Suku Minahasa

suku bangsa di Indonesia


Suku Minahasa adalah kelompok etnis yang berasal dari Semenanjung Minahasa di bagian utara pulau Sulawesi di Indonesia. Wilayah-wilayah administratif tempat bermukim mayoritas orang-orang Minahasa (atau Minahasa Raya) adalah Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung, Kota Manado, dan Kota Tomohon. Seluruh kawasan administratif ini terletak di Provinsi Sulawesi Utara dan suku Minahasa merupakan suku bangsa terbesar di provinsi ini.[3] Hal ini juga yang menyebabkan dalam percakapan awam, orang Minahasa sering kali disamakan dengan sebutan orang Manado yang adalah ibukota Sulawesi Utara.[4] Suku Minahasa merupakan gabungan dari kelompok-kelompok sub-etnis yaitu Bantik, Pasan/Ratahan, Ponosakan, Tombulu, Tonsawang (Tombatu), Tondano (Toulour), Tonsea, dan Tontemboan.[5]

Suku Minahasa
Berkas:Aa maramis.jpg Berkas:Maria Walanda Maramis.jpg
Berkas:B. W. Lapian.jpg Berkas:Once 2.jpg
Daerah dengan populasi signifikan
 Indonesia (Sensus 2010)1.237.177[1]
Sulawesi Utara1.022.221[2]
Bahasa
Bahasa Manado, Bahasa Tombulu, Bahasa Tondano, Bahasa Tonsawang, Bahasa Tonsea, Bahasa Tontemboan
Agama
Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam
Kelompok etnik terkait
Bisaya, Gorontalo, Mongondow, Sangir, Toraja, Mongol

Etimologi

Sebutan Minahasa berarti "menjadi satu" dan berasal dari kata pokok asa yang merupakan kata kerja yang berarti "satu".[6] Sebutan ini pertama kali muncul dalam laporan Residen Manado J. D. Schierstein kepada Gubernur Maluku tertanggal 8 Oktober 1789. Laporan tentang perdamaian yang telah dilakukan oleh kelompok sub-etnik Bantik dan Tombulu (Tateli) dalam peristiwa yang dikenang sebagai "Perang Tateli" menggunakan sebutan Minhasa untuk Landraad (atau Dewan Negeri atau juga Dewan Daerah).[7] Nama ini kemudian dipopulerkan oleh penulis-penulis Belanda pada abad ke-19 dan juga orang-orang Minahasa perantauan di Jawa pada awal abad ke-20.[8] Sebutan-sebutan sebelum munculnya nama Minahasa termasuk antara lain Minaesa (atau Ma'esa) dan Mahasa yang mempunyai arti yang sama.[9][10][11] Selain itu, nama Malesung pernah digunakan sebagai sebutan untuk wilayah Minahasa.[12]

Sub-suku

Suku Minahasa merupakan gabungan dari beberapa sub-suku atau sub-etnis di daerah Minahasa Raya. Dari antara kelompok-kelompok sub-etnis terdapat empat sub-etnis utama yaitu Tombulu, Tondano, Tonsea, dan Tontemboan.[13][14][15] Tulisan Graafland pada abad ke-19 menggunakan nama Tou'mbulu untuk Tombulu, Tou'nsea untuk Tonsea, Toulour untuk Tondano, dan Tounpakewa untuk Tontemboan. Perbedaan sebutan untuk dua nama terakhir karena sebutan Toulour dan Tounpakewa berasal dari Bahasa Tombulu.[16] Tapi untuk kesemuanya, kata tou dalam nama-nama tersebut berarti orang. Setiap kelompok sub-etnis ini adalah satu pakasa'an yang berarti "mereka yang bersatu" karena kesamaan leluhur, adat, dan bahasa yang sama.[17]

Dari keempat sub-etnis utama tersebut, ada pendapat bahwa Pakasa'an Tondano tidak muncul bersama dengan ketiga pakasa'an lainnya. Hal ini terlihat dari catatan pendeta asal Belanda Johann Gerard Friedrich Riedel dalam tulisannya pada tahun 1870 yang menyatakan bahwa awalnya terdapat tiga pakasa'an yaitu Tumbuluk (Tombulu), Tountewoh (Tonsea), dan Toungkimbut (Tontemboan).[18] Ketiga pakasa'an inilah yang menurut cerita rakyat melakukan pembagian wilayah di Watu Pinawetengan.[19] Pendapat tentang dari mana asal atau datangnya Pakasa'an Tondano berbeda. Ada yang berpendapat bahwa Pakasa'an Tondano adalah pecahan dari Pakasa'an Tountewoh (Tonsea).[20] Tapi ada pendapat lain bahwa Pakasa'an Tondano berasal dari kelompok yang juga ikutserta dalam pertemuan di Watu Pinawetengan yang bernama Tousendangan.[21] Ada juga yang mencatat nama kelompok asal dari Pakasa'an Tondano adalah Tousingal.[22]

Kelompok-kelompok sub-etnis lainnya adalah Bantik, Pasan/Ratahan, Ponosokan, dan Tonsawang (Tombatu). Sub-etnis Bantik mendiami daerah Kota Manado dan sekitarnya.[23] Sub-etnis Pasan/Ratahan, Ponosokan, dan Tonsawang mendiami daerah selatan Minahasa Raya.[24] Ada juga beberapa kelompok sub-etnis yang juga diikutsertakan sebagai bagian dari Suku Minahasa adalah Babontehu, Borgo, dan Siauw. Sub-etnis Babontehu mendiami Pulau Manado Tua dan pulau-pulau sekitarnya. Sub-etnis Borgo adalah turunan orang-orang Minahasa yang kawin dengan orang-orang Eropa seperti Belanda, Portugis, dan Spanyol.[25] Sedangkan sub-etnis Siauw adalah mereka yang mendiami Pulau Siauw.[26]

Agama

Mayoritas orang Minahasa menganut agama Kristen Protestan. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, persentase penduduk di kabupaten dan kota di Minahasa Raya yang menganut agama Kristen Protestan adalah 74%. Jika Kota Manado yang adalah ibukota Provinsi Sulawesi Utara tidak diikutsertakan, maka persentase ini menjadi 78%. Selain itu, penduduk yang beragama Islam adalah 15% dan penduduk yang beragama Kristen Katolik adalah 6%.[27]

Mulanya gereja-gereja Protestan di Minahasa termasuk dalam wadah Indische Kerk yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1934, Indische Kerk digantikan oleh Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) yang merupakan denominasi regional yang berdiri sendiri. Setahun sebelumnya pada tahun 1933, Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) didirikan oleh di antarannya B.W. Lapian dan Sam Ratulangi dengan memisahkan diri dari Indische Kerk. Selanjutnya denominasi-denominasi Protestan lain juga berdiri sehingga pada tahun 1955 terdapat 20 denominasi: empat denominasi Protestan, 11 denominasi Pantekosta, dua denominasi Kemah Injil, dua denominasi Adventis, dan satu denominasi Baptis. Pada tahun 1990 jumlah denominasi menjadi 54 denominasi dengan GMIM yang terbesar meliputi 75% dari semua penganut agama Kristen Protestan.[28]

Adat dan budaya

Huruf

Tulisan Kuno Minahasa disebut Aksara Malesung terdapat di beberapa batu prasasti diantaranya di Watu Pinawetengan. Aksara Malesung merupakan tulisan Hieroglif, yang hingga kini sedang dalam proses terjemahan.

Galeri gambar

Lihat pula

Referensi

Sumber referensi

  • Aris Ananta; Evi Nurvidya Arifin; M. Sairi Hasbullah; Nur Budi Handayani; Wahyu Pramono (2015). Demography of Indonesia's Ethnicity [Demografi Kesukuan Indonesia] (dalam bahasa Inggris). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. 
  • Graafland, Nicolaas (1867). Inilah Kitab Batja akan Tanah Minahassa. Roterdam: Wajt dan Anakh. 
  • Hickson, Sydney John (1889). A Naturalist in North Celebes [Seorang Naturalis di Utara Celebes] (dalam bahasa Inggris). London: John Murray. 
  • van Klinken, Gerry; Nordholt, Henk Schulte, ed. (2007). Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: KITLV. 
  • Minahan, James (2012). Ethnic Groups of South Asia and the Pacific [Suku-Suku Bangsa di Asia Selatan dan Pasifik] (dalam bahasa Inggris). Santa Barbara: ABC-CLIO. 
  • Molsbergen, Dverhardus Cornelis Godée (1928). Geschiedenis van de Minahassa tot 1829 [Sejarah Minahasa sampai tahun 1829] (dalam bahasa Belanda). Batavia: Landsdrukkerij. 
  • Akhsan Na'im; Hendry Syaputra (2011). Sumarwanto; Tono Iriantono, ed. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 
  • Renwarin, Paul Richard (2006) (dalam bahasa Inggris). Matuari and Tona'as: The Cultural Dynamics of the Tombulu in Minahasa (Tesis PhD). Universiteit Leiden. 
  • Riedel, Johann Gerard Friedrich (1870). Aasaren Tuah Puhuna ne Mahasa. Batavia: Landsdrukkerij. 
  • Watuseke, F. S. (1987). "Tondano and not Toulour" [Tondano dan bukan Toulour]. Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde (dalam bahasa Inggris). 143 (4): 552–554. Diakses tanggal 2020-07-14. 
  • Wenas, Jessy (2007). Sejarah dan Kebudayaan Kebudayaan Minahasa. Institut Seni dan Budaya Sulawesi Utara. 
  • Wuysang, Cynthia Erlita Virgin (2014) (dalam bahasa Inggris). Defining Genius Loci dan Qualifying Cultural Landscape of the Minahasa Ethnic Community in the North Sulawesi, Indonesia (Tesis PhD). Adelaide: University of Adelaide. 

Pranala luar