Kota Salatiga

kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia


Kota Salatiga (bahasa Jawa: ꦏꦸꦛ​ꦯꦭꦠꦶꦒ, translit. Kutha Salatiga) adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 kilometer di sebelah selatan Kota Semarang dan 52 kilometer di sebelah utara Kota Surakarta, serta berada di jalan negara yang menghubungkan antara Semarang dengan Surakarta.

Kota Salatiga
Daerah tingkat II
Motto: 
Çrir Astu Swasti Prajabhyah
Peta
Peta
Kota Salatiga di Jawa
Kota Salatiga
Kota Salatiga
Peta
Kota Salatiga di Indonesia
Kota Salatiga
Kota Salatiga
Kota Salatiga (Indonesia)
Koordinat: 7°20′20″S 110°30′08″E / 7.3389°S 110.5022°E / -7.3389; 110.5022
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
Tanggal berdiri24 Juli 750; 1274 tahun lalu (750-07-24)
Dasar hukumUU No. 13/1950
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 4
  • Kelurahan: 23
Pemerintahan
 • BupatiYulianto
 • Wakil BupatiMuhammad Haris
Luas
 • Total56,78 km2 (2,192 sq mi)
Populasi
 ((2018)[1])
 • Total194.611
 • Kepadatan3,427,46/km2 (8,8.771/sq mi)
Demografi
 • AgamaIslam 78,10%
Kristen Protestan 16,30%
Katolik 5,10%
Buddha 0,40%
Hindu 0,10%[1]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
3373 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0298
Kode Kemendagri33.73 Edit nilai pada Wikidata
DAURp603.204.201.915,-
Semboyan daerahSalatiga Hati Beriman
(Sehat, Tertib, Bersih, Indah dan Aman)
Flora resmiRejasa
Fauna resmiAnis merah
Situs webwww.salatiga.go.id

Etimologi

Sejarah

Dahulu kala di daerah pedalaman, berkuasalah seorang bupati bernama Ki Ageng Pandan Arang (Pandanaran). Ki Ageng Pandan Arang hanya memuaskan diri dengan kekayaannya dan memeras rakyat dengan menarik pajak yang berlebihan. Pada suatu hari, Ki Ageng Pandan Arang, bertemu dengan pak tua, tukang rumput. Kemudian Ki Ageng meminta rumput yang pak tua bawa. Namun pak tua menolaknya dengan alasan untuk ternaknya. Tetapi Ki Ageng tetap memintanya dan Ki Ageng menggantinya dengan sekeping uang. Tanpa diketahui Ki Ageng Pandan Arang, Pak tua menyelipkan kembali uang itu dalam tumpukan rumput yang akan dibawa. Dan hal tersebut terjadi berulang-ulang. Sampai suatu kali Sang bupati menyadari perbuatan Pak tua tersebut. Dan marahlah ia dan menganggap bahwa Pak tua telah menghinanya.

Pada saat itu, tiba-tiba pak tua berubah wujud menjadi Sunan Kalijaga seorang pemimpin agama yang dihormati bahkan oleh raja-raja. Maka bupati Pandanaran pun sujud menyembah dan memohon untuk memaafkan kekhilafannya. Akhirnya Sunan Kalijaga memaafkannya, tetapi dengan syarat Ki Ageng harus meninggalkan seluruh hartanya dan mengikuti Sunan Kalijaga pergi mengembara.

Namun istri bupati melanggar, ia membawa emas dan berlian dan memasukkannya ke dalam tongkat. Dan di tengah perjalanan mereka dicegat sekawanan perampok. Sunan Kalijaga menyuruh perampok itu untuk mengambil harta yang dibawa istri bupati. Dan akhirnya perampok itu pergi dan merebut tongkat yang berisi emas dan berlian.

Setelah perampok itu pergi Sunan Kalijaga berkata, "Aku akan menamakan tempat ini Salatiga karena kalian telah membuat tiga kesalahan". Pertama, kalian sangat kikir. Kedua kalian sombong. Ketiga kalian telah menyengsarakan rakyat. Semoga tempat ini menjadi tempat yang baik dan ramai nantinya.

Prasasti Plumpungan

 
Prasasti Plumpungan.

Pada masa Hindu-Buddha, Salatiga telah menjadi daerah istimewa sebagaimana tertera dalam prasasti Plumpungan atau prasasti Hampra. Prasasti yang berangka tahun 672 Saka atau 750 Masehi ini ditulis dengan huruf Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta. Menurut Soekarto Kartoatmadja, candrasengkala dalam prasasti Plumpungan menunjuk hari Jumat (Suk) rawâra tanggal 31 Asadha atau tanggal 24 Juli 750 Masehi. Tanggal tersebut merupakan peresmian Desa Hampra (Plumpungan) menjadi daerah perdikan. Berdasarkan prasasti ini, hari jadi Salatiga ditetapkan pada tanggal 24 Juli 750, yang dibakukan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Kota Salatiga Nomor 15 tanggal 20 Juli 1995 tentang Hari Jadi Kota Salatiga.[2]

Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum tentang suatu tanah perdikan atau swatantra bagi Desa Hampra di wilayah Trigramyama yang diberikan Raja Bhanu untuk kesejahteraan rakyatnya. Tanah perdikan dikenal pula dengan sebutan sima. Tanah ini biasanya akan diberikan oleh para raja kepada daerah tertentu yang benar-benar berjasa kepada kerajaan atau secara sukarela mendirikan bangunan suci keagamaan. Daerah tersebut selanjutnya menjadi daerah otonom yang dibebaskan dari pajak. Daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga saat ini. Untuk mengabadikan peristiwa itulah, Raja Bhanu menulis dalam prasasti Plumpungan kalimat Srir Astu Swasti Prajabhyah yang berarti “semoga bahagia, selamatlah rakyat sekalian”.

Melalui prasasti Plumpungan dapat diperkirakan bahwa daerah Salatiga dulu berada di bawah otoritas Kerajaan Mataram. Di sisi lain, Raja Bhanu yang disebutkan dalam prasasti Plumpungan belum dapat diketahui hubungannya dengan Kerajaan Mataram, tetapi para peneliti menyatakan bahwa seseorang yang mendirikan bangunan suci merupakan seorang bangsawan. Informasi lain yang disampaikan melalui prasasti Plumpungan menunjukkan adanya komunitas Buddha di Salatiga. Lebih dari itu, masyarakat Salatiga juga telah mengenal organisasi kemasyarakatan dalam bentuk kerajaan, meskipun wilayah Salatiga bukan merupakan pusat kerajaan.

Nama Salatiga juga diperkirakan berasal dari perkembangan nama dewi yang disebutkan dalam prasasti Plumpungan, yaitu Siddhadewi. Siddhadewi dikenal dengan nama Dewi Trisala. Nama Trisala kemudian dilestarikan di tempat dewi ini dipuja. Lokasi tersebut dinamakan Tri-Sala, yang berdasarkan kaidah hukum bahasa bisa berbalik menjadi Sala-tri atau Salatiga.

Masa Hindia Belanda

 
Lukisan oleh Josias Cornelis Rappard yang menggambarkan gereja di Salatiga (tahun 1880-an).
 
Pemandangan salah satu ruas jalan di Salatiga, yaitu Toentangscheweg – jalan menuju ke arah Semarang (sekarang bernama Jalan Diponegoro) pada tahun 1918 (Tropenmuseum, de Toentangscheweg te Salatiga, Midden-Java).

Salatiga pada masa kolonial tercatat sebagai tempat ditandatanganinya perjanjian antara Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said (kelak menjadi K.G.P.A.A. Mangkunegara I) di satu pihak dan Kasunanan Surakarta dan VOC di pihak lain. Perjanjian ini menjadi dasar hukum berdirinya Kadipaten Mangkunegaran. Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota Salatiga, berdasarkan Staatsblad 1917 No. 266 mulai 1 Juli 1917 didirikan Stadsgemeente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa.[3] Dikarenakan dukungan faktor geografis, udara sejuk dan letak yang sangat strategis, serta bangunan berarsitektur Indis yang mewah,[4] Kota Salatiga cukup dikenal keindahannya pada masa penjajahan Belanda, bahkan sempat memperoleh julukan De Schoonste Stad van Midden-Java (Kota Terindah di Jawa Tengah).[5]

Masa Republik Indonesia

Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga adalah bekas stadsgemeente yang dibentuk berdasarkan Staatsblad 1929 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Letak geografis

Wilayah Salatiga menempati letak posisi yang sangat strategis karena berada pada persilangan jalan raya dari lima jurusan, yaitu Semarang, Bringin, Surakarta, Magelang, dan Ambarawa. Pada saat ini, Salatiga terdiri atas empat kecamatan (Argomulyo, Sidomukti, Sidorejo, dan Tingkir) dan 23 kelurahan (Blotongan, Bugel, Cebongan, Dukuh, Gendongan, Kalibening, Kalicacing, Kauman Kidul, Kecandran, Kumpulrejo, Kutowinangun Kidul, Kutowinangun Lor, Ledok, Mangunsari, Noborejo, Pulutan, Randuacir, Salatiga, Sidorejo Kidul, Sidorejo Lor, Tegalrejo, Tingkir Lor, dan Tingkir Tengah).

Adapun batas-batas wilayah Salatiga adalah sebagai berikut.[6]

Utara Kecamatan Pabelan (Desa Pabelan dan Desa Pejaten) dan Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo dan Desa Watu Agung).
Timur Kecamatan Pabelan (Desa Glawan, Desa Sukoharjo, dan Desa Ujung-Ujung) dan Kecamatan Tengaran (Desa Bener, Desa Nyamat, dan Desa Tegalwaton).
Selatan Kecamatan Getasan (Desa Jetak, Desa Samirono, dan Desa Sumogawe) dan Kecamatan Tengaran (Desa Karang Duren dan Desa Patemon).
Barat Kecamatan Getasan (Desa Polobogo) dan Kecamatan Tuntang (Desa Candirejo, Desa Gedangan, Desa Jombor, dan Desa Sraten).

Keadaan alam

Wilayah Salatiga terletak pada ketinggian antara 450-825 meter di atas permukaan air laut. Secara morfologi, Salatiga berada di daerah cekungan kaki Gunung Merbabu dan gunung-gunung kecil, yaitu Gunung Telomoyo, Gunung Ungaran, Gunung Payung, dan Gunung Rong. Morfologi pegunungan menyebabkan Salatiga beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata antara 230-240 C. Adanya kombinasi lereng dan kaki gunung tersebut juga menyebabkan Salatiga terletak pada dataran yang miring ke barat dengan tingkat kemiringannya berkisar antara 50-100, sehingga dapat dikatakan bahwa Salatiga merupakan dataran sekaligus lereng gunung dan pegunungan.

Secara terperinci, topografi atau bentuk permukaan tanah Salatiga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

  1. Daerah topografi bergelombang dengan persentase + 65%, yaitu Kelurahan Bugel, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Kauman Kidul, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Kutowinangun Kidul, Kelurahan Kutowinangun Lor, Kelurahan Ledok, Kelurahan Salatiga, dan Kelurahan Sidorejo Lor.
  2. Daerah topografi miring dengan persentase + 25%, yaitu Kelurahan Cebongan, Kelurahan Gendongan, Kelurahan Kecandran, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Pulutan, Kelurahan Randuacir, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Sidorejo Lor, Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Tingkir Lor, dan Kelurahan Tingkir Tengah.
  3. Daerah topografi datar dengan persentase + 10%, yaitu Kelurahan Blotongan, Kelurahan Kalibening, Kelurahan Kalicacing, dan Kelurahan Noborejo.[6]

Jenis tanah di Salatiga sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tanah latosol cokelat dan tanah cokelat tua. Tanah latosol cokelat sangat baik untuk tanaman padi, palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan dengan produktivitas sedang hingga tinggi, sedangkan tanah latosol cokelat tua cocok untuk tanaman hortikultura seperti kopi, teh, dan pisang yang banyak dijumpai di bagian utara Salatiga.

 
Pemandian Kalitaman di Salatiga pada tahun 1928 (Tropenmuseum, Het Zwembad van Kalitaman te Salatiga, Midden-Java).

Faktor pendukung lain yang turut mempengaruhi kesuburan tanah di Salatiga adalah konsenterasi air. Salatiga memiliki tiga sumber mata air yang letaknya berdekatan, yaitu Kalitaman, Benoyo, dan Kalisumbo. Air dari ketiga sumber tersebut memiliki debit yang cukup besar untuk keperluan sehari-hari. Khusus untuk sumber mata air Kalitaman dipakai sebagai kolam renang sejak zaman gemeente dan sampai saat ini menjadi kolam renang bertaraf nasional di Jawa Tengah. Selain ketiga sumber mata air tersebut, masih ada beberapa sumber mata air lagi di Salatiga, yaitu Belik Kalioso, Senjoyo, dan Muncul, sehingga tidak aneh apabila beberapa nama di wilayah ini menggunakan kata-kata yang menunjukkan sumber mata air tersebut, yaitu Dukuh Kalitaman, Kalisumba, Kalioso, Kalibodri, Kalimangkal, dan Kalicacup.

Pemerintahan

Daftar Wali Kota

No. Potret Nama Mulai Menjabat Selesai Menjabat Prd. Wakil Wali Kota Ket.
1   R. Patah 1 Juni 1950 2 Juni 1950 1 Tidak Ada [7][ket. 1]
  M.S. Handjojo (Penjabat) 1950 1950
2   Mas Soedijono 1950 1957 2
3   Soewandi Martosoewojo 1957 1961 3
4   Bakri Wahab 1961 1966 4
5   Letkol.
S. Soegiman
1966 1976 5
6
6   Kol. Pol.
S. Ragil Pudjiono
1976 1981 7
7   Djoko Santoso,
B.A.
1981 1986 8
8   Doelrachman Prawiro Soediro 1986 1991 9
9   Drs.
Indra Suparno
1991 1996 10
10   Drs.
Soewarso
1996 2001 11
11   H.
Totok Mintarto
11 Juli 2001 9 Februari 2007 12 John Manuel Manoppo,
S.H.
12   John Manuel Manoppo,
S.H.
2007 2011 13 Diah Sunarsasi
13   H.
Yuliyanto,
S.E., M.M.
11 Juli 2011 11 Juli 2016 14 Muhammad Haris
  Drs.
Agus Rudianto,
M.M.

(Penjabat)

11 Juli 2016 22 September 2016
  Drs.
Achmad Rofai,
M.Si

(Penjabat)

22 September 2016 22 Mei 2017
(13)   H.
Yuliyanto,
S.E., M.M.
22 Mei 2017 22 Mei 2022 15 Muhammad Haris
  Drs.
Sinoeng Noegroho Rachmadi,
M.M.

(Penjabat)

22 Mei 2022 13 Desember 2023
  Yasip Khasani,
S.I.P., M.M.

(Penjabat)

13 Desember 2023 Petahana
Keterangan
  1. ^ Wafat saat menjabat

Kecamatan

Kota Salatiga memiliki 4 kecamatan dan 23 kelurahan. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya diperkirakan sebesar 186.859 jiwa dan luas wilayah 57,36 km² dengan kepadatan 3.257 jiwa/km².[8][9] Sebelum tahun 1992, Salatiga dibagi menjadi satu kecamatan, Kecamatan Salatiga. Menurut Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1992, 13 desa di Kabupaten Semarang dipindahkan ke Salatiga, dan Kecamatan Salatiga dilebur, sehingga sekarang terdapat empat kecamatan.[10]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Salatiga, adalah sebagai berikut:[11]

Kode
Kemendagri
Kecamatan Luas
(km²)
Populasi
(2015)
Kepadatan
(2015)
Kodepos[12] Jumlah
Kelurahan
Daftar
Kelurahan
33.73.03 Argomulyo 18,526 43.424 2.344 50731-50736 6
33.73.01 Sidorejo 16,247 55.632 3.424 50711-50716 6
33.73.04 Sidomukti 11,459 41.871 3.654 50721-50724 4
33.73.02 Tingkir 10,549 42.888 4.066 50741-50746 7
TOTAL 56,781 183.815 3.237 23

Demografi

Populasi historis
Tahun Jumlah
Pend.
  
±% p.a.  
1900 10.000—    
1905 12.000+3.71%
1920 18.895+3.07%
1929 19.192+0.17%
1930 24.397+27.12%
1961 58.135+2.84%
1971 69.184+1.76%
2000 153.036+2.78%
2010 171.067+1.12%
2015 183.815+1.45%
Sumber: 1900–1930,[13] 1961–1971,[14] 2000–2010,[15] 2015[16]

Pada tahun 2015, Salatiga memiliki populasi sebesar 183.815, dengan 89.928 laki-laki dan 93.887 perempuan.[16]

Agama

Pada tahun 2015, Islam adalah agama terbesar di Salatiga (78%), diikuti Kristen Protestan (16%) dan Katolik (5%). Agama lain (Buddha, Hindu, Kong Hu Cu dan aliran kepercayaan) hanya mencakup kurang dari 1% dari jumlah penduduk.[17] Salatiga terkenal akan toleransi agamanya dan merupakan salah satu dari sedikit kota di Jawa untuk mengadakan perayaan dan festival Natal di luar ruangan.[18]

Ekonomi

Terdapat sebuah industri pengolahan yang berkembang, yang mencakup tekstil, produksi ban dan pemotongan hewan. Pada tahun 2000, industri ini berkontribusi 119,76 miliar rupiah terhadap ekonomi Salatiga. Salatiga terletak di persimpangan dari dan ke Semarang, Surakarta dan Yogyakarta, membawa keuntungan terhadap sektor perdagangannya. Pada 2000, sektor perdagangan berkontribusi 109 miliar rupiah terhadap ekonomi Salatiga.[19]

Pendidikan

Di kota ini terdapat UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) salah satu universitas Kristen swasta ternama di Indonesia, selain itu terdapat pula IAIN Salatiga (Institut Agama Islam Negeri Salatiga) sebagai satu-satunya perguruan tinggi Islam negeri di Kota Salatiga yang berdiri berkat dukungan berbagai pihak terutama para ulama dan pengurus Nahdlatul Ulama Jawa Tengah. Kemudian ada Institut Roncali, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer, Amika, Akbid ArRum, Akbid Bhakti Nusantara, sekolah perhotelan Wahid Hospitality School, sekolah berkuda Arrowhead, dan STIBA Satya Wacana.

Sekolah-sekolah menengah di Salatiga melalui Internet dihubungkan dalam Jaringan Pendidikan Salatiga. Adapun sekolah-sekolah menengah umum di Salatiga antara lain SMA Negeri 1 Salatiga, SMA Negeri 2 Salatiga, SMA Negeri 3 Salatiga, dan beberapa SMA swasta. Sedangkan untuk sekolah kejuruan ada SMK Negeri 1 Salatiga, SMK Negeri 2 Salatiga, SMK Negeri 3 Salatiga dan beberapa SMK swasta dan sekolah internasional.

Di Salatiga ada 10 SMP Negeri, 1 MTs Negeri Salatiga dan beberapa SMP swasta seperti SMP Islam Al Azhar 18, SMP Stella Matutina, SMP Kristen 1, SMP Kristen 2, dan SMP Laboratorium Satya Wacana, SMP Raden Paku Blotongan, SMP Islam Sudirman, SMP Darma Lestari, SMP IT Nidaul Hikmah dll. Adapun beberapa SD Negeri yang tersebar di banyak daerah dan juga swasta yang banyak terpusat diperkotaan dan mulai merambah ke daerah pinggiran.

Pendidikan non formal juga telah berdiri, yaitu Sekolah "Baking" yang dipelopori oleh Perusahaan Terigu Bogasari, yaitu Bogasari Baking Center (BBC) di dekat kampus Universitas Kristen Satya Wacana (Cungkup-Sayangan, Kec.Sidorejo)

Sebagai Kota Pendidikan, Salatiga juga memiliki Perpustakaan Umum Kota Salatiga sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat yang menyediaan sumber informasi dan pengetahuan bagi setiap orang, khususnya bagi warga Salatiga.[20]

Transportasi

Berkas:Salatiga.JPG
Salatiga Modern pada siang hari di Pasar Raya-Tamansari.

Salatiga tidak memiliki stasiun kereta api maupun bandara, tetapi masyarakat dapat mengakses Salatiga dengan menggunakan bus melalui kelima daerah tersebut.[21] Salatiga memiliki tiga terminal, yaitu Terminal Tingkir yang melayani tujuan AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi) dan AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya; Terminal Tamansari yang melayani tujuan dalam kota; serta Terminal Rejosari yang melayani tujuan dalam kota dan wilayah sekitar Magelang (Getasan, Kopeng, dan Ngablak).

Untuk transportasi massal, Salatiga memiliki angkutan kota, bus kota ESTO, Sawojajar, Konco Narimo, Tunas Mulya, Safari dan armada taksi Galaksi Taksi dan Matra Taksi dengan tujuan beberapa daerah di sekitar kota Salatiga. Salatiga juga sudah memiliki transportasi berbasis online yaitu GO-JEK dan Grab serta transportasi tradisional seperti andong dan becak. Sebentar lagi akan diperkuat dengan dibukanya kembali jalur rel kereta api di Stasiun Tuntang sampai Kedungjati dan berlanjut sampai stasiun Semarang sehingga semakin mudah sarana transportasi dari dan menuju ke kota Salatiga. Salatiga memiliki Jalan Lingkar Selatan Salatiga yang beroperasi tahun 2011 dengan total panjang 14 km yang membentang dari Blotongan hingga Cebongan Salatiga.

Salatiga juga dilintasi oleh Jalan Tol Semarang-Solo seksi 3 yaitu Jalan Tol Bawen-Salatiga sepanjang 17,6 Kilometer yang disebut sebagai Panoramic Toll Road karena keindahan pemandangan alam sepanjang perjalanan. Jalan Tol Semarang–Solo ini melewati daerah utara dan timur kota Salatiga yang akan memiliki dua Gerbang Tol yaitu Gerbang Tol Salatiga di Tingkir, Salatiga yang telah dibuka serta Gerbang Tol Pattimura yang akan dibangun pada 2018 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (Kemen PUPR) berlokasi di Kauman Kidul, Sidorejo, Salatiga yang akan langsung mengakses dalam pusat kota dimana proyek ini akan menelan investasi sekitar 70 miliar.[22] Secara umum, tujuannya adalah agar akses dapat ditempuh lebih cepat dari Kota Semarang, Yogyakarta, maupun Solo. Jalan tol ini telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 25 September 2017, dan tepat pada hari itu, Jalan Tol sudah mulai bisa difungsikan.[23] kemudian jalan menuju akses Exit Tol atau dari Terminal Tingkir akan dilebarkan yang semula memiliki lebar hanya 6 meter menjadi 11 meter[24] meskipun perencanaan Pemkot pada 2015 adalah jalan Suruh-Tingkir ini akan dilebarkan menjadi 21 meter dan panjang 2 kilometer sesuai standar jalan nasional dengan estimasi biaya anggaran sebesar 26 Miliar.[25]

Pariwisata

Beberapa objek wisata alam dan wisata keluarga di Salatiga, yaitu:

Bangunan bersejarah

Beberapa bangunan bersejarah di Salatiga, yaitu:

Tempat ibadah

Beberapa tempat ibadah di Salatiga, yaitu:

Kesenian

Beberapa kesenian di Salatiga, yaitu:

Kuliner

Masakan

Salatiga mempunyai beberapa masakan khas, yaitu:

  • Bakso Babat.
  • Gecok Kikil.
  • Mie Salatiga.
  • Sate Sapi Suruh.
  • Sayur Tumpang Koyor.
  • Soto Sapi Esto.

Minuman

Salatiga mempunyai beberapa minuman khas, yaitu:

  • Gempol Pleret.
  • Sup Buah.
  • Wedang Ronde.

Jajanan

Salatiga mempunyai beberapa jajanan khas, di antaranya:

  • Bolen Pisang.
  • Gendar Pecel.
  • Grontol.
  • Jadah Jenang.
  • Kapur.
  • Klepon.
  • Lupis.
  • Puli Gendar.

Oleh-oleh

Salatiga mempunyai beberapa oleh-oleh khas, di antaranya:

  • Singkong Keju.
  • Bolen Pisang Squad Jr.
  • Getuk Kethek.
  • Kripik Tempe.
  • Bakpia Monginsidi.
  • Kripik Susu.
  • Kripik Paru.
  • Enting-enting Gepuk.
  • Karak dan Kerupuk Gunung Payung.
  • Duku Kecandran.
  • Salak Kecandran.
  • Batik Selotigo.
  • Batik Plumpungan.

Tempat belanja

Salatiga mempunyai 15 pasar tradisional, di antaranya:

  • Pasar Raya I Salatiga.
  • Pasar Raya II Salatiga.
  • Pasar Jetis.
  • Pasar Blauran I dan II.
  • Pasar Sayangan.
  • Pasar Raya III Rejosari.
  • Pasar Andong.
  • Pasar Noborejo.
  • Pasar Klitikan Shopping Center.
  • Pasar Cengek.
  • Pasar Pabelan.
  • Pasar Gedangan.
  • Pasar Jalan Merak.
  • Pasar Burung Banyuputih.
  • Pasar Minggu Kecandran Ringroad Salatiga.

Selain pasar tradisional, terdapat juga beberapa pasar modern terkenal, seperti:

Media massa

Sejumlah media cetak hadir di Salatiga antara lain Majalah Hati Beriman, Wawasan, Koran Sindo, Jateng Pos, Radar Semarang dan Suara Merdeka. Sedangkan beberapa media elektronik seperti SCTV, Cakra TV, TV KU, Antara Foto dan TA TV juga memiliki kontributor di Salatiga. Media online jurnalwarga.com kotasalatiga.com dan salatigacity.com menjadi alternatif pencari berita via internet. Untuk media radio terdapat puluhan stasiun radio di Salatiga.

Kesehatan

Rumah sakit

  • RSUD Salatiga.
  • RSU Tentara Dr. Asmir DKT.
  • RSUP Paru Dr. Aryo Wirawan.
  • RSU Ananda.
  • RS Bersalin Permata Bunda.
  • RSU Puri Asih.
  • RSU Sejahtera Bakti.
  • RSK THT Syifaa Rohmani.

Olah raga

Klub sepak bola Salatiga adalah Persatuan Sepak Bola Indonesia Salatiga (PSISa) yang dikelola oleh pemkot dan dilatih olek sekolah sepak bola Indonesia Salatiga yang sudah mencetak beberapa pemain handal seperti Ravi Murdianto, Gendut Doni, Bayu Pradana dan banyak lagi. Selain sepak bola, juga terdapat beberapa cabang olahraga yang berprestasi seperti pencak silat, karate dengan pembina Dragon Master serta klub-klub lainnya dan sudah sering memberi kejuaraan dan kebanggan bagi Salatiga. Banyak atlet olahraga yang mewakili kota bahkan Indonesia dalam pertandingan. Dari UKSW sendiri juga terdapat klub basket Satya Wacana LBC Angsapura yang sudah sering sekali menjuarai liga basket Indonesia.[39] Sarana tempat olahraga di Salatiga di antaranya:

  • Stadion Kridanggo.
  • Tennis Indoor Kridanggo.
  • Tennis Outdoor Veteran.
  • Futsal Arena, The Goals, Salatiga Futsal.
  • Salatiga Paintball.
  • Swimming Pool Kalitaman, Muncul, Grand Wahid, Laras Asri.
  • Kalijaya Fitnes.
  • Power Fitnes Center.
  • Grand Quality Wahid Fitnes Building.

Tokoh terkenal

Pahlawan

Seniman

Atlet

TNI/Polri

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ a b "Kota Salatiga Dalam Angka 2019". Badan Pusat Statistik Kota Salatiga. Diakses tanggal 18 Februari 2020. 
  2. ^ Mubarok, Imam (30 Agustus 2014). "Menengok Prasasti Plumpungan, Cikal Bakal Salatiga". Merdeka.com. Diakses tanggal 20 Mei 2019. 
  3. ^ Maharani 2009, hlm. 42–43.
  4. ^ Maharani 2009, hlm. 57.
  5. ^ "Sejarah Kota Salatiga". Pemerintah Kota Salatiga. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 August 2006. 
  6. ^ a b Pemerintah Kota Salatiga (tanpa tanggal). "Keadaan Geografis Kota Salatiga". Website Resmi Pemerintah Kota Salatiga. Diakses tanggal 13 Juli 2019. 
  7. ^ "Kilas Balik Salatiga Pasca Penjajahan". beriman-hati.blogspot.com. 30 Juli 2007. Diakses tanggal 15 Juni 2024. 
  8. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  9. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  10. ^ "Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga Dan Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang" (PDF). Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 1992. Diakses tanggal 20 Januari 2022. 
  11. ^ Badan Pusat Statistik Kota Salatiga 2016, hlm. 49.
  12. ^ Kode Pos Kota Salatiga
  13. ^ Maharani 2009, hlm. 45.
  14. ^ Laporan Hasil Sementara Sensus Penduduk 1971 Djawa Tengah (PDF). Badan Pusat Statistik. 1971. hlm. 15. Diakses tanggal 3 April 2017. 
  15. ^ "Salatiga Harus Tekan Pertumbuhan Penduduk" [Salatiga Must Suppress Population Growth]. Kompas. 1 December 2010. Diakses tanggal 3 April 2017. 
  16. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama BPS2015
  17. ^ Badan Pusat Statistik Kota Salatiga 2016, hlm. 110–111.
  18. ^ Seo, Myengkyo (2013). State Management of Religion in Indonesia. Routledge. hlm. 107. ISBN 978-0-415-51716-4. 
  19. ^ "Kota Salatiga". Kompas. 13 February 2002. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 February 2002. 
  20. ^ Perpustakaan Umum Kota Salatiga
  21. ^ Rasputri, Helinsa (8 Juni 2018). "Panduan Lengkap Mudik 2018: Kereta Malam ke Salatiga Via Semarang". Kumparan.com. Diakses tanggal 14 Juni 2019. 
  22. ^ "Tahun Depan, Pemkot Salatiga Lebarkan Jalan Pattimura untuk Exit Tol Baru - Tribun Jateng". jateng.tribunnews.com. Diakses tanggal 2017-10-21. 
  23. ^ "Presiden Jokowi Resmikan Tol Bawen-Salatiga, Tol Terindah se-Indonesia - Tribunnews.com". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2017-10-21. 
  24. ^ "Exit Tol Tingkir Salatiga Segera Dilebarkan | Berita Jateng". beritajateng.net (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-22. 
  25. ^ "Pembebasan Lahan Exit Tol Tingkir Rp26 M". KORAN SINDO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-22. 
  26. ^ Prayitno, Gigih (28 Februari 2019). "Pohon Pengantin, Pohon Cantik yang Menjadi Simbol Cinta Abadi di Salatiga, Jawa Tengah". Tribun Travel. Diakses tanggal 8 Maret 2020. 
  27. ^ Pemerintah Kota Salatiga (22 November 2019). "Wali Kota Terima Hasil Audit Sertifikasi RBRA (Ruang Bermain Ramah Anak) Taman Tingkir". Website Resmi Pemerintah Kota Salatiga. Diakses tanggal 7 Februari 2020. 
  28. ^ Ayudya, Nathaza (29 September 2017). "Coba Dekatkan Seni dengan Masyarakat Awam". Radar Semarang. Diakses tanggal 20 Mei 2019. 
  29. ^ BPCB Jawa Tengah (5 April 2018). "Rumah Tinggal Jl. Brigjen Sudiarto, Penanda Tempat Perjanjian Salatiga". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 20 Mei 2019. 
  30. ^ BPCB Jawa Tengah (11 Januari 2018). "Menengok Sejarah dan Perkembangan Istana Djoeng Eng di Salatiga". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 20 Mei 2019. 
  31. ^ Mubarok, Imam (30 Agustus 2014). "Menengok Prasasti Plumpungan, Cikal Bakal Salatiga". Merdeka. Diakses tanggal 19 Mei 2020. 
  32. ^ BPCB Jawa Tengah (11 Januari 2018). "Kompleks Rumah Dinas Walikota Salatiga, Bangunan Dua Rasa". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 20 Mei 2019. 
  33. ^ Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah (19 Juni 2015). "Bangunan-Bangunan di Kota Salatiga Penerima Kompensasi Pelestarian". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 11 Maret 2020. 
  34. ^ Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah (19 Juni 2015). "Bangunan-Bangunan di Kota Salatiga Penerima Kompensasi Pelestarian". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 11 Maret 2020. 
  35. ^ Agmasari, Silvita (13 Juli 2015). "Salatiga, Lelakon Tinggalan Kota Garnisun di Pinggang Merbabu". National Geographic Indonesia. Diakses tanggal 20 Mei 2019. 
  36. ^ Pemerintah Kota Salatiga (16 April 2017). "Drumblek Unggulan Budaya Lokal Salatiga". Website Resmi Pemerintah Kota Salatiga. Diakses tanggal 2 Februari 2020. 
  37. ^ Sobat Budaya (16 Mei 2018). "Tari Jurit Ampil Kridha Warastra". Perpustakaan Digital Budaya Indonesia. Diakses tanggal 12 Mei 2020. 
  38. ^ Pemerintah Kota Salatiga (10 Desember 2014). "Meriah, Merti Desa di Tegalrejo". Pemerintah Kota Salatiga. Diakses tanggal 2 Februari 2020. 
  39. ^ Olahraga Salatiga

Daftar pustaka

Buku

  • Badan Pusat Statistik Kota Salatiga (2018). Kota Salatiga dalam Angka 2018. Salatiga: Badan Pusat Statistik Kota Salatiga. ISSN 2355-3065. 
  • Prakosa, Abel Jatayu (2017). Diskriminasi Rasial di Kota Kolonial: Salatiga 1917-1942. Semarang: Sinar Hidoep. ISBN 978-602-6196-60-6. 
  • Raap, Olivier Johannes (2015). Kota di Djawa Tempo Doeloe. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-4243-61-6. 
  • Rocher, Jean; Santosa, Iwan (2013). Sejarah Kecil Indonesia-Prancis 1800-2000 (Petite Histoire de L'Indonesie et du Francais). Jakarta: Kompas. ISBN 978-979-7097-67-7. 
  • Supangkat, Eddy (2012). Salatiga: Sketsa Kota Lama. Salatiga: Griya Media. ISBN 978-979-7290-68-9. 
  • Supangkat, Eddy (2018). ESTO: Selaksa Cerita tentang Bus Tua di Salatiga. Salatiga: Griya Media. ISBN 978-602-6257-48-2. 

Jurnal ilmiah

Majalah

Pranala luar