Infeksi

serangan agen penyebab penyakit pada tubuh organisme

Infeksi atau jangkitan adalah serangan dan perbanyakan diri yang dilakukan oleh agen penyebab penyakit (patogen) pada tubuh makhluk hidup.[1] Patogen penyebab infeksi di antaranya mikroorganisme seperti virus, prion, bakteri, dan fungi. Sementara itu, parasit seperti cacing dan organisme uniseluler juga dapat menyebabkan infeksi, meskipun terkadang istilah infeksi dan infestasi dipakai bergantian untuk menyebut serangan agen parasitik. Serangan patogen-patogen tersebut, maupun racun yang mereka hasilkan, dapat menimbulkan penyakit pada organisme inang. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang dihasilkan oleh infeksi.

Infeksi
Gambar mikroskop elektron yang diwarnai menunjukkan sporozoit malaria yang berpindah melalui epitelium usus tikus.
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit infeksi
PenyebabAgen infeksi (patogen)
PengobatanAntibiotik, antivirus, antijamur, antiprotozoa, dan antelmintik

Individu terinfeksi dapat melawan infeksi menggunakan sistem imun mereka. Mamalia yang terinfeksi bereaksi dengan sistem imun bawaan, yang sering kali melibatkan peradangan, dan kemudian diikuti oleh sistem imun adaptif.[2]

Obat-obatan khusus yang digunakan untuk mengobati infeksi termasuk antibiotik, antivirus, antijamur, antiprotozoa, dan antelmintik. Penyakit infeksi mengakibatkan 9,2 juta kematian pada tahun 2013 (sekitar 17% dari semua kematian).[3] Cabang kedokteran yang berfokus pada infeksi juga disebut penyakit infeksi.[4]

Penyebab

Patogen yang menyebabkan infeksi termasuk:

Klasifikasi

Subklinis (laten) versus klinis (tampak)

Infeksi yang menimbulkan gejala dan tanda yang jelas disebut infeksi klinis, sedangkan infeksi yang aktif tetapi tidak menghasilkan gejala yang nyata dapat disebut infeksi diam atau subklinis. Infeksi yang tidak aktif atau dorman disebut infeksi laten.[9] Contoh infeksi bakteri laten adalah tuberkulosis laten. Beberapa infeksi virus juga bisa bersifat laten, contoh virus laten berasal dari keluarga Herpesviridae.[10]

Kata infeksi dapat menunjukkan adanya patogen tertentu (tidak peduli seberapa sedikit), tetapi juga sering digunakan untuk menyatakan infeksi yang tampak secara klinis (dengan kata lain, kasus penyakit infeksi).[11] Fakta ini kadang-kadang menciptakan beberapa ambiguitas atau mendorong beberapa diskusi penggunaan kata infeksi; untuk menyiasatinya, merupakan hal yang biasa bagi para profesional kesehatan untuk menyebut kolonisasi (bukan infeksi) ketika mereka menyatakan keberadaan patogen, tetapi tak ada infeksi yang tampak secara klinis (tidak ada penyakit).

Istilah berbeda digunakan untuk menggambarkan infeksi. Istilah pertama adalah infeksi akut, yaitu infeksi dengan gejala yang berkembang dengan cepat; jalannya penyakit bisa cepat atau berlarut-larut.[12] Istilah selanjutnya adalah infeksi kronis, ketika gejala penyakit berkembang secara bertahap, selama beberapa minggu atau bulan, dan lambat untuk disembuhkan.[13] Infeksi subakut adalah infeksi dengan gejala yang memakan waktu lebih lama daripada infeksi akut tetapi timbul lebih cepat dibandingkan infeksi kronis. Infeksi laten adalah jenis infeksi yang dapat terjadi setelah fase akut; organisme patogennya ada tetapi gejalanya tidak; setelah beberapa waktu penyakit ini dapat muncul kembali. Infeksi fokal didefinisikan sebagai tempat infeksi awal suatu patogen sebelum mereka menyebar melalui aliran darah ke area lain tubuh.[14]

Primer versus oportunistik

Di antara berbagai mikroorganisme, hanya relatif sedikit yang mengakibatkan penyakit pada orang yang sehat.[15] Penyakit infeksi dihasilkan dari interaksi antara sejumlah patogen dan sistem pertahanan inang yang mereka infeksi. Tampilan dan tingkat keparahan penyakit yang dihasilkan patogen tergantung pada kemampuan patogen tersebut untuk merusak inang dan juga kemampuan inang untuk melawan patogen. Akan tetapi, sistem kekebalan inang juga dapat mengakibatkan kerusakan pada inang itu sendiri dalam upaya untuk mengendalikan infeksi. Oleh karena itu, dokter mengklasifikasikan mikroorganisme atau mikrob infeksius berdasarkan status pertahanan inang, baik sebagai patogen primer atau sebagai patogen oportunistik:

Patogen primer
Patogen primer menyebabkan penyakit sebagai akibat dari keberadaan atau aktivitas mereka di dalam inang yang normal dan sehat, dan virulensi intrinsiknya (keparahan penyakit yang disebabkannya), sebagian, merupakan konsekuensi dari kebutuhan patogen untuk bereproduksi dan menyebar. Banyak patogen primer manusia yang paling umum hanya menginfeksi manusia, tetapi, banyak penyakit serius diakibatkan oleh organisme yang berasal dari lingkungan atau yang menginfeksi inang nonmanusia.
Patogen oportunistik
Patogen oportunistik dapat mengakibatkan penyakit infeksi pada inang dengan sistem pertahanan yang tertekan (defisiensi imun) atau jika mereka memiliki akses yang tidak biasa ke bagian dalam tubuh (misalnya melalui trauma). Infeksi oportunistik dapat diakibatkan oleh mikrob yang biasanya bersentuhan dengan inang, seperti bakteri atau fungi patogenik di usus atau saluran pernapasan bagian atas, dan mereka juga dapat berasal dari inang lain (seperti pada kolitis akibat Clostridium sulitile) atau dari lingkungan sebagai akibat dari cedera (misalnya infeksi luka pembedahan atau patah tulang). Penyakit oportunistik membutuhkan kerusakan pertahanan inang, yang dapat terjadi sebagai akibat dari cacat genetik (seperti penyakit granuloma kronik), paparan obat antimikrob atau bahan kimia imunosupresif (seperti yang mungkin terjadi setelah keracunan atau kemoterapi), paparan radiasi pengion, atau sebagai akibat dari penyakit infeksi dengan aktivitas imunosupresif (seperti campak, malaria, atau AIDS). Patogen primer juga dapat mengakibatkan penyakit yang lebih parah pada inang dengan imunitas yang tertekan dibandingkan bila terjadi ipada inang yang imunitasnya memadai.[16]
Infeksi primer versus infeksi sekunder
Infeksi primer adalah infeksi yang (atau secara praktis dapat dipandang) menjadi akar penyebab masalah kesehatan saat ini. Sebaliknya, infeksi sekunder adalah sekuela (gejala sisa) atau komplikasi dari penyebab utama. Sebagai contoh, tuberkulosis paru sering merupakan infeksi primer, tetapi infeksi yang terjadi hanya akibat luka bakar atau trauma tajam (sebagai akar penyebab) yang memungkinkan akses patogen ke jaringan dalam, merupakan infeksi sekunder. Patogen primer sering menyebabkan infeksi primer dan juga sering menyebabkan infeksi sekunder. Biasanya, infeksi oportunistik dipandang sebagai infeksi sekunder (karena defisiensi imun atau cedera adalah faktor predisposisinya).

Jenis infeksi lain

Jenis infeksi lain terdiri dari infeksi campuran, iatrogenik, nosokomial, dan infeksi yang didapat dari masyarakat. Infeksi campuran adalah infeksi yang disebabkan oleh dua atau lebih patogen. Contohnya adalah apendisitis, yang disebabkan oleh Bacteroides fragilis dan Escherichia coli. Jenis kedua adalah infeksi iatrogenik, yaitu infeksi yang ditularkan dari petugas kesehatan ke pasien. Infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit, juga terjadi pada faslitias layanan kesehatan. Terakhir, infeksi yang didapat dari masyarakat adalah infeksi yang didapat dari seluruh komunitas.[14]

Infeksius atau tidak

Salah satu cara untuk membuktikan bahwa suatu penyakit bersifat infeksius, adalah untuk mengujinya menggunakan postulat Koch, yang mensyaratkan bahwa, pertama, agen infeksi hanya dapat diidentifikasi dari individu yang memiliki penyakit dan bukan dari kontrol yang sehat, dan kedua, bahwa individu dengan agen infeksi juga mengembangkan penyakit tersebut. Postulat ini pertama kali digunakan dalam penemuan bahwa spesies Mycobacterium mengakibatkan tuberkulosis.

Akan tetapi, postulat Koch biasanya tidak dapat diuji dalam praktik modern karena alasan etis. Membuktikan penyakit akan memerlukan infeksi eksperimental pada individu yang sehat menggunakan patogen yang diproduksi sebagai kultur murni. Sebaliknya, bahkan penyakit yang jelas-jelas infeksius tidak selalu memenuhi kriteria tersebut; misalnya, Treponema pallidum, bakteri penyebab sifilis, tidak dapat dikultur secara in vitro, tetapi mikroorganisme ini dapat dikultur dalam testis kelinci. Belum diketahui dengan jelas mengapa kultur murni diperoleh dari hewan yang menjadi inang dibandingkan dengan perolehan dari kultur lempeng.

Epidemiologi, atau studi dan analisis tentang siapa, mengapa, dan di mana penyakit terjadi, dan apa yang menentukan berbagai populasi memiliki penyakit, merupakan alat penting lain yang digunakan untuk memahami penyakit infeksi. Ahli epidemiologi dapat menentukan perbedaan di antara kelompok-kelompok dalam suatu populasi, seperti apakah kelompok usia tertentu memiliki tingkat infeksi yang lebih besar atau lebih kecil; apakah kelompok yang tinggal di lingkungan yang berbeda lebih mungkin terinfeksi; dan oleh faktor-faktor lain, seperti jenis kelamin dan ras. Para peneliti juga dapat menilai apakah wabah penyakit bersifat sporadik atau hanya terjadi sesekali; bersifat endemik, dengan tingkat yang stabil dari kasus reguler yang terjadi di suatu daerah; epidemi, dengan jumlah kasus yang muncul cepat, dan luar biasa tinggi di suatu wilayah; atau pandemi, yang merupakan epidemi global. Jika penyebab penyakit infeksi tidak diketahui, epidemiologi dapat digunakan untuk membantu melacak sumber infeksi.

Kemampuan menular

Penyakit infeksi kadang-kadang disebut penyakit menular ketika mudah ditularkan melalui kontak dengan orang yang sakit atau sekresi mereka (misalnya influenza). Dengan demikian, penyakit menular adalah bagian dari penyakit infeksi, terutama penyakit yang mudah berpindah atau ditransmisikan. Jenis penyakit menular lain memiliki rute infeksi yang lebih khusus, seperti penularan melalui vektor atau hubungan seksual, biasanya tidak dianggap sebagai "menular", dan sering kali tidak memerlukan isolasi medis (kadang-kadang disebut karantina) bagi penderitanya. Namun, konotasi khusus dari kata "menular" dan "penyakit menular" (mudah ditransmisikan) tidak selalu dipertimbangkan dalam penggunaan populer. Penyakit infeksi biasanya ditularkan antarindividu melalui kontak langsung. Jenis kontak yang dimaksud yaitu dari orang ke orang dan penyebaran percikan atau tetesan. Kontak tidak langsung seperti penularan melalui udara, benda yang terkontaminasi, makanan dan air minum, kontak orang dengan hewan (yang bertindak sebagai reservoir), gigitan serangga, dan lingkungan yang terkontaminasi, merupakan cara lain penularan penyakit infeksi.[17]

Lokasi anatomis

Infeksi dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi anatomi atau sistem organ yang terinfeksi, misalnya infeksi saluran kemih, infeksi kulit, infeksi saluran pernapasan, infeksi odontogenik (infeksi yang berasal dari gigi atau jaringan yang berdekatan), infeksi vagina, dan infeksi intraamniotik. Selain itu, lokasi peradangan yang menjadi tempat infeksi dapat dijadikan penamaan radang tersebut, misalnya pneumonia, meningitis, dan salpingitis.

Tanda dan gejala

Gejala dan tanda klinis infeksi tergantung pada masing-masing penyakit. Beberapa tanda infeksi mempengaruhi keseluruhan tubuh secara umum, seperti kelelahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam, keringat malam, kedinginan, sakit, dan nyeri. Beberapa tanda lain bersifat khusus untuk bagian tubuh tertentu, seperti ruam kulit, batuk, atau keluarnya cairan dari hidung.

Dalam kasus-kasus tertentu, penyakit infeksi mungkin asimtomatik (tidak bergejala) untuk sebagian besar atau bahkan keseluruhan proses penyakit. Pada kasus ini, individu lain dapat menderita penyakit, sebagai penderita sekunder, setelah mengalami kontak dengan pembawa penyakit yang asimtomatik. Suatu infeksi tidak selalu identik dengan penyakit infeksi, karena beberapa infeksi tidak menimbulkan penyakit pada inang.[16]

Patofisiologi

Ada serangkaian peristiwa yang terjadi selama infeksi.[18] Rantai peristiwa tersebut meliputi beberapa tahapan, yang melibatkan agen infeksi, reservoir, masuknya agen ke inang yang rentan, keluarnya agen dari inang tersebut, dan penularan ke inang baru. Masing-masing mata rantai harus terjadi secara berurutan agar infeksi dapat berkembang. Pemahaman terhadap langkah-langkah ini membantu petugas kesehatan mengendalikan infeksi dan mencegahnya agar tidak terjadi.[19]

Kolonisasi

 
Infeksi kuku jari kaki yang tumbuh ke dalam; ada nanah (kuning) dan peradangan (kemerahan dan pembengkakan) yang terjadi di sekitar kuku.

Infeksi dimulai ketika suatu organisme berhasil memasuki tubuh, lalu tumbuh dan memperbanyak diri. Hal ini disebut kolonisasi. Sebagian besar manusia tidak mudah terinfeksi. Orang-orang dengan sistem imun yang lemah lebih rentan terhadap infeksi kronis atau persisten, sedangkan individu dengan sistem imun yang tertekan sangat rentan terhadap infeksi oportunistik. Umumnya, patogen masuk ke dalam tubuh inang melalui mukosa pada lubang tubuh, seperti rongga mulut, hidung, mata, genitalia, anus, dan bisa juga masuk melalui luka terbuka. Beberapa patogen dapat tumbuh di tempat awal masuk, tetapi banyak yang bermigrasi dan menyebabkan infeksi sistemik pada organ yang berbeda. Beberapa patogen tumbuh di dalam sel inang (intraseluler) sedangkan yang lain tumbuh bebas dalam cairan tubuh.

Kolonisasi luka mengacu pada mikroorganisme yang tidak bereplikasi di dalam luka, sedangkan pada luka terinfeksi, mikroorganisme mengalami replikasi dan mengakibatkan kelukaan jaringan.[20] Semua organisme multiseluler dikolonisasi sampai tingkat tertentu oleh organisme ekstrinsik, dan sebagian besar kolonisasi ini berada dalam hubungan mutualisme atau komensalisme. Contoh hubungan mutualisme adalah spesies bakteri anaerob, yang melakukan kolonisasi pada usus mamalia, dan contoh komensalisme adalah berbagai spesies Staphylococcus yang ada pada kulit manusia. Tak satu pun dari kolonisasi ini dianggap infeksi. Perbedaan antara infeksi dan kolonisasi sering kali hanya masalah keadaan. Organisme nonpatogenik dapat menjadi patogenik dalam kondisi spesifik, dan bahkan organisme yang paling virulen (ganas) membutuhkan kondisi tertentu untuk menimbulkan infeksi yang membahayakan. Di dalam tubuh, beberapa bakteri seperti Corynebacteria sp. dan streptococci viridans, mencegah adhesi dan kolonisasi bakteri patogenik sehingga mereka memiliki hubungan simbiosis dengan inang, mencegah infeksi, dan mempercepat penyembuhan luka.

 
Gambaran langkah-langkah infeksi oleh patogen.[21][22][23]

Variabel yang terlibat dan memengaruhi hasil akhir infeksi meliputi rute masuknya patogen, akses yang diperolehnya untuk memasuki bagian tubuh tertentu inang, virulensi intrinsik patogen, jumlah patogen di awal inokulasi, dan status kekebalan inang. Sebagai contoh, beberapa spesies stafilokokus tidak berbahaya pada kulit, tetapi ketika mereka berada dalam tempat yang biasanya steril, misalnya di dalam kapsul sendi atau peritoneum, mereka akan berkembang biak tanpa perlawanan dan menyebabkan kerusakan.

Dalam beberapa dekade terakhir, kromatografi gas–spektrometri massa, analisis RNA ribosomal 16S, omik, dan teknologi canggih lainnya telah menjelaskan bahwa kolonisasi mikrob sangat umum, bahkan dalam lingkungan yang manusia anggap hampir steril. Karena kolonisasi bakteri merupakan hal yang normal, sulit untuk mengetahui luka kronis mana yang dapat dikategorikan terinfeksi dan seberapa besar risiko perkembangannya. Meskipun sejumlah besar luka ditemukan dalam praktik klinis, evaluasi tanda dan gejala dengan data yang berkualitas masih terbatas. Sebuah tinjauan luka kronis mengkuantifikasi pentingnya peningkatan rasa nyeri sebagai indikator infeksi.[24] Tinjauan tersebut menunjukkan bahwa temuan yang paling berguna adalah peningkatan rasa nyeri, tetapi tidak adanya rasa nyeri tidak otomatis menghilangkan kemungkinan infeksi.

Penyakit

Penyakit dapat muncul jika mekanisme pertahanan inang terganggu dan agen penginfeksi menyebabkan kerusakan pada inang. Mikroorganisme dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan melepaskan berbagai racun atau enzim yang merusak. Sebagai contoh, Clostridium tetani melepaskan racun yang melumpuhkan otot, dan Staphylococcus melepaskan racun yang menghasilkan syok dan sepsis. Tidak semua agen infeksi menyebabkan penyakit pada semua inang, misalnya, kurang dari 5% orang yang terinfeksi virus polio akan menderita penyakit polio.[25] Di sisi lain, beberapa agen infeksi bersifat sangat ganas. Prion yang menyebabkan penyakit sapi gila dan penyakit Creutzfeldt-Jakob selalu membunuh semua hewan dan orang yang terinfeksi.

Infeksi persisten terjadi karena tubuh tidak dapat membersihkan patogen setelah infeksi awal. Infeksi persisten ditandai oleh adanya agen penginfeksi secara terus-menerus, sering kali sebagai infeksi laten yang berulang kali kambuh sebagai infeksi aktif. Ada beberapa virus yang mengakibatkan infeksi persisten dengan menginfeksi sel-sel tubuh yang berbeda. Beberapa virus yang sekali masuk tidak pernah meninggalkan tubuh. Contoh yang khas adalah virus herpes, yang cenderung bersembunyi di saraf dan menjadi aktif kembali dalam keadaan tertentu.

Infeksi persisten menyebabkan jutaan kematian secara global setiap tahun.[26] Infeksi kronis oleh parasit merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi di banyak negara terbelakang.

Penularan

 
Nyamuk Culex quinquefasciatus adalah vektor yang mentransmisikan patogen yang menyebabkan demam Nil Barat dan malaria burung.

Agar agen penginfeksi dapat bertahan dan mengulangi siklus infeksi pada inang lain, mereka (atau keturunannya) harus meninggalkan inang atau reservoir yang ditempatinya dan menyebabkan infeksi di tempat lain. Penularan infeksi dapat terjadi melalui banyak rute:

  • Kontak tetesan atau percikan, yang juga dikenal sebagai rute pernapasan, dan infeksi yang diakibatkannya dapat disebut penyakit bawaan udara. Jika orang yang terinfeksi batuk atau bersin dan partikelnya sampai ke orang lain, mikroorganisme, yang tersuspensi dalam tetesan yang hangat dan lembab, dapat masuk ke dalam tubuh melalui permukaan hidung, mulut atau mata.
  • Penularan fekal–oral, yaitu ketika bahan makanan atau air menjadi terkontaminasi partikel feses (oleh orang-orang yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan atau limbah yang tidak diolah dilepaskan ke dalam air minum) sehingga orang-orang yang makan dan minum menjadi terinfeksi. Patogen yang ditularkan melalui metode ini di antaranya Vibrio cholerae, spesies Giardia, Rotavirus, Entamoeba histolytica, Escherichia coli, dan cacing pita.[27] Sebagian besar patogen ini menyebabkan gastroenteritis.
  • Penularan seksual, dengan penyakit yang dihasilkan disebut penyakit menular seksual.
  • Penularan melalui mulut. Penyakit yang ditularkan terutama melalui kontak oral langsung seperti ciuman, atau melalui kontak tidak langsung seperti dengan berbagi gelas minum atau rokok.
  • Penularan melalui kontak langsung, Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui kontak atau sentuhan langsung termasuk tinea pedis, impetigo, dan kutil.
  • Penularan melalui benda mati, misalnya makanan, air, dan tanah yang terkontaminasi.[28]
  • Penularan vertikal, yaitu penularan langsung dari ibu ke embrio, janin, atau bayi selama kehamilan atau persalinan. Hal ini bisa terjadi ketika ibu mendapat infeksi sebagai penyakit penyerta dalam kehamilan.
  • Penularan iatrogenik, karena prosedur medis seperti injeksi atau transplantasi bahan yang terinfeksi.
  • Penularan melalui vektor, yaitu organisme yang tidak menderita penyakit tetapi ikut menularkan infeksi dengan membawa patogen dari satu inang ke inang lainnya.[29]

Hubungan antara virulensi dan penularan sangat kompleks; jika suatu penyakit bersifat fatal, inang dapat mati sebelum patogen dapat ditularkan ke inang lain.

Diagnosis

Diagnosis penyakit infeksi terkadang melibatkan identifikasi agen infeksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam praktiknya, sebagian besar penyakit infeksi minor seperti kutil, abses kulit, infeksi sistem pernapasan, dan diare didiagnosis berdasarkan manifestasi klinisnya dan diobati tanpa mengetahui agen penyebabnya secara spesifik. Kesimpulan tentang penyebab penyakit ini didasarkan pada kemungkinan penderitanya melakukan kontak dengan agen tertentu, keberadaan mikroorganisme dalam suatu komunitas, dan pertimbangan epidemiologis lainnya. Dengan upaya yang memadai, semua agen infeksi dapat diidentifikasi secara spesifik. Namun, manfaat identifikasi sering kali lebih kecil dibandingkan biaya yang perlu dikeluarkan untuk identifikasi, karena sering kali tidak ada perawatan khusus untuk penyakit tersebut, penyebabnya jelas, atau hasil infeksinya tidak berbahaya.

Diagnosis penyakit infeksi hampir selalu dimulai oleh riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Teknik identifikasi yang lebih terperinci melibatkan kultur agen infeksi yang diisolasi dari penderitanya. Kultur memungkinkan identifikasi organisme penginfeksi dengan memeriksa karakteristik mikroskopis mereka, dengan mendeteksi keberadaan zat yang dihasilkan oleh patogen, dan dengan secara langsung mengidentifikasi organisme dengan genotipnya. Teknik lain (seperti sinar-X, pemindaian tomografi terkomputasi (CT), pemindaian PET atau MRI) digunakan untuk menghasilkan gambar kelainan internal yang dihasilkan dari pertumbuhan agen infeksi. Gambar tersebut berguna dalam mendeteksi, misalnya, abses tulang atau ensefalopati spongiformis yang ditimbulkan oleh prion.

Diagnosis simtomatik

Diagnosis dibantu oleh gejala yang muncul pada setiap individu yang menderita penyakit infeksi, tetapi metode ini biasanya membutuhkan teknik diagnostik tambahan untuk mengonfirmasi kecurigaan tersebut. Beberapa tanda klinis tertentu, yang disebut tanda patognomonik, merupakan karakteristik khusus yang menjadi indikasi suatu penyakit; tetapi hal ini jarang terjadi. Tidak semua infeksi bersifat simtomatik.[30] Pada anak-anak, adanya sianosis, pernapasan cepat, perfusi perifer yang buruk, atau ruam petekie meningkatkan risiko infeksi serius hingga lebih dari 5 kali lipat.[31]

Kultur mikrob

 
Empat plat agar nutrien yang menumbuhkan koloni bakteri Gram negatif secara umum.

Kultur mikrobiologi adalah metode utama yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit infeksi. Dalam kultur mikrob, media pertumbuhan digunakan untuk memfasilitasi pertumbuhan agen tertentu. Spesimen dari jaringan atau cairan yang diduga berpenyakit diambil untuk kemudian dikultur untuk mendeteksi keberadaan agen infeksi. Kebanyakan bakteri patogenik mudah tumbuh pada agar nutrien, suatu media padat yang mengandung karbohidrat dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri. Satu bakteri akan memperbanyak diri membentuk sebuah koloni berupa gundukan yang terlihat di permukaan agar. Koloni ini dapat tumbuh terpisah dari koloni lain atau menyatu dengan koloni lain pada agar tersebut. Variasi ukuran, warna, bentuk dan bentuk koloni merupakan hasil dari karakteristik spesies maupun galur bakteri, serta lingkungan yang mendukung pertumbuhannya. Bahan-bahan lain sering ditambahkan ke plat agar untuk membantu identifikasi. Zat tambahan tersebut memungkinkan pertumbuhan beberapa bakteri dan mencegah pertumbuhan bakteri lainnya, atau mengalami perubahan warna sebagai respons terhadap bakteri tertentu dan bukan bakteri yang lain. Plat bakteriologis seperti ini biasanya digunakan dalam identifikasi klinis bakteri infeksius. Biakan mikrob juga dapat digunakan dalam identifikasi virus. Media yang digunakan untuk menumbuhkan virus adalah sel hidup yang dapat diinfeksi oleh virus yang dimaksud. Dalam proses identifikasi virus, akan tercipta suatu zona kematian sel, yang diakibatkan oleh pertumbuhan virus, yang disebut "plak". Parasit eukariotik juga dapat ditumbuhkan dalam kultur.

Apabila tidak ada teknik kultur plat yang sesuai, beberapa mikroorganisme membutuhkan hewan hidup sebagai media pertumbuhan. Bakteri seperti Mycobacterium leprae dan Treponema pallidum dapat tumbuh pada hewan, meskipun teknik serologis dan mikroskopis membuat penggunaan hewan hidup tidak diperlukan lagi. Virus juga biasanya diidentifikasi menggunakan media lain selain hewan hidup. Beberapa virus dapat tumbuh dalam telur berembrio. Metode identifikasi lain yang bermanfaat adalah xenodiagnosis, atau penggunaan vektor untuk mendukung pertumbuhan agen infeksi. Penyakit Chagas tidak mudah didiagnosis karena sulit untuk menunjukkan keberadaan agen penyebab penyakit ini, yaitu Trypanosoma cruzi, pada penderitanya. Oleh karena itu, diagnosis definitif sulit ditegakkan. Dalam kasus ini, xenodiagnosis melibatkan penggunaan vektor T. cruzi, yaitu Triatominae, serangga yang tidak terinfeksi, yang mengisap darah seseorang yang diduga terinfeksi. Serangga tersebut kemudian diperiksa untuk mendeteksi keberadaan T. cruzi dalam ususnya.

Mikroskopi

Alat utama lain untuk mendiagnosis penyakit infeksi adalah mikroskop. Hampir semua teknik kultur yang dibahas di atas bergantung, pada titik tertentu, pada pemeriksaan mikroskopis untuk mengidentifikasi agen infeksi secara definitif . Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan instrumen sederhana, seperti mikroskop cahaya majemuk, atau dengan instrumen serumit mikroskop elektron. Spesimen yang diperoleh dari penderita penyakit dapat dilihat langsung di bawah mikroskop cahaya, dan sering kali dapat membantu identifikasi dengan cepat. Mikroskop sering juga digunakan bersama dengan teknik pewarnaan biokimia, dan dapat bersifat sangat spesifik ketika dikombinasikan dengan teknik berbasis antibodi. Misalnya, pemakaian antibodi yang dibuat dengan teknik fluoresens, dapat diarahkan untuk mengikat dan mengidentifikasi antigen spesifik yang ada pada patogen. Mikroskop fluoresens kemudian digunakan untuk mendeteksi antibodi yang telah diberi label fluoresens yang telah berikatan pada antigen internal dalam sampel klinis atau sel yang dikultur. Teknik ini sangat berguna dalam diagnosis penyakit virus, yang tidak mampu diidentifikasi oleh mikroskop cahaya.

Prosedur mikroskopis lainnya juga dapat membantu mengidentifikasi agen infeksi. Hampir semua sel mudah diwarna dengan sejumlah bahan pewarna dasar akibat tarikan elektrostatik antara molekul seluler bermuatan negatif dengan muatan positif pada pewarna. Pada mikroskop, sel biasanya terlihat transparan dan metode pewarnaan akan meningkatkan kontras antara sel dengan latar belakangnya. Pewarnaan sel dengan zat warna seperti Giemsa atau kristal ungu memungkinkan seorang pengguna mikroskop untuk menggambarkan ukuran, bentuk, komponen internal dan eksternal sel, serta hubungannya dengan sel-sel lain. Perbedaan respons bakteri terhadap pewarnaan dapat dimanfaatkan untuk mengelompokkan mikroorganisme. Dua metode pewarnaan, yaitu pewarnaan Gram dan pewarnaan tahan asam, merupakan pendekatan standar yang digunakan untuk mengklasifikasikan bakteri dan untuk mendiagnosis penyakit. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi kelompok bakteri Firmicutes dan Actinobacteria, yang berisi banyak bakteri patogenik penting. Prosedur pewarnaan asam-cepat dapat mengidentifikasi genus Mycobacterium dan Nocardia.

Uji biokimia


Diagnosis berbasis PCR


Pengurutan metagenomik


Indikasi pengujian


Pencegahan


Perawatan


Referensi

  1. ^ Definition of "infection" from several medical dictionaries – Retrieved on 2012-04-03
  2. ^ Alberto Signore (2013). "About inflammation and infection" (PDF). EJNMMI Research. 8 (3). 
  3. ^ GBD 2013 Mortality and Causes of Death, Collaborators (17 December 2014). "Global, regional, and national age-sex specific all-cause and cause-specific mortality for 240 causes of death, 1990-2013: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2013". Lancet. 385 (9963): 117–71. doi:10.1016/S0140-6736(14)61682-2. PMC 4340604 . PMID 25530442. 
  4. ^ "Infectious Disease, Internal Medicine". Association of American Medical Colleges. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-06. Diakses tanggal 2015-08-20. Infectious disease is the subspecialty of internal medicine dealing with the diagnosis and treatment of communicable diseases of all types, in all organs, and in all ages of patients. 
  5. ^ "Types of Fungal Diseases | Fungal Diseases | CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2019-06-27. Diakses tanggal 2019-12-09. 
  6. ^ Mada, Pradeep Kumar; Jamil, Radia T.; Alam, Mohammed U. (2019), "Cryptococcus (Cryptococcosis)", StatPearls, StatPearls Publishing, PMID 28613714, diakses tanggal 2019-12-09 
  7. ^ "CDC - Parasites - About Parasites". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2019-02-25. Diakses tanggal 2019-12-09. 
  8. ^ Brown, Peter J. (1987). "Microparasites and Macroparasites". Cultural Anthropology. 2 (1): 155–171. doi:10.1525/can.1987.2.1.02a00120. JSTOR 656401. 
  9. ^ Kayser, Fritz H; Kurt A Bienz; Johannes Eckert; Rolf M Zinkernagel (2005). Medical microbiology. Stuttgart: Georg Thieme Verlag. hlm. 398. ISBN 978-3-13-131991-3. 
  10. ^ Grinde, Bjørn (2013-10-25). "Herpesviruses: latency and reactivation – viral strategies and host response". Journal of Oral Microbiology. 5: 22766. doi:10.3402/jom.v5i0.22766. ISSN 0901-8328. PMC 3809354 . PMID 24167660. 
  11. ^ Elsevier, Dorland's Illustrated Medical Dictionary, Elsevier. 
  12. ^ "Acute infections (MPKB)". mpkb.org. Diakses tanggal 2019-12-09. 
  13. ^ Boldogh, Istvan; Albrecht, Thomas; Porter, David D. (1996), Baron, Samuel, ed., "Persistent Viral Infections", Medical Microbiology (edisi ke-4th), University of Texas Medical Branch at Galveston, ISBN 978-0-9631172-1-2, PMID 21413348, diakses tanggal 2020-01-23 
  14. ^ a b Foster, John (2018). Microbiology. New York: Norton. hlm. 39. ISBN 978-0-393-60257-9. 
  15. ^ This section incorporates public domain materials included in the text: Medical Microbiology Fourth Edition: Chapter 8 (1996). Baron, Samuel MD. The University of Texas Medical Branch at Galveston. Medical Microbiology. University of Texas Medical Branch at Galveston. 1996. ISBN 9780963117212. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 29, 2009. Diakses tanggal 2013-11-27. 
  16. ^ a b Ryan KJ, Ray CG, ed. (2004). Sherris Medical Microbiology (edisi ke-4th). McGraw Hill. ISBN 978-0-8385-8529-0. 
  17. ^ (Higurea & Pietrangelo 2016)
  18. ^ Infection Cycle – Retrieved on 2010-01-21 Diarsipkan May 17, 2014, di Wayback Machine.
  19. ^ Understanding Infectious Diseases Diarsipkan 2009-09-24 di Wayback Machine. Science.Education.Nih.Gov article – Retrieved on 2010-01-21
  20. ^ Negut, Irina; Grumezescu, Valentina; Grumezescu, Alexandru Mihai (2018-09-18). "Treatment Strategies for Infected Wounds". Molecules : A Journal of Synthetic Chemistry and Natural Product Chemistry. 23 (9): 2392. doi:10.3390/molecules23092392. ISSN 1420-3049. PMC 6225154 . PMID 30231567. 
  21. ^ Duerkop, Breck A; Hooper, Lora V (2013-07-01). "Resident viruses and their interactions with the immune system". Nature Immunology (dalam bahasa Inggris). 14 (7): 654–59. doi:10.1038/ni.2614. PMC 3760236 . PMID 23778792. 
  22. ^ "Bacterial Pathogenesis at Washington University". StudyBlue. St. Louis. Diakses tanggal 2016-12-02. 
  23. ^ "Print Friendly". www.lifeextension.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-12-02. Diakses tanggal 2016-12-02. 
  24. ^ Reddy M, Gill SS, Wu W, et al. (Feb 2012). "Does this patient have an infection of a chronic wound?". JAMA. 307 (6): 605–11. doi:10.1001/jama.2012.98. PMID 22318282. 
  25. ^ http://www.immunize.org/catg.d/p4215.pdf
  26. ^ Chronic Infection Information Retrieved on 2010-01-14 Diarsipkan July 22, 2015, di Wayback Machine.
  27. ^ Intestinal Parasites and Infection Diarsipkan 2010-10-28 di Wayback Machine. fungusfocus.com – Retrieved on 2010-01-21
  28. ^ "Clinical Infectious Disease – Introduction". www.microbiologybook.org. Diakses tanggal 2017-04-19. 
  29. ^ Pathogens and vectors. MetaPathogen.com.
  30. ^ Ljubin-Sternak, Suncanica; Mestrovic, Tomislav (2014). "Review: Clamydia trachonmatis and Genital Mycoplasmias: Pathogens with an Impact on Human Reproductive Health". Journal of Pathogens. 2014 (183167): 3. doi:10.1155/2014/183167. PMC 4295611 . PMID 25614838. 
  31. ^ Van den Bruel A, Haj-Hassan T, Thompson M, Buntinx F, Mant D (March 2010). "Diagnostic value of clinical features at presentation to identify serious infection in children in developed countries: a systematic review". Lancet. 375 (9717): 834–45. doi:10.1016/S0140-6736(09)62000-6. PMID 20132979. 

Pranala luar

Klasifikasi