Suku Banten
Suku Banten adalah orang Sunda yang mendiami bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten[2] di luar Parahyangan, Cirebon, dan Jakarta. Menurut Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, suku Banten populasinya 2,1% dari penduduk Indonesia, atau sekitar 4.657.000 jiwa[3][4]. Orang Banten menggunakan bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang lebih dekat kepada bahasa Sunda kasar.
Galeri gambar | |||||||||||||||||||||
Daerah dengan populasi signifikan | |||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Banten | 4.321.991[1] | ||||||||||||||||||||
Lampung | 172.403 | ||||||||||||||||||||
Jawa Barat | 60.948 | ||||||||||||||||||||
Sumatera Utara | 46.640 | ||||||||||||||||||||
DKI Jakarta | 28.551 | ||||||||||||||||||||
Sumatera Selatan | 17.141 | ||||||||||||||||||||
Bahasa | |||||||||||||||||||||
Banten, Sunda dan Indonesia | |||||||||||||||||||||
Agama | |||||||||||||||||||||
Islam Sunni | |||||||||||||||||||||
Kelompok etnik terkait | |||||||||||||||||||||
Sunda, Baduy, Betawi |
Sejarah
-
Sekelompok ibu sedang melakukan aktivitas mencuci (Tahun 1933)
-
Seorang ibu dan bayinya di perkebunan kelapa Sawarna (Tahun 1929)
Asal kata Banten
Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan untuk menamai sebuah sungai dan daerah sekelilingnya, yaitu Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Kuno Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama tempat di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:
Tanggeran Labuhan Ratu.
Ti kaler alas Panyawung,
Tanggeran na alas Banten.
Itu ta na gunung (.. .)ler,
Tanggeran alas Pamekser,
Nu awas ka Tanjak Barat.
Itu ta pulo Sanghiang,
Heuleut-heuleut nusa Lampung,
Ti timur pulo Tampurung,
Ti barat pulo Rakata,
Gunung di tengah sagara.
Itu ta gunung Jereding,
Tanggeran na alas Mirah,
Ti barat na lengkong Gowong.
Itu ta gunung Sudara,
Na gunung Guha Bantayan,
Tanggeran na Hujung Kulan,
Ti barat bukit Cawiri.
Itu ta na gunung Raksa,
Gunung Sri Mahapawitra,
Tanggeran na Panahitan,
Dataran lebih tinggi yang dilalui sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berdasarkan riset yang dilakukan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah ada pemukiman sajak abad ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berdasarkan riset ini juga diketahui bahwa daerah ini berkembang pesat pada abad ke-16 saat Islam masuk pertama kali di wilayah ini.
Perkembangan pemukiman ini kemudian meluas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah kemudian didirikan Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati.
Asal kata suku Banten
Berbeda dengan Suku Cirebon yang bukan merupakan bagian dari Suku Sunda maupun Suku Jawa (melainkan hasil percampuran dari dua budaya besar, yaitu Sunda dan Jawa), Suku Banten bersama Urang Kanekes (Baduy) pada dasarnya adalah sub-etnik dari Suku Sunda yang mendiami bekas wilayah Kesultanan Banten (wilayah Karesidenan Banten setelah Kesultanan Banten dihapuskan dan dianeksasi oleh pemerintah Hindia Belanda). Hanya saja setelah dibentuknya Provinsi Banten, kemudian sebagian orang menterjemahkan Bantenese menjadi kesatuan etnik dengan budaya dan bahasa tersendiri, Budaya dan Bahasa Banten.[5]
Demografi
Suku Banten adalah penduduk asli Provinsi Banten yang menjadi mayoritas di sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Banten.
Bahasa
Orang-orang Banten menggunakan Bahasa Banten yang masih dikategorikan sebagai Bahasa Sunda bagian barat, yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar.[6] Perbedaan tata bahasa antara Bahasa Banten dan Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi bagian dari Kesultanan Mataram, sehingga tidak mengenal tingkatan halus dan sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Bahasa ini biasa dituturkan terutama di wilayah Banten bagian selatan, seperti Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak.[7]
Budaya dan Kesenian
Kekhasan budaya masyarakat Banten antara lain seni bela diri Pencak Silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Rampak Bedug[8], Palingtung, dan Lojor. Di samping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur, antara lain Masjid Agung Banten, Makam Keramat Panjang, dan masih banyak peninggalan lainnya.
-
Menara Banten sekitar tahun 1915 - 1926
-
Suasana di dalam Masjid Agung Banten pada tahun 1933
-
Suasana di luar Masjid Agung Banten pada tahun 1933
Kuliner
Kuliner khas Banten diantaranya adalah Sate Bandeng, Rabeg Banten, Pasung Beureum, Ketan Bintul, Nasi Belut, Kue Cucur, Angeun Lada, Balok Menes, Sate Bebek Cibeber, Emping Menes, dan lainnya.[9][10][11]
Agama
Secara umum, mereka yang mengaku sebagai etnis Banten merupakan pemeluk agama Islam yang tidak bisa lepas dari budaya keislaman yang sangat kental, hal tersebut erat kaitannya dengan sejarah Banten sebagai salah satu Kerajaan Islam terbesar di pulau Jawa. Selain itu kesenian-kesenian di Wilayah Banten juga menggambarkan aktivitas keislaman masyarakatnya, seperti kesenian Rampak Bedug dari Pandeglang[8]. Meskipun begitu, provinsi Banten merupakan masyarakat multietnis yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama[4], pemeluk agama lain dari suku-suku pendatang lainnya dapat hidup berdampingan secara damai di wilayah ini, seperti masyarakat Tionghoa Benteng di Tangerang, dan Masyarakat adat Baduy (Sunda Wiwitan) di wilayah Kanekes, Leuwidamar, Lebak.
Tokoh-tokoh dari Suku Banten
Berikut adalah tokoh-tokoh terkenal dari suku Banten:
Sultan-sultan dan tokoh kerajaan Banten lainnya
- Maulana Hasanuddin dari Banten - Penguasa Kesultanan Banten pertama
- Maulana Muhammad Shafiuddin dari Banten - Sultan Banten terakhir
- Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja - Sultan Banten sekarang
- Pangeran Tubagus Angke - Adipati Banten di Jayakarta
- Pangeran Purbaya - Pangeran Banten, Putra Sultan Ageng Tirtayasa
- Ratu Bagus Buang - Bangsawan Banten, Keluarga Kesultanan Banten
Agamawan
- Syekh Nawawi al-Bantani - Ulama, Imam Dua Tanah Suci
- Syekh Abdul Karim al-Bantani - Mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah
- Syekh Asnawi al-Bantani - Ulama
- K.H. Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri (Mama Sempur) - Ulama
- K.H. Abuya Dimyathi al-Bantani - Ulama
- K.H. Abuya Muhtadi Dimyathi al-Bantani - Ulama
- K.H. Tubagus Muhammad Falak Abbas - Ulama, Perintis NU Bogor
- K.H. Ma'ruf Amin - Ulama, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia, Ketua Umum MUI, Rais 'Aam PBNU
Pahlawan nasional dan tokoh pejuang lainnya
- Ageng Tirtayasa dari Banten - Sultan Banten, Pahlawan Nasional
- Syafruddin Prawiranegara - Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Pahlawan Nasional
- K.H. Tubagus Ahmad Chatib al-Bantani[12] - Ulama, Tokoh Pejuang Kemerdekaan Indonesia
- K.H. Syam'un - Ulama, Brigadir Jenderal TNI, Tokoh Pejuang Kemerdekaan Indonesia
- Nyimas Gamparan - Tokoh Pejuang Wanita
- Nyimas Melati - Tokoh Pejuang Wanita
- Ki Tubagus Ismail - Tokoh Pejuang pada Geger Cilegon 1888
- Ki Wasyid - Tokoh Pejuang pada Geger Cilegon 1888
Politisi, negarawan, tokoh militer dan lain sebagainya
- Achmad Djajadiningrat - Anggota Volksraad pada masa Hindia Belanda
- Hussein Jayadiningrat - Anggota BPUPKI, Profesor pertama Pribumi Indonesia
- Maria Ulfah Santoso - Anggota BPUPKI, Menteri Indonesia
- Embay Mulya Syarief - Politikus, Pengusaha
- Taufiequrachman Ruki - Inspektur Jenderal Polisi, Ketua KPK pertama
- Tubagus Hasanuddin - Mayor Jenderal TNI, Politikus
- H. Tubagus Anis Angkawijaya - Inspektur Jenderal Polisi
- Ir. Tubagus Rizon Sofhani - Politikus
- Mulyadi Jayabaya - Bupati Lebak, Pengusaha
- Ratu Atut Chosiyah - Gubernur Banten
- Wahidin Halim - Politikus
- Andika Hazrumy - Politikus
- Tubagus Dedi Gumelar - Politikus, Pelawak
Aktor, aktris, penyanyi, dan lain sebagainya
- Tubagus Tema Mursadat - Pesebak bola
- Tubagus Indra - Aktor
- Adi Bing Slamet - Penyanyi, Aktor
- Bing Slamet - Pelawak, Aktor, Penyanyi, Pencipta lagu
- Ratu Felisha - Aktris
- Tubagus Ali Akbar - Aktor, Penyanyi
- Tubagus Armand Maulana - Penyanyi, Penulis lagu
- Slamet Rahardjo - Aktor
- Misbach Yusa Biran - Sutradara
Lihat pula
Referensi
- ^ "Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia 2011" (PDF). 2011-01-01. Diakses tanggal 2017-03-21.
- ^ Bintang, Anugerah. "Suku Bangsa di Provinsi Banten" (dalam bahasa Inggris).
- ^ "Peringatan". sp2010.bps.go.id. Diakses tanggal 2017-03-21.
- ^ a b Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia – Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175.
- ^ Kemdikbud, Ditjenbud -. "Suku Banten | Kebudayaan Indonesia". kebudayaanindonesia.net. Diakses tanggal 2017-03-21.
- ^ "Bahasa Sunda Banten » Perpustakaan Digital Budaya Indonesia". budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 2017-04-01.
- ^ developer, metrotvnews. "Bahasa dan Sastra Sunda Banten Terancam Punah". Diakses tanggal 2017-03-21.
- ^ a b Kemdikbud, Ditjenbud -. "Kesenian Rampak Bedug dari Banten | Kebudayaan Indonesia". kebudayaanindonesia.net. Diakses tanggal 2017-03-21.
- ^ "7 Makanan Khas Banten yang Wajib Dicoba". Wisata Banten (dalam bahasa Inggris). 2016-01-25. Diakses tanggal 2017-04-01.
- ^ admin. "14 Makanan Khas Banten Paling Enak yang Wajib Anda Cicipi". Portalwisata.co.id. Diakses tanggal 2017-04-01.
- ^ Widodo, Wahyu Setyo. "Liburan di Banten, Jangan Lupa Cicipi 10 Kuliner Khas Ini". detikTravel. Diakses tanggal 2017-04-01.
- ^ Mulyadi (2016-11-13). "Ini Tiga Tokoh Dari Banten yang akan Diusulkan Mendapat Gelar Pahlawan". Ini Tiga Tokoh Dari Banten yang akan Diusulkan Mendapat Gelar Pahlawan. Diakses tanggal 2017-04-01.
Pranala Luar
Bacaan lanjutan
- Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
- Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
- Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000