Monumen Pembebasan Irian Barat

monumen di Indonesia

Monumen Pembebasan Irian Barat adalah monumen yang dibangun untuk mengenang para pejuang Trikora dan masyarakat Irian Barat yang memilih menjadi bagian dari Republik Indonesia.[1] Monumen ini berada di tengah-tengah Lapangan Banteng dan tingginya mencapai 35 meter.[2][3] Bentuk monumen berupa patung yang terbuat dari perunggu, pembuatannya dilakukan oleh Team Pematung Keluarga Area Yogyakarta dibawah pimpinan Edhi Sunarso.[2] Arsitektur monumen dirancang oleh Friedrich Silaban.[4] Peresmian monumen dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1963.[2]

Monumen Pembebasan Irian Barat
Berkas:Surroundings of the West Irian Liberation Monument.jpg
LetakSawah Besar, Jakarta, Indonesia
Dibangun1963
ArsitekFriedrich Silaban
PemahatEdhi Sunarso

Deskripsi

Berkas:Irian Barat Statue.JPG
Penampakan patung dari Monumen Pembebasan Irian Barat.

Monumen Pembebasan Irian Barat terletak di tengah-tengah Lapangan Banteng, tingginya mencapai 35 meter.[2][3] Patung ini terbuat dari perunggu, pembuatannya dilakukan oleh Team Pematung Keluarga Area Yogyakarta dibawah pimpinan Edhi Sunarso.[2] Ia juga pencipta Monumen Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia dan Patung Dirgantara atau lebih dikenal dengan sebutan Tugu Pancoran.[5]

Figur patung terlihat sebagai seorang lelaki bertelanjang dada berdiri agak condong ke belakang, kedua kaki merentang, dan tangan terentang ke atas memutuskan rantai. Komposisi statis (figur ini membentuk huruf X yang seimbang) digoyang oleh rantai yang putus.[6] Mulutnya terbuka lebar seolah-olah meneriakkan kata merdeka.[7] Monumen ini menggambarkan seseorang yang berhasil melepaskan belenggu penjajahan Belanda.[2]

Sejarah

Monumen ini didirikan untuk memperingati kembalinya Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia pada 1962, yang sebelumnya diklaim oleh Belanda. Irian Barat, yang kala itu dinamai Nederlands-Nieuw Guinea, telah menjadi jajahan Belanda sejak tahun 1828. Indonesia telah merdeka pada tahun 1945. Namun, Belanda baru mengakui kedaulatan Indonesia pada tahun 1949. Anehnya, dalam pengakuan kedaulatan itu, Belanda tidak juga melepaskan Irian Barat.[7]

Soekarno terus mengusahakan agar Irian Barat kembali ke Indonesia. Sampai akhirnya ia "marah" dan mengamanatkan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember 1961. Isinya, Irian Barat harus direbut. Konfrontasi militer Indonesia versus Belanda pun berlangsung. Pasukan Indonesia yang dinamai Satuan Komando Mandala dipimpin oleh Soeharto. Perjuangan ini berhasil dan bendera Merah Putih berkibar di Irian Barat pada 31 Desember 1962.[7]

Pembuatan monumen memakan waktu satu tahun, kemudian diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1963 oleh Soekarno. Perawatan monumen dilakukan oleh Dinas Pertamanan DKI Jakarta.[2]

Desain

Sketsa

Ide pembuatan monumen berasal dari Soekarno, yang kemudian diterjemahkan oleh Henk Ngantung dalam sebuah sketsa.[2] Henk Ngantung adalah seorang pelukis dan Gubernur Jakarta pada tahun 1964-1965. Ia bercerita, awalnya, ia yang diminta untuk mendesain patung tersebut. Namun, Soekarno terus mengoreksinya. Akhirnya, karena ketidaksabarannya, Soekarno sendiri yang menggambar desain tersebut. Oleh Henk, gambar dari Soekarno diserahkan kepada Edhi Sunarso untuk dijadikan patokan dalam membuat patung.[7]

Patung

Pembuatan patung dilakukan oleh Edhi Sunarso bersama timnya.[2] Pengerjaan patung di Yogyakarta. Mulai dari pembuatan model, proyeksi skala garis, dan pengecoran perunggu. Pemasangan patung dibagi dalam beberapa bagian dengan berat masing-masing sekitar 100 kilogram. Pemasangannya dilakukan dengan menggunakan alat takel yang hanya memiliki kemampuan angkat setinggi enam meter.[4]

Arsitektur

Friedrich Silaban ditugaskan sebagai arsitek perancang monumen oleh Soekarno. Ia membuat dua varian rancangan arsitektur monumen. Satu rancangannya menggunakan ramp, sedangkan varian lainnya menggunakan tangga untuk akses sirkulasi vertikal. Varian yang pertama dipilih oleh Soekarno.[4]

Pada gambar rancangan Friedrich, bangunan beserta ramp di kedua sisinya memiliki total panjang 76 meter dan lebar 17 meter. Tinggi total bangunan podium adalah 6 meter, ditambah tinggi portal landasan patung 23,5 meter dan tinggi keseluruhan patung 8 meter. Seluruh bagian bangunan dilapis marmer lokal seperti yang terpasang di Masjid Istiqlal. Lantai atap podium dilapisi keramik dengan sudut kemiringan ke arah kolom terluar sehingga pipa-pipa air hujan dapat disembunyikan ke dalam kolom bangunan. Dua buah ramp menghubungkan podium langsung ke lapangan terbuka di sekelilingnya menggunakan railing berbahan alumunium diadoniseer.[4]  

Revitalisasi Lapangan Banteng

Proyek revitalisasi Lapangan Banteng dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Pemakaman DKI Jakarta. Proyek tersebut dimulai pada tanggal 1 September 2017. Revitalisasi tersebut menonjolkan Monumen Pembebasan Irian Barat yang sebelumnya tertutup pepohonan. Proyek ini juga mempercantik area di sekitar monumen. Hal tersebut meliputi pembuatan kolam air dilengkapi air mancur, pembuatan jalur pedestrian, jogging track, theater area (dapat digunakan untuk pertunjukan maupun acara), parade bendera (dapat dijadikan kegiatan penyambutan tamu negara saat pertandingan olahraga international), dan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di kawasan tersebut.[8]

Arsitek dari proyek revitalisasi ini adalah Yori Antar. Ia mengatakan bahwa proyek ini sudah di mulai sebelum Agustus 2016; saat itu setelah mengerjakan revitalisasi kawasan Kalijodo, Gubernur DKI Jakarta saat itu—Basuki Tjahaja Purnama memintanya untuk kembali membantu pemerintah provinsi untuk merevitalisasi Lapangan Banteng.[9]

Pengerjaan revitalisasi memakan waktu lebih dari satu tahun. Peresmian dilakukan oleh gubernur DKI—Anies Baswedan pada tanggal 25 Juli 2018 di malam hari.[10]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Patung Pembebasan Irian Barat". jakarta-tourism.go.id. Diakses tanggal 16 Januari 2020. 
  2. ^ a b c d e f g h i "Pembebasan Irian Jaya, Monumen | Portal Resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta". jakarta.go.id. Diakses tanggal 17 Januari 2020. 
  3. ^ a b Kusno, Abidin (2014). Behind the Postcolonial: Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia (dalam bahasa Inggris). New York: Routledge. hlm. 64. ISBN 978-1-136-36509-6. 
  4. ^ a b c d Nugroho, Rifandi S. (18 Juli 2018). "Monumen Irian Barat: Simbol Mobilisasi Massa Ala Soekarno". www.arsitekturindonesia.org. Diakses tanggal 17 Januari 2020. 
  5. ^ Puspita, Sherly (5 Mei 2019). "Tahukah Anda? Dulu Lapangan Banteng Bernama Lapangan Singa?". kompas.com. Diakses tanggal 17 Januari 2020. 
  6. ^ Seri Buku TEMPO: Bapak Bangsa Sukarno. Kepustakaan Populer Gramedia. 2010. hlm. 65. ISBN 978-979-9102-66-9. 
  7. ^ a b c d T, Agus Dermawan (2019). Dari Lorong-lorong Istana Presiden: Menyimak Rupa Budaya Rumah Bangsa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 220. ISBN 978-602-481-109-9. 
  8. ^ "Revitalisasi Lapangan Banteng Dimulai". pusat.jakarta.go.id. 12 September 2017. Diakses tanggal 20 Januari 2020. 
  9. ^ Kurniawan, Frendy (27 Juli 2018). "Kronologi Revitalisasi Lapangan Banteng dan Perang Disinformasi". tirto.id. Diakses tanggal 28 Januari 2020. 
  10. ^ Carina, Jessi (26 Juli 2018). "Revitalisasi Lapangan Banteng yang Digagas Ahok dan Diresmikan Anies..." kompas.com. Diakses tanggal 28 Januari 2020. 

Pranala luar