Inflasi

kenaikan harga-harga secara meluas berkelanjutan
Revisi sejak 10 Oktober 2020 04.05 oleh Fuji Astuty (bicara | kontrib) (Menyunting sebuah artikel)

Dalam ilmu ekonomi, inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

tingkat inflasi di dunia (2019)

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% dari tahun ke tahun.

Penyebab

Secara umum, inflasi disebabkan oleh kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK). Hal ini dapat disebabkan jika harga bahan pokok naik, atau adanya tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar), serta desakan (tekanan) produksi atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).[butuh rujukan] Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.

Inflasi permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan di mana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment di mana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dan lain-lain, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, di mana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.

Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu: kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Penggolongan

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.

Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan:

  1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
  2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
  3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
  4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

Mengukur inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:

  • Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
  • Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
  • Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK pada masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
  • Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
  • Indeks harga barang-barang modal
  • Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

Dampak

 
Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi.

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi tersebut ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun pada tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.

Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.

Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.

Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Peran bank sentral

Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen—salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian—akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.

Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.

Bank sentral melalui kebijakan moneter dapat mengontrol jumlah uang beredar untuk mengendalikan inflasi dengan menggunakan tiga kebijakan moneter utama sebagai berikut.[2]

  1. Operasi Pasar Terbuka atau open market operation. Bank sentral membeli dan menjual obligasi negara dengan cara bank sentral mengisntruksikan para pialang obligasi untuk membeli dari publik di pasar obligasi nasional. Uang yang dibayarkan bank sentral untuk obligasi tersebut meningkatkan jumlah uang beredar di suatu negara. Untuk mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah melakukan hal yang sebaliknya.
  2. Syarat Cadangan Kas Minimum atau reserve requirements. Bank sentral dapat meningkatkan atau mengurangi syarat cadangan kas minimum yang harus dimiliki oleh bank umum di negaranya. Kenaikan syarat cadangan kas minimum berarti bahwa bank-bank harus memegang lebih banyak cadangan sehingga mengurangi pinjaman dari setiap unit yang disimpan, akibatnya hal tersebut meningkatkan rasio cadangan menurunkan penggandaan uang, dan menurunkan jumlah uang yang beredar. Sebaliknya penurunan syarat cadangan minimum menurunkan rasio cadangan, meningkatkan penggandaan uang, dan meningkatkan jumlah uang yang beredar.
  3. Tingkat diskonto atau disount rate. Bank sentral melalui regulasinya dapat menaikkan atau menurunkan tingkat bunga pinjaman untuk bank-bank umum di bawahnya. Bank umum meminjam dari bank sentral jika memiliki sedikit cadangan untuk memenuhi persyaratan cadangan, ketika bank sentral memberikan pinjaman kepada bank umum tersebut, sistem perbankan memiliki lebih banyak cadangandibandingkan dengan yang seharusnya sehingga cadangan tambahan ini memungkinkan sistem perbankan menciptakan lebih banyak uang. Semakin tinggi tingkat diskonto yang ditetapkan bank sentral terhadap bank umum, maka semakin enggan bank meminjam cadangan dari bank sentral. Oleh karena itu, kenaikan tingkat diskonto mengurangi cadangan dalam sistem perbankan yang kemudian mengurangi jumlah uang beredar.

Supply, demand, inflasi, harga keseimbangan dan pasar persaingan sempurna

Perekonomian dan tingkat penjualan yang tidak stabil dalam sebuah Negara rentan menimbulkan inflasi. Kondisi inflasi ini sangat dihindari oleh Negara karena akan memicu terjadinya krisis ekonomi ringan hingga berat. Negara harus mampu mencegah inflasi karena bisa menimbulkan berbagai macam masalah dalam sebuah negara.

Inflasi ini bisa terjadi karena permintaan atau daya tarik masyarakat yang kuat terhadap suatu barang. Inflasi terjadi karena munculnya keinginan berlebihan dari suatu kelompok masyarakat yang ingin memanfaatkan lebih banyak barang dan jasa yang tersedia di pasaran. Karena keinginan yang terlalu berlebihan itu, permintaan demand menjadi bertambah, sedangkan penawaran supply masih tetap yang akhirnya mengakibatkan harga menjadi naik.

Dalam ilmu ekonomi, harga keseimbangan atau harga ekuilibrium atau harga bebas adalah harga yang terbentuk pada titik pertemuan kurva permintaan dan kurva penawaran (supply and demand). Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar merupakan hasil kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen) di mana kuantitas yang diminta dan yang ditawarkan sama besarnya. Jika keseimbangan ini telah tercapai, biasanya titik keseimbangan ini akan bertahan lama dan menjadi patokan pihak pembeli dan pihak penjual dalam menentukan harga.

Permintaan demand yang terbentuk mencerminkan keinginan konsumen, sementara penawaran supply mencerminkan keinginan produsen. Dalam pasar persaingan sempurna, penjual dan pembeli sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memengaruhi harga pasar karena sudah ada ikatan batin bahwa antara penjual dan pembeli mengetahui struktur dan informasi yang ada di dalam pasar persaingan sempurna.

Definisi dari pasar persaingan sempurna adalah suatu pasar di mana jumlah penjual dan pembeli (konsumen) sangat banyak dan produk atau barang yang ditawarkan atau dijual sejenis atau serupa. Contoh barang yang dijual pada bentuk pasar ini adalah beras, gandum, batu bara dan kentang. Pasar persaingan sempurna merupakan pasar di mana penjual dan pembeli tidak dapat memengaruhi harga sehingga harga di pasar benar-benar merupakan hasil kesepakatan dan interaksi antara penawaran dan permintaan.

Ciri-Ciri Pasar Persaingan Sempurna:

  1. .Banyak Penjual & Pembeli
  2. .Kebebasan untuk Membuka dan Menutup Perusahaan (Free Entry and Free Exit)
  3. .Barang Bersifat Homogen
  4. .Penjual & Pembeli Memiliki Pengetahuan yang Sempurna tentang Pasar
  5. .Mobilitas atau Perpindahan Sumber Ekonomi Cukup Sempurna
  6. .Kebanyakan Perusahaan Kecil

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. Barro, Robert J. Macroeconomics
  2. Brown, A. World Inflation Since 1950
  3. Case, Karl E. and Fair, Ray C. Principles of Macroeconomics
  4. Bureau of Labor Statistics
  5. Kieler, Mads The ECB's Inflation Objective
  6. George Reisman, Capitalism: A Treatise on Economics (Ottawa: Jameson Books, 1990), 503-506 & Chapter 19 ISBN 0-915463-73-3
  7. Murray N. Rothbard, What has government done to our money? ISBN 0-945466-10-2. Good introduction to Austrian school's view on money, inflation etc.

Bacaan lebih lanjut

  • S., Alam (2007). Ekonomi 1 Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Esis/Erlangga. ISBN 979-734-531-9.  (Indonesia)