Kekaisaran Mali

kerajaan di Afrika Barat

Kekaisaran Mali atau Kekaisaran Manding atau Manden Kurufa adalah negara Mandika di Afrika Barat abad pertengahan dari tahun 1235 sampai tahun 1610. Kekaisaran ini didirikan oleh Sundiata Keita dan termasyhur untuk kekayaan penguasanya, terutama Mansa Musa I. Kekaisaran Mali memiliki banyak pengaruh budaya mendalam di Afrika Barat dengan penyebaran bahasa, hukum, dan juga adat istiadat di sepanjang sungai Niger.

Kekaisaran Mali

Manden Kurufa
1235–1610-an
Kekuasaan Kekaisaran Mali tahun 1350
Kekuasaan Kekaisaran Mali tahun 1350
StatusKekaisaran
Ibu kotaNiani; nantinya Ka-ba
Bahasa yang umum digunakanMandinkan
Agama
Pemujaan nenek moyang dan Islam
PemerintahanMonarki Konstitusional
Mansa (kaisar) 
• 1235-1255
Mari Djata I (pertama)
• kira-kira 17 tahun
Mahmud IV (terakhir)
LegislatifGbara
Sejarah 
• Didirikan
1235
• Ibukota dipindah dari Niani ke Kangaba
1559
• Runtuhnya negara dan terbagi antara anak-anak kaisar
1610-an
Luas
1380[1]1.100.000 km2 (420.000 sq mi)
Populasi
• 1380[1]
20000000
Mata uangEmas
(Garam, tembaga dan cypraea juga umum digunakan)
Didahului oleh
Digantikan oleh
ksrKekaisaran
Ghana
ksrKekaisaran
Bamana
ksrKekaisaran
Songhai
Simbol Negara: Elang
Binatang suci:Elang dan beberapa hewan lain bergantung dari setiap klan yang memerintah (singa, babi hutan, dll)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Manden

Kekaisaran Mali berkembang di daerah yang dikatakan oleh penduduknya sebagai Manden.[2] Manden, dinamai untuk penduduknya Mandinka (Manden’ka dengan “ka” berarti orang),[3] yang terdiri dari Guinea utara dan Mali selatan modern. Kekaisaran ini didirikan sebagai federasi Mandinka yang disebut Manden Kurufa (atau Federasi Manden), tetapi federasi ini menjadi kekaisaran yang menguasai jutaan penduduk dari hampir semua grup etnis di Afrika Barat.

Etimologi

Asal usul penamaan kekaisaran Mali masih diperdebatkan dalam lingkaran ilmiah di seluruh dunia. Sementara nama “Mali” masih diperdebatkan, proses bagaimana Mali memasuki leksikon regional masih tidak. Seperti yang disebutkan awalnya, Mandinka pada abad pertengahan merujuk kepada rumah etnis mereka sebagai “Manden”.

Diantara banyak grup etnis yang berbeda yang mengelilingi Manden adalah grup penutur Pulaar di Macina, Tekrur dan Fouta Djallon. Di Pulaar, Mandinka dari Manden menjadi Malinke dari Mali.[4] Sementara orang Mandinka umumnya merujukan tanah dan ibukota provinsi mereka sebagai Manden, subyek semi-nomadik Fulan yang terdapat di sebelah barat wilayah tengah negara (Tekrur), selatan (Fouta Djallon) dan perbatasan timur (Macina) mempopulerkan nama Mali untuk kerajaan ini dan kekaisaran nantinya pada abad pertengahan.

Mali pra-imperial

Kerajaan Mandinka di Mali atau Manden telah eksis beberapa abad sebelum unifikasi Sundiata sebagai negara kecil di selatan kekaisaran Soninké di Wagadou, lebih diketahui sebagai kekaisaran Ghana.[5] Wilayah ini terdiri dari pegunungan, sabana, dan hutan yang menyediakan perlindungan dan sumber daya ideal bagi populasi pemburu.[6] Penduduk yang tidak hidup di pegunungan membentuk negara-kota kecil seperti Toron, Ka-Ba dan Niani. Dinasti Keita dari hampir setiap kaisar Mali melacak punggung garis silsilahnya ke Bilal,[7] muezzin nabi Islam, Muhammad. Selama abad pertengahan, terdapat praktek umum penguasa Kekristenan dan Muslim untuk mengikat garis darah mereka kembali ke figur yang sangat penting dalam sejarah. Sementara garis silsilah dinasti Keita meragukan, masing-masing pencatat kejadian menyediakan daftar penguasa Keita dari Lawalo (menurut dugaan salah satu dari tujuh anak Bilal yang menetap di Mali) sampai Maghan Kon Fatta (ayah Sundiata Keita).

Provinsi Kangaba

Selama puncak kekuasaan Wagadou, tanah Manden menjadi salah satu provinsinya.[8] Negara-kota Manden di Ka-ba (Kangaba modern) menjadi ibukota dan nama provinsi ini. Selama awal abad ke-11, raja Mandinka diketahui sebagai faama menguasai Manden dari Ka-ba dalam nama Ghana.[9]

Dua belas kerajaan

Kekuasaan Wagadou terhadap Manden terhalang akibat perang selama 14 tahun melawan Almoravid, ekstraksi Muslim yang kebanyakan Berber dari Afrika Utara. Jendral Almoravid, Abu Bekr ditangkap dan dibakar di ibukota Wagadou, Kumbi Saleh tahun 1076 dan mengakhiri dominasinya terhadap wilayah ini.[10] Namun, Almoravid tidak dapat menangani wilayah ini, dan dengan cepat direbut oleh Soninké yang sedang melemah. Provinsi Kangaba yang bebas dari pengaruh Soninké dan Berber, menyerpih menjadi dua belas kerajaan dengan maghan (berarti pangeran) atau faama sendiri.[11] Manden terbagi setengah dengan teritori Dodougou di timur laut dan teritori Kri di barat daya.[1] Kerajaan kecil Niani adalah satu dari beberapa wilayah Kri di Manden.

Penguasa Kaniaga

Kira-kira pada tahun 1140, kerajaan Sosso di Kaniaga, bekas vassal (negara yang berdaulat dibawah negara) Wagadou, mulai menguasai wilayah penguasa lamanya. Pada tahun 1180, Sosso bahkan telah menaklukan Wagadou memaksa Soninké membayar upeti. Pada tahun 1203, raja Sosso, Soumaoro dari klan Kanté berkuasa dan dilaporkan meneror Manden dengan mencuri wanita dan harta benda baik dari Dodougou dan Kri.[12]

Pangeran Singa

Selama bangkitnya Kaniaga, Sundiata dari klan Keita lahir sekitar tahun 1217 SM. Ia adalah anak dari faama Niani, Nare Fa (juga diketahui sebagai Maghan Kon Fatta yang berarti pangeran tampan). Ibu Sundiata adalah istri kedua Maghan Kon Fatta, Sogolon Kédjou.[7] Ia adalah orang bungkuk dari negeri Do, selatan Mali. Anak dari pernikahannya menerima nama pertama ibunya (Sogolon) dan nama keluarga ayahnya (Djata). Dengan gabungan bahasa yang dituturkan dengan cepat di Mandinka, namanya membentuk Sondjata atau Sundjata.[7] Versi Anglisisasi nama ini, Sundiata, juga populer.

Maghan Sundiata diramalkan akan menjadi penakluk besar. Orangtuanya takut karena pangeran tidak memiliki permulaan yang menjanjikan. Maghan Sundiata, menurut tradisi lisan, tidak dapat berjalan sampai ia berusia tujuh tahun.[11] Namun, ketika Sundiata dapat menggunakan kakinya, ia menjadi kuat dan sangat dihormati. Hal ini tidak muncul sebelum ayahnya meninggal. Meskipun faama Niani berharap untuk menghormati ramalan dan memahkotai Sundiata, anak dari istri pertamanya Sassouma Bérété dimahkotai. Segera anak Sassouma Dankaran Touman mengambil alih tahta, ia dan ibunya memaksa Sundiata yang kepopulerannya meningkat dibuang bersama dengan ibunya dan dua saudara kandung perempuannya. Sebelum Dankaran Touman dan ibunya dapat menikmati kekuatan mereka yang tidak terhalangi, Raja Soumaoro mencapai Niani dan memaksa Dankaran meninggalkan Kissidougou.[7]

Setelah bertahun-tahun dalam pembuangan, pertama di pengadilan Wagadou dan lalu di Mema, Sundiata dicari oleh delegasi Niani dan diminta untuk mengalahkan Sosso dan membebaskan kerajaan Manden selamanya.

Pertempuran Kirina

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Turchin, Peter and Jonathan M. Adams and Thomas D. Hall: "East-West Orientation of Historical Empires and Modern States", page 222. Journal of World-Systems Research, Vol. XII, No. II, 2006
  2. ^ Kelahiran kekaisaran Manden, diterjemahkan dari bahasa Perancis
  3. ^ Perkenalan Manden
  4. ^ The Epic of Sundjata Humanities Department, Central Oregon Community College
  5. ^ Wagadou atau Kekaisaran Ghana Diterjemahkan dari bahasa Perancis. Soninkara.org
  6. ^ Sejarah Afrika diterjemahkan dari bahasa Perancis
  7. ^ a b c d Niane, D.T: "Sundiata: An Epic of Old Mali". Longman, 1995
  8. ^ The Wangara, an Old Soninke Diaspora in West Africa? A. W. Massing
  9. ^ Heusch, Luc de: "The Symbolic Mechanisms of Sacred Kingship: Rediscovering Frazer". The Journal of the Royal Anthropological Institute, 1997
  10. ^ Stride, G.T & C. Ifeka: "Peoples and Empires of West Africa: West Africa in History 1000-1800". Nelson, 1971
  11. ^ a b Niane, D.T.: "Recherches sur l’Empire du Mali au Moyen âge". Presence Africaine. Paris, 1975
  12. ^ African Empires to 1500 CE

Daftar pustaka

  • Blanchard, Ian (2001). Mining, Metallurgy and Minting in the Middle Ages Vol. 3. Continuing Afro-European Supremacy, 1250-1450. Stuttgart: Franz Steiner Verlag. hlm. 550 Pages. ISBN 3-51508-704-4. 
  • Stiansen, Endre & Jane I. Guyer (1999). Credit, Currencies and Culture: African Financial Institutions in Historical Perspective. Stockholm: Nordiska Afrikainstitutet. hlm. 174 Pages. ISBN 9-17106-442-7. 

Pranala luar