Muazin

Orang yang mengumandangkan Azan dan Ikamah
(Dialihkan dari Muezzin)

Muazin (ejaan KBBI) atau Mu'azzin (bahasa Arab:مؤذن mu’aḏḏin) adalah orang atau beberapa orang terpilih di masjid yang bertugas untuk mengumandangkan panggilan ibadah (Shalat), yaitu "Azan" dan "Iqamah". Peran tambahan lainya, seorang Muazin juga biasanya bertugas untuk mengumandangkan takbir hari raya (Takbiran) yang dilakukan pada malam Idul Fitri dan Idul Adha,[1] dan hendaknya seorang muazin bersuara bagus.[2] Muazin dalam salat Idul Adha, dari sisi bahasa Arab, isim fa'il dari addzana yuazdzinu. Artinya orang yang menyeru. Bukan semata dalam pengertian 'orang yang azan' sebagaimana dikenal umum.[3] Definisi ini ditambahkan sesaat ada kontroversi pernyataan Jokowi terkait penyebutan muazin hari raya Idul Adha melalui akun twitter. Seorang Muazin dipilih karena suara dan kepribadiannya yang bagus.[4]

Seorang Muazin Mengumandangkan Azan

Muazzin pada masjid-masjid besar biasanya terdapat lebih dari satu dan mereka diberi waktu bergilir untuk bertugas mengumandangkan panggilan ibadah, contohnya di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi terdapat kurang lebih 10 Muazzin, dan ditugaskan secara bergilir sesuai jadwal yang dibuat kerajaan, salah satu Muazzin ternama adalah Ali Ahmed Mulla (Muazzin Masjidil Haram, Mekkah) yang rekaman Azannya telah mendunia.

Sejarah

sunting

Muazin pertama dalam sejarah Islam adalah Bilal bin Rabah RA, yaitu seorang budak yang dibebaskan pada zaman Nabi Muhammad (salallahu alayhi wasallam). Bilal bin Rabah dipilih oleh Rasulullah sebagai Muazzin karena suaranya yang indah dan merdu.

Sebelum adanya Pengeras suara (loud-speaker), para Mu'azzin mengumandangkan Azan dari menara Masjid agar dapat didengar oleh warga dan orang di sekitar masjid, praktik ini merupakan cara tradisional para Muazzin sejak dulu dan masih dipraktikkan di beberapa negara muslim seperti di sebagian masjid di negara Turki, walaupun sudah menggunakan Mikrofon tetapi mereka tetap mengumandangkan Azan dari Menara.

Muazzin pada zaman Kesultanan Ottoman

sunting

Mu'azzin di Kesultanan Ottoman termasuk di antara personel yang terikat pada masjid-masjid tetapi tidak diharuskan memiliki gelar pendidikan tinggi, tidak sebagaimana mereka yang benar-benar ditugaskan untuk memimpin salat berjemaah dan menyampaikan khutbah (Imam). Pada dasarnya, para Muazzin dipilih untuk kualitas suara mereka yang bagus.[5] Walaupun para Muazzin biasanya ketentuanya tingkat pendidikanya tidak harus setinggi Imam, namun banyak pula Muazzin yang bergelar akademis tinggi.

Lihat pula

sunting

Muazin ternama

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Bukan Orang Sembarangan Ternyata Ini Pengertian Muadzin". Umroh.com. 2020-01-14. Diakses tanggal 2021-07-21. 
  2. ^ Wanili, Khairuddin (2014). ENSIKLOPEDI MASJID. Diterjemahkan oleh Darwis, Darwis. Jakarta Timur: Darus Sunnah Press. hlm. 163. ISBN 9789793772707. 
  3. ^ Sholeh, Asrorun Niam (2020-07-22). "Penyoal Muazin Idul Adha dan Pentingnya Literasi Beragama". detikcom. Diakses tanggal 2021-07-22. 
  4. ^ Mohammad Taqi al-Modarresi (26 March 2016). The Laws of Islam (PDF) (dalam bahasa Inggris). Enlight Press. hlm. 470. ISBN 978-0994240989. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-08-02. Diakses tanggal 8 August 2018. 
  5. ^ http://www.hurriyetdailynews.com/the-history-of-the-muezzin--74007

Pranala luar

sunting