Frans Kaisiepo

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan

Frans Kaisiepo (10 Oktober 1921 – 10 April 1979) adalah seorang politikus Papua dan nasionalis Indonesia. Ia menjabat sebagai Gubernur Provinsi Papua keempat. Pada tahun 1993, Frans secara anumerta dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas usahanya seumur hidup untuk mempersatukan Irian Barat dengan Indonesia. Sebagai wakil Provinsi Papua, ia terlibat dalam Konferensi Malino, di mana pembentukan Republik Indonesia Serikat dibahas.[1]

Frans Kaisiepo
Gubernur Irian Barat Ke-4
Masa jabatan
20 November 1964 – 29 Juni 1973
PresidenSoekarno
Soeharto
Sebelum
Pengganti
Acub Zaenal
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Frans Kaisiepo

(1921-10-10)10 Oktober 1921
Belanda Biak, Papua, Hindia Belanda
Meninggal10 April 1979(1979-04-10) (umur 57)
Indonesia Jayapura, Papua, Indonesia
KebangsaanIndonesia Indonesia
Suami/istriAnthomina Arwam
Maria Magdalena Moorwahyuni
Dikenal karenaPahlawan Nasional Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Berdasarkan Keputusan Presiden nomor 077/TK/1993 nama Frans Kaisiepo ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia dari Papua.

Biografi

Frans lahir di Pulau Biak pada 10 Oktober 1921. Dia pernah sekolah guru agama Kristen di Manokwari dan Sekolah kursus Pegawai Papua (Papua Bestuur School) di kota NICA, sekarang Kampung Harapan, Kabupaten Jayapura.

Nasionalisme Indonesia

Pada 1945, Frans bertemu Sugoro Atmoprasodjo di Sekolah Kursus Pegawai. Mereka dengan cepat menemukan titik temu karena dukungan bersama mereka untuk kemerdekaan Indonesia. Kaisiepo sering mengadakan pertemuan rahasia untuk membahas aneksasi Nugini Belanda oleh Republik Indonesia.

Pada 31 Agustus 1945, ketika Papua masih diduduki Belanda, Frans termasuk salah satu orang menegakkan eksistensi Republik Indonesia dan orang pertama yang mengibarkan Bendera Merah Putih dan menyayikan lagu Indonesia Raya di Papua.

Pada Juli 1946, Frans menjadi utusan Nugini Belanda dan satu-satunya orang asli Papua pada Konferensi Malino di Sulawesi Selatan. Sebagai Juru Bicara, dia menyarankan wilayah itu disebut "Irian", menjelaskan kata itu berarti "tempat yang panas" dalam bahasa aslinya, Biak.[2] Pada bulan yang sama, Partai Indonesia Merdeka didirikan oleh Frans di Biak, dengan Lukas Rumkoren sebagai pemimpin terpilih partai tersebut.[3]

Pada Agustus 1947, Silas Papare memimpin pengibaran bendera merah putih Indonesia untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Tindakan ini mengakibatkan penangkapan semua peserta oleh polisi Belanda. Mereka dikurung selama lebih dari tiga bulan. Selama itu Frans dan Johans Ariks mengambil peran Papare. Johans kemudian mengetahui rencana untuk mengintegrasikan Irian Barat sebagai wilayah Indonesia, alih-alih mengembangkan otonominya.

Frans terlibat dalam pemberontakan di Biak pada Maret 1948, memprotes pemerintahan Belanda. Pada tahun 1949, ia menolak penunjukan sebagai pemimpin delegasi Nugini Belanda dalam Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia, karena ia merasa Belanda berusaha mendikte dia. Karena perlawanannya, dia dipenjarakan dari tahun 1954 hingga 1961.

Karier politik

Keluarga

Frans menikah dengan Anthomina Arwam dan memiliki tiga orang anak. Pasangan itu tetap bersama sampai kematian Arwam. Pada 12 November 1973, ia menikah dengan Maria Magdalena Moorwahyuni ​​dari Demak, Jawa Tengah. Mereka memiliki satu anak bersama.

Peninggalan

 
Uang kertas 10.000 rupiah bergambar Frans Kaisiepo

Atas pengabdian jasanya, Frans Kaisiepo dianugerahi Bintang Mahaputra Adipradana Kelas Dua oleh pemerintah Indonesia.[4] Frans Kaisiepo menginginkan persatuan nasional, dan bekerja untuk tujuan itu sepanjang hidupnya. Dia diangkat secara anumerta sebagai Pahlawan Nasional Indonesia[5] pada peringatan 30 tahun penyerahan Papua ke Indonesia pada tahun 1993.

Ia juga merupakan nama bandara lokal yang melayani Biak, yang dikenal sebagai Bandar Udara Internasional Frans Kaisiepo.

Kaisiepo juga merupakan salah satu tokoh sejarah yang terpilih untuk digambarkan dalam uang kertas rupiah Indonesia edisi 2016 baru-baru ini, khususnya uang kertas senilai Rp10.000.[6][7]

Selain itu namanya juga diabadikan di salah satu KRI yaitu KRI Frans Kaisiepo.[8]

Referensi

  1. ^ "Pahlawan Papua Dihina, Komika Arie Kriting Angkat Bicara". jurnas.com. Diakses tanggal 2016-12-25. 
  2. ^ Chris Lundry, Separatism and State Cohesion in Eastern Indonesia (PhD dissertation), Arizona State University, Phoenix, 2009, p. 166
  3. ^ "Frans Kaisiepo: Sejarah Perjuangan Seorang Papua untuk Indonesia". tirto.id. Diakses tanggal 2020-02-27. 
  4. ^ https://papua.antaranews.com/berita/458937/perjuangan-frans-kaisiepo-mengangkat-kesejahteraan-orang-papua
  5. ^ "Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia" [List of Names of National Heroes of the Republic of Indonesia]. Awards of the Republic of Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Indonesian State Secretariat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 February 2013. Diakses tanggal 17 February 2013. 
  6. ^ Aliya, Angga (19 Desember 2016). "Rupiah Desain Baru Terbit Hari Ini". detikFinance. Diakses tanggal 19 Desember 2016. 
  7. ^ "BI to Issue New Print Banknotes, Mint Coins with Heroes Images". Cabinet Secretariat of the Republic of Indonesia. Diakses tanggal 28 December 2016. 
  8. ^ "Profil Tokoh:Frans Kaisiepo". Situs Resmi Pemerintah Provinsi Papua. Diakses tanggal 20 Desember 2016. 
Jabatan politik
Didahului oleh:
Elias Jan Bonai
Gubernur Irian Barat
1964–1973
Diteruskan oleh:
Acub Zaenal