Antipiretik
Antipiretik adalah obat penurun panas.[1] Obat-obat antipiretik juga menekan gejala-gejala yang biasanya menyertai demam seperti mialgia, kedinginan, nyeri kepala, dan lain-lain.[2] Namun, pada kenaikan suhu yang rendah atau sedang, tidak terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa demam merupakan keadaan yang berbahaya atau bahwa terapi antipiretik bermanfaat.[2] Perintah pemberian antipiretik yang rutin, dapat mengaburkan informasi klinis penting yang perlu dicari dengan mengikuti perjalanan suhu tubuh apakah naik ataukah turun.[2] Antipiretik menyebabkan hipotalamus untuk mengesampingkan peningkatan interleukin yang kerjanya menginduksi suhu tubuh.[3] Tubuh kemudian akan bekerja untuk menurunkan suhu tubuh dan hasilnya adalah pengurangan demam.[3] Obat-obat antipiretik tidak menghambat pembentukan panas.[4] Hilangnya panas terjadi dengan meningkatnya aliran darah ke perifer dan pembentukan keringat.[4] Efeknya ini bersifat sentral, tetapi tidak langsung pada neuron hipotalamus.[4] Cara menurunkan demam tinggi diduga dengan menghambat pembentukan prostaglandin E1.[4] Obat-obat yang memiliki efek antipiretik adalah:
- AINS (obat anti-inflamasi nonsteroid) seperti ibuprofen, naproksen, dan ketoprofen.[3]
- Aspirin dan golongan salisilat lainnya.[3]
- Parasetamol (Asetaminofen).[3]
- Metamizole.[3]
- Nabumetone.[3]
- Nimesulide.[3]
- Phenazone.[3]
- Quinine.[3]
Rujukan
- ^ Drs. Damin Sumardjo (2009). Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- ^ a b c Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- ^ a b c d e f g h i j (Inggris) "Antipyretic". Diakses tanggal May 25 2014.
- ^ a b c d Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.