Pangeran Arya Jepara adalah raja pengganti Ratu Kalinyamat yang menguasai Jepara, Kudus, Pati, Hutan Mentaok (Mataram). Pangeran Arya Jepara adalah adik ipar dari Sultan Maulana Yusuf Banten yang nama aslinya adalah Raden Abdullah Malaka bin Pati Unus, beliau lahir pada tahun 1519M, dan ayah bundanya wafat saat belaiu masih berumur 3 tahun, ibundanya yaitu Syarifah Jubaedah wafat di usia 22 tahun, dan ayahandanya yaitu Sayyid Abdul Qodir yang lebih dikenal dengan nama Pati Unus wafat di usia 44 tahun, ayah bunda nya wafat dalam keadaan syahid pada tahun 1521M dalam perang sabil di Selat Malka.  Tahun 1521M setelah ayahandanya wafat yaitu Pati Unus pendidikannya diserahkan kepada bibinya Ratu Kalinyamat di Jepara.

Pangeran Arya Jepara
LahirIndonesia Banten (Indonesia)
MeninggalIndonesia Jepara (Indonesia)
Tempat tinggalJepara Jawa Tengah
PekerjaanKhalifah (Kerajaan Kalinyamat)
Dikenal atasSultan Kerajaan Kalinyamat
GelarRaden Abdullah
Pangeran Yunus
Orang tuaPati Unus (Ayah)


Ratu Kalinyamat tidak memiliki anak kandung, tetapi Ratu kalinyamat di beri kepercayaan untuk merawat keponakannya Raden Abdullah bin Pati Unus anak tiri Ratu Mas Nyawa binti Raden Patah dengan Pati Unus sebagai anak angkat, Karena Ratu Kalinyamat terkenal baik dan cerdas, sehingga beliau sudi mengangkat anak yatim piatu yaitu Raden Abdullah yang merupakan anak dari kakak iparnya Pati Unus

Kajian Historis Riwayat Pati Unus Dari Jepara sampai Sukapura:

Setelah kedatangan Syekh Datuk Kahfi, di Jepara mendaratlah seorang Muballigh Parsi yang riwayat turun temurun bagi orang Sunda dan Jawa dipanggil Syekh Khaliqul Idrus. Beliau adalah Syekh Abdul Khaliq dengan laqob Al-Idrus putra Syekh Muhammad AlAlsiy yang wafat di Isfahan, Parsi. Syekh Khaliqul Idrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Mawlana Akbar yang kemudian melahirkan Raden Muhammad Yunus. Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang Putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong Agung Jepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan Putri Majapahit di Jepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang dikemudian hari menjadi menantu Raden Patah, dengan gelar Adipati Bin Yunus yang masyarakat lebih mudah memanggil dengan Pati Unus yang setelah gugur di Malaka 1521, dipanggil dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. 

Salah satu catatan sejarah tentang Jepara ditulis Tome Pires dalam bukunya yang sangat terkenal berjudul Suma Oriental. Buku tersebut berisi kisah perjalanannya di pantai utara pulau Jawa antara bulan November 1513 sampai Januari 1515. Dalam catatan tersebut disebutkan bahwa pada tahun 1470 Jepara merupakan kota pantai yang baru dihuni oleh 90 - 100 orang serta dipimpin oleh Aryo Timur/Muhammad Yunus.

Dengan ketekunan dan keuletan, Aryo Timur berhasil mengembangkan kota pantai kecil, yang dikelilingi benteng berupa kayu dan bambu ini, menjadi sebuah bandar yang cukup besar. Bahkan ia juga berhasil memperluas kekuasaannya sampai ke Bengkulu dan Tanjung Pura, sekalipun Jepara masih berada di bawah kekuasaan Demak. 

Pada th 1507, Aryo Timur (Sayyid Muhammad Yunus) digantikan oleh puteranya yang bernama Pati Unus yang pada waktu itu masih berusia 17 tahun. Sebagai penguasa yang masih relatif muda, Pati Unus dikenal sangat dinamis. Ia bukan saja berhasil mengembangkan armada perang, tetapi ia juga mampu meneruskan perjuangan ayahnya di bidang ekonomi sehingga Jepara menjadi sebuah bandar perdagangan. Jepara menjadi salah satu pusat perdagangan di pesisir utara pulau Jawa.  Belum genap 5 tahun memimpin Jepara, Pati Unus  telah menggabungkan armada perangnya dengan armada perang dari Palembang, untuk menyerang kolonialisme Portugis yang bercokol di Malaka. Armada Pati Unus yang terdiri dari 100 buah kapal - yang paling kecil beratnya 200 ton ini sampai di Malaka tanggal 1 Januari 1513. Sayangnya, penyerangan ini gagal. Dari 100 buah perahu yang dikirim ke Malaka, hanya 8 buah yang dapat kembali ke Jepara. Kegagalan ini menurut penulis Portugis Joan De Baros dalam bukunya "Kronik Raja D Manoel, Pati Unus" membuat Pati Unus sangat berduka dan kecewa, sehingga ia memerintahkan kapal terbesar yang dapat kembali ke Jepara, untuk diabadikan sebagai monumen perang di pantai Jepara.  

Tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I, atas restu para Wali beliau berwasiat agar mantunya Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Sayyid Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah Jepara yang garis nasab (Patrilineal)-nya adalah keturunan Ahlul Bayt menjadi Sultan Demak II bergelar Sultan Alam Akbar Al-Tsaniy.

Penjajah Portugis terus melakukan penaklukan demi penaklukan di sekitar Kerajaan Islam Pasai untuk mempermudah penguasaan Pasai sekaligus untuk meredam Islamisasi di Asia Tenggara dengan menguasai jantung kekuasaannya di Pasai. Pada saat yang sama, akibat serangan demi serangan yang dilakukan Portugis, Kerajaan Pasai semakin lemah, apalagi Kerajaan Pidier di sebelah barat telah bersekutu dengan Portugis. Dalam keadaan yang mencekam ini, salah satu jaringan Kerajaan Islam di ujung barat Sumatra, memproklamirkan berdirinya sebuah kerajaan baru pada tahun 1514 yang bernama Kerajaan Aceh Darussalam yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Akhirnya Pasai jatuh ke Portugis pada tahun 1521, dan selanjutnya peranan Pasai sebagai pusat Islamisasi Nusantara digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam yang sudah semakin kuat.  Kejatuhan Pasai ke tangan penjajah kafir Portugis telah menimbulkan kesedihan mendalam pada para petinggi Demak, Cirebon, Banten dan jaringan Kerajaan Islam lainnya. Terutama Pati Unus yang kini telah menjadi Sultan Demak.

Beliau tidak rela tanah leluhurnya di Pasai terjajah oleh kaum kafir. Pada tahun itu juga, 1521, Pati Unus dengan kekuatan 375 kapal perang yang telah selesai dibangun di Wajo Sulawesi siap kembali berjihad melawan kafir Portugis membebaskan Pasai dan Malaka. Walaupun baru menjabat Sultan selama 3 tahun Pati Unus tidak sungkan meninggalkan segala kemewahan, kemudahan dan kehormatan dari kehidupan istana tanah Jawa bahkan ikut pula 2 putra beliau yang masih sangat remaja. Demi Islam, Sang Sultan Demak sendiri memimpin armada perang yang terdiri dari gabungan jaringan kerajaan Islam. Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala, Sultan Demak II.

Armada perang Islam yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis pun sudah mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan meriam besar pula yang mencuat dari benteng Malaka.  Ketika mendarat di Malaka, kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam. Beliau gugur sebagai Syahid karena berperang melawan penjajah kafir dan kewajiban membela kaum Muslim yang tertindas. Sebagian pasukan Islam yang berhasil mendarat kemudian bertempur dahsyat hampir 3 hari 3 malam lamanya dengan menimbulkan korban yang sangat besar di pihak Portugis, karena itu sampai sekarang Portugis tak suka mengisahkan kembali pertempuran dahsyat di tahun 1521 ini. Armada Islam gabungan yang menderita banyak korban kemudian memutuskan mundur kembali ke tanah Jawa untuk membangun kekuatan dan strategi baru. Sementara jihad demi jihad terus dilanjutkan para mujahidin Islam terhadap penjajah kafir Portugis di bawah komando Kerajaan Aceh Darussalam yang bangkit menjadi bintang baru Islam di ujung barat Sumatra, sebagai kelanjutan Kerajaan Islam Pasai. 

Setelah Pati Unus gugur sebagai syahid di Malaka, maka komando armada gabungan Islam di tanah Jawa diambil alih oleh Fadhlulah Khan yang terkenal dengan julukan Tubagus Pasai atau Sang Pangeran Pasai atau Falathehan alias Fatahillah yang diangkat Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati sebagai Panglima Armada Gabungan yang baru. Sang Maulana gagah perkasa, Sayyid Abdul Qadir bin Syekh Muhammad Yunus, Adipati Yunus, Pati Unus dengan gelar Sultan Akbar Al-Fattah Al-Tsany sudah menunaikan tugasnya, dan kembali kehadirat Illahi sebagai syuhada dalam membela agama, kaum muslimin dan tanah leluhurnya di Pasai. 

Raden Abdullah Malaka Pangeran Arya Jepara lahir pada tahun 1519M, dan ayah bundanya wafat saat belaiu masih berumur 3 tahun, ibundanya yaitu Syarifah Jubaedah wafat di usia 22 tahun, dan ayahandanya yaitu Sayyid Abdul Qodir al-Mukhrowi/ Pati Unus wafat di usia 44 tahun, ayah bunda nya wafat dalam keadaan syahid pada tahun 1521M dalam perang sabil di Selat Malka. 

Tahun 1521M setelah ayahandanya wafat yaitu Pati Unus, Raden Abdullah dan Nyi Mas Ratu Nyawa yang saat itu sedang mengandung dibawa dari Selat Malaka/Pulobesar Malaka oleh Sayyid Fatahillah dengan tujuan Demak dan untuk keamanan Sayyid Fathillah mengambil rute aman yang mengharuskan singgah terlebih dahulu di Kesultanan Banten 

Setelah tinggal beberapa lama dan setelah Nyi Mas Ratu Nyawa melahirkan kedua peninggalan yang saat itu sudah menjadi tiga peninggalan Pati Unus ini dibawa oleh Sayyid Fatahillah dari Banten ke Demak, tidak lama kemudian Sayyid Fatahillah menikah dengan kedua janda Pati Unus yaitu dengan Ratu Mas Nyawa binti Raden Fatah dan Ratu Ayu Pembayun binti Sunan Gunung Jati Cirebon  Kurang lebih selama lima tahun Raden Abdullah berada dibawah asuhan keluarga Demak terutama dibawah asuhan Nyi Mas Ratu Nyawa dan dibawah asuhan Nyi Ratu Retno Kencono yang dikemudian hari terkenal dengan sebutan Ratu Kalinyamat dikarenakan Nyi Mas Ratu Nyawa baru mempunyai seorang putra dari pernikahannya dengan Pati Unus yang diberi nama Raden Arya Pamungkas.  Pada tahun 1527M Sayyidah Retno Kencono Ratu Kalinyamat menikah dengan Sultan Hadirin. Raden Abdullah diminta oleh Ratu Kalinyamat bibinya sendiri untuk menjadi anak angkat beliau sekaligus menjadi pangeran di Kesultanan Kalinyamat, Raden Abdullah diberikan oleh Sayyid Fatahillah dikarenankan beliau akan berkosentrasi untuk persiapan penyerangan ke Sunda Kelapa karena saat itu Portugis sudah menduduki pelabuhan Sunda Kelapa, sebelum diberikan Sayyid Fatahillah memberikan beberapa amanat kepada calon ibu asuhnya yaitu Nyi Ratu Kalinyamat/Retno Kencono dan sejak itu Raden Abdullah bergelar Pangeran Arya Jepara. 

Sekitar tahun 1540M Raden Abdullah menikah dengan Ratu Terpenter atau sebagian menyebutkan menikah dengan Ratu Fatimah binti Sultan Banten Maulana Hasanuddin , dan beberapa tahun kemudian tercatat dikaruniai dua orang putra yaitu Raden Aryawangsa dan Raden Usman Suryawangsa, mungkin punya beberapa putra hanya yang tercatat dua orang putra.  Pada tahun 1546 M paman tercintanya wafat, beliau tetap setia mendampingi ibu angkatnya yang mengasuhnya dari sejak kecil yaitu Ratu Kalinyamat dalam menjalankan pemerintahan maupun dalam perjuangan melawan Portugis.  Raden Abdullah/Pangeran Arya Jepara paling sedikit ikut dalam serangan yang dilakukan sebanyak 3 kali oleh Ratu Kalinyamat, yakni tahun 1551, 1574 dan 1575 M.  Tahun 1570M mertua beliau wafat yaitu Sultan Maulana Hasanuddin dan sejak itu beliau merangkap menjadi penasihat kesultanan Banten dan kerapkali ikut membantu dalam setiap perjuangan kesultanan Banten dalam penyebaran agama islam ke pelosok Nusantara.  Tahun 1579M Raden Abdullah Malaka/Pangeran Arya Jepara membawa pasukan besar ke Banten dan juga mengirim pasukan ke Galuh Ciamis dipimpin putra beliau yaitu Raden Usman Suryawangsa dalam rangka membantu kerjasama dakwah anatara kesultanan Cirebon,Demak dan Banten untuk penyebaran agama Islam di Priangan Timur/sisa kerajaan Galuh. Pasukan yang dibawa ke Banten untuk membantu putra sulung beliau yang menjadi panglima Sultan Maulana Yusuf yaitu Raden Aryawangsa dalam penaklukan kerajaan Pakuan Pajajaran. Bertepatan dengan itu ibu angkat tercintanya yatu Ratu Kalinyamat wafat di Jepara sehingga beliau harus kembali ke Jepara.

Pada Tahun 1579M Raden Abdullah/ Pangeran Arya Jepara diangkat menjadi Sultan Kalinyamat Jepara menggantikan ibu angkatnya Ratu Kalinyamat , Ratu Kalinyamat mempunyai tiga orang anaka angkat tetapi yang berhak atas kedudukan tersebut adalah Pangeran Arya Jepara dikarenakan beliau adalah putra Adipati Unus/Sayyid Abdul Qodir Adipati Jepara di tahun 1507-1518M sebelum diangkat menjadi Sultan Demak II.

Setelah beliau menjadi Sultan Kalinyamat Jepara beliau tidak begitu aktif dalam expansi wilayah, akan tetapi beliau lebih menekankan pada penyebaran agama Islam, beliau hanya melakukan expansi ke Bawean di tahun 1593M setelah itu beliau lebih banyak membantu kesultanan Banten. Pada tahun 1589M Panembahan Senapati memproklamirkan berdirinya Kesultanan Mataram dan beliau giat dalam expansi kekuasaan, dan Kesultanan Jepara adalah wilayah yang sangat sulit untuk ditaklukan, bahkan selama kepemimpinan Pangeran Arya Jepara melihat kharisma dari Pangeran Arya Jepara sepertinya Panembahan Senapati enggan untuk membuka konflik dengan Jepara, dan begitupun Pangeran Arya Jepara yang saat itu sudah tua, bahkan beliau mengadakan hubungan yang baik dengan Panembahan Senapati Mataram terbukti putra beliau yaitu Raden Suryawangsa diangkat menjadi penasihat kesultanan Mataram untuk expansi kekuasaan di wilayah Priangan Timur yang dikemudian hari bernama Keadipatian Sukapura.

Raden Suryawangsa kemudian mendapat gelar Adipati Suryadiningrat, di sebahgian riwayat Rd Suryawangsa dinikahkan dengan adik perempuan Panembahan Senopati Ingalaga Mataram, dan dari pernikahan ini lahir lah Raden Abdullah Wangsa atau Ngabehi Wirawangsa yang dikemudian hari mendapat gelar TUMENGGUNG WIRADADAHA I SUKAPURA setelah resmi diangkat oleh Sultan Agung menjadi Bupati/Adipati Sukapura.  Pada tahun 1599M, Raden Abdullah Malaka/Pangeran Arya Jepara/Pangeran Yunus dipanggil oleh Yang Maha Kuasa ke rahmatulloh, beliau adalah seorang ulama, mujahid, Sultan yang arif dan bijaksana yang telah mengisi khasanah catatan tinta emas perjuangan penyebaran Islam di negeri tercinta ini, beliau wafat dalam usia genap 80 tahun, sejak wafat Rd Abdullah Malaka Pangeran Arya Jepara diiringi oleh runtuhnya Kesultanan Jepara juga. 

Di sekitar tahun 1620 salah seorang putra Raden Suryadiningrat/Rd Suryawangsa cucu Raden Abdullah Malaka/Pangeran Arya Jepara bin Pati Unus menjadi kepala daerah Sukapura beribukota di Sukakerta bernama Raden Wirawangsa setelah menikah dengan putri bangsawan setempat. Raden Wirawangsa kelak di tahun 1632 resmi menjadi Bupati Sukapura diangkat oleh Sultan Agung Mataram karena berjasa memadamkan pemberontakan Dipati Ukur.

Raden Wirawangsa diberi gelar Tumenggung Wiradadaha I yang menjadi cikal bakal dinasti Wiradadaha di Sukapura. Gelar Wiradadaha mencapai yang ke VIII dan dimasa ini dipindahkanlah ibukota Sukapura ke Manonjaya.  Sementara itu Setelah kerajaan Jepara runtuh, terjadi kekosongan penguasa. putra-putra Pangeran Arya Jepara tidak ada di tempat, tidak ada catatan setelah wafatnya beliau, hanya pada tahun 1616M terjadi pertempuran yang sangat sengit antara pasukan Jepara dan Pasukan Mataram, pada saat itu yang menjadi Sulatan di Mataram adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo, dan Jepara dapat ditaklukan, sehingga penguasa Jepara sejak itu atas restu atau yang ditunjuk oleh Kesultanan Mataram. Baru pada tahun 1616 Jepara dipimpin oleh Kyai Demang Laksamana yang kemudian digantikan berturut turut oleh Kyai Wirasetia, Kyai Patra Manggala, Ngabehi Martanata, Ngabehi Wangsadipa, Kyai Reksa Manggala, Kyai Wiradika, Ngabehi Wangsadipa (jabatan kedua), Ngabehi Wiradikara, Wira Atmaka, Kyai Ngabehi Wangsadipa, Tumenggung Martapura, Tumengung Sujanapura, Adipati Citro Sumo I, Citro Sumo II dan Adipati Citro Sumo III. Penguasa yang terakhir ini adalah penguasa Mataram yang terakhir sebab setelah itu Jepara menjadi wilayah Belanda. Namun pada masa transisi, Belanda masih tetap memakai Adipati Citro Sumo III. Ia kemudian digantikan oleh Citro Sumo IV, Citro Sumo V, dan Adipati Citro Sumo VI

Peristiwa menjelang wafatnya Sultan Maulana Yusuf suatu kajian historis yang perlu dilengkapi

Ketika Sultan Maulana Yusuf sakit keras, datanglah Pangeran Arya Jepara dengan membawa pasukan besar ke Banten dengan maksud untuk menjeguk. Pangeran Arya Jepara dengan pasukannya yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana, kemudian ditempatkan di Pagebangan di luar tembok batas kota. Pangeran Jepara adalah adik dari Maulana Yusuf yang pendidikannya diserahkan kepada bibinya Ratu Kalinyamat di Jepara. Mendengar[1] wafatnya Maulana Yusuf yang kemudian digantikan Pangeran Muhammad yang masih kecil itu, timbullah niat Pangeran Arya untuk menjadi pengganti Raja Banten. Keinginan ini mendapat sambutan baik dari Patih Mangkubumi yang semenjak Sultan sakit memegang kendali pemerintahan. Melihat keadaan demikian, Kadhi (hakim), Senapati Pontang, Dipati Jayanegara, Ki Waduaji dan Ki Wijamanggala yang ditunjuk sebagai Wali Sultan, mengirim surat kepada Mangkubumi supaya Mangkubumi tetap setia kepada raja yang baru saja mangkat.

Sindiran halus ini dapat dipahami oleh Mangkubumi, sehingga diadakanlah rapat di antara pembesar-pembesar istana tanpa diketahui Pangeran Arya Japara. Akhirnya disetujuilah usul supaya Pangeran Muhammad tetap diangkat menjadi Raja, sedangkan roda pemerintahan untuk sementara tetap ditangani oleh Patih Mangkubumi sampai Putra Mahkota dewasa. Diaturlah cara menyampaian berita itu kepada Pangeran Japara agar tidak terjadi pertumpahan darah di antara para saudara sepupu yang akan menambah kedukaan rakyat Banten. Mangkubumi pergi dengan membawa seekor gajah kerajaan menemui Pangeran Arya Japara di luar kota, dan minta supaya Pangeran menaiki gajah tersebut dengan memakai pakaian kebesaran lengkap ke keraton, seolah-olah memang usul Pangeran Japara diterima rakyat.

Dengan diapit oleh Mangkubumi dan Ki Demang Laksamana, Pangeran Japara dan pasukannya beriringan pergi ke keraton. Sampai di tepi sungai di luar tembok benteng keraton, sebelum darpalagi, Mangkubumi memberi aba-aba untuk berhenti. Di seberang sungai, di bawah atap srimanganti, yaitu gerbang di luar istana, sudah menanti Putra Mahkota yang duduk dalam pangkuan Kadhi dikelilingi para ponggawa dan para menteri kerajaan dengan pasukan Banten yang cukup kuat. Selanjutnya, Mangkubumi menyeberangi sungai sendirian, untuk kemudian menyiagakan pasukan Banten supaya waspada apabila terjadi yang tidak dikehendaki.

Setelah persiapan beres, Mangkubumi kembali menemui Pangeran Arya Jepara, dan mengatakan bahwa ia diperintahkan Putra Mahkota untuk menghalang-halangi Pangeran Jepara dan rombongan menyeberangi sungai, dan dengan segala hormat minta supaya Pangeran segera meninggalkan Banten dengan kapal-kapal yang telah disediakan. Mengetahui muslihat Mangkubumi itu, marahlah Pangeran Jepara dan memerintahkan pasukannya untuk menyerbu keraton. Maka terjadilah pertempuran hebat di luar benteng istana. Dalam pertempuran itu Ki Demang Laksamana tewas di tangan Mangkubumi sehingga akhirnya pasukan Pangeran Arya Japara melarikan diri kembali ke Jepara. Setelah kejadian tersebut dinobatkanlah Pangeran Muhammad menjadi Raja Banten ke-3 dengan gelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan. Kadhi menyerahkan perwaliannya kepada Mangkubumi.

Masa Kemunduran

Ratu Kalinyamat tidak mempunyai anak oleh itu kemenakannya, yang dijadikan anak angkat, bernama Pangeran Jepara (anak Sultan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten), menggantikannya sebagai penguasa Jepara. Pangeran, yang diberitakan pernah berusaha menduduki tahta Banten dan berhasil menduduki Bawean ini, berkuasa sampai tahun 1599. Kekuasaannya berakhir karena pasukan Panembahan Senopati dari Mataram datang menyerbu Jepara ketika Pangeran Arya Jepara sedang di Banten karena Ayah kandungnya wafat. Jepara diduduki dan kota Kalinyamat dihancurkan. Tidak ada kabar mengenai nasib keluarga penguasa dan orang-orang penting Jepara waktu itu. Sejak saat itu pula Jepara dipimpin oleh pejabat setingkat bupati yang ditunjuk oleh Kesultanan Mataram.

Reference

  • Dalam catatan Silsilah Walisongo lan Babad Demak Bintoro di Makhtab Walisongo, Demak, Jawa Tengah
  • "Nasab silsilah Kesultanan Banten
  • Nasab silsilah Kesultanan Cirebon
  • Nasab silsilah Kesultanan Demak
  • Sejarah kota-kota lama Jawa Barat
  • Negarakerthabumi Parwa I Sargha II
  • Berita-berita sumber Eropa abad ke-15 dan k"-16 : Barros, Hendrik de Lame
  • van Naerssen, Frits Herman, R. C. de Iongh, The economic and administrative history of early Indonesia, Brill, 1977
  • Pires, Tomé, Suma Oriental
  • Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
  1. ^ http://humaspdg.wordpress.com/2010/05/06/peristiwa-menjelang-wafatnya-maulana-yusuf/