Bahasa Cirebon
Bahasa Cirebon atau Bahasa Jawa Cirebon[1][2] disebut oleh masyarakat setempat sebagai Basa Cerbon ialah bahasa yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat terutama mulai daerah Pedes hingga Cilamaya Kulon dan Wetan di Kabupaten Karawang, Blanakan, Pamanukan, Pusakanagara, sebagian Ciasem, dan Compreng di Kabupaten Subang, sebagian besar Kabupaten Indramayu (mengunakan dialek Dermayon), Ligung, Jatitujuh, dan sebagian Sumberjaya, Dawuan, Kasokandel, Kertajati, Palasah, Jatiwangi[3], Sukahaji, Sindang[4] Leuwimunding dan Sindangwangi di Kabupaten Majalengka sampai Kota dan kabupaten Cirebon serta Losari Timur di Kabupaten Brebes di Provinsi Jawa Tengah[5][6]. Pengembangan bahasa Cirebon dilakukan oleh Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC) dan Lembaga Basa lan Sastra Dermayon (LBSD) untuk Bahasa Cirebon dialek Dermayon/Dermayu.
Bahasa Cirebon BPS: 0084 2
(Basa Cerbon) | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Wilayah | Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Brebes | ||||||
Penutur | 5.100.000 | ||||||
| |||||||
Aksara Cirebon, Aksara Jawa, Pegon, aksara Latin | |||||||
Kode bahasa | |||||||
ISO 639-2 | none | ||||||
ISO 639-3 | – | ||||||
BPS (2010) | 0084 2 | ||||||
Lokasi penuturan | |||||||
Lokasi penuturan Bahasa Cirebon | |||||||
Portal Bahasa | |||||||
Pengaruh
Dahulu dialek ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad ke-15 sampai ke-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya Sunda Kuningan dan Sunda Majalengka dan juga dipengaruhi oleh Budaya Cina, Arab dan Eropa hal ini dibuktikan dengan adanya kata "Taocang (Kuncir)" yang merupakan serapan China, kata "Bakda (Setelah)" yang merupakan serapan Bahasa Arab dan kemudian kata "Sonder (Tanpa)"[7] yang merupakan serapan bahasa eropa (Belanda). Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh bahasa Jawa Baku.
Beberapa ahli percaya bahwa Sastra Cirebonan dalam bentuk tulisan telah ada sebelum permulaan zaman Hindu, dan telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat Jawa. Sebagai hasilnya dapat ditemui dua macam hasil karya sastra cirebonan, yang disebut "tembang gedhe" dan "tembang tengahan" setelah Cirebon dijadikan pusat dari penyebar agama Islam oleh walisanga, yang diperkirakan sekitar abad ke 14 - 15 masehi, "tembang cilik" yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai "tembang macapat" muncul. Setelah beberapa hasil karya sastra telah selesai ditulis, banyak cerita sejarah atau legenda menyebar ke masyarakat melalui komunikasi (tatap muka).[8]
Perdebatan bahasa Cirebon (dialek bahasa Jawa atau bahasa mandiri)
Perdebatan tentang Bahasa Cirebon sebagai sebuah bahasa yang mandiri yang terlepas baik dari bahasa Sunda maupun bahasa Jawa telah menjadi perdebatan yang cukup panjang, serta melibatkan faktor politik, pemerintahan, budaya serta ilmu kebahasaan.
Bahasa Cirebon sebagai sebuah dialek bahasa Jawa
Penelitian menggunakan angket sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar ("makan", "minum", dan sebagainya) berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata Bahasa Cirebon dengan Bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 75%, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur mencapai 76%.[9] Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya.[9]
Meski kajian linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon ”hanyalah” dialek (karena penelitian Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap Perda tersebut. Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung, Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah saja karena Perda adalah kajian politik[10]. Dalam dunia kebahasaan menurutnya, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama, bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya; kedua, atas dasar politik; dan ketiga, atas dasar linguistik.
Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari Bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa.
Artinya, ketika Perda dibuat hanya dalam lingkup wilayah Jabar, Cirebon tidak memiliki pembanding kuat yaitu bahasa Jawa. Apalagi, dibandingkan dengan bahasa Melayu Betawi dan Sunda, Cirebon memang berbeda.[10]
Bahasa Cirebon sebagai bahasa mandiri
Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut orang Jawa maupun orang Sunda[10][11]. Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon Nurdin M. Noer mengatakan, bahasa Cirebon adalah persilangan bahasa Jawa dan Sunda. Meskipun dalam percakapan orang Cirebon masih bisa memahami sebagian bahasa Jawa, dia mengatakan kosakata bahasa Cirebon terus berkembang tidak hanya ”mengandalkan” kosa kata dari bahasa Jawa maupun Sunda.
- ”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya. Jika akan dilakukan revisi atas perda tadi, kemungkinan besar masyarakat bahasa Cirebon akan memprotes.
Pakar Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat kondisi penutur yang demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. justru yang perlu dilakukan adalah melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan.[10]
Pendekatan Lauder dalam dialektometri
Selama ini bahasa Cirebon dianggap sebagai dialek dari bahasa Jawa dikarenakan beberapa pihak yang menginginkan Cirebon tetap menjadi bagian dari budaya Jawa hanya berpegang pada penelitian model Guiter saja yang mengharuskan perbedaan antar kedua subjek bahasa sebesar 80%, namun jika menggunakan pendekatan Lauder, pendekatan ini mengkritisi jumlah persentase yang diajukan guiter yaitu sebesar 80% karena menurut Lauder, cukup 70% saja dalam kajian dialektometri bagi sesuatu untuk dikatakan sebagai "bahasa" yang Mandiri.[12]
Lauder, sudah menggunakan metode yang lazim dan umum dilakukan dalam kajian dialektologi terhadap bahasa-bahasa di Indonesia, yaitu metode dialektometri, hanya yang menarik dari pandangannya itu ialah usulannya tentang modifikasi kategori persentase perbedaan unsur kebahasaan untuk menyebutkan suatu isolek sebagai bahasa atau dialek yang diajukan oleh Guiter, Guiter menitik beratkan perbedaan kebahasaan harus sekitar 80%[13][14]. Menurutnya, persentase untuk dianggap beberapa isolek sebagai bahasa yang berbeda, jika perbedannya di atas 80% terlalu tinggi untuk bahasa-bahasa di Indonesia. Karena kategori kajian guiter itu dibangun di atas data bahasa-bahasa Barat (eropa dan sejenisnya), karena itu perlu dimodifikasi. Kenyatan lain, menurutnya, ialah berdasarkan hasil penelitian berbagai bahasa daerah di Indonesia memperlihatkan perbedaan antara bahasa yang satu dengan yang lainnya hanya sekitar 65%–70% saja, dimana perbedaan kosakata antara Bahasa Cirebon dengan Bahasa Jawa adalah 75-76% yang dalam pendekatan Lauder dianggap sempurna menjadi sebuah bahasa mandiri dikarenakan menurut Lauder hanya butuh 70%[12] perbedaan saja.
Aksara Cirebon
Bahasa Cirebon dalam perjalanannya menggunakan aksara yang dikenal dengan nama Rikasara, Cacarakan Cirebon dan juga Aksara Arab Pegon. Aksara Cacarakan Cirebon merupakan jenis aksara yang bentuknya lebih dekat dengan aksara Bali ketimbang aksara Carakan Jawa.[butuh rujukan] Sementara Rikasara Cirebon[15] merupakan jenis aksara yang digunakan sebelum tahun 1650-an (abad 17) dimana para ahli berpendapat bahwa Rikasara tersebut memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa.
Aksara Rikasara Cirebon
Rikasara Cirebon yang oleh para ahli dikatakan memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa [15] memiliki tiga cara penulisan dan beberapa gaya tulis (Samengan)
- Sasandisara (cara menulis rahasia), tujuan cara penulisan ini adalah agar tulisannya tidak bisa diketahui oleh khalayak ramai, contoh cara penulisan ini dapat ditemui pada surat yang dibawa ke Banten untuk membantu pangeran Hasanuddin
- Angarasara (cara menulis umum), cara penulisan yang biasa dilakukan oleh para Ajengan (kyai atau orang terhormat) dan bersifat umum (tidak rahasia0 sehingga bisa dibaca oleh siapa saja, pada Angarasara gaya tulis atau Samengan secara garis besar dibagi menjadi beberapa yaitu, Kawatu, Layus dan Halif
- Bandasara (cara menulis rahasia dengan membalutnya dengan doa), tujuan penulisan ini sebenarnya sama dengan Sasandisara yaitu untuk hal-hal yang bersifat rahasia, hanya saja karena dibalut dengan doa pembawanya tidak sadar kalau dia sedang membawa surat penting, contohnya adalah surat yang dibawa oleh Anom Talibrata, banyak syarat-syarat yang dibalut dengan pembacaan ayat suci al-qur'an ketika membuat tulisan dengan cara Bandasara, rumitnya Polah Hikmah (aturan-aturan hikmah) yang diterapkan dalam penulisan Bandasara membuat tidak sembaragan orang dipercaya untuk menuliskannya.
-
Cacarakan Cirebon pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), desa Gamel, kecamatan Plered, kabupaten Cirebon
Alih aksara dan bahasa oleh Dodie Yulianto (filolog Cirebon), koreksi oleh Guntur Samudra (masyarakat Gamel)
Mar(a) Hadi Ngawas (dekati dengan pengawasan sungguh)
angmung ngewalen... (hanya mengerjakan walen (bahasa Indonesia : atap) )
1625 Jawa = 1113 Hijriah = 1701 Masehi -
Cacarakan Cirebon pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), desa Gamel, kecamatan Plered, kabupaten Cirebon
Alih aksara oleh Guntur Samudra ( Gamel )
Dina Ahad Jumadil ahir (pada hari minggu bulan Jumadil Akhir)
Tahun Jem Akir // 82 \\ (tahun Jim Akhir 28) -
Cacarakan Cirebon pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), desa Gamel, kecamatan Plered, kabupaten Cirebon
Papan 2a-1 (sebelah kiri)
Bengiye Matepis
Papan 2a (kiri dan kanan bagian atas) Bengiye Matepis Adinata Walen
Pada Malam Hari Menjelaskan Cara Menata (membuat) Atap. -
Cacarakan Cirebon pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), desa Gamel, kecamatan Plered, kabupaten Cirebon
Papan 2a (sebelah kanan)
Adinata Walen
Cacarakan Cirebon
Cacarakan Cirebon mencapai masa keemasannya pada periodisasi sastra sekitar abad ke 16 (tahun 1500-an) dimana sastra pesisiran berkembang pesat, seiring berpindahnya kekuasaan politik dari Majapahit ke kesultanan-kesultanan Muslim seperti Cirebon dan Demak pasca banyaknya ningrat-ningrat, sastrawan dan seniman Majaphit yang menyingkir ke Bali. Sastra Pesisiran yang berkembang pada periodisasi keemasan tersebut berusaha membalutkan nilai-nilai keislaman dengan elemen-elemen kuno dari kebudayaan Majapahit [16] Sastra Pesisiran yang turut membawa cacarakan Cirebon pada masa keemasannya dimulai ketika pengaruh Islam mulai memasuki pulau Jawa termasuk di wilayah Kesultanan Cirebon. ada setidaknya tiga pusat utama perkembangan sastra pesisiran yaitu di Gresik, Demak dan di wilayah kesultanan Cirebon yang meliputi Cirebon hingga Banten pada masa itu.
Berbeda dengan Demak yang pada masa itu menjadi rujukan bagi daerah pedalaman sekitarnya yang mayoritas dihuni oleh suku Jawa(cikal bakal daerah Mataram), perkembangan Cacarakan dan sastra pesisiran di wilayah kesultanan Cirebon tidak sehomogen dengan apa yang terjadi di Demak, heterogenitas antara pesisir Cirebon yang multi-etnis ditambah dengan pedalaman Cirebon yang juga dihuni oleh suku Sunda yang berbeda bahasa dan pola tulisan membuat Cacarakan dan sastra Cirebon mengakomodir pola-pola ucap dan kebiasaan-kebiasaan sastra dari wilayah sekitarnya sehingga menyebabkan teks-teks sastra yang berasal dari wilayah kesultanan Cirebon walau ditulis dengan pola aksara carakan yang tidak jauh berbeda (Cirebon menerapkan pola aksara cacarakan dengan gaya satu tembok sementara Jawa menerapkan pola carakan dengan gaya dua tembok) namun teks-teks tersebut tidak dimengerti oleh pembaca dari wilayah Jawa bagian tengah[16].
Cacarakan Cirebon menurut TD Sudjana pada awalnya berasal dari Pallawa yang menyebar di Nusantara , para aristokrat yang menggunakan Pallawa sebagai aksara ini kemudian mengembangkan pola-pola aksara di wilayah yang diperintahnya, dan kemudian menjadi aksara daerahnya masing seperti aksara Carakan Jawa, Sunda dan Aksara Cacarakan Cirebon, oleh karena itu Cacarakan Cirebon oleh budayawan Cirebon TD Sudjana dikiaskan sebagai sesuatu hal yang memiliki makna budi luhur sebagai penunjang tegaknya ahlak bangsa dan kepribadian bangsa. [16]
Kosakata
Sebagian besar kosa kata asli dari bahasa ini memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik. Memang bahasa Cirebon yang dipergunakan di Cirebon dengan di Indramayu itu meskipun termasuk bahasa Jawa, mempunyai perbedaan dengan “bahasa Jawa baku”, yaitu bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang berpegang kepada bahasa Jawa Solo. Dengan demikian, sebelum 1970-an, buku-buku pelajaran dari Solo tak dapat digunakan karena terlalu sukar bagi para murid (dan mungkin juga gurunya). Oleh karena itu, pada 1970-an, buku pelajaran itu diganti dengan buku pelajaran bahasa Sunda yang dianggap akan lebih mudah dimengerti karena para pemakai bahasa Sunda “lebih dekat”. Akan tetapi, ternyata kebijaksanaan itu pun tidak tepat sehingga muncul gerakan untuk menggantinya dengan buku dalam bahasa yang digunakan di wilayahnya, yaitu Bahasa Jawa dialek Cirebon.[17] namun penerbitan buku penujang pelajaran bahasa daerah yang terjadi tahun selanjutnya tidak mencantumkan kata "Bahasa Jawa dialek Cirebon" lagi, akan tetapi hanya menggunakan kata "Bahasa Cirebon" hal ini seperti yang telah dilakukan pada penerbitan buku penunjang pelajaran bahasa cirebon pada tahun 2001 dan 2002. "Kamus Bahasa Cirebon" yang ditulis oleh almarhum bapak Sudjana sudah tidak mencantumkan Kata "Bahasa Jawa dialek Cirebon" namun hanya "Kamus Bahasa Cirebon" begitu juga penerbitan "Wyakarana - Tata Bahasa Cirebon" pada tahun 2002 yang tidak mununjukan lagi keberadaan Bahasa Cirebon sebagai bagian dari Bahasa Jawa, namun menunjukan eksistensi Bahasa Cirebon sebagai bahasa yang mandiri.
Perbandingan bahasa Cirebon Bagongan (bahasa rakyat)
Berikut merupakan perbandingan antara bahasa Cirebon dengan bahasa lainnya yang dianggap serumpun, yaitu bahasa Jawa Banten[18], Bahasa Jawa dialek Tegal dan Pemalangan serta Bahasa Jawa Baku (dialek Surakarta - Yogyakarta) dalam level Bagongan atau Bahasa Rakyat.
Banten Utara | Cirebonan & Dermayon[19] | Banyumasan | Tegal, Brebes | Pemalang | Solo/Jogja | Sunda Priangan | Indonesia |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Ateng | Adi / kacung | Adi | Adi | Adi | Adi | Dede | Adik Laki-laki |
Nong | Nok | Senok | Genduk | Dede | Adik Perempuan | ||
kita | kita/reang/isun/nyong (Subang/Cilamaya) | inyong/nyong | inyong/nyong | nyong | aku | urang | aku/saya |
sire | sira/ko (Subang) | rika/ko | koen | koe | kowe | maneh | kamu |
pisan | pisan | banget/temen | nemen/temen/pisan | nemen/temen/teo | tenan | pisan | sangat |
keprimen | kepriben/priwe/primen/priben/prime/prime/priwen | kepriwe | kepriben/priben/pribe | keprimen/kepriben/primen/prime/priben/pribe | piye/kepriye | kumaha | bagaimana |
ore | ora/beli | ora | ora/belih | ora | ora | henteu | tidak |
manjing | manjing | mlebu | manjing/mlebu | manjing/mlebu | mlebu | asup | masuk |
arep | arep/pan | arep | pan | pan/pen/ape/pak | arep | arek | akan |
sake | sing | sekang | sing | kadi/kading | såkå | ti | dari |
kelambi | Kelambi | Kelambi | Kelambi | Kelambi | Kelambi | Acuk | Pakaian |
Kulon | Kulon | Kulon | Kulon | Kulon | Kulon | Kulon | Barat |
Tuku | Tuku | Tuku | Tuku | Tuku | Tuku | Meuli | Beli |
Durung | Durung | Durung | Durung | Durung | Durung | Acan | Belum |
Kependak | Ketemu | Ketemu | Ketemu | Ketemu | Kepetuk/Ketemu | Kapendak | Bertemu |
Bise | Bisa | Bisa | Bisa | Bisa | Bisa | Bisa | Bisa |
Lan | Lan | Lan | Lan | Lan | Lan | Jeung | Dan |
Teke | Teka | Teka | Teka | Teka | Teka | Datang | Datang |
Kare | Karo | Karo | Karo | Karo | Karo | Sareng | Dengan |
Entek | Entok | Entong | Entek | Entek | Entek | Séép | Habis (* kasepan = kehabisan barang karena terlambat datang) |
Perbandingan bahasa Cirebon Bebasan (bahasa halus)
Berikut ini adalah perbandingan antara bebasan (Bahasa Halus) Cirebon, bebasan Pemalangan, dengan bebasan Banten[18]
Banten Utara | Cirebonan & Dermayon[7] | Pemalangan/Tegalan | Sunda Priangan | Indonesia |
---|---|---|---|---|
Kasih | Jeneng/wasta/nami/asmi | Jeneng/nami/asmi | Nami | Nama |
Boten | Mboten | Mboten | Henteu | Tidak |
Teteh | Rara/Yayu | Mbak/mbakyu | Teteh | Kakak perempuan (mbak) |
Koh/iku/puniku | Kuh/puniku | Puniku/niku | Eta | Itu |
Kepetuk | Kepanggih | Kepanggih | Kapendak | Ketemu |
Iki | Niki | Niki | Ieu | Ini |
nggih | Inggih | Inggih/nggih | Muhun | Ya |
Ugi | Ugi | Ugi | Oge | Juga |
Kelipun | Punapa | Punåpå | Naha | Kenapa |
Hampura | Hampura | Ngapunten | Hapunten | Maaf |
Sege | Sekul | Sekul | Sangu | Nasi |
Linggar | Kesah | Tindak/kesah | Angkat | Pergi |
Darbe | Gadah | Gadah | Gaduh | Punya |
Seniki | Seniki | Sakniki | Dinten ieu | Sekarang |
Matur nuhun | Matur kesuwun/kesuwun | Matur nuwun | Hatur nuhun | Terima kasih |
Ayun ning pundi | Bade teng pundi | Bade teng pundi | Bade kamana | Mau ke mana? |
Pasar | Peken | Peken | Pasar | Pasar |
Salah | Sawon | Salah | Salah | Salah |
Kule | Kula | Kulå | Kuring | Saya |
Uning | Uning/Sumerep | Ngertos/Sumerep | Ngartos | Tahu |
Bangkit | Saged | Saged | Tiasa | Bisa |
Napik | Sampun/mpun | Sampun | Ulah | Jangan |
Nire | Sampeyan / Panjenengan | Panjenengan | Anjeun | Anda |
Cepe | Cape | Cape | Saur | Kata |
Gelem | Bade | Bade | Bade | Mau |
Sare | Kulem | Sare/Tilem | Kulem | Tidur |
Mantuk | Wangsul | Wangsul/Mantuk | Wangsul | Pulang |
Saus | Mawon | Mawon | Wae/Bae | Saja |
Wau | Wau | Wau | Tadi | Tadi |
Maler | Maksih | Taksih/Tesih | Masih | Masih |
Berikut adalah Kamus yang berisi kosakata bahasa Cirebon Bagongan, Bahasa Cirebon Bebasan, Indramayu Ngoko dan Indramayu Krama (Masyarakat Indramayu menyebut Bahasa Bagongan dengan sebutan Bagongan atau Ngoko dan Bebasan dengan sebutan Krama atau Besiken[20]) serta terjemahannya dalam Bahasa Indonesia
Cirebon Bagongan | Cirebon Bebasan | dialek Indramayu Bagongan / Ngoko[21] | dialek Indramayu Krama / Besiken[21] | Bahasa Indonesia | Penjelasan |
---|---|---|---|---|---|
Abad | ? | Abad | Lestantum | Abad | |
Abang | Abrit | Abang | Abrit | Merah | |
Abot | ? | Abot | Awrat | Berat | |
Adi | Adi | Adik (Secara Umum Laki-Laki dan Perempuan) | |||
Nang / Enang | Ayi | Nang | Rayi | Adik (Laki-Laki) | |
Adoh | Tebih | Adoh | Tebih | Jauh | |
Adol | Sadean | Adol | Sadean | Dagang | |
Adu | Aben | Adu | Aben | Adu | |
Adus | Siram | Adus | Siram | Mandi | |
Adhem | ? | Adhem | Asrep | Sejuk | |
Agama | Agami | Agama | Agami | Agama | |
Aja | Sampun | Jangan | (Sampun teng Riku! = "Jangan Disitu!" | ||
Akeh | Katah | Akeh | Katah | Banyak | |
Kakang | Raka | Kakang | Raka | Kakak Laki-Laki | |
Aki | Ki | Kaki | ? | Kakek | |
Aku | Akên | Aku (Mengaku) | ngaken (mengaku) | ||
Alas / Luwung | Wana | Alas | Wana | Hutan | |
Alih | ? | Pindah | (Ingsun sampun ngalih teng Kuningan = Saya sudah pindah ke Kuningan) | ||
Amarga | Amargi | Akibat | (amargi ingsun mboten uning kepripun pakemipun basa Bebasan Cirebon ingkang leres = akibatnya saya tidak tahu bagaimana peraturan bahasa Bebasan Cirebon yang benar) | ||
Aig / Age | Aglis | Cepet / Gage | Enggal | Segera | |
Amba | Wiwir | Amba | Wiyar | Luas | |
Ambir | Supadon | Biar | |||
Amit /Permisi | ? | Amit | Nuwun Sewu | Permisi | |
Ana | Wonten | Ana | Wonten | Ada | |
Angel | Sesah | Angel | Sesah | Susah | |
Angon | Angen | Angon | Angen | Gembala | Ngangon Kebo (Menggembala Kerbau) |
Angot | ? | Kumat | Kimat | Kambuh | |
Antarane | Antawise | Antarane | Antawise | Antaranya | |
Apa | Punapa | Apa | Punapa | Apa | |
Apik | Sae | Apik | Sae | Baik | |
Aran | Jeneng/wasta/
nami/asmi |
Aran | Jeneng/wasta/
nami/asmi |
Nama | |
Arep | Ajeng | Arep | Ajeng | Akan | |
Arep mendhi | Bade pundi | Arep mendhi / Garep Mendhi | Bade pundi | Mau ke mana? | |
Asli | ? | Asli | Sesupe | Asli | |
Asu | ? | Asu | Segawon | Anjing | |
Ati | Manah | Ati | Manah | Hati | |
Aturan | Pakem | Aturan | |||
Awan | Siyang | Awan | Rina / Siang | Siang | |
Awak | Selira / Badan | Awak | Salira / Badan | Badan | |
Ayam | Sawung | Ayam | Sawung | Ayam | |
Bae | Mawon | Bae | Mawon | Saja | |
Bagen | Sanggine | Bagen | Kêrsanipun | Biarkan | |
Bagus | Sae | Bagus | Sae | Bagus | |
Baka | Menawi | Baka | Menawa | Kalau | |
Balik | Wangsul | Balik | Wangsul | Pulang | |
Banyu | Toya | Banyu | Toya | Air | |
Bapak | Rama | Bapak | Rama | Bapak | |
Batur | Rencang | Batur | Rencang | Kawan | |
Banyu | Toya | Banyu | Toya | Air | |
Bari | Kaliyan | Bareng | Sesarengan | Bersama | |
Bawi | ? | Celeng | Andhapan | Babi | |
Bebek | ? | Bebek | Kambangan | Bebek | |
Belah | Palih | Belah | Palih | Sepalih (sebelah) | |
Beli / Ora | Boten | Tidak | |||
Bênêr | Lêrês | Bênêr | Lêrês | Benar | |
Bendrongan | ? | Main Musik | (Main Musik Dengan Alat Seadanya disebut "Bendrongan" | ||
Bêngên | Rumiyen | Bêngên | Rumiyin / Sengen | Dahulu | |
Bêngi | Dalu | Bêngi | Dalu | Malam | |
Beras | Uwos | Beras | Uwos | Beras | |
Bobad | ? | Bobad | Bohong | ||
Bocah / Anak | Lare | Anak | Lare | Anak | |
Bokat | ? | Takut / Barangkali | "aja ning ngerep nok..!!, bokat ketendang!" (jangan di depan nak!! (perempuan), Takut tertendang!)
"isun arep ngulur batur-batur nang alun-alun, bokat bae ana mengkana" (saya hendak mencari anak-anak di alun-alun, barangkali saja ada di sana) | ||
Bonggan | ? | Awas! | Digunakan ketika kesal pada sesuatu atau Menantang | ||
Brêsi | Rêsik | Bersih | Rêsik | Bersih | |
Bubar | Bibar | Bubar | Bibar | Bubar | |
Bulit | ? | Curang | |||
Buri | Wingking | Buri / Guri | Wingking | Belakang | Nang Buri, Teng Wingking (Di Belakang) |
Buru-Buru | Kêsusu | Buru-Buru | Bujêng-bujêng | Tergesa-gesa | |
Buwang | Bucal | Buwang | Bucal | Buang / Melemparkan | |
Cangkêm | Lêsan | Cangkêm / Tutuk | Lêsan | Mulut | |
Caos | Seba | ? | ? | Menghadap / Menemui | |
Carita | ? | Crita | Crios | Cerita | |
Cêg | ? | Cêkêl | Ngasta | Pegang | Cêgcêgan (Pegangan) |
Cilik | Alit | Cilik | Alit | Kecil | |
Coba | Cobi | Coba | Cobi | Coba | |
Cungur / Irung | ? | Irung | Grana | Hidung | |
Cukur | Paras | Cukur | Paras | Cukur | |
Dadi | Dados | Dadi | Dados | Jadi | |
Dagang | Sadean | Dagang | Sadean | Dagang | |
Dake | Gadah | Punya (Dapat) | |||
Dalan | Dêrmagi | Dalan | Marga | Jalan | |
Dandan | ? | Dandan | Dandos | Berhias | |
Dawuk | ? | Dewasa | |||
Dêlêng | Ningali | Dêlêng | Ningali / Mirsani | Melihat | |
Dhadha | Jaja | Dhadha | Jaja | Dada | |
Damar | Pandhêm | Damar | Pandam | Lampu | |
Dêmên | Tresna | Dêmên | Tresna | Cinta | |
Dêmplon | ? | Seksi | |||
Dêngkul / Tur | ? | Dêngkul | Jengku | Lutut | |
Dewek | Piyambêk | Sendiri | |||
Di | Di | Di | Dipun | Di (Imbuhan) | Cirebon Bebasan: "Dibarokahi", dialek Indramayu Krama: "Dipun Barokahi" |
Dina | Dintên | Dina | Dintên | Hari | (Sedinten-dinten = Sehari-hari) |
Dolan | ? | Dolan | ? | Main | |
Dom | Jarum | Dom | Jarum | Jarum | |
Doyan | Purun / Kersa | Doyan | Purun / Kersa | Suka / Mau | |
Duit | Yatra | Duit | Yatra | Uang | |
Dulung | Ndahari | Dulang | Ndahari | Suap (Makan) | |
Durung | Dêrêng | Durung | Dêrêng | Belum | |
Duwe | Gadah | Duwe | Gadah | Punya | |
Duwur | Inggil | Duwur | Inggil | Tinggi | |
êling | êmut | êling | êmut | Ingat | |
êmbah | êyang | êmbah | êyang | Kakek-Nenek | |
Embuh | Wikan | Embuh | Kirangan / Wikan | Tidak Tahu | |
? | ? | Embun-embunan | Pasundulan | Embun-embun | |
Emong | Boten | Emong | Mboten | Tidak Mau | |
Enak | Eca | Enak | Eca | Enak | |
êndas | Sirah | Kepala | |||
êndhêp | êndhap | êndhêp / Cindek | êndhap | Pendek | |
êndi | Pundi | êndi | Pundi | Mana | |
êndog | Tigan | êndog | Tigan | Telur | |
êngko | Ajeng | Nanti | |||
ênom | ênêm | ênom | ênêm / timur | Muda | |
êntêk | Têlas | êntok | Têlas | Habis | |
Enteni | ? | Enteni | Entosi | Menunggu | |
Erti | Ertos | Arti | (Ngertos = Mengerti) (Basa Iku alat Komunikasi, Umpami panjenengan ngertos ya leres! = Bahasa itu alat komunikasi kalau anda mengerti ya bagus!) | ||
Esuk | Enjing | Esuk | Enjing | Pagi | |
Etung | Etang | Etung | Etang | Hitung | |
Gajah | Liman | Gajah | Liman | Gajah | |
Gampang | Gampil | Gampang | Gampil | Mudah | |
Ganti | Gantos | Ganti | Gantos | Ganti | |
Gawa | Bakta | Gawa | Bakta | Bawa | mbakta (Membawa), Gawaan / bektan (Barang Bawaan) |
Gawe | Damel | Gawe | Damel | Kerja | |
Gedang | Pisang | Pisang | |||
Gede | Ageng | Besar | |||
Gêlêm | Purun | Gêlêm | Purun | Mau | |
Gelang | Binggel | Gelang | Binggel | Gelang | |
Gelung | Ukel | Gelung | Ukel | Gulung | |
Gemuyu | Gemujeng | Gemuyu | Gemujeng | Tertawa | |
Gen | Ugi | Juga | |||
Genap | Jangkep | Genap | Jangkep | Lengkap | |
Geni | Brama | Geni | Brama | Api | |
Gering / Kuru /Pêyang | ? | Gering | Kera | Kurus | |
Getek | ? | Geli | |||
Getih | Rah | Getih | Rah | Darah | |
Gigir | Pêngkêran | Gigir | Pêngkêran | Punggung | |
Godhong | Ron | Godhong | Ron | Daun | |
Golek | ? | Golek | Pados | Wayang Kayu (Golek) | |
Gugah | Wungu | Gugah | Wungu | Bangun | |
Gula | Gêndis | Gula | Gêndis | Gula | |
Gulu | Jangga | Gulu | Jangga | Leher | |
Gawean | Damelan | ? | Guneman | Pekerjaan | |
Guyon | Gujêng | Guyon | Gujêng | Bercanda | Gegujengan (Bercandaan) |
Idêp | Ibing | Idep | Ibing | Bulu Mata | |
Idu | Kecoh | Idu | Kecoh | Ludah | |
Iga | ? | Iga | Unusan | Iga | |
Ijo | Ijêm | Ijo | Ijêm | Hijau | |
Ilang | Ical | Ilang | Ical | Hilang | |
Ilat | Lidah | Ilat | Lidah | Lidah | |
Imbuh | ? | Imbuh | Tanduk | Tambahan | |
Inep | ? | Inep | Sipeng | Bermalam | |
Ingu | Ingah | Ingu | Ingah | Pelihara | |
Irêng | Cêmêng | Irêng | Cêmêng | Hitam | |
Isor | Andhap | Isor | Andhap | Bawah | |
Isin | Lingsem | Isin | Lingsem | Malu | |
Isun | Ingsun / Kula | Reang / Kita | Kula | Saya | |
Iwak | Ulam | Iwak | Ulam | Ikan | |
Iya | Inggih | Iya | Inggih | Ya | |
Jaga | Raksa | Jaga | Reksa | Jaga | Njaga, Ngraksa (Menjaga) |
Jago | Sawung | Jago | Sawung | Ayam Jago | |
Jagong | Linggih | Dodok | Linggih | Duduk | |
Jala | Jambêt | Jala | Jambêt | Jala | |
Jalir | ? | ? | ? | Pelacur | |
Jaluk | Pundhut | Jupuk / Jokot | Pendhet | Ambil | |
Jamu | Jampi | Jamu | Jampi | Jamu | |
Jaran | ? | Jaran | Titihan | Kuda | |
Jare | Cape | Jare | Criyos | Kata (Ucap) | Cirebonan: "Cape sinten?" (Kata (ucap) siapa?) |
Jenggot | ? | Jenggot | Gumbala | Jenggot | |
Jêriji | ? | Driji | Racikan | Jari | |
Jero | Lebet | Jero | Lebet | Dalam | |
Jingkat | ? | Kaget | Kejot | Terkejut | |
Joget | ? | Joged | Beksa | Goyang | |
Kabar / Warta | Wartos | Kabar / Warta | Wartos | Berita | |
Kabeh | Sedantên | Kabeh | Sêdaya | Semua | |
Kabênêran | Kalêrêsan | Kabêran | Kêlêrêsan | Kebetulan | |
Kaca | Kaca | Paningalan | Kaca | ||
Kae | Punika | Kaen | Punika | Itu (Dekat dengan si Pembicara) | |
Kali / Lêpên | Benawi | Kali / Lêpên | Benawi | Sungai | |
Kalung | ? | Kalung | Sangsangan | Kalung | |
Kandha | ? | Kandha | Sanjang | Bercerita | |
Kanggo | Kangge | Kanggo | Kangge | Untuk | |
Karang | Kawis | Karang | Kawis | Karang | |
Karena | Kêrantên | Karena | |||
Kari | Kantun | Kari | Kantun | Sisa (Tinggal Terakhir) / Tertinggal / Terakhir | Kantun-kantun (akhirnya) |
Karo | Kaliyan | Karo | Kaliyan | Bersama | Teng bioskop kalian sinten inggih? (Di bioskop bersama siapa, ya?) |
Karo | Sareng | Karo | Dengan | (Garam sareng Gendhis dicampur mawon Kang! = "Garam dengan Gula dicampur aja Kang!") | |
Katon | Kêtingal | Katon | Kêtingal | Dapat dilihat | |
Katok / Cangcut | Lancing | Katok | Lancing | Celana dalam | |
Kaweruh | Kaweruh | Seserepan | Pengetahuan | ||
Kaya / ala-ala | Kados | Kaya | Kados | Seperti | (Kados Mekoten = Sepeti Begitu / Seperti Itu) |
Kayu | Kajeng | Kayu | Kajeng | Kayu | |
Kebanjur | ? | Kebanjur | Kelajeng | Tersiram | |
Kêbo | ? | Kêbo | Maesa | Kerbau | |
Kêdêr | Ewed | Kêdêr | Ewed | Bingung | |
Kelanjutan | Kelanjêngan | Kelanjutan | |||
Kelapa | Kerambil | Kelapa | Kerambil | Kelapa | |
Keliru | Klentu | Keliru | |||
Kembang | Sekar | Kembang | Sekar | Bunga | |
Kêmit | ? | Jaga (Tugas Jaga) | Kêmit Desa (Orang yang menjaga Desa) | ||
Kêmul | Singep | Kêmul | Singep | Selimut | |
Kên / Kahin / Jarit | Sinjang | Jarit | Sinjang | Kain | |
Kene | Riki | Kene | Riki | Sini | |
Kêponakan | Kêpênakan | Kêponakan | Kêpênakan | Keponakan | |
Kêpriben | Kêpripun | Kêpriben | Kêpripun | Bagaimana | |
Kêramas | Jamas | Kramas | Jamas | Keramas | |
Kêrasan / Bêtah | ? | Krasan | Kraos | Betah | |
Kêringet | Riwe | Kêringet | Riwe | Keringat | |
Kêris | ? | Keris | Duwung | Keris | |
Kêrtas | Dalancang | Kertas | Dlancang | Kertas | Cirebonan: "Daluwang" (Kertas yang terbuat dari Kulit Kayu) |
Kêtara | Ketara | Ketawis | Jelas | ||
Kêtemu | Kêpanggih | Kêtemu | Kêpanggih | Bertemu | |
Kêtuwon | ? | Percuma / tidak dilayani dengan baik | |||
Kêyok | ? | Kalah | Kawon | Kalah | Kekalahan (Cirebon: Kasoran) |
Kie | Puniki / Kih | Enya / Kien | Puniki / Niki | Ini | |
Kijing | Sekaran | Kijing | Sekaran | Gilang Makam | |
Kira | Kinten | Kira | Kinten | Kira (Perkiraan) | Kinten-Kinten (Kira-Kira) |
Kirim | Kintun | Kirim | Kintun | Kirim | |
Klambi | Rasukan | Klambi | Rasukan | Pakaian | |
Kongkon | Kengken | Kongkon | Kengken | Suruh | |
Kuburan | Pasarean | Kuburan | Pasarean | Kuburan | |
Kudu / Mesthi | Kedah | Kudu | Kedah | Harus | |
Kuku | ? | Kuku | Kenaka | Kuku | |
Kulon | Kulen / Kulwan | Kulon | Kulen | Barat | |
Kumat | Kumat | Kimat | Kumat | ||
Kumpul | Kêmpal | Kumpul | |||
Kuno | Kina | Kuno | Kuno | ||
Kuning | Jener | Kuning | Jenar | Kuning | |
Kuping | Talinga | Kuping | Talingan | Telinga | |
Kurang | Kirang | Kurang | Kirang | Kurang | |
Kuwasa | Kuwasa | Kuwaos | Kuasa | ||
Kuwatir | Kuwaos | Khawatir | |||
Kuwayang | ? | Terbayang | |||
Kuwe | Kuh / Puniku | Kuwen | Kuh / Puniku | Itu | (Jauh dari si pembicara) |
Lahiran | ? | Bayen | ? | Melahirkan | |
Lain | Dudu / Sanes | Dudu | Sanes | Bukan | |
Laka | Botên wêntên | Langka | Botên wêntên | Tidak Ada | |
Laki | Jali | Suami | |||
Lama | Dangu | Lawas | Lami / Dangu | Lama | |
Lamun | Bilih | Seandainya | |||
Lamun | Umpami | Umpama | |||
Lanang | Jali | Lanang | - | Laki-laki | |
Larang | Hawis | Larang | Awis | Mahal | |
Lenga | Lisa | Minyak | |||
Lenga Latung | Lisa latung | Minyak tanah | |||
Lêwih | Langkung | Lebih | |||
Lima | Gangsal | Lima | Gangsal | Lima | |
Lunga | Kesah | Pergi | |||
Lupa | Lêpat | Klalen | Kesupen | Lupa | |
Luru | Ngilari | Cari | |||
Luru | Nggulati | Cari | |||
Mabok | Mêndhêm | êndhêm | Mêndhêm | Mabuk | |
Maca | Maos | Baca | |||
Manfaat / Faedah | Guna | Manfaat / Faedah | Gina | Manfaat | |
Mangan | Dahar | Makan | |||
Mangkat | Tindak | Berangkat | |||
Maning | Malih | Lagi | |||
Manjing | Mlebet | Masuk | |||
Mata | Soca | Mata | |||
Mati | Pejah | Mati | |||
Mayid | Laywan | Jisim | Layon | Jenazah | |
Melu | Milet | Ikut | |||
Mencleng | ? | Lompat | |||
Mêngana | Mrika | Kesana | |||
Mênê | Mriki | Kesini | |||
Mêngkonon | Mêngkotên | Begitu | |||
Mêtu | Medal | Keluar | |||
Mlaku | Mlampah | Berjalan | |||
Mlayu | Mlajeng | Lari | |||
Mungkin | ? | Mungkin | |||
Nang / Ning | Teng | Di (Tempat) | |||
Nang Arep | Teng Ajeng | Di Depan | |||
Nang Isor | Teng Andap | Di Bawah | |||
Nang kana | Teng Riku | Di situ | |||
Nang Mendhi | Teng Pundi | Dimana | |||
Nini | ? | Nini | ? | Nenek | |
Ngaji | Ngaos | Mengaji | |||
Nginum | Ngombe | Minum | |||
Nguyu | Nyeni | Kencing | |||
Olih | Angsal | Mendapat | |||
Omong | Gunêm | Catur | Ngendika | Bicara | |
Pada | Sami | Sama | |||
Pada bae | Sami mawon | Sama saja | |||
Pancal | ? | Tendang | |||
Papat | Sêkawan | Empat | |||
Parêk | Cakêt | Dekat | |||
Pasar | Pêkên | Pasar | |||
Pate | Padem | Padam | |||
Pati | Patos | Pati | Patos | Terlalu | Beli Pati Doyan (Tidak Terlalu Suka) |
Payung | Pajeng | Payung | Pajeng | Payung | |
Pêrabot | Pêranti | Abah | Pirantos | Perabotan | |
Pêrcaya | Pêrcantên | Percaya | |||
Lawang | Kontên | Lawang | Kontên | Pintu | Lawang arep (Pintu Depan), Lawang Gada (Pintu Gerbang)keramas |
Pira | Pintên | Berapa | |||
Piring | ? | Ajang | Ambeng | Piring | |
Polah | ? | oleh / laku | akeh polah (banyak perlakuan, banyak tingkah) | ||
Punten | Hampura | Maaf | |||
Purun | ? | Mau | Panjenengan purun?(kamu mau?) | ||
Putih | Pethak | Putih | |||
Rabi / Kurên | Istri | Bojo | Sema | Istri | Sekurên = Sejodoh |
Rada | Rabi | Agak | Rada Manis (agak manis) | ||
Rewel | ? | Cerewet | |||
Ro / Rua | Kalih | Dua | |||
Rungu | Pireng | Rungu | Midhanget | Dengar | Ngrungu, Mireng (Mendengar) |
Sabên | Unggal | Setiap | |||
Salah | Sawon | Salah | |||
Sambut | Sambêt | Pinjam | |||
Sapa | Sintên | Siapa | (Kaliyan Sinten? "Sama Siapa?") | ||
Sawah | Sabin | Sawah | |||
Sedang | Siweg | Sedang (Melakukan) | (Siweg Punapa? "Sedang Apa") | ||
Sega | Sêkul | Nasi | |||
Sejen | Liya | Lain | (Mangga diterasken Liya-liya ae = "Silahkan diteruskan lain-lainnya") | ||
Sekien | Sêniki | Sekarang | |||
Sekiki | Benjing | Sukiki | Benjing | Besok | |
Senajan / Ari | Menawi | Ari | Menawa | Walau | |
Seneng | Bungah | Berag | Bingah | Senang | |
Setitik | Sakedik | Sedikit | |||
Siji | Sêtunggal | Satu | |||
Sira | Panjenengan | Anda | |||
Sira | Panjênêngan | Kowe / Sira | Sampeyan / Panjenengan | Kamu | |
Srog | Mangga | Enya | Mangga | Silahkan Ambil | Cirebonan: "Ya Asrog (Silahkan Ambil)" |
Suwe | Suwe | Lami | Lama | ||
Ya | Mangga | Ayo / Elos | Mangga | Silahkan | Cirebon: "Ya Asrog (Silahkan Ambil)" |
Taken | Dangu | Takon | Taken | Tanya | Andangu (Bertanya) |
Tamu | Sema | Tamu | |||
Tanduk | Singat | Tanduk | Singat | Tanduk | |
Teka | Dugi | Teka | Dugi | Tiba | |
Telu | Tiba | ? | ? | Tiga | |
Terus | Teras | Teruskan | |||
Tua | Sepuh | Tua | |||
Tuku | Tumbas | Beli | |||
Tur | Tunten | Bacut | Lajeng | Selanjutnya | |
Turu | Kilem / Tilem / Kulem | Tidur | |||
Umah | Griya | Rumah | |||
Untap | ? | Durhaka | |||
Upai | Sukani | Upai | Sukani | Beri | Ngupai, Nyukani (Memberi) |
Urip | Gesang | Hidup | |||
Uwis | Sampun | Sudah | |||
Wadon | Istri | Perempuan | |||
Waktu | Sela | Waktu | Waktos | Waktu | |
Wanci | Wayah | Saat | |||
Wareg | Tuwuk | Kenyang | |||
Wong | Tiyang | Orang | |||
Wulan | Sasi | Bulan | |||
? | Kajaba | Kecuali | |||
? | Lan | Dan | |||
? | Jentik | Kelingking | |||
? | Leb | Tutup | "Dileb = Ditutup" (Penggunaan Pada "Pintu") | ||
? | Maksad | Maksud | (Maksadipun = Maksudnya) | ||
? | Wiraos | Bicara | |||
Belajar | Sinau / Ginau | Belajar | Sinau | Belajar | |
? | Kah | Itu | (dekat dari si pembicara) | ||
? | Waras | Sehat | |||
? | Bethek | Adang | Bethak | Menanak Nasi | |
? | Serat | Jungkat | Serat | Serabut / Serat | |
? | ? | Kengulu | Kajang | Bantal |
Dialek Bahasa Cirebon
Menurut Bapak Nurdin M. Noer Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon, Bahasa Cirebon memiliki setidaknya ada beberapa dialek, yakni Bahasa Cirebon dialek Dermayon atau yang dikenal sebagai Bahasa Indramayuan, Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh) atau Bahasa Jawa Separuh, Bahasa Cirebon dialek Plered dan dialek Gegesik (Cirebon Barat wilayah Utara)[butuh rujukan]
Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh)
Dialek Jawareh atau disebut juga sebagai Jawa Sawareh (separuh) merupakan dialek dari Bahasa Cirebon yang berada disekitar perbatasan Kabupaten Cirebon dengan Brebes, atau sekitar Perbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kuningan. Dialek Jawareh ini merupakan gabungan dari separuh Bahasa Jawa dan separuh bahasa Sunda.[22]
Bahasa Cirebon dialek Dermayon
Dialek Dermayon merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan secara luas di wilayah Kabupaten Indramayu, menurut Metode Guiter, dialek Dermayon ini memiliki perbedaan sekitar 30% dengan Bahasa Cirebon sendiri. Ciri utama dari penutur dialek Dermayon adalah dengan menggunakan kata "Reang" sebagai sebutan untuk kata "Saya" dan bukannya menggunakan kata "Isun" seperti halnya yang digunakan oleh penutur Bahasa Cirebon.[butuh rujukan]
Bahasa Cirebon dialek Plered, Panguragan dan Cirebon Lor (Cirebon Barat dan Utara)
Dialek Plered dan Lor merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan di wilayah sebelah barat dan utara Kabupaten Cirebon, serta Krangkeng, Indramayu. Dialek ini dikenal dengan cirinya yaitu penggunaan huruf "o" yang kental, misalkan pada Bahasa Cirebon standar menggunakan kata "Sira", dialek Kabupaten Cirebon bagian Barat dan Utara (Kapetakan,Suranenggala) dan Krangkeng, Indramayu ini menggunakan kata "Siro" untuk mengartikan "Kamu", kata "Apa" menjadi "Apo", Ora menjadi "Oro", Gawa (membawa) menjadi "Gawo", Sapa menjadi "Sapo", dan Jendela menjadi "Jendelo". Penutur dialek yang menempati kawasan barat dan Utara Kabupaten Cirebon ini lebih mengekspresikan dirinya dengan sebutan "Wong Cirebon", berbeda dengan Penduduk Kota Cirebon yang menggunakan Bahasa Cirebon standar (Sira) yang menyebut diri mereka sebagai "Tiang Grage", walaupun antara "Wong Cirebon" dan "Tiang Grage" memiliki arti yang sama, yaitu "Orang Cirebon" [22]
Parikan Cirebon dialek Plered (Pantun Cirebon)
Berbalas pantun atau Parikan dalam Bahasa Cirebon dialek Plered antara Widudung Hamdan, Sipo dan Wahyu Pawaka
Widudung Hamdan:
Uwoh srikayo di paih tawas...
Sambel trasi enak di pangan..
Kayo kayo atine kulo keloas.
Inget rabi langko ning iringan..
maso iyo, digawo-gawo menggawe
Sipo:
Angon wedus ning jagat dermayu
Pengen adus mung sayang langko banyu
Widudung Hamdan:
ano sego dimot ning kardus..
Tuku srabi oline combo..
Ang sipo bli usoh adus..
Daripado rabi bli ngengumbo..
Wahyu Pawaka:
Isuk-isuk tuku srabi...
Tukue bari ngejer layangan...
Usuk-isuk ngobrol rabi...
Gawe kesirian wong bujangan...
Widudung Hamdan:
Miyang meng grage tuku penganan..
Olih berkat iwak cemplunge ano sing ngicipi..
Mulane gen gage kawinan..
Engko mangkat menggawe ano sing ngambunge pipi...
adaaaaauuw...
Wahyu Pawaka:
Uler gendon ngereketi pelem...
Olih berkat olih apem...
Nonton wayang langka tarube...
Bocah wadon durung ana kang gelem...
Bokat ana kang gelem...
Hayuh miyang ning pak lebe...
hehee...
Widudung Hamdan:
Gawe adon-adon kanggo gawe apem..
Tukuh sarung plekat larang regane..
Duduh saking wadon bli gelem..
Saking durung niat bae lanange..
glegek ndipit...
akaka...
Bahasa Cirebon dialek Gegesik (Cirebon Barat wilayah Utara)
Dialek Gegesik merupakan dialek yang digunakan di wilayah Cirebon Barat wilayah Utara disekitar Kecamatan Gegesik, Bahasa Cirebon dialek Gegesik sering digunakan dalam bahasa pengantar Pewayangan oleh Dalang dari Cirebon dan kemungkinan dialek ini lebih halus ketimbang dialeknya "wong cirebon" sendiri.[23]
Perbandingan Dialek Bahasa Cirebon
Bahasa Cirebon Baku | Dialek Indramayu | Dialek Plered | Dialek Ciwaringin | Dialek Pekaleran* | Indonesia |
---|---|---|---|---|---|
Ana (Bagongan) | Ana | Ano | Ana | Ana | Ada |
Apa (Bagongan) | Apa | Apo | Apa | Apa | Apa |
Bapak (Bagongan) | Bapak | Mama | Bapa / Mama | Bapak | Bapak |
Beli (Bagongan) | Beli | Beli / Oro | Bli/ora | Tidak | |
Dulang (Bagongan) | Dulang | Dulang | Muluk | Suap | Suap (Makan) |
Elok (Bagongan) | Sokat | Lok | Sok | Ilok | Pernah |
Isun (Bagongan) | Reang | Isun/Kito | Isun / Kita | Nyong / Kita | Saya |
Kula (Bebasan) | Kula | Kulo | Kula | Kula | Saya |
Lagi apa? (Bagongan) | Lagi apa? | Lagi apo? | Lagi Apa | Lagi Apa | Sedang apa? |
Laka (Bagongan) | Laka | Langko | Laka | Laka / langka | Tidak ada |
Mamang (Bagongan) | Mamang | Mang | Mang | Mamang | Paman |
Salah (Bagongan) | Salah | Salo | Salah | Salah | Salah |
Sewang (Bagongan) | Sewong | Sewong | - | Sewang / Ewang | Seorang (Masing-masing) |
- Dialek Pekaleran digunakan di wilayah Kabupaten Majalengka wilayah Utara, oleh karenanya disebut Pekaleran (Sebelah Utara), wilayah utama penggunanya ada di Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, sementara wilayah sekitarnya seperti Kecamatan Leuwimunding, Palasah, Jatiwangi, Dawuan, Kasokandel, Sukahaji dan Sindang merupakan wilayah percampuran antara Bahasa Sunda dialek Majalengka dengan Bahasa Cirebon dan Banyumasan yang dikenal dengan Bahasa Jawareh (Jawa Sewareh) atau Jawa Setengah.[butuh rujukan]
Tata Bahasa Cirebon (Wyakarana Basa Cirebon)[19]
Kata Ganti (Purusa)
Kata Ganti Orang Pertama (Utama Purusa)
- Sun (artinya Saya, jika ditambahkan awalan "re/ra" menjadi "resun" maka artinya "saya adalah orang yang terhormat")
- Isun (artinya Saya, jika kata isun bertemu dengan kata kerja maka "isun" berubah menjadi "tak' atau "tek")
- Ngwang (artinya Saya, jika ditambahkan kata "sang" menjadi "sangwang" maka maknanya menjadi lebih terhormat dari kata "ngwang")
- Pwanghulun (artinya Saya adalah seorang Hamba)
- Nghulun (artinya Saya adalah seorang Hamba, jika ditambahkan kata "Pinaka" menjadi "Pinaka nghulun" maka artinya "diperhamba" dan jika ditambahkan kata "sang" menjadi "sanghulun" maka maknanya menjadi terhormat daripada "nghulun")
- Pinun (artinya Saya adalah milik Tuan)
- Manehta (artinya Saya adalah hamba tuanku, khusus digunakan untuk perempuan)
- Bujangga Mpu (artinya Saya adalah orang yang terpelajar dan alim, biasa digunakan oleh kaum agamawan)
Kata Ganti Orang Kedua (Madyatama Purusa)
- Ko (artinya Anda)
- Twa / Ta (artinya Anda)
- Kamu (artinya Anda, bisa digunakan untuk menyatakan lebih dari satu orang)
- Kita (artinya Anda atau Tuan. Kata ini lebih terhormat dibandingkan "Ko","Twa/Ta","Kamu")
- Ngcarira (artinya Anda (secara umum), kata ini lebih terhormat dibandingkan "Ko","Twa/Ta","Kamu")
- Sira (artinya Anda, namun penggunaan kata ini ditujukan pada Sultan untuk Bawahan atau Pejabat untuk Bawahan yang makna tingkatannya lebih rendah)
- Kanyu (artinya Anda, kata ini setara dengan "Ko")
- Rahadyan Sanghulun (artinya anda adalah tuanku, dipergunakan oleh Pekerja kepada Majikannya)
Kata Ganti Orang Ketiga (Pratama Purusa)
- Ya (artinya Dia)
- Sira (artinya Dia, jika ditambahkan kata "hana" menjadi "hana sira" yang artinya "ada seseorang")
- Rasiki (artinya Dia)
Kata Ganti Milik (Empunya)
Kata Ganti Milik Orang Pertama
- Ku atau Ngku (artinya milik -ku)
- Mami (artinya milik -kami)
- i ngwang (artinya milik -ngwang)
- i nghulun (artinya milik -nghulun)
- i sanghulun (artinya milik -sanghulun)
- Pinaka hulun (artinya milik -pinaka hulun)
- Bujangga Mpu (artinya milik -bujangga mpu)
Kata Ganti Milik Orang Kedua
- Mu (artinya milik -kamu)
- Nta / Ta (artinya milik -kita)
- Nyu (artinya milik -kanyu)
- Rahadian Sanghulun (artinya milik -rahadian sanghulun)
Kata Ganti Milik Orang Ketiga
- Nya (artinya milik -ya)
- Nira / ira (artinya milik -sira)
- Rasika (artinya milik -rasiki)
Kongres Bahasa Cirebon
(artikel ini merupakan bagian dari artikel Kongres Bahasa Cirebon)
Kongres Bahasa Cirebon pertama kali dicetuskan secara resmi oleh sekitar 70-an orang yang terdiri dari para budayawan, pakar dan pengajar bahasa, seniman dan kaum intelektual yang menghadiri seminar sehari "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" yang diselenggarakan di kota Cirebon atas kerjasama Pikiran rakyat, Mitra Dialog dan Forum Dialog Budaya Cirebon (FDBC), Walikota Cirebon yang pada saat itu dijabat oleh bapak Subardi segera menyatakan dukungan penuh terhadap rencana penyelenggaraan Kongres Bahasa Cirebon.
Dalam seminar sehari tersebut di antaranya dihadiri oleh ;
- Dr. H. Dadang Dally, M.Si (Kadisdik Jawa Barat)
- Drs. H. Zakaria Mahmud (Rektor Universitas Swadaya Gunung Jati - UNSWAGATI)
- Drs. H. Wahyo, M.Pd (Kadisdik kota Cirebon)
- Drs. H. Zaenal Abidin, M.Si (Kadisdik kabupaten Cirebon)
- Ahmad Sybubanuddin Alwi (Budayawan)
- Saptaguna (Budayawan)
- H. Nurdin M. Noer (Kepala Balitbang Mitra Dialog)
- Drs. Made casta, M.Pd (Budayawan dan Karikaturis)
- Drs. Wasikin Marzuki atau Ki Jatira (Pemimpin Mitra Dialog)
Rektor Universitas Swadaya Gunung Jati (UNSWAGATI) Drs. Zakaria Mahmud merupakan orang pertama yang mula-mula mengemukakan usulan diadakannya Kongres Bahasa Cirebon.
"Perlu ada Kongres Bahasa Cirebon. Kongres Bahasa Cirebon merupakan momentum bagi tumbuhnya kesadaran bersama dalam pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon. Melalui Kongres Bahasa Cirebon, bahasa Cirebon juga bisa menjadi alternatif kebahasaan. Bahkan ke depan, bahasa Cirebon bisa ikut memengaruhi bahasa nasional,"
Walikota Cirebon bapak Subardi yang mendukung ide ini kemudian menyatakan,
Kongres Bahasa Cirebon menjadi penanda bahwa masyarakat Cirebon dari berbagai latar belakang, sepakat dengan satu hal, yakni penegasan bahwa bahasa Cirebon sebagai salah satu identitas khas dari keberadaan budaya (kultur) Cirebon. Cirebon ini memiliki kekhasan budaya. Cirebon bukan Sunda, juga bukan Jawa, tetapi Cirebon dengan kekhasannya. Mengangkat khazanah bahasa, berarti mengangkat pula kultur Cirebon yang spesifik. Siapa lagi yang akan mengapresiasi khazanah lokal itu kalau bukan masyarakat Cirebon itu sendiri,"
Disela-sela dukungan yang ada, Drs. Made Casta M.Pd juga angkat bicara mengenai fenomena kebahasaan ini, dimana telah terjadi pembunuhan bahasa (linguacide) oleh bahasa Indonesia yang merupakan bahasa lingua-franca yang ditetapkan secara politis terhadap bahasa-bahasa daerah, termasuk bahasa Cirebon yang jika tidak dilestarikan akan segera menemui kepunahannya.
Karena kekeliruan politik bahasa itu (red: bahasa Indonesia) menjadikan bahasa lokal, termasuk Cirebon bisa mengalami kepunahan, tingkat apresiasi masyarakat akan terus mengalami degradasi, karena itu dibutuhkan kajian dari aspek sosial-budaya untuk pelestarian dan pengembangan.
Harus dicari benang merah pengembangan bahasa lokal dari aspek hubungan dialektikanya dengan masyarakat. Pendekatannya mencerminkan dialektika antara bahasa dengan kompentensi sosiokultural. Sekarang ini, kurikulum dan pembelajaran bahasa Cirebon masih menekankan pada kompetensi linguistik. Sistem tata bahasa Jawa yang diseleraskan dengan pengistilahan dalam bahasa Indonesia begitu kuat didesakan kepada para siswa. Padahal itu terlepas dari konteks sosial-budayanya. Harusnya dibangun kurikulum dan pembelajaran bahasa Cirebon yang berpusat pada lingkup sosial budaya siswa atau student centred. Tanpa itu,
semua akan sia-sia,"
Pada acara "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" tersebut disepakati bahwa Kongres Bahasa Cirebon pertama akan diadakan pada tahun 2006.[24]
Kongres Bahasa Cirebon pertama
Kongres Bahasa Cirebon pertama (KBC I) dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil kesepakatan seminar sehari "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" yang diselenggarakan di kota Cirebon.
Kongres Bahasa Cirebon pertama bertujuan untuk memperkuat posisi bahasa Cirebon dan mendukung upaya-upaya pelestariannya.
Kongres Bahasa Cirebon kedua
Kongres Bahasa Cirebon kedua (KBC II) diadakan selama tiga hari yang sejak tanggal 26 - 28 Juni 2013 di Hotel Prima kota Cirebon dengan tema Dedangdan basa, mengkuhaken budaya (memperbaiki bahasa, memperkokoh budaya)
Salah satu target yang ingin dicapai dengan kongres bahasa Cerbon saat ini yakni, segera mewujudkan wacana dibukanya program studi bahasa Cerbon di perguruan tinggi swasta maupun negeri, setidaknya yang ada di wilayah Cirebon. Berdasarkan survey, penutur bahasa Cerbon cukup banyak mencapai 4 juta. (Supali Kasim - Ketua Panitia Kongres Bahasa Cirebon kedua sekaligus Budayawan Indramayu)
Pra-Kongres Bahasa Cirebon kedua
Sebelum diadakanya Kongres Bahasa Cirebon kedua, pada tanggal 3 - 4 Desember 2012 diadakan terlebih dahulu pra-Kongres Bahasa Cirebon yang berbentuk saresehan (acara silaturahmi), dalam teks sambutan, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan bahwa ia sangat menghargai dan mengapresiasi masyarakat yang masih peduli untuk memelihara, melestarikan dan mengembangkan bahasa Cirebon dalam kehidupannya di era globalisasi ini.[26]
Sementara, Prof. Dr. H. Wahyudin Zarkasih yang merupakan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dalam makalah bahasa Cirebon miliknya yang berjudul Melu Ngurip-urip lan Ngembangaken Basa Cerbon menyatakan, kebijaksanaan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal mengembangkan dan memelihara bahasa Cirebon itu merupakan landasan untuk menyusun program dan kegiatan yang intinya perencanaan strategis Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan tugas pokok, fungsi, rincian tugas Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian sebagai UPTD Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Tim perumus pra-Kongres Bahasa Cirebon di antaranya merekomendasikan untuk melaksanakan Kongres Bahasa Cirebon kedua (KBC II) pada tahun 2013 agar lebih bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon.[27]
"Dari hasil kegiatan ini diharapkan akan lebih tergali lagi potensi bahasa Cirebon dan akan bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon itu sendiri," (Wiyana Sundari - Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat
Peserta kongres Bahasa Cirebon kedua
Peserta Kongres Bahasa Cirebon kedua diikuti sekitar 150 orang yang berasal dari unsur seperti guru, dosen, ustad, seniman, budayawan, jurnalis, legislatif, eksekutif dan penggiat bahasa Cirebon.
Selain dari wilayah kota dan kabupaten Cirebon serta kabupaten Indramayu, para peserta juga datang dari wilayah utara kabupaten Majalengka yang dikenal dengan nama pakaleran, wilayah kabupaten Subang dan kabupaten Karawang.
Narasumber yang hadir pada Kongres Bahasa Cirebon kedua di antaranya ;
- Ajip Rosidi (Budayawan)
- Hj. Anna Sophanah (Bupati Indramayu)
- Drs. H. Ano Sutrisno, M.Si (Walikota Cirebon)
- Drs. H. Dedi Supardi, M.M (Bupati Cirebon)
- Prof. Dr. H. Wahyudin Zarkasyi, CPA (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat)
Rekomendasi Kongres Bahasa Cirebon kedua
Kongres Bahasa Cirebon kedua yang diselenggarakan pada tanggal 26 - 28 Juni 2013 menghasilkan keputusan dua belas butir rekomendasi yang dirumuskan oleh tim perumus yang beranggotakan Made Casta (ketua), Raffan Hasyim (sekretaris), Adin Imadudin (anggota), Nurdin M. Noer (anggota)dan Supali Kasim (anggota sekaligus budayawan indramayu)terkait upaya-upaya pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon, butir-butir rekomendasi tersebut ditulis dengan bahasa Cirebon, berikut rekomendasinya[28].[29]
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu nglakukaken pamengkuhan status basa Cerbon ngliwati penetepan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Walikota lan Keputusan Bupati/Walikota perkawis pelanggengan basa, sastra lan carakan.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu melakukan penguatan terhadap status bahasa Cirebon melalui penetapan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Walikota dan Keputusan Bupati/Walikota berkenaan upaya pelestarian bahasa, sastra dan aksara carakan Cirebon)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu madahi plaksanan penelitiyan-penelityan perkawis basa, sastra lan carakan Cerbon kanggé mantepaken keajegan basa Cerbon kanggé ngangsalaken legitimasi ilmiyah minangka wujud prancanan sumber data pelanggengan lan ngembangaken basa Cerbon.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu mewadahi pelaksanaan penelitian-penelitian berkenaan bahasa, sastra dan aksara carakan Cirebon untuk menguatkan posisi bahasa Cirebon guna mendapatkan legitimasi ilmiah sebagai wujud perencanaan sumber data pelestarian sekaligus menyembangkan bahasa Cirebon)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu netepaken basa Cerbon, minangka basa padinan/bagongan lan bebasan.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu menetapkan bahasa Cirebon sebagai bahasa sehari-hari/bagongan dan bebasan)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu swagata (menjamin) kalaksanané piwulangan basa Cerbon, teng kubengan kaluwarga, masyarakat lan sekolah awit undagan SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA kelayan nganggé kecaketan budaya, boten nganggé kecaketan wewengkon pulitik (geopolitik) ingkang bakal nrubusaken rasa ingkang boten adil.
(pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu secara bersama-sama menjamin pelaksanaan pengajaran bahasa Cirebon di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah mulai dari tingkatan SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA secara bersinergi guna menumbuhkan kedekatan budata, tidak untuk menumbuhkan kedekatan wilayah politik (geopolitik) yang akan memunculkan rasa tidak adil)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu swagata (menjamin) kasediyaané buku teks lan buku penunjang piwulangan basa Cerbon ingkang selaras sareng kebutuhan.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu secara bersama-sama menjadim tersedianya buku bacaan dan buku penunjang pengajaran bahasa Cirebon yang selaras dengan kebutuhan)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu netepaken lan megaraken sarta nrubusaken bebasaan Cerbon, pamberdayan waktos-waktos bebasaan basa Cerbon lan nyukani pengajénan dumateng pelanggeng, pegiyat minangka piyambek utawi lembaga lan seniman ingkang nggadahi prestasi.
(Pemenrintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu menetapkan dan menghidupkan kembali serta memunculkan bahasa cirebon tingkat bebasan, mengadakan waktu-waktu wajib berbahasa Cirebon dan memberikan apresiasi terhadap para pelestari, penggiat perorangan atau lembaga dan seniman yang memiliki prestasi)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu nyambungaken pamengkuhan Lembaga Basa lan Sastra Cerbon (LBSC) saking aspek organisasi kelembagaan lan program-program dedamelan.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu melanjutkan penguatan Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC) dari aspek-aspek organisasi kelembagaan hingga program-program kerja)
Unggal pengguron inggil (perguruan tinggi) lan lembaga penelitiyan/kajiyan ngembangaken peran Tri Dharmanipun kanggé mundhakaken aji basa Cerbon sacara kaélmuwan ngliwati pinten-pinten dedamelan ingkang selaras.
(Setiap perguruan tinggi dan lembaga penelitian/kajian mengembangkan peran Tri Darma-nya untuk memuliakan nilai luhur bahasa Cirebon secara keilmuan melalui berbagai program kerja yang selaras)
Media massa ambika rubrik lan madetaken rubrikasi, program utawi dedamelan pelanggengan lan pangembangan basa Cerbon.
(Media massa menyediakan rubik dan memperkaya rubrikasi, program atau usaha pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon)
Masyarakat penganggé basa Cerbon kedah mundhakaken rasa anderbéni lan tanggungjawab dumateng pelanggengan lan pangembangan basa Cerbon, teng kubengan kluwarga lan tundunan sosial budaya masyarakat.
(Masyarakat pengguna bahasa Cirebon harus meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon di lingkungan keluarga dan dilingkungan pergaulan sosial budaya masyarakat)
Pesantrén-pesantrén kedah ngunggulaken penganggéyan basa Cerbon teng selebeté komunikasi lan basa ater-ater piwulangan.
(Pesantren-pesantren harus menguatamakan penggunaan bahasa Cirebon di dalam berkomunikasi dan sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran)
Keraton-keraton Cirebon ngutamakaken pengayoman, bedaran lan pangembangan naskah-naskah, kempalan-kempalan sosial minangka wujud pelanggengan pangembangan basa Cerbon.
(keraton-keraton Cirebon harus mengutamakan upaya perlindungan, penelitian dan pengembangan naskah-naskah, tempat berkumpul masyarakat sebagai wujud pelestarian pengembangan bahasa Cirebon)
Pengembangan dan Pelestarian
Pengembangan dan pelestarian bahasa Cirebon menurut Imam Miftahul Jannah (aktifis bahasa Cirebon) dikatakan masih minim, sebagai contohnya adalah hanya diberikannya waktu satu jam bagi muatan lokal bahasa Cirebon sementara pelajaran bahasa Inggris diberikan waktu lebih banyak ketimbang bahasa Cirebon yang merupakan bahasa ibu.[30]
Referensi
|