Sistem endokrin

Revisi sejak 21 November 2020 10.25 oleh JerriGS (bicara | kontrib) (penambahan isi sub bab sistem endokrin invertebrata)

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk memengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.[1]

Kelenjar endokrin utama pada manusia: 1.Kelenjar Pineal. 2.Kelenjar Hipofisis. 3.Kelenjar Tiroid. 4.Kelenjar Timus. 5.Kelenjar Adrenal. 6.Kelenjar Pankreas. 7.Ovarium. 8.Testis

Secara keseluruhan, semua sel penghasil hormon pada seekor hewan menyusun sistem endokrin. Organ pensekresi hormon disebut sebagai kelenjar endokrin, dan juga disebut kelenjar buntu atau tanpa duktus karena mensekresikan pembawa pesan kimiawinya secara langsung ke dalam cairan tubuh.[2]

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah kata endokrin memiliki arti yaitu, kelenjar yang tidak memiliki saluran untuk mengalirkan hasil sekresinya.[3] Ilmu tentang kelenjar endokrin pada manusia dan vertebrata lainnya, khususnya mengenai hormon yang dihasilkan dan pengaruhnya terhadap proses dalam tubuh dikenal dengan istilah endokrinologi.[4] Cabang kedokteran yang mempelajari kelainan pada kelenjar endokrin disebut endokrinologi, suatu cabang ilmu kedokteran yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan penyakit dalam.

Fungsi

Pada umumnya, sistem endokrin bekerja untuk mengendalikan berbagai fungsi fisiologis tubuh, seperti aktivitas merabolisme, pertumbuhan, reproduksi, regulasi osmotik, dan regulasi ionik.[5]

Sistem endokrin pada manusia memilki lima fungsi yang paling umum, yaitu:[1]

  1. Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang berkembang;
  2. Menstimulus urutan perkembangan;
  3. Mengkoordinasi sistem reproduktif;
  4. Memelihara lingkungan internal yang optimal;
  5. Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat.

Sistem endokrin berfungsi berdasarkan konsep mekanisme umpan balik. Untuk mempertahankan fungsi regulasi yang benar, kelenjar endokrin menerima informasi umpan balik yang konstan tentang kondisi sistem yang diatur, sehingga sekresi hormon dapat disesuaikan. Mekanisme umpan balik kelenjar endokrin dapat terjadi melalui berbagai cara, antara lain:

Umpan balik negatif langsung, terjadi ketika peningkatan kadar suatu hormon di dalam sirkulasi, akan menyebabkan penurunan aktivitas sekresi dari sel-sel kelenjar endokrin yang memproduksi hormon tersebut.[6]

Umpan balik tidak langsung, terjadi ketika hormon yang di sekresi kelenjar target menghambat sekresi releasing hormone dari hipotalamus.[6]

Pada umpan balik loop pendek, pengaruh terhadap sekresi hormon beraksi secara langsung dengan menurunkan sekresi hormon.[7]

Hormon

Hormon adalah sinyal kimiawi yang disekresikan ke dalam cairan tubuh dan mengkomunikasikan pesan-pesan yang bersifat mengatur di dalam tubuh. Hormon bisa mencapai semua bagian tubuh, tetapi jenis sel-sel tertentu saja, yaitu sel-sel target, yang memiliki kemampuan untuk memberikan respon terhadap sinyal tersebut. [2]

Mekanisme kerja hormon pada sel target organ adalah dengan cara menduduki atau berikatan dengan reseptor. Satu reseptor spesifik hanya dapat berikatan dengan satu jenis hormon saja. Reseptor hormon berada di sitoplasma sel untuk hormon steroid, sedangkan reseptor hormon non-steroid terletak di membran sel.[8]

Berdasarkan hakikat kimianya, hormon dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu hormon peptida dan protein, steroid, dan turunan tirosin.

  1. Hormon peptida diantaranya hormon-hormon hipotalamus, Angiostensin, Somatostatin, Gastrin, Sekretin, Kalsitonin, Glukagon, Insulin dan Parathormon. Sedangkan hormon protein besar diantaranya Hormon pertumbuhan, Prolaktin, LH, FSH, dan TSH;
  2. Hormon yang termasuk dalam kategori steroid ialah Testosteron, Estrogen, Progesteron, dan Kortikosteroid;
  3. Hormon yang merupakan turunan tirosin adalah Noradrenalin, Adrenalin, Tiroksin dan Triiodotironin.[5]

Pada kelompok hewan terdapat juga Feromon. Feromon adalah suatu senyawa kimia spesifik yang dilepaskan oleh hewan ke lingkungannya, yang dapat menimbulkan respons perilaku, respons perkembangan, atau respons reproduktif pada individu lain. Senyawa kimia tersebut sangat bermanfaat bagi hewan untuk memberikan daya tarik seksual, menandai daerah kekuasaan, mengenali individu lain dalam spesies yang sama dan berperan penting dalam sinkronisasi siklus seksual.[5]

Persinyalan Seluler

Sel-sel berkomunikasi satu sama lain melalui sinyal-sinyal kimiawi hormon, yang berupa molekul-molekul sederhana seperti asam amino atau asam lemak yang mengalami modifikasi, atau molekul-molekul peptida yang lebih kompleks, protein atau steroid. Komunikasi dapat terjadi secara lokal antar sel di dalam jaringan atau organ, atau pada jarak tertentu di jaringan antar organ yang berlainan. Komunikasi sel-sel yang berdekatan dilakukan melalui sekresi parakrin, yaitu komunikasi antar sel yang berdekatan dengan melepaskan sinyal-sinyal kimiawi ke dalam cairan ekstraseluler dan mencapai tujuan melalui proses difusi sederhana. Sedangkan komunikasi yang terjadi sebagai respons sel terhadap sekresi dirinya sendiri disebut sekresi autokrin.[6]

Struktur

Kelenjar Endokrin

Kelenjar endokrin adalah organ tubuh yang mempunyai fungsi untuk menghasilkan substansi (hormon) yang secara biologis sangat berguna. Sekresi atau hormon dari kelenjar ini mengalir langsung ke dalam aliran darah dan dapat memberikan efek menyebar luas.[9] Kelenjar endokrin dapat berupa sel tunggal atau berupa organ multisel.[5] Sistem endokrin terdiri dari beberapa kelenjar diantaranya adalah hipotalamus, hipofisis, pankreas, adrenal, tiroid, paratiroid, ovarium, testis, serta timus. Kelenjar hipotalamus dan hipofisis merupakan kelenjar neuroendokrin. [1][8]

Kelenjar Endokrin dan Hormon yang dihasilkan.
Kelenjar Hormon yang dihasilkan
Hipotalamus Corticotropin Releasing Hormone (CRH),

Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH),

Tryrotropin Releasing Hormone (TRH),

Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH),

Prolactin Inhibitory Hormone (PIH),

Somatostatin (SS)

[10]
Hipofisis

(Pituitari)

Adenohipofisis

(Pituitari anterior)

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) / Tirotopin
Adrenocorticotropin Hormone (ACTH) / Corticotropin
Luteinizing Hormone (LH) / Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH)
Follicle Stimulating Hormone (FSH)
Somatotropin Hormone (STH) [8]
Prolactin Luteotropic Hormone (LTH)
Hipofisis bagian Tengah

(Lobus intermediate)

Melanotropin Stimulating Hormone (MSH)
Neurohipofisis

(Pituitari posterior)

Antidiuretic Hormone / Vasopresin
Oksitosin
Tiroid Tiroksin, dan Kalsitonin
Paratiroid Parathormon
Pankreas Pulau-pulau Langerhans Insulin dan Glukagon
Adrenal Korteks adrenal Kortisol dan Aldosteron [9]
Medula adrenal Adrenalin [8]
Ovarium Estrogen, Progesteron, dan Relaksin
Testis Testosteron
Timus Hormon thymic [9][5]

Kelenjar timus berperan signifikan selama masa pertumbuhan dalam perkembangan imunitas, dan ketika dewasa fungsinya menjadi tidak signifikan.[9] Hormon thymic yang dihasilkan kelenjar timus berperan untuk mempengaruhi perkembangan sel limfosit B menjadi sel plasma, yaitu sel penghasil antibodi.[5]

Sel-Sel

Pada sistem endokrin terdapat berbagai macam tipe sel yang berperan dalam menghasilkan hormon-hormon dan merupakan bagian penyusun dari suatu jaringan dan organ di dalam sistem endokrin. Sel-sel penyusun organ endokrin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sel neurosekretori dan sel endokrin sejati. Sel neurosekretori adalah sel yang berbentuk seperti saraf, tetapi berfungsi sebagai penghasil hormon. Contohnya ialah sel saraf pada hipotalamus, yang menunjukkan fungsi endokrin sehingga dapat disebut sebagai sel neuroendokrin. Sesungguhnya, semua sel yang dapat menghasilkan sekret disebut sebagai sel sekretori. Oleh karena itu, sel saraf yang terdapat pada hipotalamus disebut sel neurosekretori.[5] Sedangkan sel endokrin yang benar-benar berfungsi sebagai penghasil hormon dan tidak memiliki bentuk seperti sel saraf disebut sel endokrin sejati.[5]

  • Hipotalamus
    • Nukleus supraoptikus
    • Nukleus paraventrikularis
  • Adenohipofisis tersusun atas sejumlah jenis sel-sel yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik warna dalam pengecatan mikroskop, yaitu:
    • Kromofob yang menyerap warna sangat sedikit dan bergranula halus, merupakan sel-sel cadangan atau dalam keadaan istirahat;
    • Basofil yang berwarna biru atau ungu, merupakan kelompok sel yang mensekresikan hormon adrenokortikotrofik, gonadotropin, dan tiroid stimulating hormone (TSH);
    • Asidofil yang berwarna merah atau oranye, adalah kelompok sel terbanyak yang menghasilkan growth hormone / somatotropin dan prolaktin.[7]
  • Secara histologis, sel-sel kelenjar hipofisis dikelompokkan berdasarkan jenis hormon yang disekresi yaitu:
    • Sel-sel somatotrof berbentuk besar dan mengandung granula sekretori, yang menghasilkan somatotropin;
    • Sel-sel laktotrof mengandung granula sekretoris, yang menghasilkan prolaktin atau laktogen;
    • Sel-sel tirotrof berbentuk polihedral dan bergranula sekretoris, menghasilkan TSH;
    • Sel-sel gonadotrof bergranula sekretoris, menghasilkan FSH dan LH;
    • Sel-sel kortikotrof merupakan granula terbesar yang menghasilkan ACTH.[1]
  • Tiroid
  • Paratiroid
    • Sel-sel utama (chief cells) mensekresikan parathormon.[11]
  • Pulau-pulau Langerhans (Pankreas)
    • Sel alpha menghasilkan hormon glukagon;
    • Sel beta menghasilkan hormon insulin;[12]
    • Sel delta menghasilkan somatostatin dalam jumlah kecil.[11]
  • Korteks adrenal berasal dari jaringan mesodermis, dapat diidentifikasi tiga zona jaringan terpisah, yaitu:
    • zona glomerulosa terbentuk dari sekelompok sel-sel kecil yang mensekresi mineralokortikoid;
    • zona fasikulata tersusun atas sel-sel kolumna yang mensekresi glukokortikoid (dan sebagian hormon seks);
    • zona retikularis terdiri atas massa kecil sel-sel kromafin dengan sinus-sinus vena diantaranya.[9]
  • Medula adrenal berasal dari jaringan saraf primitif.[9]
  • Ovarium
  • Testis

Penyakit dan Kelainan

Penyakit Gondok

Gondok merupakan proses pembesaran/pertumbuhan kelenjar tiroid karena kekurangan asupan iodium.[14]

Sistem Endokrin pada Hewan lainnya

Sistem Endokrin pada Invertebrata

Kelenjar endokrin dapat ditemukan pada hewan yang mempunyai sistem sirkulasi, baik vertebrata maupun invertebrata. Hewan invertebrata yang sering menjadi objek studi endokrin adalah insekta, krustasea, sefalopoda, dan moluska.[5] Sejumlah invertebrata tidak mempunyai organ khusus untuk sekresi hormon sehingga sekresinya dilaksanakan oleh sel neurosekretori. Sel neurosekretori dapat ditemukan diantaranya pada kelompok Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Nematoda, dan Moluska.[5]

Coelenterata

 
Gambar mikroskopis bagian kepala beserta tentakel dari Hydra viridissima

Hidra, yang termasuk dalam golongan ini, mempunyai sejumlah sel yang mampu menghasilkan zat kimia yang berperan dalam proses reproduksi, pertumbuhan, dan regenerasi. Suatu molekul peptida yang disebut aktivator kepala akan dikeluarkan oleh tubuh Hidra ketika kepalanya terpotong. Zat tersebut menyebabkan sisa tubuhnya dapat membentuk mulut dan tentakel, dan selanjutnya membentuk daerah kepala.[5]

Platyhelminthes

Hewan ini dapat menghasilkan hormon yang berperan penting dalam proses regenerasi, dan hormon tersebut juga terlibat dalm regulasi osmotik dan ionik, serta proses reproduksi.[5]

Nematoda

Sistem endokrin pada kelompok hewan ini merupakan struktur khusus yang berfungsi untuk sekresi neurohormon, yang berkaitan dengan sistem saraf. Struktur khusus tersebut terdapat pada ganglion di daerah kepala dan beberapa diantaranya terdapat pada korda saraf.[5]

Annelida

Pada kelompok seperti Polichaeta, Oligochaeta, dan Hirudinae sudah memiliki derajat sefalisasi yang memadai. Otak hewan tersebut memiliki sejumlah besar sel saraf yang berfungsi sebagai sel sekretori. Sistem sirkulasi pada kelompok ini juga telah berkembang sangat baik sehingga mampu mendukung penyelenggaraan sistem endokrin. Sistem endokrin Annelida berkaitan erat dengan aktivitas pertumbuhan, perkembangan, regenerasi, dan reproduksi. Salah satu proses yang dikendalikan oleh sistem neuroendokrin pada Polichaeta adalah Epitoki. Dalam proses tersebut, beberapa ruas tubuh mengalami perubahan bentuk akan terlepas dari tubuh utamanya, dan berkembang menjadi organisme yang hidup bebas. Epitoki hanya akan berlangsung pada saat kadar hormon yang disekresi rendah, dan sekresinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan.[5]

Moluska

Moluska memiliki sejumlah besar sel neuroendokrin yang terletak pada ganglia penyusun sistem saraf pusat. Hewan ini juga memiliki organ endokrin klasik. Senyawa yang dilepaskan menyerupai protein dan berperan penting dalam mengendalikan osmoregulasi, pertumbuhan, serta reproduksi. Pada beberapa spesies hewan yang bersifat protandri, ditemukan adanya hormon yang menstimulus pelepasan telur dari gonad dan pengeluaran telur dari tubuh. Pada Cephalopoda, proses reproduksi dikendalikan oleh organ endokrin klasik, terutama kelenjar optik yang diduga menyekresi beberapa hormon yang diperlukan untuk perkembangan sperma dan telur.[5]

Krustasea

Sistem endokrin pada krustasea umumnya berupa sistem neuroendokrin, meskipun mempunyai organ endokrin klasik. Sistem endokrin berfungsi mengendalikan osmoregulasi, laju denyut jantung, komposisi darah, pertumbuhan, dan pergantian kulit. Sistem kendali endokrin pada kelas Malakostra berkembang paling baik.[5]

  • Organ neuroendokrin krustasea terdapat pada tiga daerah utama berikut:
  1. Kompleks kelenjar sinus atau disebut juga kompleks kelenjar sinus-organ X, yang menerima akson sel neuroendokrin dari ganglion kepala dan lobus optik di tangkai mata;
  2. Organ post-komisural, menerima akson dari otak dan berakhir pada awal esofogus;
  3. Organ pericardial, terletak sangat dekat dengan jantung dan menerima akson dari ganglion toraks.[5]
  • Sel endokrin klasik yang dimiliki Krustasea, yaitu:
  1. Organ Y merupakan sepasang kelenjar yang terletak di toraks, tepatnya pada ruas maksila dan ruas antenna. Hormon yang dihasilkan kelenjar ini mempengaruhi proses molting;
  2. Kelenjar mandibula terletak di dekat organ Y dan diduga memiliki fungsi endokrin juga.[5]

Krustasea juga mempunyai kelenjar androgenik yang diyakini berperan dalam perkembangan testis dan produksi sperma.[5] Krustasea mampu merubah warna kulitnya untuk menyesuaikan diri dengan warna latar belakang mereka sehingga dapat terhindar dari perhatian musuhnya. Perubahan warna kulit krustasea dipengaruhi oleh penyebaran pigmen yang terdapat dalam kromatofor dan dikendalikan oleh sistem endokrin. Hormon peptida yang disekresikan oleh kompleks kelenjar sinus menyebabkan pigmen pada kromatofor mengumpul atau menyebar. Hormon yang dilepaskan organ perikardial juga dianggap dapat mempengaruhi fungsi kromatofor.[5]

Insekta

Insekta memliki tiga kelompok sel neuroendokrin utama yang terletak pada sistem saraf, yaitu:

  1. Sel neurosekretori medialis, merupakan kelompok sel dengan akson yang membentang hingga ke korpora kardiaka. Korpora kardiaka adalah sepasang organ yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pelepasan neurohormon;
  2. Sel neurosekretori lateralis, kelompok sel dengan akson yang membentang hingga ke korpora kardiaka;
  3. Sel neurosekretori subesofageal, terdapat pada bagian di bawah kerongkongan dan memiliki akson yang membentang ke korpora alata, yang merupakan organ endokrin klasik.[5]
  • Organ endokrin klasik lainnya yaitu kelenjar protoraks. Pada insekta yang sudah lebih maju, kelenjar ini terletak di daerah toraks, namun pada insekta yang kurang berkembang dapat ditemukan pada daerah kepala.[5]

Sistem endokrin pada insekta berfungsi untuk mengendalikan berbagai aktivitas, antara lain aktivitas pertumbuhan. Pertumbuhan insekta terjadi dalam beberapa tahap dan memerlukan serangkaian proses pengelupasan rangka luar (kulit luar). Proses perubahan bentuk tubuh dan pengelupasan kulit tersebut dikenal dengan istilah metamorfosis. Proses metamorfosis berlangsung di bawah kendali hormon. Kelompok sel neurosekretori medialis menghasilkan hormon protorasikotropik (PTTH), yang dilepaskan melalui ujung akson pada korpora kardiaka. PTTH akan merangsang kelenjar protoraks untuk sekresi hormon ekdison. Hormon ekdison menyebabkan pengelupasn kulit pada insekta. Hormon juvenil dilepaskan oleh korpora alata dan bertanggung jawab mengendalikan metamorfosis insekta.[5]

Sistem Endokrin pada Vertebrata

Sistem endokrin pada vertebrata terutama sekali tersusun atas berbagai organ endokrin klasik. Sistem endokrin vertebrata dapat dibedakan menjadi tiga kelompok kelenjar utama, yaitu hipotalamus, hipofisis atau pituitari, dan kelenjar endokrin tepi. Berbagai organ endokrin tepi bekerja di bawah kendali kelenjar pituitari bagian depan (anterior), yang merupakan salah satu organ endokrin pusat. Pituitari anterior bekerja di bawah pengaruh hipotalamus yang bekerjanya dipengaruhi oleh saraf.[5]

Amfibia

Reptil

Aves

Mamalia

Referensi

  1. ^ a b c d Manurung, Nixson; Manurung, Rostinah; Bolon, Christina M. T. (2017). Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin Dilengkapi Mind Mapping dan Asuhan Keperawatan Nanda Nic Noc. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 1, 3, 6, 7. ISBN 978-602-453-342-7. 
  2. ^ a b Campbell, Neil A.; Reece, Jane B.; Mitchell, Lawrence G. (2004). Biologi. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta: Erlangga. hlm. 129. ISBN 9796884704. 
  3. ^ "Arti kata endokrin - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". www.kbbi.web.id. Diakses tanggal 2020-11-06. 
  4. ^ "Arti kata endokrinologi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". www.kbbi.web.id. Diakses tanggal 2020-11-06. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x Isnaeni, Wiwi (2019). Fisiologi Hewan. Edisi Revisi. Sleman: Kanisius. hlm. 145, 150–152, 158–167. ISBN 9789792162714. 
  6. ^ a b c Shahab, Alwi (2017). Dasar-dasar Endokrinologi. Jakarta: Rayyana Komunikasindo. hlm. 2, 9, 10, 12. ISBN 9786026111227. 
  7. ^ a b Astuti, Pudji (2017). Endokrinologi Veteriner. Yogyakarta: UGM Press. hlm. 39, 50, 51. ISBN 9789794209189. 
  8. ^ a b c d Furqonita, Deswaty (2007). Seri IPA Biologi 3 SMP Kelas IX. Jakarta: Yudhistira. hlm. 61–69. ISBN 976-979-746-790-6 Periksa nilai: invalid prefix |isbn= (bantuan). 
  9. ^ a b c d e f Broom, Bryan (1998). Anatomi Fisiologi Kelenjar Endokrin dan Sistem Persarafan. Edisi 2. Jakarta: EGC. hlm. 2, 8, 13, 14, 30. ISBN 9794484148. 
  10. ^ Roosita, Katrin; Subandriyo, Vera U.; Ekayanti, Karina R,; Nurdin, Naufal M. (2016). Fisiologi Manusia. Bogor: IPB Press. hlm. 65, 68. ISBN 978979493826 Periksa nilai: length |isbn= (bantuan). 
  11. ^ a b c Fried, George H.; Hademenos, George J. (2006). Schaum's Outline Biologi Ed.2. Diterjemahkan oleh Tyas, Damaring. Jakarta: Erlangga. hlm. 244, 245. 
  12. ^ Wibowo, Daniel S. (2008). Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo. hlm. 94. 
  13. ^ a b Heffner, Linda J.; Schust, Danny J. (2010). At a Glance Sistem Reproduksi Ed.2. Jakarta: Erlangga. hlm. 13, 14. 
  14. ^ Biologi SMA/MA Kls XI (Diknas). Grasindo. ISBN 978-979-025-020-8.