Gunung Agung

gunung di Indonesia

Gunung Agung adalah gunung tertinggi di pulau Bali dengan ketinggian 3.031 mdpl. Gunung ini terletak di kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Pura Besakih, yang merupakan salah satu Pura terpenting di Bali, terletak di lereng gunung ini.

Gunung Agung
Gunung Agung pada 1989
Titik tertinggi
Ketinggian3.031 m (9.944 ft)[1][2]
Puncak3.031 m (9.944 ft)[1]
Masuk dalam daftarRibu
Geografi
Gunung Agung di Bali
Gunung Agung
Gunung Agung
Geologi
Jenis gunungStratovolcano
Letusan terakhir2 Juli 2018[3]
Pendakian
Rute termudahPendakian

Gunung Agung adalah gunung berapi tipe stratovolcano, gunung ini memiliki kawah yang sangat besar dan sangat dalam yang kadang-kadang mengeluarkan asap dan uap air. Dari Pura Besakih gunung ini tampak dengan kerucut runcing sempurna, tetapi sebenarnya puncak gunung ini memanjang dan berakhir pada kawah yang melingkar dan lebar.

Dari puncak gunung Agung kita dapat melihat puncak Gunung Rinjani yang berada di pulau Lombok di sebelah timur, meskipun kedua gunung tertutup awan karena kedua puncak gunung tersebut berada di atas awan, kepulauan Nusa Penida di sebelah selatan beserta pantai-pantainya, termasuk pantai Sanur serta gunung dan danau Batur di sebelah barat laut.

Letusan

1710–11

Pada bulan Oktober 1710 sampai dengan Februari 1711, gunung agung diperkirakan meletus. Letusan ini menjadi letusan pertama yang tercatat dalam sejarah yang tercatat dalam lontar Babad Gumi (versi lontar Pusdok dan salinan Gedong Kirtya 719/3.Va), Babad Tusan (versi salinan Gedong Kirtya 4916/Va dan 1443.Va), dan Tattwa Batur Kalawasan (versi salinan Gedong Kirtya 6476/IIIb, 3049/IIIb, 3578/IIIb, 6789/IIIb)[4][5]

Tanggal Kejadian
21 Oktober 1710 Aliran lava keluar
2 Desember 1710 Debu berhamburan
12 Desember 1710 Fase letusan
16 Desember 1710 Letusan bebatuan disertai alirah lahar
1 Februari 1711 Letusan piroklastik disertai alirah lahar

Dalam lontar Babad Gumi tersebut tertulis;[6]

Duk rikalaning bau mara maledos banyuedang ring Tulangkir, mili angaling sahing Tulangkir, tur amademang janma sahane ring desa Tulangkir dan saka wawengkan, telas kapademang antuk toyeedang punika wreh balabur agung, semalih kebus gamulak, wastan desa sane padem janma punika antuk toyeedang punika ring desa Bukit, Caukcuk, Bantas, Kayuaya, Kayupetak, Tanjung, Rijasa, Mandala, rauh ring toya Getas, Pagametan patih agung, sani punika jron Punggawa, minakadi kratone ring Tulangkir, tur bale agunge irika ring Tulangkir mabiseka I Gusti Ngurah Baleagung, sentanan I Gusti Tan Kundur [Mundur], Wesya Majalangu, kari magantulan preputran anake agung tigang diri, rarude dados malinggih ring desa Pangaruhan, raris kawinastanan desa Kalipaksa, muah desa Kalisada desa Tukad Sumaga, wireh pecak seson anyudang kala kali, punika kasuratang antuk sang prabu ring Blangbangan, rusake punika rikala lemah, tenghah ng’we, ring dina Surya Gni, wara Ugu, titi tanggal ping 3, Palguna masa, isaka siki guna karange awani, 1651 [1633?]

Pada tahun itu, air panas sampai merusak desa-desa seperti Desa Bukit, Caukcuk, Bantas, Kayuaya, Kayupetak, Tanjung, Rijasa, Mandala, Pagametan (Gerogak, Buleleng), serta wilayah lainnya seperti Tamblingan.[6]

1808

Pada tahun itu Gunung Agung melontarkan abu dan batu apung dengan jumlah luar biasa.

1821

Gunung Agung meletus lagi. Letusannya disebut normal tetapi tak ada keterangan terperinci. Letusannya juga dinilai tak sedahsyat letusan pada tahun 1808.[2]

1843

Gunung Agung meletus lagi pada tahun 1843, didahului sejumlah gempa bumi, kemudian memuntahkan abu vulkanik, pasir, dan batu apung.

1963

Gunung Agung terakhir meletus pada Februari 1963 hingga Januari 1964.[7] Pada tanggal 18 Februari 1963, penduduk lokal mendengar suara letusan keras dan melihat asap tebal keluar secara vertikal dari puncak Gunung Agung. Letusan ini mengeluarkan abu panas dan gas setinggi hampir 20.000 meter. Material ini sampai mengurangi sinar matahari dan membuat suhu udara di lapisan stratosfer turun 6 °C (10.8 °F). Pada tahun 1963-1966, rata-rata suhu di bumi bagian utara sampai turun 0.4 °C. Abu belerang dari erupsi gunung ini beterbangan keseluruh dunia dan jejaknya sampai terlihat sebagai sulfur acid di dalam lapisan es di Greenland.[8]

Pada 24 Februari 1963, lahar mulai mengalir turun dari bagian utara gunung. Lahar terus mengalir selama 20 hari dan mencapai kejauhan hingga 7 km.

Pada 17 Maret 1963, Gunung Agung meletus dengan Indeks Letusan sebesar VEI 5 (setara letusan Gunung Vesuvius) dan kembali meletus pada tanggal 17 Mei 1963. Jumlah kematian yang disebabkan seluruh proses letusan Gunung Agung mencapai 1.148 orang dengan 296 orang luka-luka.[9]

Letusan ini dicatat oleh Ida Pedanda Made Sidemen dalam kolopon lontar ‘Pūjā Pañambutan’ yang disalinnya dengan pangéling-éling (pesan pengingat) tentang letusan Gunung Agung tahun 1963, yang diikuti kekacauan politik tahun 1965.[6]

2017

 
Gunung Agung pada 27 November 2017

Pada bulan September 2017, peningkatan aktivitas gemuruh dan seismik di sekitar gunung berapi menaikkan status normal menjadi waspada dan sekitar 122.500 orang dievakuasi dari rumah mereka di sekitar gunung berapi.[10] Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendeklarasikan zona eksklusi sepanjang 12 kilometer di sekitar gunung berapi tersebut pada tanggal 24 September.[11]

Pada tanggal 18 September 2017, status Gunung Agung dinaikkan dari Waspada menjadi Siaga. Evakuasi berkumpul di balai olahraga dan bangunan masyarakat lainnya di sekitar Klungkung, Karangasem, Buleleng dan daerah lainnya.[12] Stasiun pemantau tersebut berlokasi di Tembuku, Rendang, Kabupaten Karangasem, dimana intensitas dan frekuensi tremor dipantau untuk tanda-tanda letusan yang akan terjadi.[13]

Pada tanggal 22 September 2017, status Gunung Agung dinaikkan dari Siaga menjadi Awas. Daerah tersebut mengalami 844 gempa vulkanik pada tanggal 25 September, dan 300 sampai 400 gempa bumi pada tengah hari pada tanggal 26 September. Ahli seismologi telah khawatir dengan kekuatan dan frekuensi insiden karena telah mengambil lebih sedikit gunung berapi serupa untuk meletus.[14]

Pada akhir Oktober 2017, status diturunkan dari Awas menjadi Siaga. Aktivitas gunung berapi tersebut menurun secara signifikan, yang menyebabkan turunnya status darurat tertinggi pada tanggal 29 Oktober.

Ada letusan freatik kecil yang dilaporkan pada tanggal 21 November 2017, pukul 17.05 WITA dengan kolom abu vulkanik mencapai 3.842 meter (12.605 ft) di atas permukaan laut.[15] Ribuan orang segera melarikan diri dari wilayah tersebut,[16] dan lebih dari 29.000 pengungsi sementara dilaporkan tinggal di lebih dari 270 lokasi di dekatnya.[17]

Sebuah erupsi magmatik dimulai pada hari Sabtu, 25 November 2017.[18] Letusan dahsyat yang dihasilkan dilaporkan meningkat sekitar 1,5-4 km di atas kawah puncak, melayang ke arah selatan dan membersihkan daerah sekitar dengan lapisan gelap abu tipis, yang menyebabkan beberapa maskapai penerbangan membatalkan penerbangan menuju Australia dan Selandia Baru. Tingkat bahaya resmi tetap di 3, dengan penduduk disarankan untuk tinggal 7,5 km jauhnya dari kawah. Sejauh ini letusannya tampak moderat, dengan kemungkinan letusan lebih intensif dalam waktu dekat. Cahaya jingga kemudian diamati di sekitar kawah di malam hari, menunjukkan bahwa magma segar memang telah sampai ke permukaan. Pada tanggal 26 November 2017, pukul 23:37 WITA, sebuah letusan kedua terjadi. Ini adalah letusan kedua yang meletus dalam waktu kurang dari seminggu. [18]

2018

Tanggal 10 Maret 2018, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG) menurunkan status Gunung Agung, Karangasem, dari level IV (Awas) menjadi level III (Siaga). Perubahan status ini diumumkan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.[19]

Tanggal 11 April 2018 pukul 09.04 WITA, Gunung Agung kembali menyemburkan abu vulkanik setinggi 500 meter. Kolom asap dan abu berwarna kelabu terlihat condong ke arah barat daya.[20]

Tanggal 28 Juni 2018 pukul 10.30 WITA, Gunung Agung mengeluarkan asap hingga Jumat dini hari yang menyebabkan hujan abu di bagian barat hingga barat daya dan menyebabkan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bandar Udara Banyuwangi dan Bandar Udara Jember resmi ditutup sejak Jumat pukul 03.00 WITA hingga 19.00 WITA menyusul hembusan Gunung Agung yang terus menerus mengeluarkan asap dan abu vulkanik.[21]

Tanggal 2 Juli 2018 pukul 21.04 WITA, Gunung Agung kembali meletus. Kali ini dengan melontarkan lahar dengan radius 2 km. Erupsi terjadi secara strombolian dengan suara dentuman. Istilah tipe strombolian diambil dari kata Stromboli, nama gunung api di pulau Stromboli Italia yang terletak di Laut Thyrene, Mediterania. Ciri-ciri erupsi strombolian yakni adanya erupsi-erupsi kecil dari gas dan fragmen-fragmen atau serpihan magma. Dalam laporan PVMBG Kementerian ESDM, erupsi Gunung Agung terjadi pada hari Senin (2/7/2018) dan Selasa (3/7/2018) pukul 04.13 Wita. Tinggi kolom abu pada letusan malam itu teramati ±2.000 m di atas puncak (±5.142 m di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat.[22][23] Status Gunung Agung saat ini tetap berada di level 3 atau siaga dengan radius bahaya 4 kilometer dari kawah.

Kepercayaan masyarakat

Masyarakat Hindu Bali percaya bahwa Gunung Agung adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa, dan juga masyarakat mempercayai bahwa di gunung ini terdapat istana dewata. Oleh karena itu, masyarakat Bali menjadikan tempat ini sebagai tempat kramat yang disucikan. Pura Besakih yang berada di kaki Gunung Agung juga luput dari aliran lahar letusan Gunung Agung yang terjadi pada tahun 1963. Masyarakat percaya bahwa letusan Gunung Agung pada tahun 1963 merupakan peringatan dari Dewata. Dalam catatan sejarah, Pura Besakih dan Gunung Agung menjadi fondasi awal terciptanya masyarakat Bali. Mengutip buku Custodian of the Sacred Mountains: Budaya dan Masyarakat di Pulau Bali karya Thomas A Reuter, menuturkan bahwa Maharishi Markandeya, orang pertama yang memimpin pelarian Majapahit ke Bali, baru berhasil menetap di Bali datang ke kaki Gunung Agung. Sebelumnya, gelombang eksodus yang dipimpin Markandeya berjumlah 800 orang seluruhnya tewas akibat wabah penyakit.[24]

Jalur pendakian

 
Gunung Agung (kiri) adalah titik tertinggi di Bali

Pendakian menuju puncak gunung ini dapat dimulai dari tiga jalur pendakian yaitu:

  • Selatan: dari kecamatan Selat kabupaten Karangasem dengan basecamp di Pura Pasar Agung lewat pasar Selat.
  • Tenggara: dari Budakeling lewat Nangka
  • Barat Daya: jalur pendakian yang umum digunakan, dari Pura Besakih kecamatan Rendang, kabupaten Karangasem. Karena banyak peristiwa kecelakaan dan hilangnya beberapa pendaki, maka sejak Mei 2009 setiap pendakian Gunung Agung lewat Sebudi maupun Besakih, karangasem diharuskan memakai jasa pemandu dengan tarif yang telah ditentukan.
    • Dari Pura Pasar Agung, Selat: perjalanan + 4 jam hingga puncak (2.850 m)
    • Dari Pura Besakih, Rendang: perjalanan + 6 jam hingga puncak (3.142 m)

Bagi Setiap Pendaki disarankan tidak membawa makanan berbahan sapi karena area gunung ini sangat disucikan.

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b c "Mountains of the Indonesian Archipelago" Peaklist.org. Catatan: Beberapa sumber menyebutkan ketinggian yang berbeda mengenai gunung ini. GVP berpendapat bahwa ketinggian Gunung Agung adalah 3.142 meter. Peaklist.org memberikan penjelasan di catatan kakinya: Ketinggian Gunung Agung di beberapa situs web adalah 3.142 meter. Analisis dari data IFSAR dan data dari para pendaki menunjukkan bahwa ketinggian Gunung Agung adalah 3.031 meter. Diakses 2012-04-06.
  2. ^ "Gunung Agung, Indonesia" Peakbagger.com. Diakses 2012-04-06.
  3. ^ "Agung 20180213/0420Z". MAGMA Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-02-16. 
  4. ^ seasiapasts (2017-10-24). "Mount Agung's 18th-Century Eruption". Perspectives on the Past (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-01. 
  5. ^ Hägerdal, Hans (2006). "Candrasangkala: The Balinese Art of Dating Events" (PDF). lnu.diva-portal.org. Diakses tanggal 1 Maret 2021. 
  6. ^ a b c Bali, Nusa. "Gunung Agung dalam Lontar Bali". www.nusabali.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-01. 
  7. ^ "Tahun 1963 Gunung Agung Meletus selama 1 Tahun, Ini Kronologinya". Wartakota. Diakses tanggal 2017-09-24. 
  8. ^ The Earth Machine: The Science of a Dynamic Planet, Edmond A. Mathez,James D. Webster, p.117
  9. ^ Zen, M. T.; Hadikusumo, Djajadi (1964-12-01). "Preliminary report on the 1963 eruption of Mt.Agung in Bali (Indonesia)". Bulletin of Volcanology. 27: 269–299. doi:10.1007/BF02597526. ISSN 0258-8900. 
  10. ^ "Indonesian official: More than 120,000 flee Bali volcano". Fox News. 28 September 2017. Diakses tanggal 28 September 2017. 
  11. ^ "Thousands evacuated as Bali volcano sparks fear". The Australian. 24 September 2017. 
  12. ^ "Mount Agung: facts about Bali's imminent volcano eruption". UbudHood (dalam bahasa Inggris). September 23, 2017. Diakses tanggal November 1, 2017. 
  13. ^ "How do experts know Mount Agung is about to erupt?". ABC News Australia. September 25, 2017. Diakses tanggal November 1, 2017. 
  14. ^ Lamb, Kate (2017-09-26). "Bali volcano eruption could be hours away after unprecedented seismic activity". The Guardian (dalam bahasa Inggris). ISSN 0261-3077. Diakses tanggal 2017-09-26. 
  15. ^ "VONA". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-06-30. Diakses tanggal 2017-11-27. 
  16. ^ "Bali's Mount Agung volcano erupts". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2017-11-21. Diakses tanggal 2017-11-21. 
  17. ^ Buletin berkala diposkan di situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
  18. ^ a b "Gunung Agung volcano (Bali, Indonesia): eruption has begun". Volcano Discovery (dalam bahasa Inggris). 2017-11-25. Diakses tanggal 2017-11-26. 
  19. ^ PVMBG turunkan status Gunung Agung Jadi Siaga, "Kompas.com", 10 Maret 2018
  20. ^ Gunung Agung Kembali Semburkan Abu Vulkanik Setinggi 500 meter, "Kompas.com", 11 April 2018
  21. ^ Erupsi Gunung Agung Bandara Banyuwangi dan Jember Tutup, "Kompas.com", 29 Juni 2018
  22. ^ Gunung Agung Meletus Lava Terlontar 2 km dan Membakar Hutan, "detik.com", 3 Juli 2018.
  23. ^ Erupsi Gunung Agung Berjenis Strombolian, "detik.com", 3 Juli 2018.
  24. ^ [1]

Bibliografi

Pranala luar