Ahasyweros I dari Persia
Ahasyweros I atau Xerxes I (bahasa Persia Kuno: 𐎧𐏁𐎹𐎠𐎼𐏁𐎠 Xšaya-ṛšā, bahasa Persia: 'خشایارشا' Ḫšayāršā, bahasa Ibrani: אֲחַשְׁוֵרוֹשׁ, Modern ʼAḥašvērōš Tiberias ʼĂḥašwērôš), adalah Raja Diraja (Kaisar) Iran dan Firaun Mesir dari Dinasti Akhemeniyah, berkuasa pada 486 sampai 465 SM. Xerxes adalah putra dari Darius I dari Persia dan Atosa, putri Koresy Agung.
Ahasyweros I Xerxes I | |
---|---|
Raja Diraja Iran Firaun Mesir | |
Berkuasa | Oktober 486 – Agustus 465 SM |
Penobatan | Oktober 485 SM |
Pendahulu | Darius I |
Penerus | Artahsasta I |
Kelahiran | sekitar 518 SM |
Kematian | 465 SM (usia 53 tahun) |
Pemakaman | Naqsy-e Rostam |
Pasangan | Amestris |
Dinasti | Akhemeniyah |
Ayah | Darius I |
Ibu | Atosa |
Agama | Agama Indo-Iran (mungkin Zoroastrianisme) |
Xerxes I terkenal dalam sejarah Barat karena invasinya ke Yunani pada 480 SM. Pasukannya untuk sementara menguasai daratan Yunani di utara Tanah Genting Korintus sampai kekalahan di Salamis dan Plataea setahun kemudian dan mengakhiri pendudukan. Namun, Xerxes berhasil menumpas pemberontakan di Mesir dan Babil. Xerxes juga mengawasi penyelesaian berbagai proyek konstruksi di Susan dan Parsa.
Nama
Nama Xerxes diturunkan dari namanya dalam bahasa Iran kuno, Xšaya-ṛšā (penguasa atas para pahlawan), yang tersusun dari xšaya "berkuasa" dan ṛšā "pahlawan, manusia".[1] Nama Xerxes dalam bahasa Akkadia adalah Ḫi-ši-ʾ-ar-šá dan dalam bahasa Aram adalah ḥšyʾrš.[2] Xerxes kemudian menjadi nama yang populer digunakan oleh penguasa Dinasti Akhemeniyah pada masa-masa setelahnya.[1]
Ahasyweros berasal dari ejaan resmi yang digunakan Alkitab (kitab suci Kristen) Bahasa Indonesia Terjemahan Baru, terjemahan dari bahasa Ibrani אֲחַשְׁוֵרוֹשׁ ʼĂḥašwērôš. Dipercaya bentuk nama ini juga turunan dari namanya dalam bahasa Iran kuno Xšaya-ṛšā, diturunkan ke dalam bahasa Babilonia Aḥšiyaršu, kemudian menjadi Akšiwaršu, diturunkan dalam bahasa Ibrani menjadi Ăḥašwêrôš.[3]
Penulisan sejarah
Sebagian besar citra buruk Xerxes disebabkan oleh propaganda raja Makedonia Aleksander Agung (berkuasa 336–323 SM).[4] Sejarawan modern Richard Stoneman menganggap penggambaran Xerxes lebih bernuansa tragis dalam karya sejarawan Yunani kontemporer Herodotos.[4] Namun, banyak sejarawan modern setuju bahwa Herodotos mencatat informasi palsu.[5][6] Pierre Briant mendakwanya menyajikan penggambaran stereotip dan bias dari Persia. Banyak tablet tanah liat era Akhemeniyah dan laporan lain yang ditulis dalam bahasa Elam, Akkadia, Mesir, dan Aram sering bertentangan dengan laporan penulis klasik Yunani dan Latin, yaitu Ktesias, Plutarkhos, dan Yustinus Frontinus.[7]
Awal kehidupan
Orang tua dan kelahiran
Ayah Xerxes adalah Darius Agung, Raja Diraja Iran yang berkuasa pada 522 SM – 486 SM. Ibu Xerxes adalah Atosa, putri Koresy Agung, Raja Diraja Iran pertama dari kalangan bangsa Persia, berkuasa pada 550 SM – 530 SM. Darius dan Atosa menikah pada 522 SM[8] dan Xerxes lahir sekitar tahun 518 SM.[9]
Pengasuhan dan didikan
Catatan dialog antara Sokrates dan Alkibiades menggambarkan pendidikan dan pendidikan khas pangeran Persia. Mereka dibesarkan oleh para kasim. Saat mencapai usia 7 tahun, mereka belajar berkuda dan berburu; pada usia 14, mereka diajar oleh empat guru keturunan bangsawan, yang mengajari mereka bagaimana menjadi "bijaksana, adil, berhati-hati, dan berani."[10] Pangeran Persia juga diajari tentang dasar-dasar agama Zoroastrian, untuk jujur, menahan diri, dan berani.[10] Dialog lebih lanjut menambahkan bahwa "ketakutan, bagi orang Persia, sama dengan perbudakan."[10] Pada usia 16 atau 17 tahun, mereka memulai "dinas nasional" mereka selama 10 tahun, termasuk berlatih memanah dan lembing, bersaing memperebutkan hadiah, dan berburu.[11] Setelah itu mereka bertugas di militer selama sekitar 25 tahun dan kemudian diangkat ke status penatua dan penasihat kaisar.[11]
Catatan tentang pendidikan di kalangan elit Persia ini didukung oleh penggambaran dari Xenophon tentang pangeran Akhemeniyah abad ke-5 SM, Koresy Muda, yang sangat dikenalnya dengan baik.[11] Stoneman berpendapat bahwa ini adalah jenis asuhan dan pendidikan yang diberikan pada Xerxes.[12] Tidak diketahui apakah Xerxes pernah belajar membaca atau menulis, lantaran bangsa Persia lebih menyukai sejarah lisan daripada sastra tertulis.[12] Stoneman berpendapat bahwa pengasuhan dan pendidikan Xerxes mungkin tidak jauh berbeda dengan para raja diraja Iran di kemudian hari, seperti Abbas Agung, Raja Diraja Iran dari Dinasti Safawi yang berkuasa pada abad ke-17 M.[12] Mulai dari 498 SM, Xerxes tinggal di istana kerajaan Babil.[13]
Naik takhta
Sementara Darius sedang mempersiapkan perang lain melawan Yunani, sebuah pemberontakan terjadi di Mesir pada tahun 486 SM karena pajak yang tinggi dan deportasi para pengrajin untuk membangun istana kerajaan di Susan dan Parsa. Di bawah hukum Persia, kaisar diharuskan memilih penerus sebelum melakukan ekspedisi berbahaya. Ketika Darius memutuskan untuk pergi (487–486 SM), dia (Darius) menyiapkan makamnya di Naqsy-e Rustam (lima kilometer dari istananya di Parsa) dan menunjuk Xerxes, putra sulungnya oleh Atosa, sebagai penggantinya. Namun, Darius tidak dapat memimpin kampanye karena kesehatannya yang menurun dan meninggal pada Oktober 486 SM pada usia 64 tahun.[14]
Artobazan kemudian mengklaim takhta lantaran statusnya sebagai putra sulung Darius. Xerxes menyatakan bahwa dirinya lebih pantas atas takhta lantaran ibunya, Atosa, adalah Koresy Agung yang merupakan pendiri Kekaisaran Akhemeniyah. Klaim Xerxes juga didukung oleh seorang raja Sparta di pengasingan yang hadir di Iran pada saat itu, Raja Demaratos dari keluarga Eurypontid, yang juga berpendapat bahwa putra tertua tidak secara otomatis berarti mereka memiliki klaim atas takhta, karena hukum bangsa Sparta menyatakan bahwa putra pertama yang lahir saat ayahnya berkuasa adalah pewaris takhta.[15] Beberapa sarjana modern juga melihat keputusan yang tidak biasa dari Darius untuk memberikan takhta kepada Xerxes sebagai hasil dari pertimbangannya akan kedudukan khusus yang dinikmati Koresy Agung dan putrinya, Atosa, di kalangan bangsa Persia.[16] Artobazan lahir saat Darius masih berstatus bawahan atau belum naik takhta, sementara Xerxes adalah putra tertua yang lahir saat Darius berkuasa. Di sisi lain, ibu Artobazan adalah orang biasa sementara ibu Xerxes adalah putri pendiri kekaisaran.[17]
Xerxes dimahkotai dan menggantikan ayahnya pada Oktober–Desember 486 SM[18] ketika ia berusia sekitar 36 tahun.[19] Peralihan kekuasaan ke Xerxes cenderung lancar, sebagiannya lantaran pengaruh besar dari Atosa,[20] dan jalannya untuk naik takhta tidak mendapat penentangan berarti oleh siapa pun, baik di istana, dalam keluarga Akhemeniyah, atau di antara negara bawahan.[21]
Menggalang kekuatan
Setelah penobatan Xerxes, masalah muncul di beberapa wilayahnya. Sebuah pemberontakan terjadi di Mesir, tampak cukup berbahaya bagi Xerxes untuk secara pribadi memimpin pasukan, tapi juga memberinya kesempatan untuk memulai pemerintahan dengan kampanye militer.[22] Xerxes menekan pemberontakan pada Januari 484 SM, dan mengangkat saudara kandungnya Haxamanisy (Akhaemenes) sebagai satrap (gubernur) Mesir, menggantikan Farnadata (Pherendates) yang dilaporkan tewas selama pemberontakan.[23][13] Memadamkan pemberontakan Mesir menghabiskan tentara yang telah dihimpun Darius selama tiga tahun sebelumnya. Oleh karena itu, Xerxes harus membentuk pasukan lain untuk ekspedisinya ke Yunani, dan ini memakan waktu empat tahun.[22] Di Babil, setidaknya terjadi dua kali pemberontakan melawan Xerxes. Pemberontakan pertama pecah pada bulan Juni atau Juli 484 SM dan dipimpin oleh seorang pemberontak bernama Bel-syimanni. Pemberontakan Bel-syimmani berumur pendek, yakni sekitar dua pekan sebagaimana tertulis dalam berkas Babilonia.[24]
Dua tahun kemudian, muncul kembali pemberontakan di Babil, kali ini dipimpin Syamasy-eriba. Dimulai pada musim panas 482 SM, Syamasy-eriba merebut Babil itu sendiri dan kota-kota terdekat lainnya, seperti Borsippa dan Dilbat, dan baru dikalahkan pada Maret 481 SM setelah pengepungan panjang Babil.[24] Penyebab pasti kerusuhan di Babil tidak pasti,[22] tetapi kemungkinan masalah kenaikan pajak.[25] Sebelum pemberontakan ini, Babil memiliki kedudukan khusus dalam Kekaisaran Akhemeniyah. Salah satu gelar resmi dari para Raja Diraja Akhemeniyah adalah "Raja Babil", memandang Babilonia sebagai negara terpisah dari Iran, hanya saja dipimpin orang yang sama. Xerxes kemudian gelarnya sebagai Raja Babil, sebagai bentuk penyatuan Babilonia dengan Kekaisaran Iran secara entitas kenegaraan. Dia kemudian membagi Babilonia yang sebelumnya berupa kesatrapan (provinsi) besar, menjadi beberapa sub-unit yang lebih kecil.[26]
Dari naskah para penulis klasik, Xerxes sering dipandang melakukan pembalasan brutal terhadap Babil setelah dua pemberontakan. Menurut penulis kuno, Xerxes menghancurkan benteng Babil dan merusak kuil-kuil di kota.[24] Esagila (kuil Dewa Marduk) diduga mengalami kerusakan besar dan Xerxes diduga membawa patung Marduk dari kota,[27] mungkin membawanya ke Iran dan mencairkannya (penulis klasik berpendapat bahwa patung itu seluruhnya terbuat dari emas sehingga memungkinkan untuk dicairkan).[24] Sejarawan modern Amélie Kuhrt menganggap tidak mungkin Xerxes menghancurkan kuil-kuil dan percaya bahwa kisah tentang hal tersebut mungkin berasal dari sentimen anti-Persia di antara orang Babilonia.[28] Diragukan apakah patung itu dipindahkan dari Babil sama sekali[24] dan beberapa bahkan menyarankan bahwa Xerxes memang memindahkan sebuah patung dari kota, tetapi ini adalah patung emas seorang pria dan bukan patung Dewa Marduk.[29][30] Meskipun penyebutannya sangat kurang dibandingkan dengan periode sebelumnya, berkas kontemporer menunjukkan bahwa Perayaan Tahun Baru Babilonia berlanjut dalam beberapa bentuk selama masa Akhemeniyah.[31] Lantaran perubahan pemerintahan dari Babilonia sendiri ke Persia dan karena penggantian keluarga elit kota oleh Xerxes setelah pemberontakan, ada kemungkinan bahwa ritual dan acara perayaan tradisional telah banyak berubah.[32]
Perang Pertama dengan Yunani
Dimulai di 483 SM Xerxes merencanakan kampanye darat dan laut untuk merebut Yunani. Pasukannya menggali kanal di semenanjung timur Yunani di dekat Gunung Athos, yang dibangun depot persediaan untuk baris berbaris, dan dibangun dua jembatan perahu di Hellespont (Dardanella). Pada 480 SM Xerxes meluncurkan serangan. Sejarawan Yunani Herodotus menyatakan bahwa Xerxes membawa hampir 2.000.000 pasukan tempur, termasuk unit unta dan 1.200 kapal angkatan laut. Sejarawan modern memperkirakan tentara yang dibawa berjumlah 250.000 dan armada kapal yang dibawa serta adalah 1.000 buah kapal, termasuk 600 kapal perang triremes (kapal perang dengan tiga bagian dari dayung). Dalam perang yang pertama itu ia mengalami kekalahan dan pulang ke negaranya. Menurut catatan Kitab Ester di Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, Xerxes bersemayam di atas takhta kerajaannya di dalam benteng Susan.[33] Di sana ia mengadakan pesta agung selama 180 hari untuk merayakan kebesarannya. Pesta itu juga untuk menggalang sekutu dan tentara guna melakukan penyerangan lagi ke Yunani. Di akhir pesta itu, ia membuang ratu Wasti, karena tidak mau datang memenuhi panggilannya. Setelah itu Xerxes pergi memimpin tentara Persia menyerang Yunani (482-479 SM)
Perang Kedua dengan Yunani
Tentara Persia mengalahkan orang-orang Yunani dalam Pertempuran Thermopylae dan menguasai Athena (480 SM). Penaklukan Yunani tampak dekat. Tapi, di bawah arahan Themistocles, angkatan laut Yunani memukul mundur armada Persia pada pertempuran Salamis sementara Xerxes mengawasi dari ketinggian tepi laut. Karena angkatan lautnya hancur, Xerxes mengundurkan diri ke Persia. Bala tentaranya pergi ke Yunani dan dikalahkan di Plataea pada tahun 479 SM. Sejarah Yunani mencatat bahwa setelah kekalahan ini, Xerxes mencari hiburan dengan tinggal bersama gundik-gundiknya. Dalam Kitab Ester dicatat bahwa pada tahun ke-7 pemerintahannya (479 SM), Xerxes memilih ratu pengganti Wasti dari antara anak-anak dara yang sudah dipersiapkan beberapa bulan lamanya. Setiap gadis itu masuk menghadap raja dari balai perempuan ke dalam istana raja. Pada waktu petang ia masuk dan pada waktu pagi ia kembali, tetapi sekali ini ke dalam balai perempuan yang kedua. Ia tidak diperkenankan masuk lagi menghadap raja, kecuali jikalau raja berkenan kepadanya dan ia dipanggil dengan disebutkan namanya.[34] Ester anak Abihail mendapat giliran untuk masuk menghadap raja Xerxes pada bulan yang ke-10 (Tebet) 479 SM. Ester dikasihi oleh baginda lebih daripada semua perempuan lain, dan ia beroleh sayang dan kasih baginda lebih daripada semua anak dara lain, sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan ke atas kepalanya dan mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti. Kemudian diadakanlah oleh baginda suatu perjamuan bagi semua pembesar dan pegawainya, yakni perjamuan karena Ester, dan baginda menitahkan kebebasan pajak bagi daerah-daerah serta mengaruniakan anugerah, sebagaimana layak bagi raja.[35]
Purim
Selanjutnya menurut Kitab Ester, Xerxes mengangkat Haman bin Hamedata, orang Agag, di atas semua pembesar yang ada di hadapan baginda.[36] Karena dendam pribadi terhadap Mordekhai, seorang Yahudi, Haman menghasut raja Xerxes untuk mengeluarkan perintah membasmi semua orang Yahudi dalam wilayah kekuasaannya, tanpa Xerxes mengetahui jelas mengenai suku ini. Perintah itu dikeluarkan tanggal 13 bulan ke-1 (Nisan) dalam tahun yang ke-12 (474 SM) pemerintahan Xerxes. Tanggal pembasmian ditentukan dengan membuang undi (bahasa Ibrani: pur) dan jatuh pada tanggal 13 bulan ke-12 (Adar, 473 SM).[37] Namun berkat campur tangan ratu Ester, rencana Haman terbongkar di depan raja Xerxes, dan Haman dihukum mati dengan digantung kemungkinan pada tanggal 17 bulan ke-1 (Nisan, 474 SM). Selanjutnya, Mordekhai diangkat menjadi perdana menteri menggantikan Haman. Pada tanggal 23 bulan yang ke-3 (bulan Siwan, 474 SM), Mordekhai menulis surat atas nama raja Xerxes dan dimeterai dengan cincin meterai raja, kepada orang Yahudi, dan kepada para wakil pemerintah, para bupati dan para pembesar daerah, dari India sampai ke Etiopia, 127 daerah, isinya: raja mengizinkan orang Yahudi di tiap-tiap kota untuk berkumpul dan mempertahankan nyawanya serta memunahkan, membunuh atau membinasakan segala tentara, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, dari bangsa dan daerah yang hendak menyerang mereka, dan untuk merampas harta miliknya, pada hari yang sama di segala daerah raja Xerxes, pada tanggal 13 bulan ke-12 (Adar).[38] Pada tanggal 13-14 bulan ke-12 (Adar) 473 SM, orang-orang Yahudi mengalahkan musuh-musuh mereka, dan tanggal 14-15 Adar (~Maret) diperingati sebagai hari raya Purim sesuai ketetapan dari Mordekhai dan ratu Ester anak Abihail.
Pembangunan
Setelah kegagalan serangan ke Yunani dan kembali ke Persia, Xerxes menyelesaikan pembangunan yang dimulai oleh ayahnya di Susan dan Persepolis. Ia membangun "Gerbang Segala Bangsa" ("Gate of all Nations") dan "Balai Bertiang Seratus" ("Hall of a Hundred Columns") di Persepolis, yang merupakan bangunan terbesar dan termegah di istana. Ia merampungkan Apadana, istana raja Darius dan gudang harta yang dimulai oleh raja Darius, dan juga istananya sendiri yang dua kali lebih besar dari istana ayahnya. Seleranya dalam arsitektur mirip dengan raja Darius, meskipun dalam ukuran lebih besar.[39] Ia juga memelihara "Jalan Raya Kerajaan" ("Royal Road") yang dibangun ayahnya dan juga melengkapi gerbang Susan dan membuat istana di Susan.[40]
Akhir hayat
Pada bulan Agustus tahun ke-21 pemerintahannya (465 SM), Xerxes dibunuh oleh kapten pengawalnya, Artabanus, yang merupakan orang terkuat di istana sebagai komandan pasukan seribu (Hazarapat atau "commander of thousand"). Ia menjadi berkuasa karena popularitasnya di kalangan keagamaan istana dan berkat kasak-kusuk di kalangan istri-istri/harem raja. Ia menempatkan 7 putranya di posisi-posisi kunci serta berencana untuk menggulingkan wangsa Akhameniyah dari tahta.[41] Artabanus membunuh Xerxes dengan bantuan seorang sida-sida, Aspamitres. Sejarawan Yunani memberi catatan yang berlainan mengenai peristiwa ini. Menurut Ctesias (dalam Persica 20), Artabanus kemudian menuduh Putra Mahkota Darius, putra sulung Xerxes, membunuh ayahnya dan mendesak putra Xerxes yang lain, Artaxerxes atau Artahsasta, untuk membalas dendam kematian ayahnya dengan menghukum mati Darius. Sebaliknya, Aristoteles (dalam Politics 5.1311b) menulis bahwa Artabanus membunuh Darius terlebih dahulu dan kemudian Xerxes. Setelah Artaxerxes mengetahui pembunuhan itu, ia membunuh Artabanus dan putra-putranya.[42] Turut terlibat dalam kerusuhan itu adalah jenderal Megabyzus, yang beralih haluan mendukung wangsa Akhameniyah dan menyelamatkan kelanggengan tahta Persia bagi wangsa itu. Tahta Ahasyweros diteruskan oleh putranya, Artahsasta I. [43]
Keturunan
Dari Amestris
- putri Amytis, istri Megabyzus putra Zopyres
- Artahsasta I, raja pengganti Ahasyweros
- Darius, putra sulung, dibunuh oleh Artabanus.
- Hystaspes, dibunuh oleh Artahsasta I.
- Achaemenes, dibunuh oleh orang Mesir
- putri Rhodogune
Dari istri-istri yang tidak disebut namanya
Lihat pula
Rujukan
- ^ a b Marciak 2017, hlm. 80; Schmitt 2000
- ^ Schmitt 2000.
- ^ Nichol, F.D., Seventh-day Adventist Bible Commentary, Volume 3, Review and Herald Publishing Association, (Washington, D.C., edisi 1954), hlm.459, "Historical Setting"
- ^ a b Stoneman 2015, hlm. 2.
- ^ Briant 2002, hlm. 57.
- ^ Radner 2013, hlm. 454.
- ^ Stoneman 2015, hlm. viii–ix.
- ^ Briant 2002, hlm. 520.
- ^ Stoneman 2015, hlm. 1.
- ^ a b c Stoneman 2015, hlm. 27.
- ^ a b c Stoneman 2015, hlm. 28.
- ^ a b c Stoneman 2015, hlm. 29.
- ^ a b Dandamayev 1989, hlm. 183.
- ^ Dandamayev 1989, hlm. 178–179.
- ^ Herodotos 7.1–5
- ^ R. Shabani Bab I, hlm. 15
- ^ Olmstead: The history of Persian empire
- ^ The Cambridge History of Iran vol. 2. hlm. 509.
- ^ Dandamayev 1989, hlm. 180.
- ^ Schmitt, R., "Atossa" dalam Encyclopaedia Iranica.
- ^ The Cambridge Ancient History vol. V hlm. 72.
- ^ a b c Briant 2002, hlm. 525.
- ^ Dandamayev 1983, hlm. 414.
- ^ a b c d e Dandamayev 1993, hlm. 41.
- ^ Stoneman 2015, hlm. 111.
- ^ Dandamayev 1989, hlm. 185–186.
- ^ Sancisi-Weerdenburg 2002, hlm. 579.
- ^ Deloucas 2016, hlm. 39.
- ^ Waerzeggers & Seire 2018, hlm. 3.
- ^ Briant 2002, hlm. 544.
- ^ Deloucas 2016, hlm. 40.
- ^ Deloucas 2016, hlm. 41.
- ^ Ester 1:2
- ^ Ester 2:12–14
- ^ Ester 2:16–18
- ^ Ester 3:1
- ^ Ester 3:7
- ^ Ester 8:9–14
- ^ Ghirshman, Iran, p.172
- ^ Herodotus VII.11
- ^ Iran-e-Bastan/Pirnia book 1 p 873
- ^ Dandamayev
- ^ History of Persian Empire-Olmstead p 289/90
- ^ Ctesias
- ^ M. Brosius, Women in ancient Persia.
Daftar pustaka
- A.T. Olmstead, 1948. History of the Persian Empire (University of Chicago Press) pp. 214ff.
- Briant, Pierre (2002). From Cyrus to Alexander: A History of the Persian Empire. Eisenbrauns. hlm. 1–1196. ISBN 9781575061207.
- Dandamayev, Muhammad A. (1983). "Achaemenes". Encyclopaedia Iranica, Vol. I, Fasc. 4. hlm. 414.
- Dandamayev, Muhammad A. (1989). A Political History of the Achaemenid Empire. BRILL. ISBN 978-9004091726.
- Dandamayev, Muhammad A. (1993). "Xerxes and the Esagila Temple in Babylon". Bulletin of the Asia Institute. 7: 41–45. JSTOR 24048423.
- Deloucas, Andrew Alberto Nicolas (2016). "Balancing Power and Space: a Spatial Analysis of the Akītu Festival in Babylon after 626 BCE" (PDF). Research Master's Thesis for Classical and Ancient Civilizations (Assyriology). Universiteit Leiden.
- Farrokh, Kaveh (2007). Shadows in the Desert: Ancient Persia at War. Osprey Publishing. ISBN 1-84603-108-7.
- Herodotus, The Persian Wars. Translated by George Rawlinson, Introduction by Francis R.B. Godolphin (1942 edition)
- Marciak, Michał (2017). Sophene, Gordyene, and Adiabene: Three Regna Minora of Northern Mesopotamia Between East and West. BRILL. ISBN 9789004350724.
- Radner, Karen (2013). "Assyria and the Medes". Dalam Potts, Daniel T. The Oxford Handbook of Ancient Iran. Oxford University Press. ISBN 978-0199733309.
- Sancisi-Weerdenburg, Heleen (2002). "The Personality of Xerxes, King of Kings". Brill's Companion to Herodotus. BRILL. hlm. 579–590. doi:10.1163/9789004217584_026. ISBN 9789004217584.
- Schmitt, Rüdiger (2000). "Xerxes i. The Name". Encyclopaedia Iranica.
- Stoneman, Richard (2015). Xerxes: A Persian Life. Yale University Press. hlm. 1–288. ISBN 9781575061207.
- Waerzeggers, Caroline; Seire, Maarja (2018). Xerxes and Babylonia: The Cuneiform Evidence (PDF). Peeters Publishers. ISBN 978-90-429-3670-6.
- Xerxes Campaign on Lycurgus.org
Ahasyweros I dari Persia Lahir: 486 SM Meninggal: 465 SM
| ||
Didahului oleh: Darius I |
Raja Diraja Persia Firaun Mesir Oktober 486 – Agustus 465 SM |
Diteruskan oleh: Artahsasta I |