Sembahyang

artikel daftar Wikimedia

Sembahyang adalah suatu bentuk kegiatan keagamaan yang menghendaki terjalinnya hubungan dengan Tuhan, dewa, roh atau kekuatan gaib yang dipuja, dengan melakukan kegiatan yang disengaja. Sembahyang dapat dilakukan secara bersama-sama atau perseorangan. Dalam beberapa tradisi agama, sembahyang dapat melibatkan nyanyian berupa himne, tarian, pembacaan naskah agama dengan dinyanyikan atau disenandungkan, pernyataan formal kredo, atau ucapan spontan dari orang yang berdoa.

Umat Hindu Dharma sedang melakukan sembahyang.

Seringkali sembahyang dibedakan dengan doa, doa lebih bersifat spontan dan pribadi, serta umumnya tidak bersifat ritualistik. Meskipun demikian pada hakikatnya aktivitas ini sama, yakni sebuah bentuk komunikasi antara manusia dengan Tuhannya.

Kebanyakan agama menggunakan salah satu cara dalam melaksanakan ritual persembahyangannya. Beberapa agama meritualkan kegiatan ini dengan menerapkan berbagai aturan seperti waktu, tata cara, dan urutan sembahyang. Ada juga yang menerapkan aturan ketat mengenai apa saja yang harus disediakan, misalnya benda persembahan atau sesajen, serta kapan ritual itu harus dilakukan. Sementara beberapa pandangan lainnya memandang berdoa atau bersembahyang dapt dilakukan kapan saja, oleh siapa saja.

Etimologi

Istilah sembahyang berasal dari kata "sembah" dan "hyang"; artinya menyembah atau memuja hyang. Meskipun kini digunakan sebagai ibadah beberapa agama di Indonesia, istilah ini memiliki akar pada pemujaan arwah leluhur dan roh-roh penjaga alam yang disebut hyang yang kemudian dikaitkan dengan dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu.

Hindu

Dalam Hindu terdapat berbagai macam persembahyangan, doa (Sanskerta: prārthanā) atau puja. Dilakukan berdasarkan beberapa hari suci dalam agama Hindu atau pemujaan pada dewa atau arwah yang dihormati. Persembahyangan dapat dilakukan dalam kuil keluarga maupun pura di lingkungannya. Ritual terkadang melibatkan api atau air sebagai lambang kesucian. Pembacaan suatu bait mantra terus menerus dengan notasi dan waktu tertentu, atau juga meditasi dalam yang diarahkan pada dewa yang dituju. Pemujaan dalam Hindu dapat ditujukan kepada arwah seseorang suci yang dimuliakan, dewata, salah satu atau seluruh Trimurti; dewa tertinggi dalam Hinduisme perwujudan Tuhan, atau meditasi untuk mencapai kebijaksanaan sejati, mencari ketiadaan tak berbentuk seperti yang dilakukan para resi dan orang suci pada dahulu kala. Beberapa tarian sakral juga dianggap sebagai salah satu prasyarat kelengkapan suatu upacara keagamaan.

Kesemuanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual pribadi atau mencapai pencerahan spiritual. Hindu dapat bersembahyang kepada kebenaran dan keberadaan absolut tertinggi yang disebut Brahman, atau secara umum ditujukan kepada salah satu manifestasinya dalam Trimurti, yakni Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, Shiwa sebagai dewa penghancur. Atau diarahkan pada Awatara, penitisan Wishnu di atas bumi yaitu Rama dan Krishna. Pemujaan juga dapat ditujukan pada shakti dewa, yakni dewi-dewi pasangan sang dewa. Umat Hindu biasanya bersembahyang dengan mengatupkan kedua telapak tangan dengan khidmat yang disebut 'pranam' dalam bahasa Sanskerta.

Islam

 
Umat Islam Indonesia tengah sembahyang

Bagi orang-orang Islam, sembahyang diistilahkan sebagai salat. Dalam islam sendiri, salat merupakan ibadah yang paling utama di antara banyak ibadah-ibadah lain yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW selama dia mendakwahkan agama ini. Dan menjadi posisi ke 2 dari 5 (lima) pilar ajaran islam yang utama atau yang disebut dengan rukun islam. Salat dikerjakan 5 kali/waktu setiap harinya, yaitu; subuh, zuhur, ashar, maghrib dan isya.

Salat menurut bahasa adalah Doa, dan salat didefinisikan oleh para Ulama fiqh sebagai

                               أقوال وأفعال مفتتحة بالتكبير ومختتمة بالتسليم

artinya: omongan ( dzikir )dan gerakan yang didahului dengan takbir dan di ahiri dengan salam.

Khonghucu (Ru Jiao)

Di dalam agama Khonghucu, bersembahyang diartikan sebagai bentuk komunikasi antara manusia dengan para leluhur, shen ming (roh suci) dan TIAN (Tuhan Yang Maha Esa). Di dalam melakukan persembahyangan selalu ada persembahan yang disajikan seperti buah-buahan, lauk pauk, penganan berupa kue, dan hewan kurban. Semuanya itu merupakan simbol atau lambang yang penuh dengan makna. Bentuk dan jenis persembahan itu berbeda-beda, tergantung kepada siapa mereka melakukan sembahyang. Waktu bersembahyangpun diatur pada waktu-waktu yang telah ditentukan, misalnya untuk sembahyang kepada leluhur (almarhum) biasanya dilakukan setiap tanggal 1 dan 15 Imlek/Yinli, Qing Ming, tanggal 15 bulan 7 (Imlek/Yinli) dsb. Sembahyang kepada para Shen Ming biasanya dilakukan pada hari ulang tahun /See jit (Sheng ri) shen ming yang bersangkutan. Sedangkan sebahyang kepada TIAN (Tuhan YME), pada umumnya dilakukan pada tiap tanggal 1 dan 15 (Imlek/Yinli), Jing Tian Gong (tgl.8 malam bulan 1), malam menjelang pergantian tahun (Tahun Baru)dsb. Umat Khonghucu selalu bersembahyang kehadapan TIAN terlebih dahulu sebelum melakukan sembahyang kehadapan para leluhur atau para Shen Ming.Misalnya, ketika mereka bersembahyang dirumah terlebih dahulu ia menghadap keluar pintu rumah bersembahyang kepada TIAN. Demikian pula ketika mereka bersembahyang di Kelenteng (Bio/Miao), pertama mereka akan menghadap ke altar TIAN terlebih dahulu,baru mereka akan bersembahyang kehadapan altar para Sheng Ming yang ada di dalam Kelenteng tersebut. Umat Khonghucu menggunakan dupa (hio/xiang) dan lilin ketika melakukan sembahyang. Dupa (hio/xiang) mengandung makna 'harum semerbak', segala doa, permohonan,dan harapan yang keluar dari hati yang tulus itu bermohon agar diberkahi oleh Yang Maha Kuasa diiiringi harum dupa yang semerbak. Sedangkan lilin sebagai penerangan jiwa dan batin kita, sebagai pelita dalam menjalani kehidupan ini. Khonghucu (Kong Zi) berkata, "Ketika bersembahyang kehadapan leluhur, merasakan seolah-olah mereka berada dihadapan kita. Demikian pula ketika bersembahyang kehadapan Gui Shen, rasakan pula akan kehadirannya". "Kalau Aku tidak melakukannya sendiri, Aku belum merasa sudah bersembahyang. Di dalam upacara duka, lebih baik ada rasa sedih yang benar daripada merepotkan peralatan upacara". "Barang siapa yang berbuat dosa kepada TIAN, tiada tempat untuk memohon doa"..

Katholik

 
St. Theresia dari Lisieux pada tahun 1886, saat berumur 13 tahun, telah menjalani hidup doa yang mendalam sejak kecil.[1]

Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengutip kata-kata dari Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus, seorang Pujangga Gereja, dari otobiografinya "Aku Percaya akan Cinta Kasih Allah" (edisi bahasa Inggris: The Story of a Soul) untuk menjelaskan arti doa:[2]:2558

"Bagiku doa adalah ayunan hati, suatu pandangan sederhana ke surga. Suatu luapan syukur dan cinta, baik di tengah pencobaan maupun kegembiraan."[1]:201

Arti serupa diberikan oleh St. Yohanes dari Damaskus, seorang Pujangga Gereja dan Bapa Gereja:[2]:2559

"Doa adalah pengangkatan pikiran dan hati seseorang kepada Tuhan, atau permohonan kepada Tuhan demi hal-hal yang baik."

Dalam KGK dikatakan bahwa doa adalah suatu kehidupan dari hati yang baru, yang seharusnya menggerakkan hidup seseorang setiap saat, senada dengan yang dikatakan oleh Santo Gregorius dari Nazianzus, Pujangga Gereja dan Bapa Gereja yang dihormati baik oleh Gereja Barat maupun Gereja Timur:[3]:2697

"Kita harus mengingat Allah lebih sering daripada kita bernapas."

Menurut KGK, seseorang tidak dapat berdoa 'setiap saat' jika ia tidak secara sengaja berdoa — dengan sadar — pada waktu tertentu. Tradisi Gereja menawarkan berbagai rumusan doa dengan maksud memelihara kebiasaan berdoa tanpa henti; di antaranya adalah doa harian, misalnya doa pagi dan doa sore, Ibadat Harian. Hari Minggu, yang berpusat pada Ekaristi, secara khusus dikuduskan oleh doa. Doa lainnya mengikuti siklus tahun liturgi beserta hari-hari raya-nya. Tuhan membimbing semua orang sesuai jalannya masing-masing dengan cara-cara yang berkenan pada-Nya, dan setiap orang beriman menanggapi sesuai ketetapan hatinya dan ungkapan pribadi masing-masing dalam doanya. Tradisi Kristen mempertahankan 3 cara utama dalam mengungkapkan doa yaitu: doa vokal (lisan), doa renungan (meditasi), dan doa batin (kontemplasi); doa renung dan doa batin dapat juga dipandang sebagai doa hening. Semua cara tersebut memiliki satu ciri pokok yang sama, yaitu ketenangan hati.[3]

Yesus pun pernah bersabda bahwa :

Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. (Matius 6:5-8)

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b Theresia dari Lisieux. Aku Percaya akan Cinta Kasih Allah (Otobiografi) (edisi ke-1995). Biara Karmel Lembang (Terjemahan Indonesia oleh Biarawati Karmel OCD, Bajawa, Flores). 
  2. ^ a b (Inggris) "Catechism of the Catholic Church - Prayer in the Christian Life". Holy See. 
  3. ^ a b (Inggris) "Catechism of the Catholic Church - The Life of Prayer". Holy See.