Tatanan imajiner adalah salah satu konsep psikoanalisis Jacques Lacan, dalam menjelaskan struktur pembentukan Subjek, dalam mendapatkan konsepsi ke-diri-annya, selain tatanan simbolik, dan tatanan riil; yang membentuk formasi simpul Borromean.

Tatanan imajiner

Pada perkembangan tatanan imajiner terjadi tiga hal penting. Pertama, adalah saat bayi menyadari keterpisahannya dengan sang ibu. Pada saat kebutuhannya tidak langsung atau otomatis terpenuhi seperti fase pra oedipal, bayi akan menyadari bahwa ternyata dirinya tidaklah menyatu dengan objek pemuas kebutuhannya; yaitu sang ibu. Hal ini membuat sang bayi merasa kehilangan, kekurangan, dan ingin menyatu kembali dengan ibunya. Bayi pun mulai menyadari bahwa ternyata ada "yang lain" (ibu dan orang lain) yang utuh. Namun demikian, bayi masih belum mempunyai konsep tentang "diri".[1] Hal ini membawa bayi pada hal penting berikutnya, yaitu bergesernya keutuhan menjadi permintaan. Karena kebutuhannya tak lagi terpenuhi, sang bayi harus memintanya. Sayang bayi belum bisa mengartikulasikan permintaanya dengan tepat; ia hanya menangis untuk mengungkapkan segala permintaannya; ia belum bisa berbahasa. Alhasil, sang ibu atau siapa pun tidak akan dengan tepat memenuhi permintaan si bayi.[1] Ketiga, sekaligus terpenting, adalah tahap cermin, yaitu tahap dimana terjadi proses identifikasi dari pada bayi. Identifikasi, menurut Lacan, adalah suatu transformasi yang terjadi pada benak Subjek saat membayangkan suatu citra; atau suatu transformasi yang terjadi pada subjek saat ia mengenakan suatu citraan pada dirinya. Identifikasi yang pertama-tama dilakukan sang bayi terjadi saat ia mengidentifikasi "yang lain" (others), yaitu saat ia menyadari citraan-citraan yang lain di sekitarnya. Berikutnya adalah saat ia mengidentifikasikan dirinya di depan cermin.[1]

Subjek yang terpecah

Dalam proses tahap cermin, seorang anak tidak mengenali dirinya secara utuh dan baru mendapatkan gambaran dirinya secara utuh dalam cermin. Proses ini akan berkembang dan seseorang akan mulai mencari gambaran dirinya dan mengidentifikasikan dirinya dalam gambaran lain yang dilihatnya. Proses ini dikenal dengan istilah 'Spaltung' (atau 'spliting of the self'); yaitu keterpecahan diri subjek. Dalam tatanan inilah ego muncul, dibangun melalui identifikasi dengan 'specular image'. Lacan menyebut refleksi pada cermin ini sebagai imago. Imago adalah sesuatu yang lain, sesuatu yang bukan diri sang anak, tetapi diidentifikasikan sebagai dirinya oleh sang anak. Dalam tahap ini Lacan juga menyebutkan bahwa sang Subjek direduksi menjadi sebuah mata; karena dalam tatanan ini persepsi visual memegang peranan utama. Tatanan Imajiner adalah tatanan yang dipenuhi dengan gambaran-gambaran, baik bersifat sadar maupun tidak sadar. Tatanan ini mendahului bahasa dan pemahaman tentang seksualitas. Tatanan ini sangat bergantung pada persepsi visual (atau Lacan menyebutnya specular imaging). Dalam tatanan ini ada tatapan (bahasa Inggris: gaze) yang menurut Lacan adalah medium bagi hasrat. Tatapan inilah yang memisahkan hasrat dengan objeknya, sehingga menciptakan sebuah jurang lebar, atau sebuah lubang dalam diri sang Subjek dan antara Subjek dengan dunia luar.[2]

Dalam tatanan inilah terjadi alienasi pada disi sang anak. Sang anak diasingkan dari dirinya sendiri dan diidentifikasikan dengan "yang lain", yang bukan dirinya. Hal ini akan terjadi di sepanjang hidup sang anak, dia akan selalu mengidentifikasikan diirinya dengan "yang lain", sebagai pantulan dalam cermin yang mengandung diri ilusif maupun mencari gambaran dirinya dalam diri orang lain. Tatanan imajiner ini dipenuhi dengan gambaran dan imajinasi, dan juga kekeliruan.[1]

Neurosis dan psikosis

Lacan menjelaskan bahwa hubungan antara tatanan imajiner adalah tatanan di mana tidak ada perantara antara diri dan benda, antara diri dan obyek hasrat, antara diri dan ide atau konsep. Subjek masuk ke dalam tatanan simbolik dan mengenal penanda. Penanda inilah yang menjadi perantara yang absen dalam tatanan imajiner. Dengan menamai benda, sorang Subjek memiliki perantara antara dirinya dengan yang lain. Hal ini menciptakan individualitas pada diri sang Subjek dengan cara membawanya keluar dari tatanan imajiner. Dengan menamai benda, seseorang jadi berjarak terhadap sang benda, menempatkan benda terlepas dari dirinya dan bukan dirinya. Benda adalah yang lain. Penanda dan efek pembedaan simbol inilah yang dibutuhkan dalam pembentukan Subjek. Neurosis dipengaruhi oleh transisi ke tatanan simbolik, sedangkan seorang psikosis tidak pernah mengalami hal itu secara utuh. Neurosis kehilangan hubungan simbolik dari penanda yang menghasilkan inti struktur dari kelainannya. Neurosis menekan gejala-gejala ("penanda") dari "yang ditandakan", seorang neurosis menekan makna dari "yang ditandakan". Hal ini menyebabkan seorang neurosis selalu kembali pada tatanan imajiner, pada ketiadaan akan perantara antara diri dan ide. Sang Subjek tidak mampu masuk ke dalam dimensi simbolik dari gejala-gejalanya, sang Subjek tidak mampu membedakan antara Subjek, simbol-simbol, dan kenyataan. Dalam hal neurosis, Subjek membangun pengalaman imajinernya dalam tatanan riil. Neurosis juga ditandai oleh kekacauan dalam penggunaan umum terhadap hubungan yang penting. Hubungan yang dimaksud adalah antara tanda-tanda yang saling memunculkan.[3]

Penyembuhan pada pasien neurosis adalah dengan cara transisi dari tatanan imajiner yang tidak disimbolkan pada tatanan imajiner yang bersimbolik. Penyembuhan dilakukan dengan cara mengembalikan rantai yang menyambung yang menopang simbol-simbol sampai didapat akses pada kebenaran dari wilayah tidak-sadar, akses pada penanda-penanda dasar yang selama ini telah mendorong dirinya sendiri pada wilayah kesadaran melalui metafora dan metonimi. Penyembuhan terjadi melalui pengintegrasian kembali pada wacana perkataan yang sebelumnya tidak rusak..[3]

Sedangkan untuk hal psikosis, Lacan mengacu pada Freud yang membedakan psikosis dari neurosis dengan pemahamannya bahwa neurosis menekan kenyataan pada wilayah tidak-sadar, sedangkan psikosis menutupi kenyataan itu. Jadi, bagi Lacan, kata "penekanan" hanyalah untuk neurosis, sedangkan bagi psikosis yang terjadi adalah "penutupan". Bagi psikosis, penanda adalah sesuatu dan bukan perantara, tidak ada jarak antara dirinya dan segala sesuatu di dunia ini. Baginya, segala sesuatu di dunia ini adalah imej, bahkan kenyataan itu sendiri hanyalah sebuah imej. Tidak ada perbedaan antara "penanda" dengan "yang ditanda". Lacan membahas kasus psikosis dalam seminarnya The Wolf! The Wolf! yang membahas kasus Wolf-man dari Freud. Lacan beranggapan bahwa dalam psikosis penanda tertutup, penanda-penanda yang merepresentasikan tidak berkaitan dengan wilayah tidak-sadar sang Subjek, tetapi masuk ke dalam kenyataan dan termanifestasi melalui perkataan dan pandangan sang Subjek dalam bentuk halusinasi atau delusi.[3]


Catatan kaki

  1. ^ a b c d Polimpung, Hizkia Yosie. (2014). "Asal-usul Kedaulatan: Telusur Psikogenealogis Atas Hasrat Mikrofasis Bernegara". Depok: Penerbit Kepik.
  2. ^ Lukman, Lisa. (2011). "Proses Pembentukan Subjek: Antropologi Jacques Lacan". Jakarta: Penerbit Kanisius.
  3. ^ a b c Lemaire, Anika. (1977). Jacques Lacan. Boston: Routledge & Kegan Paul.

Pranala luar