak mampu bekerja, sehingga menyebabkan fosilisasi. Kesempatan fosilisasi jauh lebih tinggi ketika: tingkat sedimentasi sangat tinggi (menyebabkan bangkai cepat terkubur), di lingkungan anoxic (di mana hanya terjadi sedikit aktivitas bakteri), maupun jika organisme memiliki kerangka yang keras. fosil terawat berukuran besar relatif jarang.

 
Galian (burrow) di turbidit, dibuat oleh krustacea, Pyrenees

Fosil dapat berbentuk sisa-sisa langsung atau jejak organisme dan kerangka mereka. Paling umum diawetkan adalah bagian keras dari organisme seperti tulang, tempurung, dan jaringan kayu dari tanaman. Jaringan lunak memiliki kesempatan yang jauh lebih kecil untuk diawetkan dan terfosilisasi, dan jaringan lunak dari hewan yang lebih tua dari 40 juta tahun sangat jarang. [14] Jejak dari organisme yang dibuat saat masih hidup disebut fosil jejak. Contohnya adalah liang, jejak kaki, dll

Menjadi bagian dari batuan sedimen atau metamorf, fosil menjalani proses diagenesa yang sama seperti batuan. Misalnya, sebuah tempurung terdiri dari kalsit dapat melarutkan sementara semen silika kemudian mengisi rongga. Dengan cara yang sama, mineral-mineral presipitasi dapat mengisi rongga-rongga yang sebelumnya ditempati oleh pembuluh darah, jaringan pembuluh darah atau jaringan lunak lainnya. Hal ini dapat mempertahankan bentuk organisme tetapi merubah komposisi kimia, proses yang disebut permineralization. [15][16] Mineral yang paling umum di semen permineralisasi adalah karbonat (terutama kalsit), berbagai bentuk silika amorf (kalsedon, flint, rijang) dan pirit. Dalam kasus semen silika, proses ini disebut litifikasi.

Pada suhu dan tekanan yang tinggi, bahan organik dari organisme mati mengalami reaksi kimia di mana zat-zat mudah menguap (volatil) seperti air dan karbon dioksida akan dikeluarkan. Fosil tersebut, pada akhirnya, terdiri dari lapisan tipis karbon murni atau bentuk mineralisasinya, grafit. Jenis fosilisisasi ini disebut karbonisasi. Hal ini sangat penting untuk fosil tanaman.[17] Proses yang sama bertanggung jawab untuk pembentukan bahan bakar fosil seperti lignit atau batubara lainnya.

Struktur sedimen primer

 
Perlapisan - Silang siur batupasir fluviatil, Kepulauan Shetland

Struktur di batuan sedimen dapat dibagi ke dalam struktur primer' (terbentuk selama pengendapan) dan struktur 'sekunder' (terbentuk setelah pengendapan). Tidak seperti tekstur, struktur selalue berbentuk fitur skala besar pada batuan yang dapat dengan mudah dipelajari di lapangan. Struktur sedimen dapat menunjukkan sesuatu tentang lingkungan pengendapan sedimen atau dapat berfungsi untuk mengindikasi di bagian mana batuan tersebut berada ketika sebelum terjadi pembalikan maupun gaya tektonik lainnya.

 
Flute cast, salah satu tipe sole mark, Utah, Amerika Serikat

Batuan sedimen tersusun berlapis-lapis disebut lapisan atau strata. Sebuah lapisan didefinisikan sebagai lapisan batuan yang memiliki litologi dan tekstur yang seragam . Lapisan terbentuk oleh pengendapan lapisan sedimen di atas satu sama lain. Urutan lapisan yang mencirikan batuan sedimen disebut perlapisan. [18][19] Lapisan tunggal dapat memiliki ketebalan beberapa dari sentimeter hingga beberapa meter. Lapisan yang lebih halus dan kurang terlihat disebut laminae, dan struktur yang terbentuk di batuan disebut laminasi. Ketebalan laminae biasanya kurang dari beberapa sentimeter. [20] Meskipun perlapisan dan laminasi umumnya dimulai dalam keadaan horizontal di alam, hal ini tidak selalu terjadi. Pada beberapa lingkungan tertentu, lapisan-lapisan diendapkan pada sudut tertentu . Kadang-kadang beberapa set lapisan dengan orientasi yang berbeda ada di batuan yang sama, struktur yang disebut perlapisan- silang siur ( cross bedding). [21] Perlapisan - silang siur terjadi ketika erosi skala kecil terjadi selama deposisi, memotong bagian perlapisan. Perlapisan yang baru lalu terjadi membentuk sudut terhadap perlapisan yang lebih tua.

Struktur sedimen sekunder

Klasifikasi lebih lanjut

  • Berdasarkan proses pengendapannya
    • batuan sedimen klastik (dari pecahan pecahan batuan sebelumnya)
    • batuan sedimen kimiawi (dari proses kimia)
    • batuan sedimen organik (pengedapan dari bahan organik)
  • Berdasarkan tenaga alam yang mengangkut
    • batuan sedimen aerik (udara)
    • batuan sedimen aquatik (air sungai)
    • batuan sedimen marin (laut)
    • batuan sedimen glastik (gletser)
  • Berdasarkan tempat endapannya
    • batuan sedimen limnik (rawa)
    • batuan sedimen fluvial (sungai)
    • batuan sedimen marine (laut)
    • batuan sedimen teistrik (darat)

Penamaan batuan sedimen biasanya berdasarkan besar butir penyusun batuan tersebut. Penamaan tersebut adalah: breksi, konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung.

  • Breksi adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan bentuk butitan yang bersudut
  • Konglomerat adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan bentuk butiran yang membudar
  • Batu pasir adalah batuan sedimen dengan ukuran butir antara 2 mm sampai 1/16 mm
  • Batu lanau adalah batuan sedimen dengan ukuran butir antara 1/16 mm sampai 1/256 mm
  • Batu lempung adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih kecil dari 1/256 mm

Bibliografi

  • Andersen, B. G. & H. W. Borns, Jr. (1994). The Ice Age World. Scandinavian University Press. ISBN 82-00-37683-4.
  • Blatt, H., G. Middleton & R. Murray (1980). Origin of Sedimentary Rocks. Prentice-Hall. ISBN 0-13-642710-3.
  • Boggs, S., Jr. (1987). Principles of Sedimentology and Stratigraphy (1st ed.). Merrill. ISBN 0-675-20487-9.
  • Boggs, S., Jr. (2006). Principles of Sedimentology and Stratigraphy (4th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall. ISBN 978-0-13-154728-5.
  • Buchner, K & R. Grapes (2011). "Metamorphic rocks". Petrogenesis of Metamorphic Rocks. Springer. pp. 21–56. doi:10.1007/978-3-540-74169-5_2. ISBN 978-3-540-74168-8.
  • Collinson, J., N. Mountney & D. Thompson (2006). Sedimentary Structures (3rd ed.). Terra Publishing. ISBN 1-903544-19-X.
  • Dott, R. H. (1964). "Wacke, graywacke and matrix - what approach to immature sandstone classification". Journal of Sedimentary Petrology 34 (3): 625–632. doi:10.1306/74D71109-2B21-11D7-8648000102C1865D.
  • Einsele, G. (2000). Sedimentary Basins, Evolution, Facies, and Sediment Budget (2nd ed.). Springer. ISBN 3-540-66193-X.
  • Folk, R. L. (1965). Petrology of Sedimentary Rocks. Hemphill.
  • Levin, H. L. (1987). The Earth through time (3rd ed.). Saunders College Publishing. ISBN 0-03-008912-3.
  • Press, F., R. Siever, J. Grotzinger & T. H. Jordan (2003). Understanding Earth (4th ed.). W. H. Freeman 

Referensi

  1. ^ Syarifin. 2004. Petrologi. Bandung: Universitas Padjadjaran
  2. ^ Buchner & Grapes (2011), p. 24
  3. ^ a b Levin (1987), p. 57
  4. ^ Tarbuck & Lutgens (1999), pp. 145–146
  5. ^ Boggs (1987), p. 105
  6. ^ Tarbuck & Lutgens (1999), pp. 156–157
  7. ^ Levin (1987), p. 58
  8. ^ Boggs (1987), pp. 112–115
  9. ^ Blatt et al. (1980), pp. 55–58
  10. ^ Levin (1987), p. 60
  11. ^ Blatt et al. (1980), pp. 75–80
  12. ^ Folk (1965), p. 62
  13. ^ For an overview of major minerals in siliciclastic rocks and their relative stabilities, see Folk (1965), pp. 62–64
  14. ^ Stanley (1999), pp. 60–61
  15. ^ Levin (1987), p. 92
  16. ^ Stanley (1999), p. 61
  17. ^ Levin (1987), pp. 92–93
  18. ^ Tarbuck & Lutgens (1999), pp. 160–161
  19. ^ Press et al. (2003), p. 171
  20. ^ Boggs (1987), p. 138
  21. ^ Untuk deskripsi mengenai perlapisan - silang siur, lihat Blatt dkk.(1980), p. 128, pp. 135–136; Press dkk. (2003), pp. 171–172.