Heraklius

Kaisar Romawi Timur dari tahun 610 hingga 641

Heraklius (bahasa Latin: Flavius Heraclius[1][2]; bahasa Yunani: Ἡράκλειος, Iraklios) adalah Kaisar Romawi Timur dari tahun 610 sampai tahun 641 M. Heraklius pertama kali tampil di panggung politik pada tahun 617 M, saat memimpin pemberontakan untuk menggulingkan Kaisar Fokas bersama-sama ayahnya, Heraklius Tua.

Heraklius
Kaisar Bangsa Romawi
Solidus keluaran Konstantinopel era 610-613, memuat gambar sedada Kaisar Heraklius mengenakan ketopong dan baju zirah, serta menggenggam salib
Kekaisaran Romawi Timur
Berkuasa5 Oktober 610 – 11 Februari 641
Penobatan5 Oktober 610
PendahuluFokas
PenerusKonstantinus III
Heraklonas
Co-emperorsKonstantinus III (613-641)
Heraklonas (638-641)
KelahiranSekitar tahun 575
di Kapadokia (sekarang termasuk wilayah Turki)
Kematian11 Februari 644 (umur 68 atau 69 tahun)
di Konstantinopel, Kekaisaran Romawi Timur
PasanganEudokia
Martina
KeturunanKonstantinus III
Heraklonas
Yohanes Atalarikos (luar nikah)
Martinos
Nama lengkap
Flavius Heraklius
Nama takhta
Imperator Caesar Flavius Heraclius Augustus
DinastiHeraklius
AyahHeraklius Tua
IbuEpifania

Pada masa pemerintahannya, Kekaisaran Romawi Timur melancarkan sejumlah kampanye militer. Heraklius naik takhta pada saat perbatasan-perbatasan negaranya dirongrong pihak asing. Ia segera melancarkan perang melawan Kekaisaran Persia Sasani yang berlangsung dari tahun 602 sampai 628. Pertempuran-pertempuran pertama dari perang ini dimenangkan pihak Persia. Angkatan bersenjata Persia menerjang sampai ke Selat Bosforus, tetapi Konstantinopel dilindungi tembok-tembok yang kukuh dan angkatan laut yang tangguh sehingga Heraklius luput dari kekalahan telak. Tidak lama kemudian, ia memprakarsai usaha-usaha untuk menata ulang dan memperkuat militer Kekaisaran Romawi Timur. Heraklius akhirnya mampu mengusir bangsa Persia dari Asia kecil, bahkan menerjang masuk ke wilayah kedaulatan Persia dan mengalahkan angkatan bersenjata negara itu secara telak dalam Pertempuran Niniwe pada tahun 627. Syah Khosrau II digulingkan dan dihukum mati putranya sendiri, Syah Kawad II. Kaisar Persia yang baru ini segera mengupayakan kesepakatan damai dengan menyatakan kesediaan Persia untuk mengembalikan semua daerah yang sudah dicaploknya dari Kekaisaran Romawi Timur. Lewat cara ini, hubungan damai di antara kedua negara kembali terjalin.

Banyak daerah yang baru direbut kembali dari Persia akhirnya jatuh ke tangan pasukan Muslim-Arab. Dari Jazirah Arab, pasukan Muslim berhasil menaklukkan Kekaisaran Persia Sasani dalam waktu singkat. Pada tahun 634, pasukan Muslim menyerbu Suriah dan berhasil mengalahkan Teodorus, adik Heraklius. Dalam rentang waktu yang cukup singkat, pasukan Muslim-Arab berhasil menaklukkan Mesopotamia, Armenia, dan Mesir.

Heraklius membuka hubungan diplomatik dengan bangsa Kroasia dan bangsa Serbia di Jazirah Balkan. Ia berusaha mengakhiri skisma di kalangan umat Kristen akibat bidah Monofisit dengan merumuskan sebuah doktrin kompromi yang disebut Monotelitisme. Gereja di Timur (lazim disebut Gereja Nestorian) juga dilibatkan.[3] Pada akhirnya usaha pemulihan kesatuan ini ditolak semua pihak yang bertikai.

Perang lawan Arab

 
Pergerakan pasukan Arab dan Romawi Timur sejak bulan September 635 sampai tepat menjelang pecahnya Pertempuran Yarmuk

Pada tahun 629, Muhammad, nabi Islam, sudah berhasil mempersatukan semua suku di Jazirah Arab, yang sebelumnya terpecah belah sehingga tidak berdaya menghadapi tantangan militer Romawi Timur maupun Persia. Dengan agama Islam sebagai unsur pemersatu, bangsa Arab menjadi salah satu negara terkuat di kawasannya.[4] Konflik pertama antara Romawi Timur dan kaum Muslim-Arab adalah Pertempuran Mu'tah bulan September 629. Laskar kecil Muslim-Arab menyerbu provinsi Arabia sesudah duta Muslim tewas dibunuh wali negeri Arabia dari Bani Ghassan, tetapi serbuan ini dapat dipatahkan. Karena tidak kalah, pemerintah Romawi Timur tidak berusaha mengubah tatanan militer yang sudah ada di provinsi Arabia.[5] Lagi pula Romawi Timur sangat jarang bertempur melawan bangsa Arab, dan malah lebih jarang lagi bertempur melawan laskar jihad yang dipersatukan seorang nabi.[6] Bahkan Stategikon Maurikios, buku panduan perang yang dipuji-puji karena keberagaman jenis musuh yang dijabarkan di dalamnya, tidak menjabarkan perang melawan bangsa Arab secara panjang lebar.[6]

Pada tahun berikutnya, pasukan Muslim-Arab menyerbu daerah Araba di selatan Danau Tiberias, dan merebut Alkarak. Beberapa kali penyerbuan dilancarkan ke Negeb hingga sampai di Gaza.[7] Dalam Pertempuran Yarmuk tahun 636, pasukan Muslim-Arab berhasil mengalahkan pasukan Romawi Timur yang lebih besar. Dalam waktu tiga tahun, Syam kembali mereka kuasai. Saat Heraklius mangkat di Konstantinopel pada tanggal 11 Februari 641, hampir seluruh wilayah Mesir sudah dikuasai pasukan Muslim.[8]

Keluarga

 
Gambar pada sisi keping solidus, Heraklius (tengah, berjanggut lebat) menjelang akhir masa pemerintahannya, diapit putra-putranya, Heraklius Konstantinus dan Heraklonas

Heraklius menikah dua kali: yang pertama dengan Fabia Eudokia, anak perempuan Rogatus, dan kemudian dengan kemenakannya sendiri, Martina. Ia mendapatkan dua anak dari perkawinannya dengan Fabia, dan sekurang-kurangnya sembilan anak dari perkawinannya dengan Martina, yang sebagian besar sakit-sakitan.[A 1][11] Sekurang-kurangnya dua dari anak-anak Martina menyandang cacat fisik, yang dianggap sebagai hukuman atas kawin sumbang: Fabius (Flavius) menderita kelumpuhan pada lehernya, dan Teodosios menderita bisu-tuli. Teodosios menikah dengan Nike, anak perempuan Senapati Persia, Syahrbaraz, atau anak perempuan Niketas, sepupu Heraklius.

Dua putra Heraklius kelak menjadi Kaisar: Heraklius Konstantinus (Konstantinus III, memerintah 613–641), putranya dari Fabia, dan Konstantinus Heraklius (Heraklonas, memerintah 638–641), putranya dari Martina.[11]

Heraklius sekurang-kurangnya memiliki seorang anak di luar nikah, Ioannes Atalarikhos, yang bersekongkol melawan Heraklius dengan sepupunya, magister Teodorus, dan bangsawan Armenian, David Saharuni.[A 2] Ketika Heraklius mengetahui persekongkolan itu, ia memerintahkan agar Atalarikhos dijatuhi hukuman potong hidung dan kedua tangan serta hukuman buang ke Prinkipo, salah satu pulau di Kepulauan Pangeran.[15] Teodorus dijatuhi hukuman yang sama, tetapi dibuang ke Gaudomelete (mungkin di Pulau Gozo sekarang ini), ditambahi pula dengan hukuman potong sebelah kaki.[15]

Pada tahun-tahun menjelang akhir hayatnya, semakin jelas terlihat adanya persaingan antara Heraklius Konstantinus dan Martina. Heraklius Konstantinus pernah mencoba meracuni putra Martina, Heraklonas, yang juga tercantum dalam daftar pewaris takhta. Heraklius mangkat dengan meninggalkan wasiat agar kekaisaran diperintah bersama-sama oleh Heraklius Konstantinus dan Heraklonas, dengan Martina selaku maharani.[11]

Keterangan

  1. ^ Jumlah dan urutan kelahiran anak-anak Heraklius dari Martina tidak diketahui dengan jelas. Menurut beberapa sumber, ada sembilan orang anak,[9] sementara menurut sumber-sumber lain, ada sepuluh.[10]
  2. ^ Nama anak di luar nikah ini tercatat dengan sejumlah ejaan yang berbeda, di antaranya: Atalarikhos,[12] Athalarik,[13] At'alarik,[14] dst.

Rujukan

  1. ^ Gonis 2003, hlm. 204.
  2. ^ Kaegi 2003, hlm. 19.
  3. ^ Seleznyov N.N. "Heraclius and Ishoʿyahb II" Diarsipkan January 27, 2012, di Wayback Machine., Simvol 61: Syriaca-Arabica-Iranica. (Paris-Moscow, 2012), hlmn. 280–300.
  4. ^ Lewis 2002, hlm. 43–44.
  5. ^ Kaegi 2003, hlm. 231.
  6. ^ a b Kaegi 2003, hlm. 230.
  7. ^ Kaegi 2003, hlm. 233.
  8. ^ Franzius.
  9. ^ Alexander 1977, hlm. 230.
  10. ^ Spatharakis 1976, hlm. 19.
  11. ^ a b c Bellinger-Grierson 1992, p. 385.
  12. ^ Kaegi 2003, hlm. 120.
  13. ^ Charanis 1959, hlm. 34.
  14. ^ Sebeos; Translated from Old Armenian by Robert Bedrosian. "Chapter 29". Sebeos History: A History of Heraclius. History Workshop. Diakses tanggal October 22, 2009. 
  15. ^ a b Nicephorus 1990, p. 73.

Sumber

Bacaan lanjut

Pranala luar