Suku Dayak Iban

rumpun suku Dayak
Revisi sejak 8 Desember 2021 14.59 oleh 175.138.159.180 (bicara) (Perbaiki Kesalahan Pengetikan)

Suku Dayak Iban, adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Barat, Sarawak, dan Brunei. Kata Iban berasal dari bahasa Iban asli yang bermaksud manusia atau orang.Bangsa Iban bermaksud bangsa manusia..

Iban
Neban / Hiban / Heban / Hivan / Hevan / Balau / Daya
Tari penyambutan oleh para gadis Dayak Iban
Jumlah populasi
sekitar 1,052,400
Daerah dengan populasi signifikan
Kalimantan:
 Malaysia
(Sarawak, dan sebagian kecil di Sabah, Labuan, dan Semenanjung Malaysia)
745,400[1]
 Indonesia297,000+[2]
         Kalimantan Barat297,000[3]
 Brunei20,000[4]
Bahasa
Iban (dominan), Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu dialek Sarawak
Agama
Kristen (khususnya Metodisme, Anglikanisme), Katolik, Animisme, Islam
Kelompok etnik terkait
Kantuk, Mualang, Seberuang, Bugau, Sebaru

Orang Dayak Iban adalah orang tertua di pulau Kalimantan.Menurut penelitian para ahli Cina yang mempelajari genom manusia suku-suku di Asia, orang Iban dipercaya sebagai orang pertama yang bermigrasi ke ISEA pada zaman dahulu. Bahkan, hasil penelitian Tengkorak Dalam yang berusia 50.000 tahun di Gua Niah Sarawak, Malaysia; dikonfirmasi sama dengan penduduk asli Iban di Kalimantan sendiri (Referensi https://www.ncbi.nlm.nih.gov /pmc/artikel/PMC3031551/)

Menurut sejarah lisan, pembentukan dan perkembangan sosial budaya suku Iban khususnya atau suku Austronesia umumnya terjadi pada masa kejayaan Austronesia di Kerajaan Panggau Libau di Tampun Juah, sebelum adanya Iban, Bidayuh, Ot Danum fan Ngaju, dan bangsa lain terpecah menjadi beberapa sub suku.  Selama masa penjajahan Inggris di Sarawak dan Belanda di Kalimantan Barat, suku Iban sebelumnya dikenal sebagai Dayak Sea Laut
Sebutan "Dayak Laut" kepada orang Iban karena kehadiran orang Iban di lautan pada abad ke-17 hingga ke-19 di Laut Cina Selatan. dari Laut Borneo".

Mengikut sejarah lisan , pembentukan dan perkembangan budaya sosial Dayak Iban terjadi ketika era PEMERINTAHAN KERAJAAN IBAN PANGGAU LIBAU di Tampun Juah, sebelum berpecah kepada beberapa subsuku-subsuku yang ada sekarang. Dalam jurnal yang ditulis oleh Charles Broke, selama masa kolonial Inggris dan Belanda, kelompok Dayak Iban sebelumnya dikenal sebagai "SEA DAYAK" ini kerana pada kurun ke 17 hingga ke 19 telah menyaksikan kemunculan orang Iban di lautan china selatan .Tradisi memenggal kepala musuh di lautan atau tradisi Kayau telah menggerunkan para pelayar Eropah hingga tercatat di dalam sejarah maritim bangsa Eropah sebagai "VIKINGS OF EASTERN SEA " dan "KING OF SEA BORNEO " bersama dengan orang Iranum dan Balingingi dari kepulauan Filipina.Kata Sea Dayak kemudian diterjermah kepada Dayak Laut. (bahasa Inggris:Sea Dayak).[5]

Suku Dayak Iban adalah bangsa peribumi tertua di Sarawak dan Asia.Ini dibuktikan dengan penemuan bukti sains artifak purba di Gua Niah, Sarawak, Malaysia yang dianggarkan berusia 40,000 tahun SM hingga 65,000 tahun SM.seterusnya membuktikan bahawa Dayak Iban Nenek moyang kepada ratusan sub suku dan etnik di Pulau Borneo dan pulau sekitarnya. Teori ini telah menolak sejarah yang mengatakan bahwa Dayak Iban itu berasal dari Kalimantan, Indonesia. Karena, pada aslinya, Dayak Iban itu asalnya dari Gua Niah kemudian berpindah ke Kalimantan. Pada kejatuhan TAMPUN JUAH, di Kalimantan, Dayak Iban itu ada yang berpecah dan melahirkan suku Dayak-dayak lain seperti hari ini.

WARISAN TATTOO BUDAYA ASAL DARI DAYAK IBAN. Bagi suku Dayak Iban, tradisi tato menjadi bahasa verbal yang sakral sebagai simbol pencapaian hidup. Tato yang menghiasi tubuh mereka adalah bentuk penghargaan atas diri mereka tetang pencapaian hidup. Pencapaian hidup itu terbagi dalam tiga era, yaitu era mengayau (peperangan), era bejalai (merantau) jauh bagi laki-laki, dan era modern.[6]

Suku-suku yang termasuk Rumpun Iban (Ibanic) dengan kode bahasa: IBA, diantaranya:

  1. Suku Iban di Kalimantan Barat (kode bahasa: IBA)
  2. Suku Iban di Sarawak (kode bahasa: IBA)
  3. Suku Iban Brunei di Brunei (kode bahasa: IBA)
  4. Suku Iban Merotai di Sabah (kode bahasa: IBA)
  5. Suku Mualang di Kalimantan Barat (kode bahasa: MTD)
  6. Suku Seberuang di Kalimantan Barat (kode bahasa: SBX)
  7. Suku Sebuyau di Sarawak (kode bahasa: SNB)
  8. Suku Balau di Sarawak (kode bahasa: BLG)
  9. Suku Remun di Sarawak (kode bahasa: IKG)
  10. Suku Iban Kantu di Kalimantan Barat (kode bahasa: IBA)
  11. Suku Iban Bugau di Sarawak dan Kalimantan Barat (kode bahasa: IBA)
  12. Suku Iban Desa di Kalimantan Barat (kode bahasa: IBA)
  13. Suku Iban Dau di Sarawak (kode bahasa: IBA)
  14. Suku Iban Lemanak di Sarawak (kode bahasa: IBA)
  15. Suku Iban Skrang di Sarawak (kode bahasa: IBA)
  16. Suku Iban Ulu Ai di Sarawak (kode bahasa: IBA)
  17. Suku Iban Undup di Sarawak (kode bahasa: IBA)
  18. Suku Iban Batang Lupar di Sarawak (kode bahasa: IBA)
  19. Suku Selakau di Sarawak (kode bahasa: IBA)
  20. Suku Ketungau di Kalimantan Barat (kode bahasa: IBA)
  21. Suku Senganan di Kalimantan Barat (kode bahasa: IBA)
  22. Suku Sebaru di Kalimantan Barat (kode bahasa: IBA)
  23. Suku Iban Peranakan (Perkahwinan campuran antara Dayak Iban dengan suku-suku lain)

Pengait Iban dalam kategori rumpun Dayak Laut ialah:

  1. Dayak Kendayan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah (kode bahasa: KNX)
  2. Dayak Keninjal di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah (kode bahasa: KNL)
  3. Dayak Malayic di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah (kode bahasa: XDY)
  4. Urak Lawoi di Selatan Thailand dan Semenanjung Malaysia (kode bahasa: URK)

Pranala luar

Referensi

  1. ^ "State statistics: Malays edge past Chinese in Sarawak". The Borneo Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-15. Diakses tanggal 7 November 2021. 
  2. ^ "Iban of Indonesia". People Groups. Diakses tanggal 2015-10-03. 
  3. ^ "Iban of Indonesia". People Groups. Diakses tanggal 2015-10-03. 
  4. ^ "Iban of Brunei". People Groups. Diakses tanggal 2015-10-03. 
  5. ^ (Inggris) (1923)Popular Mechanics Des 1923. hlm. 862. 
  6. ^ Hartono, Bonfilio Yosafat (April 2021). "Kalimantan memiliki pusparagam budaya yang begitu kaya". National Geographic Indonesia: 32–39.