Pengejaran kapal Goeben dan Breslau merujuk pada peristiwa pelarian yang dilakukan oleh dua kapal perang Jerman—SMS[b] Goeben dan SMS Breslau —pada saat-saat awal pecahnya Perang Dunia I di Laut Mediterania atau Laut Tengah. Kedua kapal ini melarikan diri dari kejaran dan pantauan kapal-kapal perang sekutu untuk dapat sampai ke pelabuhan Kekaisaran Ottoman (saat ini Turki) di Konstantinopel.[2] Pelarian ini diakhiri oleh keberhasilan kedua kapal mengelabui tiga armada gabungan—terdiri dari 20 kapal lebih —Inggris-Perancis yang saat itu tengah berpatroli di Laut Tengah, untuk kemudian sampai ke Dardanelles, dan pada akhirnya ke Konstantinopel.[2][3] Kedua kapal ini kemudian diserahkan oleh Jerman kepada Kekaisaran Ottoman untuk mewujudkan alliansi di Perang Dunia I.[4][5] Kekaisaran Ottoman sebelumnya telah dibuat berang oleh Inggris akibat pembatalan secara sepihak terkait penyerahan dua buah kapal perang yang sebelumnya telah dipesan dan dibayarkan.[6] Lolosnya SMS Goeben dan Breslau menandai berakhirnya netralitas Kekaisaran Ottoman di Perang Dunia I untuk kemudian bergabung kedalam blok poros, bersama Kekaisaran Jerman dan Austria-Hongaria.[7] Saat menjadi bagian dari angkatan laut Kekaisaran Ottoman, kedua kapal ini kemudian berganti nama; SMS Goeben menjadi Yavuz Sultan Selim dan SMS Breslau menjadi Midilli.[5]

Pengejaran SMS Goeben dan SMS Breslau
Bagian dari Perang Dunia I

SMS Goeben dan SMS Breslau yang terlihat dari kapal Inggris.
Tanggal4-10 Agustus 1914 [a]
LokasiLaut Tengah
Hasil

Keberhasilan di pihak Jerman

  • Pelarian berhasil; SMS Goeben dan SMS Breslau berhasil berlabuh di Konstantinopel
Pihak terlibat
Perserikatan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Kerajaan Inggris
 Prancis
 Kekaisaran Jerman
Tokoh dan pemimpin
Britania Raya Archibald Berkeley Milne
Britania Raya Ernest Troubridge
Prancis Augustin Boué de Lapeyrère
Kekaisaran Jerman Wilhelm Souchon
Kekuatan
3 Kapal penjelajah tempur
4 Kapal penjelajah berlapis baja
4 Kapal penjelajah ringan
14 Kapal penghancur
1 Kapal penjelajah tempur
1 Kapal penjelajah ringan
Korban
tidak ada 4 orang pelaut [1]

Meskipun peristiwa ini tidak banyak memakan korban jiwa, keberhasilan SMS Goeben dan Breslau dalam membawa misi diplomatik Jerman, membuat Perang Dunia I berlangsung lebih lama dan memakan lebih banyak korban.[2][3] Bergabungnya Kekaisaran Ottoman ke dalam Blok Sentral di Perang Dunia I juga makin menyulitkan posisi Rusia, dan akhirnya memicu Revolusi Oktober, sekaligus mengakhiri era Kekaisaran Rusia.[8] Winston Churchill yang pada saat itu merupakan komandan utama Angkatan Laut Kerajaan Inggris, beberapa tahun kemudian menuliskan bahwa, " kompas kapal-kapal ini (Goeben & Breslau) telah mengakibatkan lebih banyak pembunuhan, lebih banyak penderitaan, dan lebih banyak kehancuran, dari kapal manapun."[9][10]

Deskripsi singkat Goeben dan Breslau

 
Foto Wilhelm Souchon yang merupakan komandan skuadron kapal Jerman di Laut Tengah.
SMS Goeben

SMS Goeben adalah kapal tempur jenis penjelajah dengan panjang 186.6 meter, lebar 29,4 meter, dan saat itu tengah bersenjata lengkap. Bobot kosong dari SMS Goeben adalah 25.400 ton. Kecepatan penuh dari kapal ini dapat mencapai 25.5 knots (47.2 km/jam; 29.3 mpj).[11] Pada kecepatan 14 knots (26 km/jam; 16 mpj), daya jelajah dari kapal ini dapat mencapai 4,120 mil laut (7,630 km; 4,740 mil). Kapal ini dipersenjatai oleh oleh 10 buah meriam utama SK L/50 berkaliber 28 cm yang terpasang pada dua kubah meriam di sekeliling kapal. Kapal ini juga dilengkapi oleh 4 torpedo bawah air berkaliber 50 cm.[11]

SMS Breslau

SMS Breslau adalah kapal penjelajah ringan dengan panjang keseluruhan 138.7 meter, dan lebar hingga 13,5 meter. Bobot kosong dari kapal ini adalah 4.570 ton.[12] Kecepatan penuh dari kapal ini dapat mencapai 27.5 knots (50.9 km/jam; 31.6 mpj). Pada kecepatan jelajahnya (12 knots (22 km/jam; 14 mpj)), daya jelajah dari SMS Breslau dapat mencapai 5,820 mil laut (10,780 km; 6,700 mil).[12] SMS Breslau dioperasikan oleh 354 orang kru. Kapal ini dilengkapi oleh 12 meriam SK L/45 berkaliber 10,5 cm yang diletakan di sekeliling kapal.[13]

Latar belakang

Kehadiran Goeben dan Breslau di Laut Tengah
 
Foto SMS Goeben dalam sebuah kartu pos sebelum perang.

SMS Goeben dan SMS Breslau bertugas sebagai satu-satunya skuadron kapal Kekaisaran Jerman yang berpatroli di sekitar Laut Tengah sejak 4 November 1912, pascameletusnya Perang Balkan Pertama.[14][15] Pada periode ini, SMS Goeben dan Breslau tidak pernah terlibat kontak senjata di Laut Tengah, SMS Goeben yang merupakan salah satu kapal penjelajah tempur paling canggih pada masa itu, berfokus membawa misi propaganda Kekaisaran Jerman untuk menanamkan pengaruhnya pada daerah-daerah di sekitar Laut Tengah. Beberapa kota pelabuhan yang sering dikunjungi diantaranya : Venesia, Napoli, Pula, dan Levant.[16][17] Pada periode April hingga September 1913, kedua kapal ini kemudian bergabung dengan dua kapal penjelajah ringan lainnya milik Kekaisaran Jerman, SMS Dresden dan Strasbourg, untuk berpatroli di Laut Adriatik.[16] Namun, setelah meletusnya Perang Balkan Kedua, SMS Goeben dan Breslau kembali ditugaskan untuk berpatroli di Laut Tengah.[17] Pada saat meletusnya Perang dunia I, kedua kapal ini sebenarnya ditugaskan untuk memantau dan mengganggu pergerakan pasukan Perancis dari koloninya di Aljazair.[18][17]

 
Foto SMS Breslau pada tahun 1912.

Pada 23 Oktober 1913, Wilhelm Souchon ditunjuk sebagai laksamana dari skuadron kapal ini.[16][15] Menjelang dua tahun pascabertugas, pada awal musim panas di tahun 1914 , SMS Goeben diketahui mengalami beberapa kerusakan yang dapat dianggap serius.[18][17] Keausan mesin dan kebocoran pipa uap mengakibatkan efisiensi mesin berkurang, begitu pula dengan kecepatan kapal. Pada 10 Juli 1914, SMS Goeben menepi ke pangkalan Angkatan Laut Austria-Hongaria di Pula untuk melakukan perbaikan. [18] Pada saat-saat ini, Jerman mulai dicemaskan oleh ketiadaan sekutunya yang dapat menutup Laut Hitam sehingga kemudian memotong jalur logistik Rusia. Dalam hal ini, tawaran persekutuan yang sebelumnya pernah ditawarkan oleh Kekaisaran Ottoman menjadi sangat menguntungkan untuk diterima atau ditinjau kembali oleh Jerman. [19] Pada 28 Juli 1914, saat Austria-Hongaria mendeklarasikan perang terhadap Serbia, Wilhelm Souchon tengah berada di pelabuhan kota Pula, di pantai Adriatik, untuk memperbaiki sistem penguapan dari SMS Goeben—terdapat sekitar 4.460 pipa uap SMS Goeben yang seharusnya diganti.[18][20] Souchon menyadari saat itu bahwa, posisinya di Laut Tengah sedang tidak aman karena dikepung oleh 27 kapal angkatan laut Inggris yang merupakan musuh potensial Jerman.[20] Akibatnya, ia mulai bergegas untuk mempercepat proses perbaikan kapal. Pada 1 Agustus 1914,

Kondisi Diplomatik Kekaisaran Ottoman di Perang Dunia I
 
HMS Agincourt atau yang sebelumnya bernama Sultan Osman I merupakan salah satu dari dua kapal pesanan Kekaisaran Ottoman yang ditahan oleh Inggris.

Posisi diplomatik Kekaisaran Ottoman pada saat-saat awal meletusnya Perang Dunia I dapat dikatakan mengambang. Kekaisaran Ottoman pada satu sisi memiliki hubungan baik bersama Jerman terkait pembangunan jalur kereta api di Baghdad (Baghdad Railways).[21] Namun, disisi lain Kekaisaran Ottoman juga memiliki kerjasama militer dan ekonomi yang cukup baik dengan Inggris akibat letak geografis wilayah Ottoman yang dianggap sangat strategis. Meskipun kemudian, Inggris menolak permintaan aliansi permanen dari Kekaisaran Ottoman pada tahun 1911.[20] Hubungan Inggris-Ottoman mulai tegang ketika Inggris menunda-nunda penyerahan dua buah kapal perang yang dipesan dan telah dibayar lunas oleh Kekaisaran Ottoman.[6][22] Pada tanggal 28 Juli 1914, saat Kekaisaran Austria-Hongaria mendeklarasikan perang terhadap Serbia, Kekaisara Ottoman diketahui secara resmi menawarkan perjanjian aliansi rahasia kepada Jerman untuk membatasi gerak Rusia dalam perang yang tengah berkecamuk.[19]

Kedua kapal yang sebelumnya dipesan kepada Inggris dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting untuk melawan provokasi Yunani serta meredam aktivitas separatisme yang sedang berlangsung di berbagai wilayah Kekaisaran Ottoman.[23] Kekaisaran Ottoman ditaksir telah mengeluarkan dana senilai $30.000.000 pada saat itu untuk membeli kedua kapal tersebut, yang mana dana tersebut dihimpun dari sektor publik.[6] Inggris yang menyadari dirinya berada diambang perang besar, lebih mementingkan kedua kapal ini untuk dipergunakan sendiri ketimbang diserahkan kepada Kekaisaran Ottoman.[6][20] Sir Edward Grey yang saat itu menjabat sebagai menteri luar negeri Inggris meyakini bahwasannya, dengan mengganti jumlah uang yang telah dikeluarkan untuk pembelian kapal, Kekaisaran Ottoman akan menerima dan memaklumi keputusan terkait pembatalan penyerahan kapal ini.[6] Telegram pemberitahuan tersebut dikirimkan Inggris pada 3 Agustus 1914, tepat pada tanggal dimana Kekaisaran Ottoman menandatangani kesepakatan aliansi untuk bergabung bersama Kekaisaran Jerman di Blok Sentral.[6]

Meskipun telah menandatangani kesepakatan aliansi, Kekaisaran Ottoman pada saat itu masih tetap mempertahankan netralitasnya di mata publik internasional untuk tidak aktif terlibat dalam konfrontasi bersenjata. Kekaisaran Ottoman juga belum mau menyatakan perang terhadap Rusia ataupun melakukan blokade di Laut Hitam sesuai harapan Jerman. Hingga kemudian, dipicu berlabuhnya SMS Goeben dan Breslau di Konstantinopel pada 10 Agustus 1914, dan setelah berbulan-bulan melalui serangkaian diplomasi ataupun aksi militer yang rumit, pada 2 November 1914, Rusia, Perancis, dan Inggris mendeklarasikan perang terhadap kekaisaran Ottoman.

Armada Sekutu di Laut Tengah yang terkait pengejaran

Pada saat-saat awal meletusnya Perang Dunia I, pangkalan Armada Laut Kerajaan Inggris di Malta memiliki sedikitnya 27 kapal laut yang terdiri dari 11 kapal laut berukuran besar dan beberapa lainnya yang berukuran kecil, dan secara keseluruhan dikomandani oleh laksamana Archibald Berkeley Milne . Skuadron kapal utama yang dikomandani oleh terdiri dari tiga buah kapal besar—HMS[c] Indomitable, Inflexible, dan Indefatigable[d]. Ketiga kapal ini dari segi ukuran dan bobot dapat dikatakan hampir sebanding dengan SMS Goeben, tetapi kedua kapal Inggris ini masih kalah jika dibandingkan berdasarkan bobot dan kecepatan jelajah maksimum. Skuadron kapal Inggris lainnya merupakan skuadron kapal penjelajah ringan dan skuadron kapal penjelajah berlapis baja. Skuadron kapal penjelajah ringan terdiri dari 4 kapal yakni : HMS Dublin, Gloucester, Chatham, dan Weymouth. Skuadron ini memiliki teknologi yang lebih modern dan dapat bergerak dengan relatif lebih cepat dan gesit. Skuadron terakhir adalah skuadron kapal jelajah berlapis baja (armoured cruiser) yang terdiri dari : HMS Defence, Duke of Edinburgh, Black Prince, dan Warrior. Kapal dalam skuadron ini memiliki kecepatan yang lebih lambat, mesin yang kurang efisien, serta sistem persenjataan yang dapat dikatakan ketinggalan zaman.

Sekutu Inggris saat itu, Perancis, merupakan negara dengan armada kapal terbesar di Laut Tengah.[e] Kapal transportasinya yang berjumlah 16 buah dilindungi oleh 6 kapal penjelajah dan 24 kapal penghancur. Saat pengejaran ini berlangsung, komandan tertinggi armada kapal Perancis di Laut Tengah saat itu, Augustin Boué de Lapeyrère, lebih memilih mengamankan armada transportasinya ketimbang ikut melakukan pengejaran. De Lapeyrère yang meyakini SMS Goeben dan SMS Breslau akan melarikan diri ke arah barat menuju Samudra Atlantik kemudian menginstruksikan armada kapalnya untuk berjaga di bagian barat Laut Tengah. Pada akhirnya diketahui, alih-alih berlayar ke arah barat sesuai harapan de Lapeyrère, kedua kapal Jerman ini justru melarikan diri ke timur menuju Konstantinopel.

Kontak awal dengan Sekutu

 
Laksamana Archibald Berkeley Milne yang pada peristiwa ini merupakan komandan skuadron Angkatan Laut Kerajaan Inggris di Laut Tengah.

Angkatan laut Inggris dan Perancis sebenarnya telah mewaspadai pergerakan SMS Goeben dan Breslau di Laut Tengah yang diyakini akan mengganggu kapal-kapal transportasi Perancis. Perkiraan ini sesuai dengan perintah Kaisar Wilhelm II yang telah mengintruksikan SMS Goeben dan Breslau untuk melakukan serangan di bagian barat Laut Tengah, sebagai antisipasi kembalinya pasukan Perancis dari koloninya di Aljazair ke Eropa, ataupun kemudian meloloskan diri ke Samudra Atlantik untuk kembali ke perairan Jerman. Namun, Jerman telah bersiap lebih awal akan hal ini — sebelum dideklarasikannya perang. Pada tanggal 3 Agustus 1914, Souchon telah mengarahkan kedua kapalnya ke Aljazair, dan dalam perjalanan, Souchon menerima kabar bahwa, Kekaisaran Jerman telah mendeklarasikan perang terhadap Perancis. Pada 4 Agustus 1914, setibanya di wilayah Aljazair, SMS Goeben kemudian membombardir kota Philippevile. Berselang 10 menit kemudian, SMS Breslau memborbardir kota Bône sesuai perintah Kaisar. Meskipun serangan ini mengakibatkan kerusakan yang relatif minor, serangan ini berhasil menunda pengiriman tentara Perancis ke Eropa. Setelah melakukan serangan tersebut, Wilhelm Souchon menerima telegram perintah lain dari atasannya— Alfred von Tirpitz dan Hugo von Pohl — untuk secara diam-diam berlayar ke Konstantinopel. Perintah ini berlawanan dan bahkan dilakukan tanpa sepengetahuan Kaisar Wilhelm II.

Dikarenakan Goeben dan Breslau tidak dapat sampai ke Konstantinopel tanpa mengisi ulang bahan bakar yang berupa batubara, kedua kapal ini kemudian berlayar kearah timur menuju Messina untuk mengisi ulang bahan bakar. Dalam perjalanan, mereka bertemu dua kapal Inggris—HMS Indomitable dan Indefatigable—yang bergerak berlawanan arah. Pada saat itu, Inggris belum mendeklarasikan perang terhadap Jerman sehingga tidak terjadi kontak senjata antar kapal. Kapal-kapal Inggris ini kemudian hanya diperintahkan melacak dan mengikuti pergerakan dari SMS Goeben dan Breslau. Mengetahui kapalnya diikuti, Souchon memerintahkan agar skuadronnya berlayar dengan kecepatan penuh untuk sampai ke Messina. Meskipun diketahui bahwa, kecepatan maksimum dari SMS Goeben adalah 25.5 knot (47,2 km/jam), kerusakan komponen menyebabkan Goeben hanya dapat berlayar dengan kecepatan 22 knot. Hal ini pun tercapai setelah melalui usaha yang sangat keras dari kru kapalnya. Tercatat setidaknya empat orang kru kapal yang bertugas di tungku pembakaran SMS Goeben tewas akibat kepanasan.

Dibandingkan Goeben dan Breslau, kedua kapal Inggris ini memiliki kecepatan yang lebih rendah, sehingga tak lama kemudian Goeben dan Breslau lolos dari pantauan kedua kapal ini. Keesokan paginya, pada 5 Agustus 1914, Inggris dan Jerman secara resmi telah dalam keadaan berperang, dan skuadron kapal Souchon telah sampai tanpa gangguan ke wilayah Messina.

Pengejaran

Saat mengisi batu bara di Messina, Souchon menerima telegram yang berisi perintah pembatalan misi ke Konstantinopel, dikarenakan Kekaisaran Ottoman saat itu telah membatalkan izin yang sebelumnya diberikan kepada Goeben dan Breslau untuk melewati Dardanelles. Di bawah tekanan dari pemerintah Italia di Messina yang menghendaki kepergian kedua kapal secepatnya, Souchon pada akhirnya memutuskan untuk tetap berlayar ke Konstantinopel. Ia mengetahui bahwa, kapal-kapal Inggris dan Perancis telah menunggunya di Laut Tengah, dan lebih memilih memaksa Ottoman untuk menerima kedua kapalnya.

Sebelum tengah malam pada 6 Agustus 1914, Ernest Troubridge yang merupakan komandan kapal penjelajah Inggris di Laut Tengah menerima laporan terkait posisi terkini SMS Goeben dan Breslau. Beberapa saat kemudian, Goeben dan Breslau mengangkat jangkarnya dan pergi ke arah timur menuju Konstantinopel. Awalnya kedua kapal ini terlihat menuju Laut Adriatik

Just before midnight on Aug. 6, 1914, 52-year-old Rear Adm. Ernest Troubridge received information regarding Goeben’s position and presumed course. The British light cruiser Gloucester, guarding the southern Strait of Messina, had reported Goeben’s departure from Messina and was shadowing the battlecruiser. The commander of the Mediterranean Fleet’s 1st Cruiser Squadron, then guarding the entrance to the Adriatic Sea, made some quick calculations and determined he could intercept the fleeing German battlecruiser off the west coast of Greece. He ordered his flotilla of eight destroyers and four armored cruisers—his flagship DefenceWarriorBlack Prince and Duke of Edinburgh—to shape a course he hoped would allow his vessels to intercept the German ships before 6 a.m. He also signaled the light cruiser Dublin and two destroyers, then steaming north from Malta, to head off Goeben. Knowing that the 9.2-inch guns aboard his cruisers were inferior in range to Goeben’s 11-inch guns, Troubridge intended to find the German battlecruiser and its escort by dawn, hoping the half-light would hamper the enemy gunners’ vision enough to offset their weapons’ superiority.

Souchon's two ships departed Messina early on 6 August through the southern entrance to the strait and headed for the eastern Mediterranean. The two British battlecruisers were 100 miles away, while a third, Inflexible, was coaling in Bizerta, Tunisia. The only British naval force in Souchon's way was the 1st Cruiser Squadron, which consisted of the four armored cruisers DefenceBlack PrinceDuke of Edinburgh and Warrior under the command of Rear Admiral Ernest Troubridge. The Germans headed initially towards the Adriatic in a feint; the move misled Troubridge, who sailed to intercept them in the mouth of the Adriatic. After realizing his mistake, Troubridge reversed course and ordered the light cruiser Dublin and two destroyers to launch a torpedo attack on the Germans. Breslau's lookouts spotted the ships, and in the darkness, she and Goeben evaded their pursuers undetected. Troubridge broke off the chase early on 7 August, convinced that any attack by his four older armored cruisers against Goeben—armed with her larger 28 cm guns—would be suicidal. Souchon's journey to Constantinople was now clear.

Goeben refilled her coal bunkers off the island of Donoussa near Naxos. During the afternoon of 10 August, the two ships entered the Dardanelles. They were met by an Ottoman picket boat, which guided them through to the Sea of Marmara. To circumvent neutrality requirements, the Ottoman government proposed that the ships be transferred to its ownership "by means of a fictitious sale." Before the Germans could approve this, the Ottomans announced on 11 August that they had purchased the ships for 80 million Marks. In a formal ceremony the two ships were commissioned in the Ottoman Navy on 16 August. On 23 September, Souchon accepted an offer to command the Turkish fleet. Goebenwas renamed Yavuz Sultan Selim and Breslau was renamed Midilli; their German crews donned Ottoman uniforms and fezzes.

 

Konsekuensi peristiwa

Terdapat banyak teori mengenai sejarah alternatif yang terjadi apabila kedua kapal ini tidak berhasil berlabuh di Konstantinopel. Namun, konsekuensi nyata dan utama terkait lolosnya SMS Goeben dan SMS Breslau ke Konstantinopel adalah bergabungnya Kekaisaran Ottoman untuk aktif bertempur bersama Blok Sentral di Perang Dunia I. Ironisnya, respon awal Inggris terkait sampainya kedua kapal ini ke pelabuhan Konstantinopel cenderung dingin. Perdana menteri Inggris pada saat itu H.H Asquith bahkan menyiratkan bahwa, berpindahnya kendali SMS Goeben dan Breslau dari tangan Jerman ke tangan Kekaisaran Ottoman akan mempermudah kampanye militer Inggris di Laut Tengah akibat tidak adanya kru kapal terampil yang dimiliki oleh Ottoman.

Baca juga

Catatan

Catatan kaki

  1. ^ Terdapat banyak perbedaan terkait rentang waktu peristiwa pengejaran ini, durasi pengejaran yang dimaksud di sini dimulai dari kontak pertama SMS Goeben dan Breslau dengan armada Sekutu, hingga kemudian sampai di Konstantinopel.
  2. ^ "SMS" merupakan kepanjangan dari "Seiner Majestät Schiff ", atau "Kapal Sang Kaisar" dalam bahasa Jerman.
  3. ^ "HMS" merupakan kepanjangan dari "His/Her Majesty's Ship ", atau "Kapal Sang Raja/Ratu" dalam bahasa Inggris.
  4. ^ Kapal Indefatigable atau sejenis memiliki bobot 22.100 t (21.800 ton panjang; 24.400 ton pendek) saat dalam keadaan penuh, sebagai perbandingan, kapal SMS Goeben atau sejenis memiliki bobot penuh 25.400 t (25.000 ton panjang; 28.000 ton pendek). Indefatigable juga dilindungi oleh lapisan baja setebal 4–6 in (100–150 mm). Sementara, lapisan baja Goeben's memiliki ketebalan 11–3 in (279–76 mm) . Lihat: Gardiner & Gray, hlm. 26 & 152.
  5. ^ Armada kapal Perancis secara teknis dapat dikatakan tidak terlibat dalam peristiwa pengejaran SMS Goeben dan Breslau, karena mereka hanya berjaga menghalangi pergerakan Goeben dan Breslau di bagian barat Laut Tengah, sementara kedua kapal Jerman ini memilih berlayar ke arah timur menuju Konstantinopel

Referensi

  1. ^ Tuchman, hlm. 177, "Thus on the morning of August 4 the first oppor. tuoity was lost. Another was immediately offered....".
  2. ^ a b c Tuchman, hlm. 184.
  3. ^ a b Strachan, hlm. 649-651.
  4. ^ Halpern, hlm. 57–58.
  5. ^ a b Hamilton & Herwig, hlm. 164.
  6. ^ a b c d e f Tuchman, hlm. 164.
  7. ^ Tuchman, hlm. 164 & 188.
  8. ^ Halpern, hlm. 255.
  9. ^ Tuchman, hlm. 184 : "....bringing as longg afterward Churchill somberly acknowledged, "more slaughter, more misery and more ruin than bas ever before been borne within the compass of a ship."".
  10. ^ Guns of August.
  11. ^ a b Staff, hlm. 12.
  12. ^ a b Gröner, hlm. 107-108.
  13. ^ Gardiner & Gray, hlm. 159.
  14. ^ Tuchman, hlm. 166.
  15. ^ a b German ships Goeben and Breslau reach Constantinople.
  16. ^ a b c Staff, hlm. 18.
  17. ^ a b c d Superior Force.
  18. ^ a b c d Massie, hlm. 27 :"To bar the passage of the French troopships was one of the purposes for which Goeben had been sent to the Mediterranean in 1912....".
  19. ^ a b Tuchman, hlm. 163.
  20. ^ a b c d the Malta garrison.
  21. ^ Trumpener.
  22. ^ Maisse, hlm. 21-22.
  23. ^ Strachan, hlm. 652-655.

Daftar pustaka

  • Corbett, Julian (1997) [1929]. Naval Operations. History of the Great War: Based on Official Documents. II (edisi ke-reprint of the 1929 second). London and Nashville, TN: Imperial War Museum in association with the Battery Press. ISBN 978-1-870423-74-8. 
  • Frothingham, Thomas G. (1924). The Navals History of the World War. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press. 
  • Gardiner, Robert; Gray, Randal, ed. (1985). Conway's All the World's Fighting Ships: 1906–1921. Annapolis: Naval Institute Press. ISBN 978-0-87021-907-8. 
  • Gröner, Erich (1990). German Warships: 1815–1945. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 0-87021-790-9. 
  • Trumpener, Ulrich (1966). "Liman von Sanders and the German-Ottoman Alliance". Journal of Contemporary History. London: SAGE Journals. 1 (4): 179 – 192. doi:10.1177/002200946600100407. 
  • Halpern, Paul G. (1995). A Naval History of World War I. Annapolis: Naval Institute Press. ISBN 978-1-55750-352-7. 
  • Hamilton, Richard F.; Herwig, Holger H. (2005). Decisions for War, 1914–1917. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-51119-678-2. 
  • Herwig, Holger H. (1998) [1980]. "Luxury" Fleet: The Imperial German Navy 1888–1918. Amherst, New York: Humanity Books. ISBN 978-1-57392-286-9. OCLC 57239454. 
  • Hough, Richard (2003). Dreadnought: A History of the Modern Battleship. Cornwall, UK: Penzance. ISBN 978-1-904381-11-2. 
  • Andrew, Gordon (2005). "The transition to war: the Goeben debacle, August 1914". Dalam Ian, Speller. The Royal Navy and Maritime Power in the Twentieth Century. Abingdon: Frank Cass Publishing. ISBN 0-415-35004-2. 
  • Massie, Robert (2004). Castles of Steel: Britain, Germany and the winning of the Great War. Random House. ISBN 0-224-04092-8. 
  • Milne, A. Berkeley (1921). The Flight of the "Goeben" and the "Breslau" : An Episode in Naval History. London, Inggris: Eveleigh Nash Company. 
  • Staff, Gary (2006). German Battlecruisers: 1914–1918. Oxford: Osprey Books. ISBN 978-1-84603-009-3. 
  • Sturton, Ian, ed. (1987). Conway's All the World's Battleships: 1906 to the Present. London: Conway Maritime Press. ISBN 978-0-85177-448-0. OCLC 246548578. 
  • Strachan, Hew (2001). The First World War. New York: Oxford University Press. ISBN 0-19-820877-4. 
  • Tuchman, Barbara W, (1962). The Guns of August. New York: Bantam Books. ISBN 0-553-25401-4. 
Sumber lainnya

Pranala luar