Klasifikasi iklim merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan mencirikan perbedaan iklim yang terdapat di bumi. Akibat perbedaan latitudo (posisi relatif terhadap khatulistiwa, garis lintang), letak geografi, dan kondisi topografi, suatu tempat memiliki kekhasan iklim.[1]

Klasifikasi iklim biasanya terkait dengan bioma atau provinsi floristik karena iklim mempengaruhi vegetasi asli yang tumbuh di suatu kawasan.[1]

Klasifikasi iklim yang paling umum dikenal adalah klasifikasi Koeppen dan Geiger. Klasifikasi ini berlaku untuk seluruh dunia sehingga sering dirujuk untuk kajian-kajian geologis dan ekologi. Beberapa negara mengembangkan klasifikasi iklim sendiri untuk mengatasi variasi iklim tempatan yang beragam. Indonesia, misalnya, lebih sering menggunakan sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson (SF)[2], yang ternyata disukai untuk kajian-kajian kehutanan dan pertanian. Sistem SF didasarkan pada klasifikasi yang terlebih dahulu disusun oleh Mohr, namun diperhalus kriterianya.

Klasifikasi Koeppen dan Geiger

artikel utama: klasifikasi iklim koeppen

Klasifikasi Koeppen pertama kali diajukan oleh Wladimir Köppen (Jerman). Sistem ini lalu direvisi beberapa kali oleh Köppen sendiri. Selanjutnya, bersama dengan Geiger, klasifikasi ini lalu diperbaiki.

Selain berdasarkan parameter iklim (seperti suhu udara, presipitasi, dan radiasi surya harian), klasifikasi ini juga mendasarkan pada tipe vegetasi suatu tempat.[3]

Ada lima kelompok iklim utama dalam klasifikasi ini, yang masing-masing lalu dipilah lagi. Lima kelompok ini adalah:[3]

  • Iklim A, iklim tropika basah
  • Iklim B, iklim kering atau setengah kering
  • Iklim C, iklim dengan variasi suhu tahunan yang jelas
  • Iklim D, iklim sirkumpolar
  • Iklim E, iklim kutub

Klasifikasi Schmidt dan Ferguson

Klasifikasi ini sangat populer di Indonesia dan beberapa negara tetangga yang memiliki sektor pertanian serta memiliki musim kering-musim hujan.[4] Menyadari bahwa variasi iklim Indonesia sangat beragam, Kementerian Perhubungan meminta kedua sarjana tersebut untuk membuat suatu sistem klasifikasi yang cocok bagi keadaan Indonesia.

Terdapat delapan kelompok iklim yang didasarkan pada nisbah bulan kering (BK) ke bulan basah (BB), yang disimbolkan sebagai Q (dalam persen). Bulan kering adalah bulan dengan presipitasi total di bawah 60 mm dan bulan basah adalah bulan dengan presipitasi total di atas 100 mm.

Delapan kelompok iklim menurut Schmidt dan Ferguson adalah

  • Iklim A, Q < 14,3, daerah sangat basah, hutan hujan tropis;
  • Iklim B, 14,3 =< Q < 33,3, daerah basah, hutan hujan tropis;
  • Iklim C, 33,3 =< Q < 60,0, daerah agak basah, hutan rimba peluruh (daun gugur pada musim kemarau);
  • Iklim D, 60,0 =< Q < 100,0, daerah sedang, hutan peluruh;
  • Iklim E, 100,0 =< Q < 167,0, daerah agak kering, padang sabana;
  • Iklim F, 167,0 =< Q < 300,0, daerah kering, padang sabana;
  • Iklim G, 300,0 =< Q < 700,0, daerah sangat kering, padang ilalang;
  • Iklim H, Q >= 700,0, daerah ekstrem kering, padang ilalang.

Pranala luar

Referensi

  1. ^ a b Olilingo, Fachrudin Zain (2017). Potensi Investasi di Provinsi Gorontalo. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 96. ISBN 9786024535476. 
  2. ^ Schmidt FH., Ferguson JHA. 1951. Rainfall type based on wet and dry period ratio for Indonesia with Western New Gurinea. Kementerian Perhubungan.
  3. ^ a b Society, National Geographic (2019-10-24). "Köppen Climate Classification System". National Geographic Society (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-21. 
  4. ^ Karoly 1998, hlm. 96.

Daftar Pustaka

Karoly, David (1998). Meteorology of the Southern Hemisphere. Boston: American Meteorologycal Society. ISBN 9781935704102.