Lokomotif B22

salah satu lokomotif uap di Indonesia
Revisi sejak 25 Desember 2019 09.26 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)


Selain kaya dengan sumber daya alam, seperti kayu jati, kawasan pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur juga terdapat minyak bumi dan gas bumi, baik di Cepu (Jawa Tengah) maupun di Bojonegoro (Jawa Timur). Untuk mendukung percepatan arus perdagangan hasil bumi dan hasil industri perkebunan kemudian dibangun jalan rel. Setelah perusahaan kereta api swasta Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) berhasil membangun jalur kereta api rute SemarangGundih - SoloYogyakarta (166 km) pada tahun 1867 – 1872, NIS kemudian melanjutkan pembangunan jalur kereta api rute Surabaya Pasar Turi – Babat (69 km) selesai dibangun pada tahun 1900, rute Babat – BojonegoroCepu (72 km) selesai dibangun pada tahun 1903 dan rute Gundih – Gambringan – Cepu (89 km) selesai dibangun pada tahun 1902. Jalur kereta api ini telah menjadi jalur perdagangan penting, yaitu lembah Bengawa Solo yang terletak di Jawa Timur bagian utara. NIS mendatangkan lokomotif uap B 22 dari pabrik Hartmann (Jerman) sebanyak 20 unit lokomotif pada tahun 1989 – 1901. Lokomotif ini dipergunakan untuk menarik rangkaian kereta yang mengangkut hasil bumi, hasil perkebunan, hasil tambang atau penumpang.

Lokomotif B22
Data teknis
Sumber tenagaUap
ProdusenHartmann, Jerman
Nomor seriB22
Tanggal dibuat1989 – 1901
Jumlah dibuat20 unit
Spesifikasi roda
Notasi Whyte0-4-2
Susunan roda AARB-1
Klasifikasi UICB1
Dimensi
Lebar sepur1.067 mm
Panjang7.850 mm
Berat
Berat kosong25,1 ton
Bahan bakar
Jenis bahan bakarKayu / batubara
Sistem mesin
Kinerja
Kecepatan maksimum55 km/h
Lain-lain

Setelah Perang Dunia II berakhir, 1 unit lokomotif B 22 dipindah dari Jawa ke Sumatra Selatan dan sisanya tersebar di Solo, Gundih, Kudus dan Purwodadi.

Lokomotif ini memiliki dua roda penggerak (susunan roda 0-4-2T) dengan dua silinder compound. Pada lokomotif uap dengan dua silinder compound, uap dari silinder tekanan tinggi disalurkan ke silinder tekanan rendah yang lebih besar volumenya dari silinder tekanan tinggi (agar uap dapat berkembang memuai lebih lanjut dan menghasilkan tenaga penggerak lagi). Baru dari silinder tekanan rendah uap yang sudah terpakai dibuang melalui cerobong. Meskipun lokomotif uap dengan dua silinder compound dapat memberikan efisiensi yang lebih tinggi namun perawatannya lebih rumit. Setelah ditemukannya superheater maka jenis lokomotif uap seperti ini tidak pernah dibuat lagi.[1]

Lokomotif B 22 memiliki panjang 7850 mm dan berat 25,1 ton. Lokomotif B 22 dapat melaju hingga kecepatan 55 km/jam. Lokomotif ini menggunakan bahan bakar kayu jati atau batubara.

Dari 20 unit lokomotif B 22, saat ini tersisa 3 unit B 22, yaitu B 22 07, B 22 09 dan B 22 20. B 22 07 (mulai operasional tahun 1898) di Bumi Perkemahan Cibubur (Jakarta), B 22 09 (mulai operasional tahun 1898) dipajang di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (Jakarta) dan B 22 20 (mulai operasional tahun 1900) dipajang di Museum KA Ambarawa (Jawa Tengah).

Lihat pula

Daftar Referensi

  1. ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 42. ISBN 978-602-0818-55-9.