Tari Gubang

salah satu tarian di Indonesia
Revisi sejak 7 September 2021 02.55 oleh 114.122.44.48 (bicara)

Tari Gubang ADALAH TARIAN PJOK YANG DILARANG]] dan Kabupaten Asahan.

SANDI BAUK

Perkembangan

Awalnya, tari tersebut dinamakan tari gebeng karena tarian ini dilakukan di atas perahu atau rakit. Ketika itu, para nelayan mengekspresikan kegembiraannya dengan menari bersama di atas perahu.

Sejalan dengan perkembangannya, tari Gubang juga berubah fungsi. Pada zaman dahulu, tari Gubang berfungsi sebagai sarana pemanggil angin.[1] Tarian ini pun cukup kental unsur magisnya. Tarian rakyat ini menjadi sejenis ritual untuk memanggil angin demi kelancaran aktivitas para nelayan. Namun, setelah ada penyebaran agama Islam di kalangan masyarakat Melayu Sumatra Utara, lambat laun tari Gubang juga mendapat pengaruh. Unsur magis mulai dikurangi bahkan dihilangkan. Hal ini turut mengubah unsur sakral dari kesenian tersebut menjadi unsur profan saja.

Selain lekat dengan unsur magis, tari Gubang juga mempunyai fungsi sebagai unsur hiburan. Tarian ini menjadi hiburan bagi masyarakat pesisir, terutama para nelayan untuk sekadar mengurangi kepenatan setelah melaut.

Sebelumnya, tarian Gubang tidak mempunyai pakem karena dilakukan secara bebas dan spontan. Namun, tari Gubang lalu dibawa ke istana dan dipertunjukkan di hadapan raja. Bentuk tariannya pun mulai ditata atau disusun untuk dibakukan. Kesenian tari ini kemudian bisa ditarikan, baik oleh perempuan maupun laki-laki.

Tari Gubang mulai berkembang seiring dengan perubahan zaman. Fungsi utama tarian Gubang menjadi hiburan masyarakat nelayan saja ketika dipentaskan. Dalam pelaksanaannya, tari Gubang memiliki beberapa jenis tarian. Tarian ini juga mempunyai ragam fungsi yang disesuaikan dengan kebutuhan, yakni sebagai tarian penyambutan tamu dalam upacara adat masyarakat. Upacara adat tersebut, antara lain, pesta pernikahan, penyambutan tamu kehormatan, Runat Rosul, dan proses pengobatan.

Nyanyian "Didong" sering kali menjadi pengiring tari Gubang. Biasanya lagu yang berisi mantra pemanggil angin ini dibawakan pada awal pertunjukan tarian Gubang. Instrumen musik yang mengiringi nyanyian tersebut, yakni dua buah gendang yang ukurannya tidak sama, sebuah gong atau tawak-tawak, dan biola. Dalam pertunjukan, dapat dipergunakan lebih dari satu alat musik biola asalkan mempunyai nada yang serupa. Musik untuk mengiringi syair "Didong" ini bertempo tidak terlalu cepat.

Keberadaan tari Gubang masih terus dipertahankan. Tarian Gubang juga ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTB) 2017 dari Sumatra Utara selain holat, toge panyabungan, genderang sisibah, dan babae. Tari Gubang tidak diketahui nama penciptanya atau anonim. Namun, ada dua orang maestro kesenian tari ini yang cukup terkenal, yaitu Nurhabib dan Asrial. Keduanya berasal dari Kabupaten Asahan.[2]

Referensi

  1. ^ http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/45523[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ catherine_krige (2017-10-10). "Tari Gubang, Warisan Budaya Tak Benda 2017 dari Sumatra Utara - Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-14. Diakses tanggal 2017-10-15.