Arsitektur adalah proses dan produk dari perencanaan, perancangan, dan konstruksi bangunan atau struktur lainnya.[3] Karya arsitektur, dalam bentuk bangunan atau struktur, dianggap sebagai simbol kultural dan sebagai karya seni. Peradaban-peradaban bersejarah terkadang diidentifikasikan melalui pencapaian-pencapaian arsitektur mereka yang masih bertahan.[4]

Pemandangan kota Firenze menampilkan kubah Katedral Firenze yang mendominasi pemandangan
Dalam menambahkan kubah ke Katedral Firenze pada awal abad ke-15, arsitek Filippo Brunelleschi tidak hanya mentransformasi bangunan dan kotanya namun juga peran dan status seorang arsitek.[1][2]

Praktiknya yang dimulai pada masa prasejarah digunakan sebagai salah satu cara untuk mengekspresikan budaya pada tiap peradaban di semua benua.[5] Dengan alasan ini, arsitektur dianggap sebagai salah satu bentuk kesenian. Teks-teks mengenai arsitektur telah ditulis sejak zaman kuno. Teks paling tua tentang teori arsitektur adalah risalah dari abad ke-1 yang berjudul De architectura oleh arsitek romawi, Vitruvius. Menurutnya, bangunan yang baik harus memiliki firmitas (kekuatan), utilitas (kegunaan), dan venustas (keindahan). Pada abad ke-19, Louis Sullivan membuat pernyataan "form follows function" yang memiliki arti "bentuk mengikuti fungsi". Pernyataan ini sering diasosiasikan sebagai konsep modern dari arsitektur. Unsur "fungsi" di sini tidak hanya mencakup kegunaan saja namun juga estetika, psikologis, dan dimensi kultural. Ide arsitektur berkelanjutan mulai diperkenalkan pada akhir abad ke-20.

Selama bertahun-tahun, bidang konstruksi arsitektur telah berkembang mencakup segala hal mulai dari desain kapal hingga dekorasi interior.

Definisi

Arsitektur dapat berarti:

  • Seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dan sebagainya.[6]
  • Metode dan gaya rancangan suatu konstruksi bangunan.[6]
  • Aktivitas merancang seorang arsitek, mulai dari level makro (perencanaan kota, arsitektur lanskap) hingga ke level mikro (detail konstruksi dan furnitur). Praktik arsitek, di mana arsitektur berarti menawarkan atau memberikan layanan profesional sehubungan dengan desain dan konstruksi bangunan, atau lingkungan binaan.[7]

Teori arsitektur

Pentingnya teori untuk menjadi Referensi praktik tidak boleh terlalu ditekankan, meskipun banyak arsitek mengabaikan teori sama sekali. Vitruvius berujar: "praktik dan teori adalah akar arsitektur. Praktik adalah perenungan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktik hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya dalam pelaksanaan". Ini semua tidak lepas dari konsep pemikiran dasar bahwa kekuatan utama pada setiap Arsitek secara ideal terletak dalam kekuatan idea.

Sejarah

Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktik-praktik, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap inilah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia.

Permukiman manusia pada masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan nulai berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.

Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.

Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, École des Beaux-Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.

Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.

Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi objek-objek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesis seni, ketrampilan, dan teknologi.

Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktikkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi massal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi.

Namun, masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan arsitektur pasca-modern.

Sebagian arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat di tempati. Design Methodology Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jones atau Christopher Alexander mulai mencari proses yang lebih inklusif dalam perancangan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Peneilitian mendalam dalam berbagai bidang seperti perilaku, lingkungan, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan.

Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas bangunan, arsitektur menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur pada masa sekarang membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Namun, arsitek individu masih disukai dan dicari dalam perancangan bangunan yang bermakna simbol budaya. Contohnya, sebuah museum senirupa menjadi lahan eksperimentasi gaya dekonstruktivis, seperti Museum Yahudi.

Jenis

Arsitektur aerodinamis

Arsitektur aerodinamis merupakan jenis arsitektur yang mampu memanfaatkan aliran udara untuk menghasilkan kenyamanan panas yang sesuai untuk suatu bangunan. Aliran udara dimanfaatkan baik secara langsung melalui lingkungan maupun melalui tata ruang di dalam bangunan. Arsitektur aerodinamis juga dapat dihasilkan melalui pengaturan penggunaan bahan bangunan, perlindungan dari sinar matahari secara langsung, atau melalui reduksi hasil pendinginan aktif. Aliran udara berperan sebagai pendinginan pasif bagi struktur bangunan serta mengeluarkan udara panas yang membawa polusi dan mempercepat penguapan. Bangunan yang menerapkan arsitektur aerodinamis mempunyai efek sejuk dalam hal fisiologi dan psikologi. Proses pendinginan pasif pada arsitektur aeordinamis memanfaatkan prinsip konveksi maupun konduksi sinar matahari ke ruangan atau lingkungan lain.[8]

Arsitektur bioklimatik

Arsitektur bioklimatik merupakan jenis arsitektur yang melakukan perancangan bangunan berdasarkan pada hubungan antara bentuk bangunan, lingkungan dan iklim. Prinsip dasar dari arsitektur bioklimatik adalah penggunaan desain pasif surya dan bioklimatik yang hemat energi melalui penggunaan energi alami yang berasal dari lingkungan di sekitar bangunan. Arsitektur bioklimatik mengutamakan kondisi kenyamanan bagi penghuni atau pemakai bangunan. Konsep bioklimatik pada arsitektur pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950 oleh Olygay. Penerapan praktis dari arsitektur bioklimatik barumulai digunakan pada tahun 1963. Pada arsitektur bioklimatik, suhu dan kelembapan menjadi tolok ukur dalam menentukan tingkat kenyamanan pemakaian bangunan. Pengembangan konsep arsitektur bioklimatik merupakan akibat dari krisis energi dan perubahan iklim yang membuat manusia memerlukan teknologi arsitektur yang hemat energi dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berubah-ubah.[9]

Arsitektur tropis

Arsitektur tropis merupakan jenis arsitektur yang sesuai diterapkan pada lingkungan yang memiliki iklim tropis. Jenis arsitektur tropis terbagi menjadi arsitektur tropis lembap dan arsitektur tropis kering.[10] Pada arsitektur tropis, kenyamanan bangunan ditentukan oleh kondisi bangunan dan kondisi lingkungan di sekitar bangunan. Dari segi kondisi bangunan, struktur dan letak bangunan serta bahan bangunan menjadi faktor utama terhadap kenyamanan pemakaian arsitektur tropis. Sementara itu, suhu ruangan, kelembapan relatif, dan pergerakan udara menjadi faktor penentu dari segi lingkungan yang termasuk ke dalam kenyamanan panas.[11]

Arsitektur tropis merupakan bentuk penyesuaian bangunan dengan iklim tropis. Lingkungan yang sesuai untuk membuat arsitektur tropis ialah lingkungan yang selalu terkena sinar matahari, curah hujan yang banyak dan kelembapan yang tinggi. Penerapan arsitektur tropis juga pada tempat-tempat yang dekat dengan alam. Contoh penerapan arsitektur tropis secara tradisional adalah pada rumah-rumah tradisional yang ada di Indonesia. Bahan bangunan yang digunakan sebagian besar diperoleh dari sumber daya alam di sekitar tempat bangunan didirikan. Sedangkan arsitektur tropis modern lebih mengutamakan perancangan pencahayaan alami dan ventilasi alami dengan tetap menggunakan bahan bangunan alami. Ciri utama dari arsitektur tropis adalah penggunaan pintu dan jendela yang berperan sebagai ventilasi alami. Ciri lain dari bangunan yang menerapkan arsitektur tropis ialah pembuatan langit-langit yang cukup tinggi yang umumnya mempunyai plafon yang rata dengan bagian atap tanpa ada loteng.[12]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "The Dome of Santa Maria del Fiore" (dalam bahasa Inggris). Museo Galileo, Museum and Institute of History and Science. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 April 2013. Diakses tanggal 30 Januari 2013. 
  2. ^ Fanelli, Giovanni (December 1980). "The Dome". Brunelleschi (dalam bahasa Inggris). Harper & Row. hlm. 10–41. ISBN 0935748016. 
  3. ^ "architecture". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 27 Oktober 2017. 
  4. ^ Pace, Anthony (2004). "Tarxien". Dalam Daniel Cilia. Malta before History – The World's Oldest Free Standing Stone Architecture (dalam bahasa Inggris). Miranda Publishers. ISBN 978-9990985085. 
  5. ^ "7 Things I Learned About "Home" from Talking to Architects on Every Continent". Apartment Therapy (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 5 Desember 2020. 
  6. ^ a b "Arti kata arsitektur". Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses tanggal 29 Agustus 2021. 
  7. ^ "Gov.ns.ca" (dalam bahasa Inggris). Gov.ns.ca. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Juli 2011. Diakses tanggal 2 Juli 2011. 
  8. ^ Kindangen, Jefrey I. (2017). Pendinginan Pasif untuk Arsitektur Tropis Lembab. Sleman: Deepublish. hlm. 4. ISBN 978-602-401-925-9. 
  9. ^ Laloma, I., dkk. (2015). "Optimalisasi Energi Surya pada Arsitektur di Daerah Tropis Lembab" (PDF). Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015: D018. 
  10. ^ Sari, L.H, Zahriah dan Zuhrina. (2019). Pengaruh Karakter Arsitektur Tropis pada Desain Rumah Belanda. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. hlm. 11. ISBN 978-623-7086-36-9. 
  11. ^ Abdulrahman, I., dan Wibowo, H. (2018). "Penerapan Arsitektur Tropis pada Bangunan Komunal: Studi Kasus: Desain Asrama Haji Jawa Barat" (PDF). Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018: C042–C043. 
  12. ^ Siahan, R.M., dan Ihsan, H. (2007). Rumah Tropis: 40 Desain Rumah Tinggal + Denah + Gambar Perspektif (edisi ke-7). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 9. ISBN 979-22-0351-6. 

Pranala luar

Templat:Desain

Templat:Glosarium sains dan rekayasa