Tari Gubang
Tari Gubang merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan di Indonesia. Tarian ini merupakan sebuah tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Persebaran tari Gubang meliputi Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Asahan.
Asal usul
suntingSelain seni musik, seni tari adalah bagian dari pertunjukan Gubang. Kesenian ini berkembang di masyarakat Melayu Asahan, terutama nelayannya. Kata Gubang berasal dari kata ‘gebeng’ yang berarti perahu dalam bahasa Melayu dialek Asahan. Kata gebeng lama-lama berubah pengucapannya menjadi Gubang.
Berdasarkan legenda yang berkembang secara lisan, tarian Gubang muncul pada zaman Kerajaan Asahan dengan penguasanya yang bernama Raja Margolang. Suatu ketika beberapa nelayan berlayar ke lautan. Tiba-tiba mereka tidak dapat menjalankan perahunya di tengah laut karena ketiadaan embusan angin. Mereka kemudian berdoa kepada Tuhan untuk didatangkan angin agar perahu mereka bisa bergerak lagi.
Walaupun sudah menyanyikan lagu berjudul "Aloban Condong", permohonan para nelayan belum juga terkabul. Mereka pun tidak menyerah dan mengganti nyanyian dengan lagu lain. Lagu "Didong" yang mereka nyanyikan membuat permintaan mereka terkabul. Embusan angin datang dan mulai mendorong perahu. Para nelayan akhirnya bisa melanjutkan pelayaran.
Ketika angin datang, para nelayan langsung bersorak-sorai. Mereka meluapkan kegembiraan dengan melompat dan menari di perahu. Selain itu, ada irama musik yang mengiringi tarian para nelayan itu dari suara dayung yang dihentak-hentakkan ke sisi perahu. Legenda ini mencetuskan penciptaan tari Gubang.[1]
Ragam Tari Gubang
suntingTerdapat empat hal yang harus diperhatikan dalam tarian melayu ini yakni tandak (gerakan-gerakan kaki yang terdiri dari banyak macam langkah dan lonjak), Igal (menekankan pada gerakan-gerakan badan dan tangan), link (gerakan-gerakan menunduk dan mengayunkan badan) dan lenggang (berjalan sambil menggerakkan tangan). Ragam gerakan tarian Gubang Persembahan yang biasa dilakukan oleh para penari di Kabupaten Asahan dapat diuraikan sebagai berikut.
- Gerakan masuk diawali dengan penari wanita yang memiliki gerakan menggambarkan datangnya angin dan burung-burung yang berterbangan di laut sambil menari berputar-putar layaknya seekor burung yang terbang. Sedangkan penari pria dengan gerakan masuk yang menggambarkan aktivitas nelayan yang melempar jala dan mendayung perahu. Ragam gerak ini menggambarkan aktivitas nelayan.
- Gerakan sembah atau sayab, menggambarkan penghormatan kepada para tamu atau penonton yang dilakukan oleh penari perempuan dan penari laki-laki secara bersamaan. Ketika melakukan sembah atau penghormatan kepada tamu, kepala penari dalam posisi menunduk sebagai tanda hormat kepada tamu undangan, kemudian penari kembali menaikkan kembali kepalanya secara perlahan hingga tegak lurus dengan kedua tangan saling bertemu di dada sebagai ucapan salam.
- Gerakan maju dan mundur dilakukan dengan putar ke kanan dan ke kiri yang dilakukan oleh pria dan wanita dengan lenggak lenggok penari yang lincah dan riang. Sehingga gerakan tersebut menggambarkan sedang memeriksa para tamu undangan.
- Gerakan tayang tambar, menggambarkan membawa jambar (talam yang berisi hidangan) yang akan di suguhkan untuk para tamu undangan.
- Gerakan melayah merupakan gerakan yang menggambarkan membagi-bagikan jambar/ membagi hidangan kepada para tamu undangan. Dalam gerakan ini penari berputar mengelilingi penari lainnya seolah-olah sedang membagikan hidangan kepada tamu.
- Gerakan san tabik, gerakan yang mempersilakan tamu undangan untuk menyantap hidangan.
- Gerakan merajut jala dan mencabut pedang, dilakukan oleh penari perempuan menarikan gerakan merajut jala. Hal ini menggambarkan keuletan dan kelembutan perempuan Asahan dalam kehidupannya, sedangkan gerakan mencabut pedang yang dilakukan oleh penari laki-laki mencerminkan kegagahan pria asahan dalam kehidupannya.
- Gerakan angka delapan, menggambarkan hilir mudik dan kesibukan dalam melayani tamu undangan mulai dari menyajikan makanan hingga tamu selesai menyantap hidangan. Selanjutnya, penari melakukan gerakan berputar dengan sesama penari yang seolah-olah sedang melayani tamu undangan.
- Gerakan maju mundur, yaitu gerakan yang menggambarkan kembali memeriksa para tamu undangan apakah sudah semuanya menyantap hidangan makanan yang telah disajikan.
- Sembah merupakan gerakan penutup yang dilakukan oleh penari sambil memberikan salam penghormatan kepada para tamu undangan dan ucapan terima kasih atas kehadirannya. Setelah itu para penari bergerak jalan meninggalkan tempat.[2]
Perkembangan
suntingAwalnya, tari tersebut dinamakan tari gebeng karena tarian ini dilakukan di atas perahu atau rakit. Ketika itu, para nelayan mengekspresikan kegembiraannya dengan menari bersama di atas perahu.
Sejalan dengan perkembangannya, tari Gubang juga berubah fungsi. Pada zaman dahulu, tari Gubang berfungsi sebagai sarana pemanggil angin.[3] Tarian ini pun cukup kental unsur magisnya. Tarian rakyat ini menjadi sejenis ritual untuk memanggil angin demi kelancaran aktivitas para nelayan. Namun, setelah ada penyebaran agama Islam di kalangan masyarakat Melayu Sumatera Utara, lambat laun tari Gubang juga mendapat pengaruh. Unsur magis mulai dikurangi bahkan dihilangkan. Hal ini turut mengubah unsur sakral dari kesenian tersebut menjadi unsur profan saja.
Selain lekat dengan unsur magis, tari Gubang juga mempunyai fungsi sebagai unsur hiburan. Tarian ini menjadi hiburan bagi masyarakat pesisir, terutama para nelayan untuk sekadar mengurangi kepenatan setelah melaut.
Sebelumnya, tarian Gubang tidak mempunyai pakem karena dilakukan secara bebas dan spontan. Namun, tari Gubang lalu dibawa ke istana dan dipertunjukkan di hadapan raja. Bentuk tariannya pun mulai ditata atau disusun untuk dibakukan. Kesenian tari ini kemudian bisa ditarikan, baik oleh perempuan maupun laki-laki.
Tari Gubang mulai berkembang seiring dengan perubahan zaman. Fungsi utama tarian Gubang menjadi hiburan masyarakat nelayan saja ketika dipentaskan. Dalam pelaksanaannya, tari Gubang memiliki beberapa jenis tarian. Tarian ini juga mempunyai ragam fungsi yang disesuaikan dengan kebutuhan, yakni sebagai tarian penyambutan tamu dalam upacara adat masyarakat. Upacara adat tersebut, antara lain, pesta pernikahan, penyambutan tamu kehormatan, Runat Rosul, dan proses pengobatan.
Nyanyian "Didong" sering kali menjadi pengiring tari Gubang. Biasanya lagu yang berisi mantra pemanggil angin ini dibawakan pada awal pertunjukan tarian Gubang. Instrumen musik yang mengiringi nyanyian tersebut, yakni dua buah gendang yang ukurannya tidak sama, sebuah gong atau tawak-tawak, dan biola. Dalam pertunjukan, dapat dipergunakan lebih dari satu alat musik biola asalkan mempunyai nada yang serupa. Musik untuk mengiringi syair "Didong" ini bertempo tidak terlalu cepat.
Keberadaan tari Gubang masih terus dipertahankan. Tarian Gubang juga ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTB) 2017 dari Sumatera Utara selain holat, toge panyabungan, genderang sisibah, dan babae. Tari Gubang tidak diketahui nama penciptanya atau anonim. Namun, ada dua orang maestro kesenian tari ini yang cukup terkenal, yaitu Nurhabib dan Asrial. Keduanya berasal dari Kabupaten Asahan.[4]
Referensi
sunting- ^ "Tari Gubang Asahan Terima Sertifikat WBTB 2017" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-16. Diakses tanggal 2017-10-15.
- ^ Fariani (2016). Tari Gubang Asahan. Banda Aceh: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh. hlm. 7–14. ISBN 978-602-9457-60-5.
- ^ http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/45523[pranala nonaktif permanen]
- ^ catherine_krige (2017-10-10). "Tari Gubang, Warisan Budaya Tak Benda 2017 dari Sumatera Utara - Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-14. Diakses tanggal 2017-10-15.