Sungai Mamberamo
Sungai Mamberamo adalah sebuah sungai sepanjang 1.102 km yang terletak di Provinsi Papua, Indonesia. Sungai ini berhulu di Pegunungan Jayawijaya dan bermuara ke Samudera Pasifik. Nama "Mamberamo" berasal dari bahasa Dani — mambe berarti 'besar' dan ramo berarti 'air'. Sungai ini merupakan sungai dengan aliran air terbesar di Indonesia, dengan debit air rata-rata sebesar 4,580 m3/s.[1] Beberapa suku terasing bermukim di lembah sungai yang kaya akan keanekaragaman hayati ini. Oleh karenanya Mamberamo dijuluki "Amazonnya Indonesia". Sungai Mamberamo juga merupakan sungai terlebar di Indonesia.
Sungai Mamberamo | |
---|---|
Peta OpenStreetMap
| |
Lokasi | |
Negara | Indonesia |
Ciri-ciri fisik | |
Hulu sungai | Puncak Mandala |
Muara sungai | Samudera Pasifik |
Panjang | 1102 km |
Debit air | |
- rata-rata | 4.580 m³/detik |
Luas DAS | DAS: 138.877 km2 |
Daerah aliran sungai
Sungai sepanjang 1.102 km ini memiliki kawasan resapan seluas 138.877 km² meliputi 9 kabupaten. Curah hujan di daerah aliran sungai (DAS) Mamberamo dapat mencapai 5.600 mm/tahun. Kedalaman sungai berkisar antara 8 hingga 33 m. Menurut penelitian pada 1983, debit airnya mampu mencapai 5.500 m³/detik. Sumber air sungai ini berasal dari pertemuan antara beberapa anak sungai utama, yaitu Tariku, Van Daalen dan Taritatu. Air lalu mengalir ke arah utara melalui lembah antara Pegunungan Van Rees dan Pegunungan Foja guna mencapai bagian delta yang berawa dataran rendah. Sungai ini akhirnya bermuara di Samudra Pasifik di titik utara Tanjung Narwaku. Danau Rombebai dan Bira terletak diantara aliran sungai ini.
Geografi
Lanskap di sekitar sungai ini bervariasi. Di daerah hulu berupa Pegunungan Jayawijaya yang curam, dan di bagian tengah berupa cekungan dataran tinggi yang luas. Sedangkan di daerah hilir terdapat dataran yang berawa-rawa. Secara geologis, Mamberamo dan kawasan sekitarnya memang cukup menarik karena tersusun oleh endapan batuan sedimen yang tebalnya mencapai ribuan meter serta terpotong-potong oleh struktur geologi yang rumit. Juga karena masih dipengaruhi oleh tekanan tektonik aktif, di beberapa tempat muncul fenomena alam berupa keluarnya semburan lumpur dari dalam bumi (mudvocano). Fenomena ini mudah dikenali dari penampakan di lapangan yang jika diamati dari udara bentuknya berupa kumpulan lumpur dan pasir berwarna abu-abu berbentuk sirkuler dengan diameter lebih dari 50 m yang muncul di tengah-tengah hutan lebat.
Sejarah
Pada 1545, seorang pelayar bernama Yñigo Ortiz de Retez menelusuri daerah di sepanjang pesisir utara pulau hingga mulut Sungai Mamberamo. Di lokasi ini, ia mengklaim pulau tersebut sebagai milik Kerajaan Spanyol dan menamakannya Nueva Guinea ('Nugini' dalam bahasa Spanyol) yang dikenal hingga kini.
Pemanfaatan sungai
Warga setempat mengandalkan Sungai Mamberamo sebagai prasarana transportasi. Lahan tanaman sagu dibudidayakan di sepanjang DAS Mamberamo.
Dua spesies buaya yang terdapat di sungai ini, buaya muara (crocodile porossus) dan buaya darat (crocodile novaquinea), diburu dan ditangkap warga sebagai makanan maupun untuk dijual kepada pengusaha.
Potensi alam yang terdapat di sekitar sungai ini ialah batu bara, gas alam, dan emas. Pemerintah Indonesia pernah berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di daerah ini.
Flora dan Fauna
Beberapa spesies baru yang ditemukan di hutan tropis Sungai Mamberamo berketinggian 2.000 mdpl antara lain kupu-kupu hitam dan putih (Ideopsis fojona),katak berhidung panjang (Litoria sp. nov), pergam kaisar (Dacula sp. Nou).
Di samping itu mereka juga ditemukan spesies endemik seperti kelelawar kembang baru {Syconycteris sp. nou), tikus pohon kecil {Pogonomys sp. nov), semak belukar berbunga (Ardisia hymenandroides), dan wala-bi kecil (Darcopsulus sp. nou). Di luar temuan itu, kawasan ini juga dihuni oleh 143 jenis burung, termasuk cendrawasih yang memiliki tubuh dan warna bulu sangat elok dipandang mata. Dua jenis buaya, yakni buaya muara (Crocodile porossus) dan buaya darat (Crocodile novaquinea), juga berhabitat di sungai yang memiliki lebar terbesar di Indonesia. Kedua spesies-buaya ini menjadi perburuan bagi masyarakat tradisional, khususnya dari suku Bauzi.Cara berburunya juga khas. Dulu, untuk menangkap buaya beberapa pria harus menyelam. Alat yang di-pakai hanya tali rotan. Kini, sudah agak maju, Mereka menggunakan tombak (dao) dan kail untuk memburu buaya. Daging hasil perburuan itu disantap. Sedangkan kulitnya dijual dengan harga tinggi.
Potensi floranya juga menakjubkan. Menurut Gubernur Papua, Barnabas Suebu, DAS Mamberamo dihuni sekitar 300.000 hektare hutan sagu. Sagu-sagu itu tumbuh subur di sepanjang sungai, terutama di bagian hilir dan rawa-rawa.Selama ini, sagu hanya dijadikan makanan utama bagi penduduk lokal.
Kalau saja sagu-sagu ini dikonversi menjadi bio etanol maka akan menghasilkan lebih dari 4,5 juta liter per tahun. Bio etanol merupakan sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan. Ia dapat dipanen kapan saja sepanjang sagu-sagu tersebut ditanam.Potensi pohon nipahnya juga sangat besar. Hasil sadapannya juga dapat diolah menjadi bio etanol berkualitas tinggi. Singkat kata, sumber daya raksasa tersebut merupakan masa depan yang gemilang bagi tumbuhnya industri bio etanol.[2]
Pranala luar
- (Indonesia) Penilaian kondisi biologi di daerah Sungai Mamberamo
- (Indonesia) Margasatwa di Sungai Mamberamo
- (Indonesia) "Berdayakan Suku-suku di Mamberamo", KOMPAS
- (Indonesia) "Potensi Mamberamo, Sebatas Omongan", KOMPAS
- (Indonesia) Aspek-Aspek Dalam Desain PLTA Mamberamo
- (Indonesia) "Kelompok Separatis Papua Berkeliaran Di Pedalaman Sungai Mamberamo", Kementerian Polkam RI
Referensi
- ^ "Pemerintah Provinsi Papua". papua.go.id. Diakses tanggal 2021-03-13.
- ^ "Potensi Sungai Mamberamo Amazonnya Indonesia dengan segudang kekayaan". 21 November 2011.