Orang Maluku

sekelompok kelompok etnik yang berasal dari Kepulauan Maluku
Revisi sejak 21 Agustus 2017 11.42 oleh Sapnor (bicara | kontrib) (Penambahan konten)

Orang Maluku adalah penduduk asli yang berasal dari Kepulauan Maluku (dalam administrasi Indonesia terbagi menjadi dua provinsi, yaitu Maluku dan Maluku Utara) yang telah menjadi bagian dari Indonesia (bebas dari gangguan Republik Maluku Selatan) sejak tahun 1950. Orang Maluku adalah istilah yang mencakup banyak suku dan kelompok-kelompok kebahasaan yang mendiami gugusan kepulauan tersebut.

Orang Maluku
Berkas:Gerryreyaan tari-lenso.jpg
Tari Lenço, tari pengaruh bangsa Portugis yang menjadi tari tradisional orang Maluku
Daerah dengan populasi signifikan
 Indonesia: 2.203.415 (sensus 2010)[1]
(Maluku, Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Papua Barat)
 Belanda
 Australia
 Jerman
 Kanada
 Italia
 Britania Raya
 Amerika Serikat
 Austria
 Brunei Darussalam
Bahasa
Bahasa asli dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia Tengah–Timur seperti bahasa Dawera-Daweloor dan bahasa Taliabo dan bahasa Indonesia (untuk kepentingan resmi, sebagai perantara antarsuku bangsa Indonesia non-Maluku, dan bahasa rumah atau perantara perintah, khususnya untuk generasi muda, sedangkan yang tinggal di luar negeri menuturkan bahasa Inggris, bahasa Jerman, dan bahasa Belanda
Agama
Protestan (mayoritas Gereja Protestan Maluku dan Gereja Injili Maluku), Islam Sunni, Katolik Roma, dan Hindu.
Kelompok etnik terkait
Eropa, Arab, Melanesia, dan Papua

Orang Maluku aslinya memiliki darah Melanesia.[2] Namun, sejarah panjang perdagangan dan pelayaran telah mengakibatkan tingkat tinggi kawin campur dalam darah keturunan di antara orang Maluku.[3] Darah Bangsa Austronesia ditambahkan ke penduduk Melanesia asli padasekitar 2000 SM.[4] Fitur Melanesia yang terkuat terdapat di Kepulauan Kei, Kepulauan Aru, dan antara orang-orang di pedalaman kepulauan di Seram dan Buru.

Kemudian, suku-suku/etnis-etnis yang ditambahkan ke darah Austronesia-Melanesia melalui kawin campur adalah Belanda, Tionghoa, Portugis, Spanyol, Arab, dan Inggris karena penjajahan dan pernikahan dengan pedagang asing di Abad Pertengahan atau dengan tentara Eropa selama Perang Dunia. Keturunan Jerman dalam jumlah yang kecil ditambahkan ke penduduk Maluku khususnya di Ambon bersama dengan kedatangan para Misionaris Protestan sejak abad ke-15.

Populasi kecil orang Maluku (±45.000) tinggal di Belanda. Kelompok ini terutama terdiri dari keturunan dari tentara KNIL yang telah direncanakan untuk datang ke Belanda hanya untuk sementara, tapi akhirnya terpaksa menetap. (Lihat diaspora Maluku.) Sisanya terdiri dari orang Maluku melayani di Angkatan Laut Belanda dan keturunan mereka, serta beberapa pun datang ke Belanda dari Irian Barat yang setelah itu diserahkan ke Indonesia.[5] Namun, sebagian besar orang Maluku masih tinggal di Maluku dan wilayah sekitarnya seperti Papua, Timor Barat, Sulawesi Utara, Bali, dan Jawa.

Sejarah

Setelah pendudukan Jepang di Hindia Belanda selama Perang Dunia II, Belanda ingin mengembalikan status jajahan. Masyarakat pribumi Indonesia menentangnya. Namun, perjuangan untuk kemerdekaan yang dipimpin oleh pemberontak dan Soekarno terjadi antara tahun 1945 dan 1949. Pelarutan Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) ditugaskan oleh pemerintah Belanda untuk menjaga ketertiban dan untuk melucuti senjata para pemberontak. Tentara profesional Maluku merupakan bagian penting dari pasukan ini. Komunitas Maluku dengan demikian dianggap oleh Belanda sebagai sekutu dan sebaliknya pula. Pemerintah Belanda telah berjanji kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkan negara bebas tersendiri sebagai bayaran untuk membantu Belanda. Setelah upaya-upaya internasional tidak bisa mendukung Belanda untuk mempertahankan jajahan, pemerintah Belanda tidak bisa lagi menepati janjinya untuk orang Maluku untuk sebuah negara bebas.Orang Maluku yang dipandang oleh masyarakat Indonesia lainnya sebagai kolaborator, harus pergi ke Belanda. Orang Maluku yang bertugas di komando KNIL akan tinggal sementara di Belanda. Kemudian, orang Maluku ditempatkan di kamp-kamp di Belanda, termasuk bekas kamp transit Westerbork.

Orang Maluku Belanda telah berulang kali menarik perhatian pemerintah Belanda demi klaim mereka untuk membebaskan Republik Maluku Selatan (RMS) yang telah dijanjikan oleh pemerintah Belanda sebelumnya. Padai tahun 1970-an jumlah pendukung meningkat lebih dan lebih. Salah satu cara untuk mendapatkan perhatian pada masalah tersebut melalui kekerasan pembajakan Krisis Sandera Kereta Api Belanda 1975 di De Punt, Wijster, di mana sandera itu diambil dan pembajak kereta tewas.

Bahasa

Orang Maluku menuturkan lebih dari seratus bahasa yang berbeda, dengan mayoritas dari mereka menuturkan bahasa-bahasa Melayu-Polinesia Tengah, khususnya bahasa-bahasa Maluku bagian tengah. Pengecualian penting adalah Pulau Halmahera dan pulau-pulau sekitarnya, di mana mayoritas penduduk berbahasa yang termasuk ke dalam rumpun Papua Barat. Pengecualian lain adalah bahasa Ambon Melayu atau bahasa Ambon, bahasa yang berasal dari kreol bahasa Melayu yang diucapkan terutama di Ambon dan sekitar Pulau Seram.

Agama

Orang Maluku di Maluku sebelah utara (sekarang provinsi Maluku Utara) kebanyakan beragama Islam dan orang Maluku di Maluku bagian tengah dan selatan (sekarang Maluku (provinsi)) kebanyakan beragama Kristen.

Agama yang paling banyak dianut oleh orang-orang Maluku di Belanda adalah Protestan dan pada tingkat lebih rendah, Islam.

Ada jumlah pengikut Hindu asli yang cukup tinggi di Kepulauan Kei, meskipun wilayah ini didominasi Katolik. Diperkirakan adanya agama Hindu berasal dari Kerajaan Majapahit.

Orang-orang terkenal

Referensi

  1. ^ "Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, Dan Bahasa Sehari-Hari Penduduk Indonesia". Badan Pusat Statistik. 2010. Diakses tanggal 2017-07-18. 
  2. ^ "Irian Jaya - Anthropological and Historical Perspective". IRJA.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1999-10-09. 
  3. ^ Witton, Patrick (2003). Indonesia. Melbourne: Lonely Planet. hlm. 818. ISBN 1-74059-154-2. 
  4. ^ Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press. hlm. 5–7. ISBN 0-300-10518-5. 
  5. ^ Beets et al., Demografische ontwikkeling van de Molukse bevolkingsgroep in Nederland