Ernst Utrecht
Ernst Utrecht (Surabaya, 30 Oktober 1920 – Amsterdam, 1987) adalah seorang ilmuwan sekaligus pakar hukum yang juga dikenal sebagai politikus Indo-Belanda yang berhaluan nasionalis. Ia pernah menjadi Anggota Konstituante RI mewakili golongan Indo-Belanda dan PNI.
Ernst Utrecht | |
---|---|
Lahir | Surabaya , Hindia Belanda | 30 Oktober 1920
Meninggal | 1987 Amsterdam, Belanda |
Kebangsaan | Hindia Belanda (1922-1952) Indonesia (1952-1969) Belanda (1969-1987) |
Almamater | Institut Teknologi Bandung (tidak selesai karena Perang Dunia II) Rijksuniversiteit Leiden |
Pekerjaan | Pengacara Politikus Dosen |
Dikenal atas | Anggota Konstituante Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Baperki Dosen Universitas Pattimura Dosen Universitas Hasanuddin Dosen Universitas Indonesia Dosen Universitas Padjadjaran Politikus Partai Nasional Indonesia Pakar Hukum pertama di Indonesia yang menulis dalam Bahasa Indonesia |
Partai politik | Partai Nasional Indonesia (1957-1965) |
Suami/istri | Elien Utrecht |
Anak | Artien Utrecht |
Riwayat Hidup
Ia dilahirkan di Surabaya pada tahun 1922. Sebenarnya, Ernst Utrecht pernah kuliah di Insititut Teknologi Bandung. Akan tetapi, kuliahnya terbengkalai akibat Perang Dunia II. Utrecht kemudian kuliah Hukum dan Indologie di Universitas Leiden. Lulus dari Leiden, ia pergi kembali ke Indonesia pada tahun 1952 dan dinaturalisasi menjadi Warga Negara Indonesia.
Kehidupan di Indonesia
Setibanya di Indonesia, ia menjadi pengajar di Kursus Dinas C pada Kementerian Dalam Negeri di Malang di mana ia mengajar mata pelajaran pengantar ilmu hukum dan hukum administratif.[1] Kemudian, ia menjadi dosen tamu di Makassar, Sulawesi Selatan di Universitas Hasanuddin yang kala itu merupakan cabang Universitas Indonesia (1954-1956). Kemudian, dari tahun 1956 sampai 1958, ia menjadi dosen kepala Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang sudah resmi terbentuk.
Sebagai akibat kurangnya tenaga pengajar pada saat itu, Utrecht juga memiliki jadwal mengajar di kota lain dan berperan sebagai pendiri universitas di kota Ambon bersama Yayasan Perguruan Tinggi Maluku dan Cirebon (Universitas Sunan Gunung Jati). Dibandingkan memilih menjadi dosen tetap di Universitas Indonesia Jakarta, ia memilih pindah ke Bandung pada tahun 1957 untuk mengajar di Universitas Padjadjaran. Selama waktu itulah ia aktif mengajar di berbagai kota seperti Makassar, Ambon, dan Jember. Ia mencapai jabatan tertinggi pertamanya sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Baperki (sekarang Universitas Trisakti).[1]
Alasan lain Utrecht pindah ke Bandung dan meninggalkan Fakultas Hukum Universitas Indonesia disebabkan oleh perselisihan antara dirinya dengan penguasa militer lokal di Ambon, Herman Pieters, yang juga menjabat sebagai dewan pengurus universitas tersebut. Sebagai akibatnya, Utrecht dikeluarkan pada 30 Juli 1960.[1]
Kemudian, pada tahun 1962 ia meraih gelar doktor untuk studi banding mengenai penerapan hukum internasional di Bali dan Lombok. Selain itu, ia juga pernah menjadi dosen sekaligus sekretaris Fakultas Hukum Universitas Jember pada dekade 1960-an.[2]
Kehidupan politik
Utrecht adalah seorang politikus yang aktif. Ia menjadi anggota PNI dan duduk di DPR dan Konstituante.[3] Salah satu keputusan berani yang pernah ia buat adalah keputusan untuk melarang HMI sebagai organisasi di Fakultas Hukum Universitas Jember (ketika menjabat sebagai sekretaris fakultas). Kebijakan ini diambil karena HMI merupakan organisasi yang terkait partai terlarang saat itu, Masyumi.[2] Konflik lain yang pernah terjadi selama di Jember adalah kalimatnya mengenai pemisahan negara dan agama serta pemisahan hukum dan kewajiban akan menjalankan perintah agama[1]. Selain itu, Ia pernah menjadi penasehat Soekarno.
Akibat konflik dengan militer/TNI (dalam hal ini Herman Pieters) dan kelompok agama (dalam hal ini HMI/Masyumi), ia mengalami akibat berat setelah peristiwa G30S dimana ia ditangkap dan dipenjara pada tahun 1965. Ia dikeluarkan dari penjara pada tahun 1966 kemudian pergi ke negeri Belanda pada tahun 1969 (melalui Singapura, Australia, dan Amerika Serikat) hingga meninggal di sana serta tidak pernah kembali ke Indonesia[1]. Salah satu kritiknya yang tajam pada awal Pemerintahan Orde Baru ialah terkait Peristiwa Purwodadi. Ia mengkritik pemerintahan Suharto di awal periodenya dengan mengatakan “Repelita is onzin” (Repelita adalah omong kosong). Ia mengatakan bahwa bantuan ekonomi barat kepada Indonesia adalah sama dengan imperialisme ekonomi yang membawa Indonesia memasuki Kapitalisme Barat.[4]
Sumber
- `Vincent Houben. 1996. Van Kolonie tot Eenheidsstaat. (hal 172-173) ISBN 90-73084-17-2
Pranala luar
- (Belanda) Profil
Referensi
- ^ a b c d e Manullang, Fernando Morganda (2015-07-27). "THE PURPOSE OF LAW, PANCASILA AND LEGALITY ACCORDING TO ERNST UTRECHT: A CRITICAL REFLECTION". Indonesia Law Review (dalam bahasa Inggris). 5 (2): 187–207–207. doi:10.15742/ilrev.v5n2.141. ISSN 2356-2129.
- ^ a b 1984-, Hadi, Kuncoro,. Kronik '65 : catatan hari per hari Peristiwa G30S sebelum hingga setelahnya (1963-1971) (edisi ke-Cetakan pertama). Gejayan, Yogyakarta. ISBN 9789799116055. OCLC 1007495217.
- ^ "Mr. Drs. Ernst Utrecht - PNI (Partai Nasional Indonesia) - Profil Anggota - Konstituante.Net". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2018-07-28.
- ^ "Purwodadi: Skandal Pertama Orde Baru". Historia - Obrolan Perempuan Urban (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-01-24.