Bahasa Jawa Mataraman
Bahasa Jawa Mataraman adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang banyak dituturkan di bekas wilayah Keresidenan Madiun dan Kediri—semuanya dalam wilayah Provinsi Jawa Timur dan wilayah tersebut disebut Mataraman.[2] Dialek ini juga dituturkan oleh sebagian masyarakat di Jombang dan Malang. Hal yang paling terlihat dari bahasa Jawa dialek ini adalah penggunaan bahasa yang masih terkesan halus meski tidak sehalus masyarakat di Yogyakarta dan Surakarta.[3]
Bahasa Jawa Mataraman
ꦧꦱꦗꦮꦩꦠꦫꦩ꧀ꦩꦤ꧀ Basa Jawa Mataraman | |||||
---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | bekas wilayah Keresidenan Madiun dan Keresidenan Kediri, serta sebagian kecil wilayah Jombang dan Malang | ||||
Wilayah | Jawa Timur, Indonesia | ||||
Penutur | 9,4 juta (2010)[1] | ||||
| |||||
Kode bahasa | |||||
ISO 639-3 | – | ||||
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
| |||||
Portal Bahasa | |||||
Istilah "Mataraman" merujuk pada suatu wilayah kebudayaan yang meliputi wilayah Jawa Timur bagian barat-selatan karena wilayah tersebut pernah dikuasai oleh Kesultanan Mataram.
Ciri utama Bahasa Jawa dialek Mataraman terdapat perbedaan pada intonasi dengan intonasi bahasa Jawa standar yang mana sering memberi tekanan pada suku kata pertama, seperti "Byuh-byuh, uayuné cah iki" ("Waduh, cantiknya anak ini").[4]
Penyebaran wilayah kebudayaan
Dalam data resmi sensus penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2010, jumlah penutur bahasa Jawa dialek Mataraman diperkirakan mencapai sekitar 9,4 juta.
Menurut dosen kewirausahaan sosial Universitas Ciputra, I Dewa Gde Satrya, dalam penelitian mengenai Jawa Mataraman, wilayah kebudayaan Mataraman terbagi menjadi dua, yaitu Mataraman Kulon (meliputi Pacitan, Ngawi, Magetan, dan Ponorogo) dan Mataraman Wétan (meliputi Nganjuk, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Blitar, dan Madiun). Kepekatan kebudayaan sosial Mataraman lebih mudah dijumpai di Mataraman Kulon daripada Mataraman Wétan.[5]
Selain itu, bahasa Jawa dialek Mataraman juga dituturkan oleh sebagian masyarakat di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Malang.[6][7] Menurut budayawan asal Jombang, Nasrul Illah (saudara kandung Emha Ainun Nadjib), beberapa kecamatan di Jombang, seperti Megaluh, Perak, Diwek, Gudo dan Jombang bagian Barat, memiliki pengaruh kebudayaan Jawa Tengah.[8] Sementara itu, penutur jati bahasa Jawa dialek Mataraman di Kabupaten Malang tersebar di wilayah bagian barat, barat-selatan, bagian timur-selatan dan sebagian tengah-selatan kabupaten, antara lain wilayah Ngantang, Kasembon, Pujon, Ngajum, Wonosari, Sumberpucung, Kalipare, Dampit, Tirtoyudo, Ampelgading, Sumbermanjingwetan, sebagian wilayah Gedangan, sebagian wilayah Gondanglegi, sebagian wilayah Pagelaran, dan sebagian wilayah Bantur.[9]
Fonologi
Bahasa Jawa Mataraman—terutama subdialek Mataraman Wétan—memiliki perbedaan bunyi jika dibandingkan dengan subdialek Mataraman Kulon maupun dialek Surakarta, seperti kata "putih" sering diucapkan [putíh] selain itu ada juga "mulih" [molíh]. Hal ini diduga karena ia juga mendapat sedikit pengaruh dari bahasa Jawa dialek Surabaya.[10]
Kosakata
Dialek Mataraman | Dialek lain / Bahasa baku | Bahasa Indonesia |
---|---|---|
awit/wiwit | mulai | |
bar | mari (Surabaya), rampung (Yogyakarta) | selesai |
barakan | sebaya, sekelas dalam suatu jenjang (sama-sama kelas II/V/VIII/XI) | |
bedhèk, jedhèk | tebak | |
bocah | arèk (Surabaya), laré (Osing) | anak |
cengoh | bodho, longor (Surabaya) | bodoh |
hèci | pia-pia (Semarang), oté-oté (Surabaya), wèci (Malang) | sejenis bakwan |
ider | menawarkan barang, berjualan | |
jingklong | lemud | nyamuk |
keblondrok | menyesal setelah membeli suatu barang karena harga yang ditawarkan terlalu mahal | |
kemlinthi | kemaki | sombong |
kèt, kaèt, sangka | kawit, saka | dari, semenjak |
kiter | kejar | |
lémpoh | kesel | lelah |
mau, maeng, engkè | tadi | |
mbècèk | syukuran sebelum acara pernikahan | |
mbesuk, ngéndhangi | methuk (Yogyakarta) | menjenguk |
mblituki | mbujuki (Surabaya) | berbohong |
mbok | ibu, bu, buné | ibu, bunda |
mboyak | babah (Surabaya) | biarkan |
men | nemen | sangat ... sekali |
murus | sakit perut, diare, mencret | |
nasang | tersangkut | |
nggajak | keren, necis | |
ngengkag | berjalan cepat dengan gerakan goyang | |
nylènthèt | membolos | |
pakpuh/bupuh | pakdhé/budhé (Surabaya) | paman/bibi |
papag | jemput | |
pèmèyan | jemuran | |
sangkèk | saking | saking, terlalu |
ujug-ujug | teka-teka (Yogyakarta) | tiba-tiba |
umbar, tog | jar (Surabaya) | membiarkan |
wayer | kipas angin |
Lihat pula
Referensi
- ^ "Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010 Provinsi JAWA TIMUR". bps.go.id. Badan Pusat Statistik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Oktober 2011. Diakses tanggal 30 November 2019.
- ^ E.M., Uhlenbeck (1964). A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura. The Hague: Martinus Nijhoff. OCLC 469418172.
- ^ Budi, Arifina (27 Desember 2016). "Ini Keunikan yang Hanya Dimiliki Masyarakat Jawa Timur". Good News From Indonesia. Diakses tanggal 28 Januari 2020.
- ^ Paryono, Yani (2014). Sistem Kata Ulang Bahasa Jawa Subdialek Madiun. doi:10.31503/madah.v5i2.515.
- ^ Satrya, I Dewa Gde (16 Agustus 2016). "Belajar Nilai dari Keluarga Jawa Mataraman". Universitas Ciputra. Diakses tanggal 28 Januari 2020.
- ^ "Bahasa di Jombang Beragam, Ada Matraman dan Arek". Kabar Jombang. 2020-08-11. Diakses tanggal 2020-10-05.
- ^ "Kisah Kota Malang, Calon Ibu Kota Negara". Terakota. 2018-01-02. Diakses tanggal 2020-02-27.
- ^ Nasrul Illah (2005)
- ^ Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Malang 2011-2015—Gambaran Umum dan Kondisi Wilayah Kabupaten Malang (PDF). Malang: Pemerintah Kabupaten Malang. hlm. 2–28.
- ^ Ningsih, Faridha Sadik Purwita (2013). "Pemetaan Bahasa Jawa Dialek Mataraman di Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur". Universitas Muhammadiyah Malang: hlm. 3.
Pranala luar
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "ib", tapi tidak ditemukan tag <references group="ib"/>
yang berkaitan