Anabaptis

denominasi Kristen

Anabaptis (bahasa Yunani: ανα βαπτιζω - dibaptis kembali) adalah orang Kristen yang dimasukkan ke dalam kategori Reformasi Radikal. Mereka tidak memiliki suatu organisasi yang resmi dan memiliki berbagai-bagai variasi. Sepanjang sejarah ada banyak kelompok Kristen yang disebut sebagai Anabaptis, tetapi istilah Anabaptis khususnya menunjuk kepada kelompok Anabaptis pada abad ke-16 di Eropa.

Saat ini dari kelompok abad ke-16 tersebut yang masih tertinggal adalah kaum Amish, Hutterit, Mennonit, Gereja Persaudaraan, Persaudaraan Kristen, dan beberapa variasi Gereja Baptis Jerman lainnya.

Baptisan orang percaya merupakan salah satu ciri utama kepercayaan kaum Anabaptis, dan mereka menolak baptisan untuk anak bayi oleh orang tua mereka. Kepercayaan ini ditentang keras oleh kelompok Kristen Protestan lainnya pada periode itu, oleh sebab itu anggota kelompok ini dianiaya dan banyak yang dihukum mati selama abad ke-16 hingga abad ke-17.

Anabaptis dan Reformasi Protestan

Pada masa Reformasi Protestan banyak muncul sayap-sayap kekristenan yang baru, yang terkenal di antaranya Gereja Lutheran dan Gereja Reformasi dan Gereja Presbiterian dapat dikategorikan sebagai sayap yang konservatif. Mereka dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari Gereja yang Katolik di wilayah mereka masing-masing. Pada prinsipnya, Lutheranisme hanya menolak hal-hal di dalam Gereja Katolik Roma yang dianggap terang-terangan dilarang di Alkitab. Gereja Reform bertindak lebih jauh lagi dengan hanya mengambil dari Gereja Katolik Roma hal-hal yang mereka anggap didasarkan dari Alkitab. Masing-masing berusaha untuk menjadi gereja untuk seluruh komunitas. Keduanya melanjutkan tradisi baptisan anak dan dengan hal tersebut maka mereka menganggotakan ke dalam gereja yang tampak (atau gereja yang kelihatan, yakni suatu gereja yang spesifik) seluruh orang yang lahir di komunitas tersebut.

Tentang hal tersebut, sebenarnya Luther tidak sepenuhnya setuju karena hal tersebut tidak sepenuhnya sejalan dengan keyakinan dasarnya, yakni sola fide atau keselamatan hanya karena iman saja. Kalvin, yang teologinya menjadi dasar Gereja Reform, mengajarkan bahwa banyak yang dibaptis dengan cara demikian tidak berarti mereka orang-orang yang dipilih dan banyak di antara mereka yang tidak termasuk ke dalam gereja yang tak kelihatan (yakni mereka yang diselamatkan, atau masuk ke surga), yang keanggotaannya hanya diketahui oleh Allah saja. Namun masing-masing, baik Luther maupun Kalvin, menginginkan agar gereja yang terlihat dapat menjangkau seluruh komunitas di wilayah mereka masing-masing.

Dalam hubungannya dengan negara, meskipun mereka mengetahui bahwa negara tidaklah sempurna dan dipenuhi dosa, tetapi keduanya menjaga hubungan yang dekat dengan pemerintah negara, karena mereka percaya bahwa negara diberi kekuasaan oleh Allah. Kalvin dan Gereja Reform secara umum selangkah lebih jauh dari Luther dan menginginkan pemisahan Gereja dan negara. Namun keduanya bekerja sama dengan negara.

Kepercayaan Anabaptis

Anabaptisme, dalam berbagai wujudnya, merupakan sayap yang lebih radikal dari Lutheranisme maupun Kalvinisme, dan berada lebih jauh dari definisi umum iman kekristenan daripada cabang kekristenan yang lain. Namun pengikut Anabaptis mereka memiliki beberapa persamaan-persamaan. Pada umumnya mereka percaya pada Alkitab, terutama Perjanjian Baru sebagai otoritas tertinggi mereka dan membuang segala yang tidak dapat mereka temukan di dalam kumpulan tulisan-tulisan tersebut. Mereka ingin untuk kembali ke bentuk kekristenan purba (gereja mula-mula) pada abad pertama, maka dari itu mereka cenderung menolak banyak hal dalam kekristenan yang datangnya dari Gereja Katolik Roma, lebih daripada Gereja Lutheran dan Reform. Mereka percaya kepada gereja yang "dikumpulkan", berbeda dari komunitas pada umumnya, tetapi terdiri dari orang-orang yang telah mengalami kelahiran baru. Mereka menolak baptisan anak karena bertentangan dengan Kitab Suci, karena mereka menganggap satu-satunya baptisan yang sah adalah yang dilakukan pada orang percaya yang memiliki kesadaran. Dari situlah mereka mendapat julukan "Anabaptis", yang membaptis dua kali, walaupun bagi mereka julukan tersebut sebenarnya tidak tepat, karena menurut mereka baptisan bayi bukan merupakan baptisan. Mengenai bentuk baptisan, di mata mereka bukan merupakan hal yang terpenting. Bagi kebanyakan, bentuk yang mereka pakai bukanlah baptisan selam, melainkan baptisan percik.

Kebanyakan Anabaptis tidak berurusan dengan negara. Beberapa terang-terangan menolak bekerja sama dengan negara. Banyak di antaranya yang percaya bahwa orang Kristen tidak selayaknya maju perang. Mereka biasanya mengundurkan diri dari masyarakat dan membentuk komunitas tersendiri yang tidak terkontaminasi oleh dunia di sekitar mereka. Bentuk kebaktian mereka sederhana. Pada zaman keemasannya gerakan ini menciptakan banyak himne baru. Beberapa di antara mereka menantikan hari terakhir dalam sejarah dan datangnya Yesus yang kedua kalinya untuk mendirikan kerajaan seribu tahun-Nya. Banyak yang percaya bahwa pada mereka digenapi nubuat dan bahwa Roh Kudus terus memimpin dan berbicara. Beberapa menolak ketuhanan Yesus dan menganggapnya hanya sebagai pemimpin dan contoh. Banyak yang menjadi misionaris, tidak hanya untuk menarik orang Kristen ke ajaran mereka, melainkan juga mencita-citakan agar Injil dapat disebarkan kepada seluruh umat manusia. Ajaran moral mereka sangat ketat dan makanan, pakaian, dan perkataan mereka sangat sederhana.

Kaum Anabaptis memiliki tolok ukur moralitas yang tinggi. Tolok ukur tersebut tidak hanya berasal dari ajaran agama, tetapi juga etika. Mereka tidak percaya keselamatan dapat diperoleh melalui usaha manusia, tetapi mereka mengajarkan bahwa jika keselamatan tersebut murni, maka dengan sendirinya akan membuahkan perbuatan-perbuatan yang baik. Mereka mengeluarkan dari persekutuan mereka orang-orang yang tidak memenuhi tolok ukur mereka. Di antara kritikus-kritikus mereka yang paling kritis pun tidak dapat membantah bahwa kaum Anabaptis adalah orang-orang yang jujur, cinta damai, mampu mengendalikan diri dalam hal makan dan minum, menjauhi bahasa dan kata-kata kasar, memiliki moral yang baik, lemah lembut, dan tidak memiliki rasa iri, tamak, dan sombong. Banyak di antara mereka sama sekali tidak menyentuh minuman beralkohol. Mereka sungguh-sungguh berusaha untuk hidup menurut tolok ukur etika yang diajarkan Yesus dalam apa yang disebut sebagai Khotbah di Bukit. Usaha mereka hampir sama dengan biarawan Katolik, yakni sama-sama mencari kesempurnaan melalui komunitas yang terpisah dari dunia, tetapi mereka tidak hidup selibat seperti biarawan, melainkan menikah dan berkeluarga.

Tidak jarang kaum Anabaptis dianiaya oleh kaum Protestan dan Katolik, karena bagi mereka Anabaptis dianggap kaum revolusioner yang membahayakan dan mengganggu aturan yang telah tertata. Beberapa wujud Anabaptis kemungkinan merupakan kelanjutan dari kelompok-kelompok yang dianggap sesat pada abad-abad pra-Reformasi. Penganiayaan yang mereka alami tidak menghapuskan jejak mereka di benua Eropa, dan beberapa dari mereka masih bertahan. Lebih lanjut, mereka juga berkontribusi terhadap kemunculan atau perkembangan gerakan-gerakan di Britania, terutama kaum Independen, Baptis, dan Quaker. Melalui kaum-kaum ini, terutama dua yang pertama, wajah kekristenan pada abad ke-18 dan ke-19 akan dipengaruhi secara besar-besaran.

Gerakan Anabaptis mula-mula

Tepatnya kapan Anabaptis dimulai sejarah tidak mencatatnya. Seperti yang telah disebutkan, beberapa kelompok Anabaptis kemungkinan berasal dari gerakan-gerakan sesat (heretikal) sebelum abad ke-16. Ada pula dari antara mereka yang mengaku merupakan kelanjutan tak terputuskan dari kekristenan pada abad pertama, tetapi berbeda dengan suksesi kerasulan yang diklaim oleh Paus Gereja Katolik. Tetapi hal ini belum terbukti dan diterima secara umum. Jika memang merupakan suatu kelanjutan banyak sekali terjadi perbedaan di antara mereka.

Penyebar ajaran Anabaptis mula-mula

Salah satu pusat gerakan Anabaptis mula-mula adalah Zürich. Di sana, di kota tempat Zwingli berkontribusi begitu besar terhadap Gereja Reform, Konrad Grebel dan Felix Manz, dua orang putra keluarga terpandang, memimpin gerakan radikal yang jauh melampaui Zwingli. Pada masa Grebel bersekolah di Basel, Wina, dan Paris, ia dipengaruhi oleh ideologi humanisme yang populer pada masa itu. Sekembalinya ke Zürich, ia dan Zwingli berkenalan. Perpindahan keyakinannya terjadi pada 1522-1523, tetapi detailnya tidak diketahui. Dari luar ia merupakan seorang teman yang baik dan pengikut ajaran reformasi yang sungguh-sungguh. Pada musim gugur 1523 ia mulai berpisah dari Zwingli. Zwingli tidak mau mendesak lebih lanjut dalam penghapusan misa dan penggunaan gambar di dalam gereja kepada dewan kota, sedangkan Grebel percaya bahwa otoritas sipil tidak seharusnya mengatur gereja.

 
Thomas Müntzer

Di sekitar Grebel berkumpullah orang-orang yang kemudian disebut sebagai Kelompok Persaudaraan Swiss. Mereka mengingini Gereja direformasi dengan tidak tanggung-tanggung, lebih dari yang Zwingli ajarkan. Mereka menghubungi Carlstadt yang merupakan salah satu radikal yang bertindak lebih jauh dari Luther. Mereka juga ingin menghubungi, tetapi tidak berhasil, Thomas Müntzer yang cenderung lebih mengutamakan kekerasan. Grebel juga menulis surat kepada Luther, menghimbaunya supaya menerapkan Kitab Suci tanpa kompromi, lebih jauh dari yang saat itu dilakukan oleh Luther. Di banyak tempat di Swiss dan bagian barat daya Jerman dasar Kitab Suci untuk baptisan anak mulai dipertanyakan. Pada musim gugur 1524 Grebel dan rekan-rekannya mulai menolak baptisan anak, dan walaupun mereka juga menyatakan penolakan mereka terhadap perpuluhan yang dikumpulkan oleh negara untuk membiayai para pendeta (minister) dan untuk "riba", tetapi konflik yang timbul dengan otoritas Zürich terutama berasal dari kepercayaan baptisan tersebut. Pada Januari 1525, dewan kota memutuskan untuk membela praktik baptisan bayi dan memerintahkan Grebel dan kolompok Persaudaraan untuk menghentikan gerakan mereka. Meksipun diperintahkan demikian oleh dewan kota, Grebel dan rekan-rekannya membaptis orang-orang percaya yang menghendaki baptisan. Kelompok Persaudaraan tersebut juga melakukan Perjamuan Kudus dengan ritual yang sangat sederhana.

 
Die Wa(h)rheit is untödtlich, kebenaran tidak akan mati, motto Balthasar Hübmaier

Dengan semangat bernyala-nyala seorang misionaris, Grebel berpindah ke kota-kota lain. Di Schaffhausen, beberapa mil di sebelah utara Zürich, mula-mula ia menemukan dukungan. Di Waldshut di dekatnya, Balthasar Hübmaier merupakan rekan sepikirannya. Di pusat-pusat yang lain, yang terutama di St. Gall, Grebel dan rekan-rekannya mendapat sambutan yang antusias. Meskipun demikian, Grebel, Manz, dan lain-lain ditangkap, diadili oleh otoritas sipil di Zürich, dan dihukum penjara seumur hidup karena tidak menaati keputusan dewan kota. Setelah beberapa bulan mereka berhasil melarikan diri. Manz yang tertangkap kembali dihukum mati dengan cara ditenggelamkan (25 Januari 1527), rupanya merupakan martir pertama bagi gerakan Anabaptis. Grebel telah meninggal beberapa bulan sebelumnya.

Balthasar Hübmaier, seorang lulusan universitas, pendeta, dan mantan murid Eck yang berdebat dengan Luther di Leipzig, dan seorang pengkotbah yang handal, pada 1523 telah menjadi penganut ajaran Refmasi. Dengan perpindahan keyakinannya, ia turut membawa beberapa paroki yang dipimpinnya di Waldshut. Mula-mula bersahabat dengan Zwingli dan rekan-rekannya, pada 1525 ia menolak baptisan anak. Pada tahun yang sama ia dibaptis dan pada Paskah tahun itu ia membaptis sekitar tiga ratus orang dan dilanjutkan dengan baptisan lainnya, Perjamuan Kudus, dan pencucian kaki. Selama beberapa waktu ia berada di Zürich dan di sana ia dipenjara dan disiksa. Setelah dilepaskan, ia pergi ke Nikolsburg di Moravia dan berkotbah dengan begitu luar biasanya sehingga ribuan orang dibaptiskan. Ia ditangkap oleh perintah Adipati Agung Ferdinand dari Austria, dibawa ke Wina, diadili, dinyatakan bersalah, dan dibakar (10 Maret 1528).

Pada 1520-an pandangan Anabaptis menyebar dengan cepat dan luas di bagian Swiss yang berbahasa Jerman, Austria, dan tenggara Jerman. Strassburg merupakan salah satu pusat mula-mula yang penting dan di barat laut pandangan Anabaptis mulai mengalami kemajuan di Negara-negara Bawah (bawah delta sungai Rhein, Scheldt, dan Maas). Di tempat-tempat lainnya jalan telah dipersiapkan untuk kepercayaan Anabaptis oleh kaum Sahabat Tuhan dan kelompok mistik abad ke-15 lainnya, dan kemungkinan juga oleh komunitas seperti Beguine dan Beghard.

Misionaris bagi gerakan ini sangatlah banyak. Melchior Hoffmann, seorang pengrajin kulit dari Livonia yang lahir di Swabia, berkelana luas di Baltik, Skandinavia, Negara-negara Bawah, dan Strassburg, berkotbah ke manapun ia pergi, dan di beberapa tempat mendapatkan pengikut dan mendirikan komunitas-komunitas. Namun bahkan Strassburgh yang toleran sekalipun tidak dapat mentolerirnya, dan ia akhirnya mati di dalam penjara di kota tersebut.

Hans Denck, seorang sarjana humanis, lulusan dari Universitas Ingolstadt, dan selama beberapa waktu merupakan bagian dari klik-Erasmus di Basel, dipengaruhi oleh Tauler, mahir berbahasa Yunani dan Ibrani, mendamakan reformasi internal dengan mendengarkan suara Roh di dalam kita, Kristus yang berdiam di dalam manusia, dan Kitab Suci, dan menjauhi kekerasan, singgah di beberapa kota, di antaranya Nuremberg, St. Gall, Strassburg, Worms, dan Augsburg, dan pada usia tiga puluhan meninggal karena wabah di Basel.

Salah satu teman Denck, yang selama beberapa waktu juga merupakan teman Zwingli, Ludwig Hetzer dari Swiss, yang mendapat pendidikan humanis dan telah dipengaruhi secara mendalam oleh tulisan-tulisan mistik seperti Theologia Germanica, diusir dari Zürich karena ajaran Anabaptisnya. Selama beberapa bulan pada 1525 ia mengepalai kaum radikal di Augsburg, dan selama beberapa waktu berada di Basel di rumah Oecolampadius, di Strassburg sebagai tamu Wolfgang Capito, seorang pengikut Zwingli dengan kecenderungan Anabaptis, bekerja sama dengan Denck dalam menterjemahkan kitab-kitab nubuatan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Jerman, dan dengan Denck dipaksa untuk lari dari Worms, dan pada awal 1529 diadili dan dieksekusi di Constance dengan dakwaan, kemungkinan palsu, perzinahan.

Beberapa orang di atas hanyalah sebagian dari tokoh-tokoh Anabaptis yang lebih dikenal dari antara penyebar ajaran Anabaptis mula-mula.

Pengikut ajaran Anabaptis mula-mula

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, pengikut Anabaptis terdiri dari berbagai ragam. Mereka kebanyakan direkrut dari anggota masyarakat kelas bawah, tetapi mereka juga berhasil meyakinkan orang-orang terpelajar. Orang-orang tersebut kebanyakan berasal dari kawasan perkotaan, tetapi tidak dikelompok-kelompokkan menurut pemimpin tertentu. Bagi kebanyakan dari mereka penolakan baptisan bayi dan kepercayaan mereka atas baptisan orang percaya hanya merupakan suatu kebetulan. Beberapa sama sekali menolak penggunaan kekerasan, meskipun dalam bertahan melawan penganiayaan. Beberapa yang lain menginginkan penggunaan kekerasan. Beberapa, seperti Hans Hetz, yang mengganggu Hübmaier di Nickelsburg, memmproklamirkan bahwa harinya Tuhan telah dekat, dan para orang-orang suci merupakan orang-orang pilihan yang, seperti keturunan Israel yang menaklukkan Palestina, bertugas untuk menyiangi orang-orang jahat sebelum pemerintahan Kristus didirikan di atas bumi.

Michael Sattler, mantan biarawan, yang setelah dikuliti dan lidahnya dipotong, dibakar pada Mei 1527, sebelumnya, pada Februari tahun tersebut, telah memimpin penulisan kredo (artikel) iman kepercayaan Anabaptis. Kredo tersebut mengganggap Gereja sebagai gabungan satuan-satuan lokal orang-orang yang telah dibaptis sebagai orang percaya. Setiap satuan lokal memilih sendiri pemimpinnya dan disatukan oleh sebuah Perjamuan Kudus. Kredo kepercayaan itu menolak ibadah kaum Katolik Roma, Lutheran, dan Zwinglian sebagai "perbudakan daging", yakni tubuh jasmaniah mereka. Namun tidak semua pengikut Anabaptis mengakui pernyataan iman tersebut.

Penganiayaan terhadap Anabaptis

Pemimpin Katolik Roma, Lutheran, dan Zwinglian menganggap kaum Anabaptis sebagai orang-orang radikal yang berbahaya, yang mengancam timbulnya anarki di gereja dan negara. Di antara ketiganya ada beberapa yang berusaha menyingkirkan mereka dengan kekerasan. Di akhir 1520-an dan awal 1530-an, ratusan Anabaptis dibunuh, sebagian dengan cara ditenggelamkan, beberapa dipenggal, dan lainnya dibakar.

Penganiayaan terhadap Anabaptis semakin meningkat karena mereka dipercaya bertanggung jawab secara sebagian di dalam pemberontakan para petani tahun 1524-1525. Tuduhan tersebut memiliki alasan yang kuat. Thomas Müntzer merupakan salah satu otak di balik pemberontakan di Saxony. Ia biasanya dikategorikan sebagai Anabaptis, karena walaupun ia tidak terlalu mempersoalkannya sebagaimana Anabaptis yang lain, ia menolak baptisan bayi, dan menurut definisi Anabaptis secara inklusif ia dapat dikelompokkan dengan mereka. Tentunya orang-orang yang merasa was-was dengan ketertiban publik merasa perlu untuk bertindak dengan lebih bengis terhadap kaum Anabaptis karena adanya ketakutan bahwa, karena melihat bahwa kebanyakan dari mereka berasal dari kelas yang kurang beruntung, mereka dapat menimbulkan pemberontakan.

Episode Münster

Ketakutan terbesar para kritikus Anabaptis menjadi kenyataan dalam episode Münster pada 1533-1535. Münster, sebuah kota di Wesphalia, tidak jauh dari perbatasan Belanda, pada Abad Pertengahan merupakan anggota terkemuka Liga Hanseatik, merupakan pusat kedudukan seorang uskup. Di sana pada 1529 seorang pendeta (chaplain) muda bernama Bernhard Rothmann mulai mengkotbahkan tentang pembenaran karena iman. Ia berhasil meyakinkan banyak di antara massa tersebut yang seyogyanya telah merasa tidak puas di bawah eksploitasi para penguasa dari kaum gerejawan. Walaupun mendapat tentangan dari pihak uskup dan bangsawan-bangsawan di sekitarnya, kota tersebut dinyatakan menjadi Protestan dan didaftarkan ke dalam Liga Schmalkaldik. Namun Rothmann tidak pernah terlihat seperti seorang Lutheran, ia lebih dekat kepada Anabaptis. Pada 1533 ia telah menjadi yakin bahwa baptisan anak adalah salah. Karenan ia menolak membaptiskan anak bayi, maka tokoh-tokoh masyarakat setempat, semuanya Lutheran, berusaha menjatuhkannya dari jabatannya, tetapi terhenti karena ketenarannya yang jauh melampaui kekuasaan mereka. Pada sebuah perselisihan pendapat di muka umum dengan seorang Lutheran dan seorang Katolik Roma, populasi kota tersebut menyatakan Rothmann sebagai pemenangnya.

 
David Joris, salah satu murid Melchior Hoffman dari Belanda.

Kemudian tersebarlah kabar bahwa Münster telah menjadi Anabaptis dan berbondong-bondong datanglah pengikut Melchior Hoffman ke kota tersebut. Hoffmann telah meramalkan bahwa setelah ia dipenjara dan setelah kematiannya ia akan kembali, pada 1533, bersama dengan Kristus di tengah-tengah awan di surga, dan orang-orang jahat akan dihakimi, dan Yerusalem Baru akan didirikan di Strassburg. Tahun 1533 berlalu dan Hoffman masih dipenjarakan, dan akhir zaman belum juga tiba. Salah satu imigran yang terkenal adalah Jan Matthys, seorang pembuat roti dari Haarlem, di Belanda, yang percaya bahwa dirinya adalah seorang nabi dan yang percaya bahwa di Münster-lah, bukan Strassburg, tempat didirikannya Yerusalem yang baru tempat orang-orang suci memerintah. Seorang yang lain adalah Jan Beukelssen, seorang penjahit dari Leiden. Para Anabaptis menguasai Münster dan di sana mereka berusaha untuk menciptakan suatu masyarakat Kristen menurut kepercayaan mereka. Sang Uskup Münster mengepung kota tersebut. Dengan dibantu pihak Lutheran dan Katolik ia mengambil alih kota tersebut (24 Juni 1535). Matthys telah tewas dalam sebuah pertempuran awal. Para pemimpin yang tertinggal, termasuk Jan dari Leiden, disiksa dan dibunuh, dan kepemimpinan sang uskup dipulihkan kembali.

 
Jan Matthys

Efek dari episode Münster tersebut adalah semakin kuatnya nama buruk yang dikaitkan dengan nama Anabaptis. Laporan-laporan bertebaran tentang tindakan-tindakan ekstrem yang dilakukan oleh para fanatik Anabaptis selama bulan-bulan tersebut terhadap hak-hak milik pribadi, poligami, dan tekanan terhadap orang-orang yang melawan. Seperti biasanya laporan-laporan semacam itu semakin berkembang semakin mereka diceritakan dan diceritakan lagi, dan semakin lama semakin jauh dari kenyataannya. Sebenarnya hak milik pribadi tidak dihapuskan, dan walaupun beberapa pemimpinnya melakukan poligami, tetapi hukuman berat menanti bagi mereka yang berzinah dan yang bersetubuh di luar nikah. Walaupun hanya sebagian kecil dari kaum Anabaptis yang terlibat, terutama dari kelompok yang dihubungkan dengan Hoffmann, secara umum dipercayai, terutama di antara kelas penguasa dan kelas atas lainnya, bahwa semua Anabaptis menimbulkan kekacauan di pemerintahan, masyarakat, moral, dan agama.

Menno Simmons dan kaum Mennonit

Bagian Anabaptis yang terbesar yang selamat dari penganiayaan di daratan benua Eropa adalah kaum Mennonit. Mereka mendapatkan nama tersebut dari Menno Simons. Menno Simons dilahirkan di Negara-negara Bawah, disekolahkan sebagai calon pendeta, menguasai pengetahuan mendalam di bidang bahasa Latin dan sedikit di bidang bahasa Yunani, dan ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1524. Pada mulanya ia terlihat tidak berbeda dengan pemuka-pemuka agama lainnya pada masa itu yang umumnya materialistis. Namun hawa perubahan mulai berhembus, dan bahkan sebelum ia ditahbiskan, nama Luther telah menjadi terkenal. Belum setahun memangku jabatannya Menno Simons telah mulai ragu terhadap kemujaraban misa. Ia mulai mempelajari Kitab Suci secara mendalam pada saat penghukuman mati seorang Anabaptis di kampung halamannya Friesland Barat mengguncangkannya. Walaupun masih melayani sebagai seorang imam di Gereja Katolik Roma, tetapi ia mencapai kesimpulan bahwa gereja tersebut, dan Luther, Zwingli, dan Kalvin telah salah dalam mengadakan baptisan bayi, dan bahwa hanya baptisan orang percayalah yang memiliki kewenangan Kitab Suci. Namun ia juga menentang gerakan Anabaptis Münster dan percaya bahwa mereka dan pengikut Hoffman salah dalam hal menggunakan pedang dan senjata untuk membela diri. Walaupun demikian, kepahlawanan mereka di bawah tekanan penganiayaan telah mengetuk pintu hatinya atas keputusannya menerima pos keimaman yang serba mudah dan aman. 30 Januari 1536, ia secara terang-terangan memutuskan diri dari hubungannya dengan ke-Katolikan Roma dan tidak lama sesudahnya ia dibaptis oleh Obbe Phillips, seorang Anabaptis yang sebelumnya dipengaruhi oleh Hoffmann tetapi yang tidak punya hubungan dengan gerakan Münster, seorang Anabaptis yang juga dikejutkan oleh klaim dari Matthys dan tokoh-tokoh lain di sekitarnya yang mengaku memiliki karunia bernubuat, dan berpegangan erat pada Kitab Suci. Menno Simons tahu bahwa langkahnya ini, dengan pemutusan hubungannya dengan dunia, akan berujung pada penganiayaan.

Tebakan Menno Simons atas penganiayaan yang akan menimpa dirinya akhirnya benar-benar terjadi. Ia diangkat menjadi seorang pendeta Anabaptis, dikirim sebagai misionaris keliling untuk gerakan Anabaptis, dan selama bertahun-tahun tinggal di Belanda sebagai buronan dan orang yang dicari dengan ancaman hukuman mati. Namun, ia menikah dan memiliki anak. Pada tahun 1543 ia memperluas usaha pengabaran Injilnya hingga ke Jerman, hampir selalu diiringi dengan penganiayaan yang mengancamnya baik dari pihak Katolik Roma maupun dari pihak Lutheran. Akhirnya ia menemukan tempat perlindungan di sebuah rumah bangsawan di Holstein, Denmark, yang terkesan akan keberanian kaum Anabaptis yang ia lihat sendiri mati secara martir, yang percaya bahwa mereka orang-orang yang tidak berbahaya, dan melindungi mereka. Di sana Menno Simmons tinggal selayaknya di rumahnya sendiri hingga akhir hayatnya, tetapi masih sering berkelana ke Belanda dan Jerman. Hingga pada saat kematiannya, melalui tulisan-tulisannya yang sangat banyak, kotbah-kotbahnya, pengaturan jemaat-jemaatnya, dan perjalanan-perjalanannya, ia telah menjadi seorang pemimpin Anabaptis yang ternama di Belanda dan Jerman Utara.

Jumlah kaum Mennonit sangat banyak di Belanda, Bahkan, sebelum menyebar luasnya gerakan Gereja Reform, barangkali jumlah mereka merupakan mayoritas di antara orang-orang Protestan. Jumlah mereka juga berlipat ganda di berbagai bagian di Jerman. Mereka sulit untuk menyetujui suatu doktrin bersama, dan beberapa buah pengakuan iman telah mereka tulis. Kita mengetahui pengakuan iman yang bertanggal mulai dari 1577, 1579, 1582, 1591, 1600, dan 1627. Pengakuan Dortrecht, 1632, merupakan sebuah usaha untuk mempersatukan berbagai bentuk gerakan tersebut dan banyak digunakan di dalam jemaat Flemish (Flanders), Frisia, dan Alsace. Perbedaannya umumnya di sekitar tingkat hukuman yang diterima oleh anggota jemaat yang dikucilkan. Kaum Mennonit sangat peduli akan taraf hidup kekristenan yang tinggi dan untuk itu memberlakukan hukuman pengucilan bagi mereka yang dianggap bersalah di komunitas mereka.

Pembagian Anabaptis selanjutnya

Kaum Anabaptis terus menerus terbagi-bagi. Kaum Menonit merupakan yang terbanyak, tetapi bahkan di antara mereka tidak bersatu dalam suatu persekutuan bersama melainkan berbeda-beda sendiri di antara mereka. Satu cabang, kaum Amish, yang memperoleh namanya dari Jacob Ammann, dari akhir abad ke-17, berusaha untuk kembali ke hidup yang lebih disiplin lagi. Kaum Hutterit, atau Persaudaraan Hutterit, dari Jacob Hutter, yang disiksa dan dibakar pada 1536, selama bergenerasi-generasi mempraktikkan sebuah komunitas berdasarkan barang-barang. Berbasis di Moravia, mereka sangat menderita dalam Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648). Sisa-sisa mereka mencari perlindungan di Hungaria. Pada akhir abad ke-18 banyak dari mereka yang mendiami Rusia Selatan, yang menyambut mereka karena keuletan dan kegigihan mereka.

Didorong oleh penganiayaan dan penolakan untuk mengangkat senjata membela diri, kaum Mennonit tersebar ke mana-mana. Pada abad ke-17 banyak dari kaum Mennonit Swiss, didesak oleh penganiayaan, terutama di Bern dan Zürich, mendapatkan tempat tinggal di Palatinate. Pada akhir abad ke-18 di bawah kepemimpinan Katarina Agung yang berkerohanian skeptis, banyak dari mereka yang pindah ke Rusia Selatan, tertarik akan janji tanah yang bebas dan kebebasan dari membayar pajak selama beberapa kurun waktu. Sebagian dari mereka juga mendiami Amerika Utara dan Selatan, terutama di Amerika Serikat.

Sekelompok orang yang memiliki prinsip-prinsip Anabaptis namun yang sejarahnya berbeda dengan mereka adalah Gereja Persaudaraan atau Taufers. Pendirinya adalah Alexander Mack. Pembentukannya dapat dibilang terjadi pada tahun 1708 ketika delapan pria dan wanita yang tergerak karena gerakan Pietisme, dan ingin menjadikan Perjanjian Baru sebagai satu-satunya hukum dan petunjuk hidup mereka, dibaptiskan di Sungai Eder. Pusat-pusat awal mereka adalah Schwarzenau, Palatinate, dan Marienborn. Memasuki 1750, beberapa kelompok yang digerakkan karena penganiayaan, mencari perlindungan di Pennsylvania yang toleran.

Dalam kurun waktu sejarah mereka, kaum Mennonit dan keturunan kaum Anabaptis yang lain menjadi kelompok yang hanya memperoleh anggota baru melalui kelahiran. Pada awalnya merupakan pengabar Injil yang berkobar-kobar, penganiayaan telah membuat mereka semakin menarik diri dan menambahkan jumlah anggota mereka melalui kelahiran bukan pertobatan. Di beberapa tempat, terutama di Belanda, mereka menjadi sukses dan tidak lagi menganut pasifisme. Di tempat lainnya, mereka tetap memegang teguh keyakinan dan cara hidup historis mereka.

Referensi

  • Kenneth Scott LaTourette, A History of Christianity: Reformation to the Present (A History of Christianity Volume II: A.D. 1500-A.D. 1975), Peabody, MA, Prince Press, 1975, Cetakan keenam - Januari 2005, Bab 34, hal. 778-787.
    Bibliografi Bab 34:
    • R. H. Bainton, The Travail of Religious Liberty. Nine Biographical Studies, Philadelphia, The Westminster Press, 1981, hal. 772.
    • E. B. Bax, Rise and Fall of the Anabaptists, New York, The Macmillan Co., 1903, hal. 407. (tentang bab Münster).
    • H. S. Bender, Conrad Grebel, c.1498-1526, the Founder of the Swiss Brethren Sometimes Called Anabaptists, Goshen, IN, The Mennonite Historical Society, 1950, hal. xvi, 326.
    • H. S. Bender, Menno Simon's Life and Writings. A Quadricentennial Tribute 1536-1936, Scottdale, PA,Mennonite Publishing House, 1936, hal viii, 110.
    • A. Coutts, Hans Denck, 1495-1527, Humanist and Heretic, Edinburgh, Macniven & Wallace, 1927, hal. 262.
    • H. E. Dosker, The Dutch Anabaptists, Philadelphia, The Westminster Press, 1921, hal. 310.
    • R. Friedmann, Mennonite Piety Through the Centuries, Its Genius and Literature, Goshen, IN, The Mennonite Historical Society, 1949, hal. xv, 287.
    • J. Horsch, Menno Simons, His Life, Labors, and Teachings, Scottdale, PA, Mennonite Publishing House, 1916, hal 324.
    • J. Horsch, Mennonites in Europe, Scottdale, PA, Mennonite Publishing House, 1942, hal xiii, 425.
    • R. J. Smithson, The Anabaptists: Their Contribution to Our Protestant Heritage, London, James Clarke & Co., foreword, 1935, hal 228.
    • H. C. Vedder, Balthazar Hübmaier, The Leader of the Anabaptists, New York, G. P. Putnam's Sons, 1905, hal. xxiv, 333.
    • F. L. Weis, The Life and Teachings of Ludwig Hetzer, a Leader and Martyr of the Anabaptists, 1500-1529, Dorchester, MA, Underhill Press, 1930, hal. 239.
    • J. C. Wenger, Glimpses of Mennonite History and Doctrine, Scottdale, PA, Herald Press, 2nd ed., 1947, hal. 258.

Pranala luar