Yusuf dalam Islam
Yusuf (bahasa Arab: يوسف, translit. Yūsuf, bahasa Ibrani: יוֹסֵף, Modern Yosef Tiberias Yôsēp̄) adalah tokoh dalam Al-Qur'an, Alkitab, dan Tanakh. Dia adalah putra dari Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim (Abraham).
Yusuf يوسف • יוֹסֵף | |
---|---|
Lahir | Mesopotamia |
Meninggal | Mesir |
Makam | Makam Yusuf, Nablus 32°12′48″N 35°17′06″E / 32.21328°N 35.28506°E |
Tempat tinggal | |
Nama lain | Zafnat-Paaneah |
Gelar |
|
Suami/istri | Asnat |
Anak | |
Orang tua | |
Kerabat | |
Dalam kitab agama samawi disebutkan bahwa Yusuf adalah sosok saleh yang terkenal akan ketampanannya. Dia dibuang oleh kakak-kakaknya yang iri padanya, kemudian dipungut kafilah yang lewat dan dijadikan budak. Dia akhirnya dijual pada salah satu pejabat Mesir. Secara bertahap, Yusuf akhirnya menjadi salah satu tokoh penting di Mesir setelah berhasil menafsirkan mimpi raja. Al-Qur'an menyebutkan perjalanan hidup Yusuf sebagai "kisah terbaik."
Ayat
"Sungguh, dalam (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang bertanya."
— Yusuf (12): 7
"Yusuf adalah seperti pohon buah-buahan yang muda, pohon buah-buahan yang muda pada mata air. Dahan-dahannya naik mengatasi tembok. Walaupun pemanah-pemanah telah mengusiknya, memanahnya, dan menyerbunya, namun panahnya tetap kokoh dan lengan tangannya tinggal liat oleh pertolongan Yang Mahakuat pelindung Yakub."
Nama
Dalam bahasa Ibrani, istilah Yusuf (Y-S-F) memiliki arti 'bertambah'.[1][2] Nama ini diberikan oleh Rahel, ibu Yusuf, yang berdoa supaya Allah mengaruniakan seorang anak tambahan untuk dirinya.
Kisah
Dalam Al-Qur'an (kitab suci Islam), nama Yusuf disebutkan sebanyak 27 kali. Kisah Yusuf sendiri terpusat di Surah Yusuf, surah kedua belas dalam Al-Qur'an. Hal ini berbeda dengan para nabi lain yang biasanya kisahnya tersebar di beberapa surah. Dalam Tanakh (kitab suci Yahudi) dan Alkitab (kitab suci Kristen), kisah Yusuf tercantum dalam Kitab Kejadian pasal 37, 39-50.
Secara alur kejadian, kisah Yusuf yang terdapat pada Surah Yusuf dan Kitab Kejadian memiliki garis besar yang sama, meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam rincian tertentu.
Latar belakang
Alkitab menyebutkan bahwa Yusuf adalah putra kesebelas dari dua belas putra Ya'qub. Ibunya adalah Rahel, istri kedua Ya'qub. Anak-anak Ya'qub yang disebutkan Alkitab berdasar urutan kelahiran adalah: Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Isakhar, Zebulon, Dina, Yusuf, dan Benyamin. Di antara nama-nama yang disebut, hanya Dina yang perempuan. Benyamin adalah satu-satunya saudara kandung Yusuf, sedangkan yang lainnya adalah saudara seayah berbeda ibu. Yusuf dan kakak-kakaknya lahir di Mesopotamia.[3][4]
Setelah beberapa tahun bekerja di peternakan ayah mertuanya di Haran (Mesopotamia utara), Ya'qub kemudian pulang ke Palestina bersama istri-istri dan anak-anaknya. Lantaran tidak memiliki hubungan yang baik dengan kakak kembarnya, Esau, Ya'qub khawatir kalau dia akan dibunuh olehnya. Ya'qub mengutus seseorang terlebih dahulu untuk menemui Esau, tetapi saat kembali, utusan tersebut menyatakan bahwa Esau sedang dalam perjalanan menemui Ya'qub diiringi empat ratus orang. Merasa takut, Ya'qub kemudian membagi kafilahnya menjadi dua rombongan, agar bila yang satu diserang, yang lain dapat selamat.[5][6]
Saat benar-benar bertemu Esau dan rombongannya, Ya'qub kemudian bersujud sebagai tradisi penghormatan zaman itu. Esau kemudian memeluk Ya'qub dan mereka saling bertangisan. Para istri, selir, dan anak-anak Ya'qub juga ikut memberikan sujud penghormatan. Ya'qub kemudian memberikan sebagian hewan ternaknya pada Esau sebagai hadiah. Rombongan Esau dan Ya'qub kemudian berpisah. Ya'qub kemudian membeli tanah di Sikhem (sudah masuk kawasan Palestina) dan tinggal di sana untuk sementara.[7][8]
Kemudian rombongan Ya'qub bertolak menuju Hebron, kediaman Ishaq. Di tengah perjalanan, Rahel melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian dinamai Benyamin. Namun persalinan tersebut sangat sulit dan Rahel kemudian meninggal. Dia dikuburkan di daerah dekat Bethlehem.[9][10]
Mimpi
Al-Qur'an menyebutkan bahwa Yusuf bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan bersujud kepadanya. Saat Yusuf menceritakan mimpi itu pada Ya'qub, Ya'qub berpesan agar jangan menceritakan mimpi itu pada saudara-saudaranya karena ditakutkan mereka akan iri dan dengki padanya. Ya'qub kemudian menjelaskan bahwa Allah memilih putranya tersebut menjadi seorang nabi dan memberikan ilmu mengenai takwil mimpi.[11] Sebelas bintang itu merupakan perlambang saudara-saudara Yusuf, sementara matahari dan bulan adalah perlambang kedua orangtuanya.[12]
Dalam Alkitab dijelaskan bahwa Yusuf menceritakan mimpi itu pada ayah dan saudara-saudaranya. Ya'qub kemudian menegur Yusuf, "Masakan aku dan ibumu serta saudara-saudaramu sujud menyembah kepadamu sampai ke tanah?" Saudara-saudara Yusuf kemudian iri padanya.[13] Alkitab juga menyebutkan bahwa sebelum memimpikan hal tersebut, Yusuf bercerita pada saudara-saudaranya bahwa dia bermimpi mereka sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum. Kemudian berkas gandum Yusuf berdiri tegak, sedang berkas gandum milik saudaranya mengelilingi miliknya dan bersujud padanya. Kakak-kakak Yusuf menanggapi, "Apakah engkau ingin menjadi raja atas kami? Apakah engkau ingin berkuasa atas kami?" Mereka jadi semakin membenci Yusuf karena mimpi tersebut.[14]
Al-Qur'an tidak menyebutkan umur Yusuf saat itu, tetapi para ulama ahli tafsir menyebutkan bahwa mimpi itu terjadi saat Yusuf belum baligh,[12] sedangkan Alkitab menyebutkan bahwa Yusuf berusia sekitar tujuh belas tahun.[15]
Sumur
Di sisi lain, kakak-kakak Yusuf merasa bahwa Ya'qub lebih mencintai Yusuf dan Benyamin dari mereka. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa mereka kemudian berusaha membunuh Yusuf, tetapi salah satu dari mereka menolak rencana itu dan mengusulkan agar Yusuf dibuang ke sumur saja agar dipungut kafilah yang lewat, dan lainnya sepakat dengan usulan tersebut.[16] Sebagian ulama menafsirkan bahwa putra Ya'qub yang menolak membunuh Yusuf adalah Simeon, pendapat lain adalah Yehuda, pendapat lain adalah putra sulung Ya'qub, Ruben.[17]
Setelahnya, mereka membujuk Ya'qub agar mengizinkan Yusuf keluar bersama mereka agar dapat bermain bersama-sama. Ya'qub awalnya ragu karena takut Yusuf dimakan serigala, meski akhirnya dia mengizinkan. Setelah mereka keluar bersama-sama, Yusuf dimasukkan ke dalam sumur sesuai rencana mereka. Saat itu Allah mewahyukan pada Yusuf, "Engkau kelak pasti akan menceritakan perbuatan ini kepada mereka, sedang mereka tidak menyadari."[18]
Kakak-kakak Yusuf kemudian pulang membawa pakaian Yusuf yang dilumuri darah. Sembari menangis, mereka mengatakan bahwa Yusuf dimakan serigala saat mereka lengah dan meninggalkan Yusuf di belakang bersama barang-barang. Mendengar pengakuan mereka, Ya'qub hanya pasrah kepada Allah dan mengatakan, "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu, maka hanya bersabar itulah yang terbaik. Dan kepada Allah saja aku memohon pertolongan-Nya terhadap yang kamu ceritakan."[19]
Setelahnya, rombongan musafir lewat dan saat seseorang dari mereka mencari air di sumur, dia kegirangan karena menemukan seorang anak, kemudian menyembunyikannya sebagai barang dagangan.[20] Al-Qur'an kemudian menyebutkan bahwa mereka kemudian menjual Yusuf dengan harga yang rendah karena mereka tidak tertarik kepadanya.[21] Ibnu Katsir menyebutkan bahwa saat kakak-kakak Yusuf tahu Yusuf dibawa rombongan musafir, mereka mengejar rombongan tersebut dan mengatakan kalau Yusuf adalah budak mereka yang melarikan diri. Kakak-kakaknya kemudian menjual Yusuf dengan harga rendah pada para musafir tersebut.[22]
Versi Alkitab mengisahkan bahwa suatu hari Ya'qub memerintahkan Yusuf menyusul saudara-saudaranya yang sedang menggembala kambing dan domba dan Yusuf mematuhinya. Saat Yusuf terlihat dari jauh, kakak-kakaknya kemudian berencana untuk membunuhnya. Namun Ruben mencegah mereka dan mengusulkan agar Yusuf dimasukkan saja ke dalam sumur, sebenarnya dengan niat agar dia nanti dapat memulangkan kembali Yusuf. Saudaranya yang lain menyetujui usulan tersebut. Saat Yusuf tiba, mereka melucuti jubahnya, kemudian memasukkannya ke dalam sumur. Kemudian datanglah kafilah dagang ke tempat itu. Yehuda kemudian mengusulkan agar Yusuf dijual saja ke rombongan tersebut. Yusuf akhirnya diangkat dari sumur dan kakak-kakaknya menjualnya seharga dua puluh syikal perak. Mereka kemudian menyembelih kambing dan mencelupkan baju Yusuf dengan darah kambing tersebut. Baju tersebut kemudian diserahkan kepada Ya'qub. Ya'qub kemudian berkata, "Ini jubah anakku, binatang buas telah memakannya. Tentulah Yusuf telah diterkam." Ya'qub sangat berduka dan tidak bersedia dihibur anak-anaknya.[23]
Mesir
Pada akhirnya Yusuf dijual pada seorang lelaki Mesir dan dia diperlakukan dengan baik di rumah tangga lelaki tersebut. Al-Qur'an menyebutkan bahwa lelaki tersebut berkata kepada istrinya, "Berikanlah kepadanya tempat yang baik, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak."[24] Muhammad bin Ishaq menyatakan bahwa musafir yang menjual Yusuf ke Mesir bernama Malik bin Daghir yang masih merupakan keturunan Madyan bin Ibrahim, sehingga dia masih kerabat jauh Yusuf. Sebagian ulama berpendapat bahwa laki-laki Mesir tersebut membeli Yusuf seharga dua puluh dinar, sebagian menyatakan seharga minyak kasturi, yang lain menyebutkan senilai satu pakaian sutra. Dalam Al-Qur'an, lelaki ini mendapat julukan Al-'Aziz (Yang Perkasa, Terhormat), tetapi tidak disebutkan mengenai posisinya. Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dia adalah seorang menteri.[25]
Sumber Alkitab menyebutkan bahwa lelaki Mesir yang membeli Yusuf bernama Potifar, seorang kepala pengawal raja.[26] Potifar sangat menyukai dan mempercayai Yusuf sehingga dia menyerahkan urusan rumah tangganya pada Yusuf.[27]
Al-Qur'an menyebutkan bahwa saat Yusuf sudah cukup dewasa, dia dianugerahi hikmah dan ilmu.[28] Disebutkan dalam tafsir bahwa yang dimaksud adalah kenabian. Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai usia Yusuf saat itu. Ada yang berpendapat 25 tahun, 30 tahun, 33 tahun, dan 40 tahun.[29]
Zulaikha
Yusuf kemudian tumbuh menjadi pria yang sangat tampan dan itu membuat istri Potifar jatuh cinta padanya. Baik sumber Al-Qur'an maupun Alkitab tidak menyebutkan namanya. Sebagian pendapat menyatakan bahwa namanya Ra'il atau Fakka. Pendapat lain menyebutkan, dan ini yang paling masyhur, bahwa namanya adalah Zulaikha.[22] Ibnu Ishaq berpendapat bahwa Zulaikha adalah keponakan raja Mesir.[30]
Al-Qur'an menyebutkan bahwa Zulaikha kemudian menutup pintu-pintu di kediamannya dan merayu Yusuf, "Marilah mendekat kepadaku." Namun Yusuf menolak ajakan zina tersebut.[31] Para ulama menyebutkan bahwa Zulaikha adalah wanita yang sangat cantik, kaya, dan masih muda. Dia mengenakan pakaian terbaik yang paling mewah untuk menggoda Yusuf.[30]
Yusuf kemudian berlari menuju pintu untuk keluar demi menghindari godaan Zulaikha, tetapi Zulaikha mengejarnya dan sempat menarik bagian belakang baju Yusuf sampai koyak. Keduanya kemudian mendapati Potifar berada di depan pintu. Dengan cepat, Zulaikha melayangkan tuduhan bahwa Yusuf yang berusaha melakukan hal buruk kepadanya. Yusuf membela diri dan menyatakan bahwa Zulaikha yang merayu dirinya. Di tengah perdebatan, seorang dari keluarga Zulaikha memberi kesaksian, "Jika baju gamisnya (Yusuf) koyak di bagian depan, maka perempuan itu benar dan dia (Yusuf) termasuk orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di bagian belakang, maka perempuan itulah yang dusta, dan dia termasuk orang yang benar."[32] Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang memberi kesaksian itu adalah seorang bocah yang masih menyusu yang secara ajaib dapat bicara. Makna dari kesaksiannya adalah bahwa jika memang Yusuf yang berniat memperkosa, Zulaikha akan melawan dan menyebabkan baju Yusuf koyak di sisi depan. Namun jika baju Yusuf koyak di belakang, berarti Yusuf berlari menghindari Zulaikha.[33]
Potifar kemudian memeriksa dan mendapati bahwa pakaian Yusuf koyak di bagian belakang. Dia kemudian mengatakan pada Zulaikha, "Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu. Tipu dayamu benar-benar hebat." Potifar juga meminta Yusuf untuk melupakan kejadian ini.[34]
Skandal di kediaman Potifar kemudian menyebar, membuat para perempuan kota menggunjing dan merendahkan Zulaikha lantaran bisa tergila-gila dengan seorang pelayan. Menyadari gunjingan mereka, Zulaikha kemudian mengundang mereka di kediamannya untuk menghadiri suatu jamuan. Di sana disediakan pula pisau untuk memotong hidangan. Zulaikha kemudian memerintahkan Yusuf mengenakan pakaian yang sangat bagus dan menyuruhnya menemui para perempuan tersebut. Melihat Yusuf, para tamu undangan sangat terpesona hingga tak sadar melukai jemari mereka sendiri saat memotong hidangan dan berujar, "Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Ini benar-benar malaikat yang mulia."[35][36]
Dengan menunjukkan Yusuf pada mereka, Zulaikha berusaha mencari pembenaran atas tindakannya. Dia juga mengancam Yusuf untuk memenjarakan atau menghinakannya jika tidak menuruti keinginannya.[37] Para wanita yang semula menggunjing Zulaikha kini berbalik mendukungnya. Yusuf akhirnya berdoa, "Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka."[38] Pada akhirnya, Potifar kemudian memenjarakan Yusuf selama beberapa waktu tertentu meski dia tahu bahwa Yusuf tidak bersalah. Hal ini untuk meminimalisir omongan-omongan orang yang membicarakan masalah ini berlarut-larut dan menyembunyikan kesalahan istrinya.[39][40]
Sumber Alkitab mengisahkan bahwa saat rumah kosong, Zulaikha memegang baju Yusuf dan mengajaknya berzina. Yusuf kemudian meninggalkan bajunya dan berlari keluar, kemudian Zulaikha berteriak bahwa Yusuf hendak memperkosanya. Saat Potifar kembali, dia mendengar pengaduan istrinya dan itu membuatnya sangat marah sehingga Yusuf dipenjara.[41] Alkitab tidak menyebutkan mengenai Zulaikha yang mengundang para perempuan di kediamannya atau saat mereka melukai jemarinya karena terpesona melihat Yusuf.
Penjara
Al-Qur'an menyebutkan bahwa saat Yusuf masuk penjara, masuk pula dua orang pemuda bersamanya. Suatu hari mereka berdua bermimpi. Salah seorang dari mereka bermimpi sedang memeras anggur, sedangkan yang satunya lagi bermimpi bahwa dia membawa roti di atas kepalanya dan burung memakan sebagian roti tersebut. Mereka menceritakan mimpi tersebut kepada Yusuf lantaran memandang Yusuf sebagai orang yang baik.[42] Para ulama menyebutkan bahwa mereka berdua adalah para pelayan raja, yang satu pelayan yang biasa memberi minum raja bernama Banuwa, yang satunya adalah pelayan yang biasanya membuat roti yang bernama Majlats.[43]
Yusuf kemudian menyatakan bahwa dia mengetahui makna mimpi tersebut, kemudian menegaskan bahwa ilmu takwil mimpi yang dimilikinya adalah sebagian ilmu yang diajarkan Allah padanya. Yusuf menyatakan bahwa dia telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman pada Allah, dan menegaskan bahwa dia mengikuti agama leluhurnya: Ibrahim, Ishaq, dan Ya'qub. Yusuf juga menjelaskan bahwa bermacam-macam tuhan selain Allah yang disembah orang-orang hanyalah buatan nenek moyang mereka. Setelah menjelaskan dan mengajak mereka ke jalan Allah, Yusuf kemudian menjelaskan tafsir mimpi mereka. Pemuda yang satu akan kembali bertugas memberikan khamr bagi tuannya, sedangkan pemuda yang lain akan dihukum salib dan burung memakan sebagian kepalanya. Yusuf kemudian meminta pemuda yang tidak dihukum mati untuk memberi tahu pada tuannya mengenai keadaan Yusuf di penjara, tapi pemuda tadi lupa sehingga Yusuf harus tetap di penjara selama beberapa tahun lagi.[44] Beberapa ulama ada yang menyatakan bahwa maksud 'beberapa tahun' ini adalah tiga hingga sembilan tahun.[45]
Dalam Alkitab disebutkan bahwa di dalam penjara, Yusuf dipercaya kepala penjara untuk mengurus narapidana lainnya.[46] Yusuf dikisahkan menafsirkan mimpi kepala juru minuman dan juru roti istana,[47] tetapi tidak disebutkan bahwa Yusuf menyeru mereka ke jalan Allah sebagaimana yang dikisahkan dalam Al-Qur'an.
Mimpi raja
Al-Qur'an menjelaskan bahwa suatu hari Raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan tujuh ekor sapi betina yang kurus, juga ada tujuh tangkai gandum yang hijau dan tujuh tangkai gandum yang kering. Raja berusaha mencari makna mimpi tersebut, tapi para ahli hanya menyebut mimpi Raja sebagai mimpi kosong dan tidak dapat menakwilkan mimpi itu. Juru minuman istana kemudian teringat dengan Yusuf dan pergi ke penjara untuk menanyakan makna mimpi tersebut. Yusuf menjawab bahwa agar mereka bercocok tanam seperti biasa selama tujuh tahun, sedangkan hasil panen yang telah dituai agar dibiarkan di tangkainya, kecuali sebagian kecil yang akan digunakan untuk makan. Yusuf melanjutkan bahwa setelahnya akan datang masa sulit selama tujuh tahun yang akan menghabiskan persediaan makanan. Setelah masa sulit itu berlalu, akan datang hujan dan manusia akan memeras anggur.[48]
Mendengar jawaban tersebut, Raja mengutus orang agar Yusuf dihadirkan di hadapannya. Namun Yusuf, melalui utusan tersebut, meminta agar Raja terlebih dahulu menanyakan para perempuan mengenai masalah Yusuf. Saat Raja menanyai mereka, para perempuan itu menjawab, "Mahasempurna Allah, kami tidak mengetahui sesuatu keburukan darinya." Zulaikha membenarkan mereka, "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggoda dan merayunya dan sesungguhnya dia termasuk orang yang benar."[49]
Al-Qur'an selanjutnya menyebutkan, "Yang demikian itu agar dia (Potifar Al-'Aziz) mengetahui bahwa aku benar-benar tidak mengkhianatinya ketika dia tidak ada, dan bahwa Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat."[50] Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa itu perkataan Yusuf. Maknanya adalah bahwa Yusuf bukanlah seorang pengkhianat seperti yang dituduhkan. Sebagian menyatakan bahwa itu adalah ucapan Zulaikha. Maksudnya adalah bahwa Zulaikha mengaku agar suaminya tahu bahwa dia hanya merayu Yusuf, tidak sampai berkhianat dan berbuat nista.[51]
Al-Qur'an tidak menjelaskan mengenai identitas penguasa Mesir saat itu dan hanya menyebutnya malik atau raja. Ibnu Katsir menyebutkan bahwa nama dan silsilah raja tersebut adalah Ar-Rayyan bin Al-Walid bin Tsarwan yang merupakan keturunan Sem bin Nuh.[52] Dalam Alkitab, penguasa Mesir tersebut disebut fir'aun, gelar yang biasanya digunakan untuk merujuk penguasa Mesir kuno. Dalam Al-Qur'an, gelar fir'aun hanya digunakan untuk penguasa Mesir pada zaman Musa dan Harun.
Alkitab menyebutkan bahwa setelah Fir'aun menceritakan mimpinya, juru minum teringat Yusuf dan menceritakannya pada Fir'aun. Fir'aun kemudian memerintahkan agar Yusuf dihadapkan padanya. Yusuf kemudian keluar dari penjara, bercukur, dan berganti pakaian, kemudian menghadap Fir'aun dan menjelaskan makna mimpi itu secara langsung kepada Fir'aun.[53] Alkitab tidak menyebutkan mengenai permintaan Yusuf agar namanya dibersihkan terkait kasusnya dengan Zulaikha dan para perempuan lain.
Berkuasa
Al-Qur'an menyebutkan bahwa setelah nama baiknya dipulihkan, Yusuf dihadapkan pada Raja. Setelah mereka bercakap-cakap, Raja menyatakan bahwa Yusuf akan diberi kedudukan yang tinggi dan kepercayaan. Yusuf menyatakan, "Jadikanlah aku bendaharawan negeri, karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan."[54]
Beberapa ulama memberikan keterangan tambahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Ats-Tsa'labi menyebutkan bahwa Yusuf kemudian diberi kedudukan yang sebelumnya dipegang oleh Potifar. Muhammad bin Ishaq menyatakan bahwa kemudian Raja beriman kepada ajaran Yusuf.[55]
Alkitab menyebutkan bahwa Fir'aun kemudian memberikan Yusuf kekuasaan atas seluruh Mesir dan dia menjadi orang yang berkedudukan paling tinggi setelah Fir'aun. Yusuf kemudian diberi cincin Fir'aun, pakaian halus, dan kalung emas, juga dinaikkan dalam kereta Fir'aun yang kedua. Fir'aun kemudian memberi nama Mesir pada Yusuf, Zafnat-Paaneah, dan menikahkannya dengan perempuan bernama Asnat, putri dari seorang pendeta di On (Heliopolis) bernama Potifera. Saat itu Yusuf berusia tiga puluh tahun. Yusuf kemudian menimbun gandum dalam jumlah sangat banyak untuk persediaan masa paceklik. Sebelum masa paceklik tiba, Yusuf dan Asnat memiliki dua orang putra: Manasye dan Efraim.[56]
Paceklik
Saat tujuh tahun masa subur berakhir, datanglah masa paceklik sebagaimana yang dikatakan Yusuf. Paceklik ini tidak hanya melanda Mesir, tetapi juga kawasan Palestina, tempat tinggal Ya'qub dan keluarganya. Putra-putra Ya'qub selain Benyamin pergi ke Mesir untuk membeli gandum. Di sana mereka bertemu dengan Yusuf. Yusuf mengenali kakak-kakaknya tersebut, tetapi mereka tidak mengenal Yusuf. Saat gandum mereka sedang dipersiapkan, Yusuf berkata kepada mereka, "Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu, tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan takaran dan aku adalah penerima tamu yang terbaik. Maka jika kamu tidak membawanya kepadaku, maka kamu tidak akan mendapat jatah lagi dariku dan jangan kamu mendekatiku." Maka putra-putra Ya'qub tersebut membalas bahwa mereka akan membujuk ayah mereka. Setelah itu, Yusuf memerintahkan para pelayannya agar barang-barang yang digunakan kakak-kakaknya untuk membeli gandum dimasukkan ke karung gandum mereka, berharap agar kakak-kakaknya dapat kembali lagi.[57]
Dalam Alkitab disebutkan bahwa Yusuf dan kakak-kakaknya bertemu. Yusuf mengenal mereka, tapi mereka tidak mengenal Yusuf. Yusuf menuduh bahwa mereka mata-mata, tetapi mereka menolak dakwaan tersebut dan menyebutkan bahwa mereka adalah dua belas bersaudara dari satu ayah yang tinggal di tanah Kan'an (Palestina), yang bungsu bersama ayahnya, sedangkan yang satu hilang. Yusuf kemudian mengurung mereka selama tiga hari. Setelahnya, mereka dibebaskan dengan persyaratan bahwa salah satu dari mereka tetap ditahan di sini, sementara sisanya harus membawa adik mereka pada kedatangan berikutnya ke Mesir. Diputuskan bahwa Simeon yang tetap ditahan. Yusuf kemudian memerintahkan agar tempat gandum mereka diisi gandum dan uang mereka dimasukkan ke dalam karung.[58]
Al-Qur'an menjelaskan bahwa setelah kembali, kakak-kakak Yusuf mengatakan bahwa mereka tidak akan mendapat jatah lagi jika tidak membawa Benyamin pada kedatangan mereka berikutnya. Namun Ya'qub enggan mengabulkannya dan berkata, "Bagaimana aku akan mempercayakannya kepadamu, seperti aku telah mempercayakan saudaranya kepada kamu dahulu?" Ya'qub mengungkit kembali masalah hilangnya Yusuf sebagai alasan untuk tidak melepaskan Benyamin. Saat mereka membuka karung-karung, mereka menemukan barang-barang penukar mereka ada di sana. Mengetahui hal tersebut, Ya'qub akhirnya luluh dan bersedia mempercayakan Benyamin pada mereka pada kepergian mereka berikutnya ke Mesir. Namun Ya'qub meminta sumpah mereka, "Bersumpahlah kepadaku atas nama Allah bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh." Setelah mereka mengucap sumpah, Ya'qub melanjutkan, "Allah adalah saksi terhadap yang kita ucapkan."[59]
Alkitab menyebutkan kisah serupa. Ya'qub sangat susah mendengar permintaan mereka dan berkata, "Kamu membuat aku kehilangan anak-anakku. Yusuf tidak ada lagi, dan Simeon tidak ada lagi, sekarang Benyaminpun hendak kamu bawa juga. Aku inilah yang menanggung segala-galanya itu!" Ruben sampai berkata pada ayahnya bahwa dia rela kedua putranya dibunuh jika Benyamin tidak mereka bawa pulang kembali, tetapi Ya'qub tetap menolak.[60] Saat gandum mereka habis, Ya'qub memerintahkan putra-putranya kembali pergi ke Mesir, tetapi Yehuda menolak jika mereka tidak membawa Benyamin karena mereka sudah diperingatkan sungguh-sungguh untuk membawanya. Ya'qub kemudian memerintahkan putra-putranya membawa hasil terbaik sebagai persembahan: yakni madu, damar, damar ladan, buah kemiri, dan buah badam. Ya'qub juga menyuruh mereka membawa uang dua kali lipat, uang yang dikembalikan pada mereka dulu juga dibawa kembali kalau-kalau para petugas saat itu melakukan kekhilafan. Ya'qub akhirnya juga mengizinkan Benyamin ikut bersama rombongan ke Mesir.[61]
Kepergian kembali
Pada saat kakak-kakak Yusuf pergi ke Mesir untuk kedua kalinya, mereka membawa Benyamin. Sebelumnya Ya'qub telah berpesan pada mereka agar masuk dari pintu gerbang yang berbeda-beda saat di Mesir dan mereka mematuhinya.[62] Sebagian ulama mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk menghindarkan dari sihir 'ain karena mereka memiliki fisik dan rupa yang sangat bagus.[63] Setelah kafilah putra-putra Ya'qub tiba di Mesir, Yusuf membawa Benyamin di tempat pribadinya dan mengungkapkan jati dirinya.[64]
Alkitab menerangkan bahwa kemudian Yusuf membuat jamuan dan mengundang saudara-saudaranya. Simeon dibebaskan dan turut bergabung. Persembahan yang dibawa putra-putra Ya'qub juga kemudian diserahkan kepada Yusuf. Yusuf juga menanyakan keadaan ayah mereka dan mereka menjawab bahwa ayah mereka masih hidup. Dalam jamuan, dihidangkan makanan untuk Yusuf sendiri, untuk saudara-saudaranya sendiri, dan untuk orang Mesir sendiri. Hal ini dilakukan karena makan bersama orang Ibrani dipandang sebagai hal yang keji bagi orang Mesir. Namun putra-putra Ya'qub duduk di depan Yusuf dan itu membuat mereka saling berpandangan karena heran. Lalu disajikan pada mereka hidangan dari meja Yusuf dan Benyamin mendapat lima kali lebih banyak dari orang lain. Mereka semua bersuka ria pada jamuan tersebut.[65] Tidak disebutkan bahwa Yusuf mengungkapkan jati dirinya pada Benyamin.
Saat gandum mereka dipersiapkan, Yusuf memasukkan piala (cawan minum) ke karung Benyamin. Saat kafilah putra-putra Ya'qub dalam perjalanan pulang, Yusuf dan rombongannya menghentikan mereka dan meneriakkan, "Wahai kafilah! Sesungguhnya kamu pasti pencuri!" Putra-putra Ya'qub berhenti dan bertanya, "Kamu kehilangan apa?" Dijawab, "Kami kehilangan piala raja dan yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta dan aku jamin itu."[66]
Putra-putra Ya'qub menjawab, "Demi Allah, sungguh, kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk berbuat kerusakan di negeri ini dan kami bukanlah para pencuri." Dijawab, "Tetapi apa hukumannya jika kamu dusta?" Para putra Ya'qub menjawab, "Maka dia sendirilah yang menerima hukumannya. Demikianlah kami memberi hukuman kepada orang-orang zalim."[67] Dalam syariat mereka, hukuman bagi seorang pencuri adalah dirinya harus diserahkan kepada pihak yang barangnya dicuri.[68]
Maka setelah digeledah, ditemukanlah piala raja tersebut di karung Benyamin. Putra-putra Ya'qub yang lain mengatakan, "Jika dia mencuri, maka sungguh sebelum itu saudaranya pun pernah pula mencuri." Maksud mereka adalah bahwa Yusuf juga pernah mencuri sebelumnya. Para ulama memiliki beberapa pendapat terkait ucapan mereka. Sebagian menyatakan bahwa maksudnya adalah Yusuf dulu pernah mencuri patung kakek dari pihak ibunya, kemudian menghancurkannya. Ada yang berpendapat bahwa bibi Yusuf pernah menggantungkan ikat pinggang Ishaq di baju Yusuf, sehingga nantinya Yusuf akan dituduh mencuri dan ditahan di rumah bibinya lebih lama lagi sebagai hukuman. Hal ini karena bibinya sangat mencintai Yusuf dan enggan berpisah dengannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa Yusuf pernah mencuri makanan untuk diberikan kepada fakir miskin. Mendengar perkataan mereka, Yusuf merasa jengkel, tetapi menyembunyikannya dalam hati.[69][70]
Putra-putra Ya'qub yang lain memohon pada Yusuf, "Wahai Al-'Aziz. Dia mempunyai ayah yang sudah lanjut usia, karena itu, ambillah salah seorang di antara kami sebagai gantinya. Sesungguhnya kami melihat engkau termasuk orang-orang yang berbuat baik." Meski demikian, Yusuf menolak penawaran tersebut karena menahan orang tak bersalah sebagai ganti pelaku yang sebenarnya merupakan sebuah kezaliman. Setelah putus asa karena tidak bisa membawa Benyamin pulang, mereka kemudian berunding. Putra tertua Ya'qub, Ruben, memutuskan untuk tetap tinggal di Mesir sampai ayah mereka mengizinkan kembali atau Allah memberi keputusan padanya. Putra Ya'qub yang lain kemudian pulang dan memberitahukan yang terjadi pada mereka kepada Ya'qub. Mereka juga meminta Ya'qub bertanya pada penduduk Mesir atau kafilah lain yang datang bersama mereka untuk menguatkan pendapat mereka.[71][72]
Mendengar penuturan mereka, Ya'qub sangat berduka dan berkata, "Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang baik urusan itu. Maka kesabaranku adalah kesabaran yang baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sungguh Dialah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."[73] Ibnu Katsir menyebutkan bahwa maksudnya adalah Ya'qub percaya bahwa Benyamin tidak mencuri karena itu bukan wataknya sehingga mengatakan sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang baik urusan itu. Makna yang lain adalah mereka kehilangan Benyamin akibat dari yang mereka lakukan kepada Yusuf dahulu, sebagaimana yang dikatakan sebagian ulama, "Sesungguhnya keburukan akan mendatangkan keburukan yang lain setelahnya."[74]
Ya'qub juga bersedih kembali terkait Yusuf, "Aduhai duka citaku kepada Yusuf." Kesedihan yang baru menimpanya menyebabkan terungkitnya kesedihan yang lama. Disebutkan bahwa mata Ya'qub menjadi putih karena kesedihan dan diam menahan amarah. Putra-putranya mengkhawatirkan ayah mereka yang selalu mengingat Yusuf, menyebabkan dirinya sakit berat. Meski demikian, Ya'qub hanya menjawab, "Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah yang tidak kamu ketahui."[75][76]
Yusuf mengungkapkan diri
Al-Qur'an melanjutkan bahwa setelahnya Ya'qub berkata, "Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah."[77] Ya'qub yang tiba-tiba menyuruh anak-anaknya mencari Yusuf yang telah hilang sekian lama disebutkan lantaran Allah mengabarkan Ya'qub banyak hal yang membuatnya berharap untuk bertemu Yusuf.[78] Hal ini sejalan dengan perkataan Ya'qub di ayat sebelumnya, "Aku mengetahui dari Allah yang tidak kamu ketahui."[79]
Putra-putra Ya'qub kemudian kembali ke Mesir. Saat bertemu Yusuf, mereka berkata, "Wahai Al-'Aziz. Kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tidak berharga, maka penuhilah jatah untuk kami dan bersedekahlah kepada kami. Sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang yang bersedekah."[80] Para ulama menyebutkan bahwa maksud "barang-barang yang tidak berharga" yang mereka bawa adalah dirham-dirham yang jumlahnya sangat sedikit. Ada yang mengatakan biji-bijian dan semacamnya. Ibnu 'Abbas menyebutkan kendi yang sudah usang, tali-temali, dan semacamnya.[81]
Kemudian Yusuf berkata, "Tahukah kamu keburukan yang telah kamu perbuat terhadap Yusuf dan saudaranya karena kamu tidak menyadari akibat perbuatanmu itu?"[82] Disebutkan bahwa Yusuf tiba-tiba menanyakan itu lantaran merasa iba melihat saudara-saudaranya yang tampak lemah tersebut sehingga dia tidak tahan lagi menahan perasaannya.[83]
Mereka kebingungan ditanyai seperti itu lantaran seorang pembesar Mesir dapat mengetahui soal Yusuf dan bahkan perlakuan mereka padanya.[84] Hal itu yang kemudian mereka bertanya sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an, "Apakah engkau Yusuf?" Pada akhirnya Yusuf membuka jati dirinya pada mereka. Kakak-kakaknya kemudian mengakui diri mereka sebagai orang yang bersalah, tetapi Yusuf membalas, "Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang."[85][86]
Dalam Alkitab disebutkan bahwa setelah Yusuf berusaha menawan Benyamin lantaran didakwa mencuri piala perak, Yehuda memohon pada Yusuf untuk mengasihani mereka dan menyebutkan bahwa ayahnya bisa mati jika Benyamin tidak ikut pulang bersama mereka. Yehuda bahkan mengajukan diri sebagai budak menggantikan Benyamin.[87] Mendengar permohonan Yehuda, Yusuf memerintahkan orang-orang keluar ruangan meninggalkan dirinya bersama saudara-saudaranya. Selanjutnya Yusuf membuka jati dirinya pada mereka. Saudara-saudaranya merasa takut pada Yusuf, tapi Yusuf mengatakan, "Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir, tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu." Yusuf juga mengatakan, "Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Fir'aun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir." Yusuf kemudian mencium saudara-saudaranya dan dia menangis sambil memeluk mereka.[88]
Pertemuan keluarga
Al-Qur'an menyebutkan bahwa Yusuf kemudian meminta saudara-saudaranya agar membawa bajunya saat pulang dan diusapkan ke wajah Ya'qub sehingga dapat melihat kembali. Saat kafilah mereka keluar Mesir, Ya'qub yang tinggal di Palestina mengatakan, "Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf," tetapi keluarganya menanggapi, "Demi Allah, sesungguhnya engkau masih dalam kekeliruanmu yang dahulu."[89] Para ulama menyebutkan bahwa saat rombongan putra-putra Ya'qub keluar Mesir, bertiuplah angin dan mendatangi Ya'qub dengan membawa bau baju Yusuf.[90]
Saat rombongan putra-putra Ya'qub tiba dan pakaian Yusuf diusapkan ke wajah Ya'qub, Ya'qub dapat melihat kembali. Dia berkata, "Bukankah telah aku katakan kepadamu bahwa aku mengetahui dari Allah hal yang tidak kamu ketahui." Kemudian putra-putranya meminta ayah mereka memohonkan ampun atas dosa-dosa mereka. Ya'qub menjawab, "Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sungguh Dia Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."[91] Sebagian ulama menyebutkan bahwa Ya'qub menunda permohonan ampun untuk mereka hingga waktu sahur.[92]
Alkitab menyebutkan bahwa setelah Yusuf mengungkapkan jati dirinya, Fir'aun dan para pegawainya mengetahui bahwa saudara-saudara Yusuf sedang berada di Mesir dan mereka menerima saudara-saudara Yusuf dengan baik. Fir'aun kemudian mengatakan pada Yusuf agar saudara-saudaranya pergi ke Kan'an (Palestina) untuk menjemput ayah mereka beserta seisi rumahnya untuk kemudian tinggal di Mesir. Saudara-saudara Yusuf kemudian diberi kereta beserta perbekalan untuk pergi ke Palestina. Setelah sampai, mereka mengabarkan pada Ya'qub, "Yusuf masih hidup, bahkan dialah yang menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir," tetapi Ya'qub tetap bersikap dingin lantaran tidak mempercayai mereka. Namun saat mereka menyampaikan segala ucapan Yusuf dan ketika Ya'qub melihat kereta yang dikirim Yusuf untuk menjemputnya, semangat Ya'qub bangkit kembali dan dia berkata, "Cukuplah itu, anakku Yusuf masih hidup. Aku mau pergi melihatnya, sebelum aku mati."[93] Alkitab tidak menyebutkan mengenai Yusuf yang menyerahkan pakaiannya agar diusapkan ke wajah Ya'qub.
Alkitab juga menyebutkan bahwa Ya'qub kemudian pergi ke Mesir bersama rombongan anak-anak dan cucu-cucunya dengan menaiki kereta yang dikirim Fir'aun. Ya'qub kemudian menyuruh Yehuda menemui Yusuf terlebih dulu agar Yusuf bisa bertemu dengan Ya'qub di sebuah tempat bernama Gosyen. Saat bertemu, Yusuf dan Ya'qub saling berpelukan dan menangis. Ya'qub berkata, "Sekarang bolehlah aku mati, setelah aku melihat mukamu dan mengetahui bahwa engkau masih hidup." Setelahnya, Yusuf berpesan pada keluarga besarnya bahwa apabila Fir'aun menanyakan pekerjaan mereka, mereka harus menjawab bahwa mereka adalah penggembala. Hal ini dilakukan agar mereka bisa tinggal di Gosyen, terpisah dengan orang Mesir. Gembala merupakan pekerjaan yang dianggap remeh oleh orang Mesir.[94]
Yusuf kemudian menghadap Fir'aun, bersama sebagian saudaranya dan juga Ya'qub. Saat Fir'aun menanyakan pekerjaan mereka, saudara-saudara Yusuf menjawab sebagaimana yang dipesankan Yusuf. Fir'aun juga menanyakan umur Ya'qub dan Ya'qub menjawab bahwa usianya 130 tahun. Fir'aun kemudian mengizinkan mereka tinggal di Gosyen. Disebutkan pula bahwa Ya'qub kemudian memohonkan berkat bagi Fir'aun.[95]
Al-Qur'an menyebutkan bahwa Yusuf menyambut orangtuanya dengan mengatakan, "Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman." Yusuf kemudian menaikkan kedua orangtuanya ke singgasana khusus. Mereka semua kemudian bersujud tanda penghormatan kepada Yusuf.[96] Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa yang dimaksudkan orangtua Yusuf dalam ayat tersebut adalah Ya'qub dan Lea, bukan Rahel yang merupakan ibu kandung Yusuf.[97] Secara silsilah, Lea adalah adalah bibi Yusuf karena dia adalah kakak Rahel. Melalui pernikahan, Lea adalah ibu tiri Yusuf karena merupakan istri pertama Ya'qub. Dalam Alkitab disebutkan bahwa Rahel sendiri meninggal sesaat setelah melahirkan Benyamin lantaran beratnya persalinan.[98][10]
Tahun-tahun selanjutnya
Al-Qur'an menyebutkan bahwa sebelum meninggal, Ya'qub bertanya pada anak-anaknya, "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Isma'il, dan Ishaq, Tuhan Yang Maha Esa dan kami berserah diri kepada-Nya."[99][100] Alkitab menyebutkan bahwa Ya'qub memberkati anak-anaknya, terutama terkait peran dari keturunan anak-anaknya di masa mendatang, seperti keturunan Yehuda akan mewarisi tongkat kerajaan, keturunan Zebulon akan tinggal di tepi laut dan menjadi pangkalan kapal, keturunan Asyer akan memiliki makanan mewah berlimpah dan akan memberikan santapan raja-raja, dan keturunan Naftali akan dikaruniai anak-anak yang indah.[101]
Alkitab menjelaskan bahwa Ya'qub wafat pada usia 147 tahun.[102] Saat Ya'qub meninggal, Yusuf mendekap muka ayahnya dan menciumnya. Jenazahnya kemudian dirempah-rempahi selama empat puluh hari dan bangsa Mesir berkabung selama tujuh puluh hari. Yusuf meminta izin pada Fir'aun agar dapat memakamkan ayahnya di Kan'an sebagaimana wasiatnya dan Fir'aun memberikan izin. Setelahnya, jenazah Ya'qub diantar ke Palestina dan diiringi Yusuf dan saudara-saudaranya, para pegawai Fir'aun, dan para sesepuh istana dan negeri Mesir. Penduduk Palestina yang melihat prosesi itu menyebutkan bahwa perkabungan orang Mesir amat riuh. Ya'qub kemudian dikebumikan di Gua Makhpela di Hebron, tempat jenazah Sarah, Ibrahim, Ishaq, Ribka, dan Lea juga dikebumikan.[103][104] Setelah menjadi wilayah kekhalifahan, didirikanlah sebuah masjid di tempat itu yang bernama Masjid Ibrahimi.[105]
Alkitab juga menyebutkan bahwa Yusuf wafat pada usia 110 tahun dan dia hidup sampai Efraim beranak-cucu. Mayatnya dirempah-rempahi dan diletakkan di dalam peti mati di Mesir. Meski demikian, dia berwasiat pada keturunan Ya'qub bahwa mereka akan membawa jenazahnya saat mereka kelak keluar untuk kembali ke Palestina.[106] Di kemudian hari, Musa membawa tulang-belulang Yusuf saat hijrah keluar Mesir bersama rombongan Bani Israil.[107][108] Keterangan mengenai wafatnya Yusuf dan jenazahnya yang dibawa pergi dari Mesir tidak terdapat dalam Al-Qur'an.
Kedudukan
Islam
Yusuf dipandang sebagai nabi dan rasul dalam Islam. Dalam Al-Qur'an, para nabi yang kisahnya cukup panjang akan diceritakan dalam beberapa surah yang berbeda. Dalam kasus Yusuf, kisahnya terkumpul menjadi satu dalam satu surah panjang, yakni surah kedua belas. Al-Qur'an menyebutkan Yusuf sebagai sosok yang diberi petunjuk oleh Allah.[109] Sebagai seorang rasul, Yusuf juga digambarkan menyeru manusia untuk kembali ke jalan Allah. Hal ini terlihat dari dakwahnya pada penghuni penjara.[110][111] Pada masa Musa, ada salah seorang keluarga Fir'aun yang beriman. Dia memperingatkan kaumnya akan datangnya azab Allah, juga menyebutkan bahwa Yusuf sudah membawa bukti-bukti yang nyata pada masa sebelumnya.[112]
Dalam hadits isra' mi'raj disebutkan Nabi Muhammad bersabda bahwa Yusuf dikaruniai separuh ketampanan.[113] Maknanya adalah bahwa Yusuf memiliki separuh ketampanan Adam. Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya sendiri dan meniupkan ruh kepadanya sehingga Adam adalah manusia yang paling tampan, sedangkan Yusuf memiliki separuh ketampanan Adam.[114]
Di akhir surah Yusuf disebutkan, "Sungguh, pada kisah-kisah mereka (para rasul) itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) ini bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."[115]
Kristen
Yusuf dipandang sebagai sosok yang beriman.[116] Selain menghormatinya, ada kecenderungan kuat dalam periode patristik untuk mengaitkan kisah hidup Yusuf dengan Yesus.[117] Beberapa contohnya adalah Yohanes Krisostomus yang mengatakan bahwa penderitaan Yusuf adalah "sejenis hal yang akan datang",[118] Sesarius dari Arles menafsirkan mantel Yusuf yang terkenal sebagai perlambang dari berbagai bangsa yang akan mengikuti Yesus,[119] dan Ambrosius dari Milan mengartikan bahwa mimpi Yusuf yang menggambarkan berkas gandumnya yang berdiri sebagai penggambaran kebangkitan Yesus.[120]
Yusuf diperingati sebagai salah satu Bapa Suci dalam Kalender Orang Suci Gereja Apostolik Armenia pada 26 Juli. Dalam Gereja Ortodoks Timur dan Gereja-Gereja Katolik Timur yang mengikuti Ritus Byzantium, ia dikenal sebagai "Yusuf yang rupawan", tidak hanya merujuk pada penampilan fisiknya, tetapi lebih penting lagi pada keindahan kehidupan spiritualnya. Mereka memperingatinya pada hari Minggu Bapa Suci (dua hari Minggu sebelum Natal) dan pada hari Senin Besar dan Suci (Senin Pekan Suci). Dalam ikon, ia kadang-kadang digambarkan mengenakan hiasan kepala nemes wazir Mesir. Gereja Lutheran Sinode Missouri memperingatinya sebagai seorang patriark pada tanggal 31 Maret.
Rujukan
- ^ Friedman, R.E., The Bible With Sources Revealed, (2003), p.80
- ^ Kejadian 30:24
- ^ Kejadian 30: 1–24
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 326.
- ^ Kejadian 32: 1–8
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 328.
- ^ Kejadian 33: 1–20
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 329.
- ^ Kejadian 35: 16–20
- ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 330.
- ^ Yusuf (12): 4-6
- ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 335.
- ^ Kejadian 37: 9–11
- ^ Kejadian 37: 5–8
- ^ Kejadian 37: 2
- ^ Yusuf (12): 8-10
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 337-338.
- ^ Yusuf (12): 11-15
- ^ Yusuf (12): 16-18
- ^ Yusuf (12): 19
- ^ Yusuf (12): 20
- ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 342.
- ^ Kejadian 37: 12–35
- ^ Yusuf (12): 21
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 342-343.
- ^ Kejadian 39: 1
- ^ Kejadian 39: 2–6
- ^ Yusuf (12): 22
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 343-344.
- ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 345.
- ^ Yusuf (12): 23
- ^ Yusuf (12): 25-27
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 346-347.
- ^ Yusuf (12): 28-29
- ^ Yusuf (12): 30-31
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 348-349.
- ^ Yusuf (12): 32
- ^ Yusuf (12): 33
- ^ Yusuf (12): 35
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 349-351.
- ^ Kejadian 39: 11–20
- ^ Yusuf (12): 36
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 351.
- ^ Yusuf (12): 37-42
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 352-354.
- ^ Kejadian 39: 21–23
- ^ Kejadian 40: 1–22
- ^ Yusuf (12): 43-49
- ^ Yusuf (12): 50-51
- ^ Yusuf (12): 52
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 359-360.
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 356.
- ^ Kejadian 41: 1–36
- ^ Yusuf (12): 54-56
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 361-362.
- ^ Kejadian 41: 37–52
- ^ Yusuf (12): 58-62
- ^ Kejadian 42: 1–26
- ^ Yusuf (12): 63-66
- ^ Kejadian 42: 27–38
- ^ Kejadian 43: 1–15
- ^ Yusuf (12): 67-68
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 366.
- ^ Yusuf (12): 69
- ^ Kejadian 43: 16–34
- ^ Yusuf (12): 70-72
- ^ Yusuf (12): 73-76
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 368.
- ^ Yusuf (12): 77
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 369.
- ^ Yusuf (12): 78-82
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 369-371.
- ^ Yusuf (12): 83
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 371.
- ^ Yusuf (12): 84-86
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 371-372.
- ^ Yusuf (12): 87
- ^ Ash-Shadr 2003, hlm. 90-91.
- ^ Yusuf (12): 86
- ^ Yusuf (12): 88
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 373-374.
- ^ Yusuf (12): 89
- ^ Ash-Shadr 2003, hlm. 92-93.
- ^ Ash-Shadr 2003, hlm. 93.
- ^ Yusuf (12): 90-92
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 374-375.
- ^ Kejadian 44: 1–34
- ^ Kejadian 45: 1–15
- ^ Yusuf (12): 93-95
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 375.
- ^ Yusuf (12): 96-98
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 376-377.
- ^ Kejadian 45: 16–28
- ^ Kejadian 46: 1–34
- ^ Kejadian 47: 1–12
- ^ Yusuf (12): 99-100
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 379-380.
- ^ Kejadian 35: 16–20
- ^ Al-Baqarah (02): 133
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 383.
- ^ Kejadian 49: 1–28
- ^ Kejadian 47: 28
- ^ Kejadian 50: 1–14
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 383-384.
- ^ Mann, Sylvia (January 1, 1983). "This is Israel: pictorial guide & souvenir". Palphot Ltd. – via Google Books.
- ^ Kejadian 50: 22–26
- ^ Keluaran 13: 19
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 384.
- ^ Al-An'am (06): 84
- ^ Yusuf (12): 37-40
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 352-353.
- ^ Ghafir (40): 28-35
- ^ HR. Muslim (162/259) dari hadits Anas
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 349.
- ^ Yusuf (12): 111
- ^ Ibrani 11: 22
- ^ Smith, Kathryn (1993), "History, Typology and Homily: The Joseph Cycle in the Queen Mary Psalter", Gesta, 32 (2): 147–59, doi:10.2307/767172, ISSN 0016-920X, JSTOR 767172
- ^ Chrysostom, John (1992), Homilies on Genesis, 46-47, trans. Robert C. Hill, Washington DC: Catholic University of America Press, hlm. 191
- ^ Sheridan, Mark (2002), Genesis 11-50, Downers Grove: InterVarsity, hlm. 231
- ^ Sheridan, Mark (2002), Genesis 11-50, Downers Grove: InterVarsity, hlm. 233
Daftar ustaka
- Fatoohi, Dr. Louay dan Prof. Sheta Al-Dargazelli. ..Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan Al-Qur'an. 2007. Bandung: Mizania.
- Ibnu Katsir (2014). Kisah-Kisah Para Nabi. Diterjemahkan oleh Muhammad Zaini. Surakarta: Insan Kamil Solo. ISBN 978-602-6247-11-7.
- Ash-Shadr, Sayid Ridha (2003). Kisah Terbaik: Hikmah dan Pelajaran Kehidupan di balik Sejarah Nabi Yusuf as. Diterjemahkan oleh Drs. Ali Yahya. Jakarta: PT. Lentera Basritama. ISBN 979-3018-35-6.