Musik Melayu

musik khas kebudayaan Melayu
Revisi sejak 4 Februari 2022 02.51 oleh Dubaya (bicara | kontrib)

Musik Melayu adalah aliran musik tradisional yang bermula dan berkembang di wilayah pantai timur Sumatra, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Musik ini biasanya dinyanyikan oleh orang-orang dari suku bangsa Melayu yang tidak jarang diiringi pula dengan tarian khas Melayu setempat misalnya tari Persembahan dalam perhelatan atau pesta adat, penyambutan tetamu kehormatan, dan dalam kegiatan keagamaan. Yang menarik dari aliran musik ini terletak pada susunannya yang terdiri dari lirik lagu yang mengandung syair yang disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari dan penuh dengan tunjuk ajar (pesan moral), diisi dengan suara atau vokal khas cengkok Melayu, dan aransemen musik yang tersusun rapi.

Seiring dengan perkembangan zaman musik Melayu mengalami keberingsutan gaya musik misalnya saja mengalami perpaduan dengan aliran musik pop, musik rok, dan dangdut. Aliran ini dapat dijumpai di negara-negara serumpun Melayu, seperti Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Pada awal perkembangannya alat musik yang digunakan lebih didominasi oleh tingkahan rebana yang disebut Kompang dari Ponorogo, petikan gambus, gesekan biola, picitan akordion, tingkahan gong, dan tiupan serunai. Ini dipengaruhi oleh kebudayaan dari tanah Arab dan Eropa tradisional. Seiring dengan perkembangan teknologi itu semua digantikan dengan alat musik elektronik berupa kibor. Walaupun demikian, dalam kegiatan-kegiatan tertentu alat musik tradisional masih tetap digunakan demi melestarikan warisan kebudayaan.

Dalam kiprahnya aliran ini sempat populer pada era '80-an bahkan memasuki era "puncak kegemilangan" pada era '90-an. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya penyanyi & grup band Melayu, dan pendatang baru yang bermunculan dengan lagu-lagu andalan masing-masing.

Sejarah

Dengan melihat ke belakang, awal Musik Melayu berakar dari Qasidah yang berasal sebagai kedatangan dan penyebaran Agama Islam di Nusantara pada tahun 635 - 1600 dari Arab, Gujarat dan Persia, sifatnya pembacaan syair dan kemudian dinyanyikan. Oleh sebab itu, awalnya syair yang dipakai adalah semula dari Gurindam yang dinyanyikan, dan secara berangsur kemudian dipakai juga untuk mengiringi tarian.[1] Pada waktu sejak dibuka Terusan Suez terjadi arus migrasi orang Arab dan Mesir masuk Hindia Belanda tahun 1870 hingga setelah 1888, mereka membawa alat musik Gambus dan bermain Musik Arab. Pengaruh ini juga bercampur dengan musik tradisional dengan syair Gurindam dan alat musik tradisional lokal seperti gong, serunai, dlsb. Kemudian sekitar tahun 1940 lahir Musik Melayu Deli, tentu saja gaya permainan musik ini sudah jauh berbeda dengan asalnya sebagai Qasidah, karena perkembangan masa ini tidak hanya menyanyikan syair Gurindam, tetapi sudah jauh berkembang sebagai musik hiburan nyanyian dan pengiring tarian khas Orang Melayu pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Dengan perkembangan teknologi elektronik sekitar setelah tahun 1950, maka mulai diperkenalkan pengeras suara, gitar elektri, bahkan perkembangan keyboard. Dan tak kalah penting adalah perkembangan industri rekaman sejak tahun 1950.

Klasifikasi

Berdasarkan perkembangan zaman

Menurut waktu lahirnya dan alat musik yang dipakai, maka ada 3 jenis Musik Melayu, yaitu:

  • Musik Melayu Asli, hanya dengan pukulan kendang atau rebana seperti Qasidah, diperkirakan tahun 635 - 1600
  • Musik Melayu Tradisional, sudah memakai alat musik gong, rebana, rebab, serunai, diperkirakan tahun 1800 - 1940
  • Musik Melayu Modern, memakai haalat musik modern, di samping tradisional, seperti biola, guitar, akordeon, dan terakhir dengan keyboard, diperkirakan setelah tahun 1950.

Berdasarkan Rentak

Ada beberapa pendapat mengenai rentak musik melayu.

Menurut Fadlin,[2] ada tiga jenis rentak Musik Melayu, yaitu:

  • Pertama, rentak senandung, yaitu dengan metrik 4/4, dalam satu siklus terdapat delapan ketukan, biasanya dengan irama lambat dan lagu bersifat sedih. Contoh lagu adalah Kuala Deli, Laila Manja.
  • Kedua, rentak mak inang, yaitu dengan metrik 2/4, tempo lagu sedang, biasanya lagu bertemakan kasih sayang atau persahabatan. Contoh lagu adalah Mak Inang Pulau Kampa, Mak Inang Stanggi, Pautan Hati.
  • Ketiga, rentak lagu dua, yaitu dengan metrik 6/8, sifatnya riang dan gembira, bersifat joget, tempo agak cepat, sangat digemari orang Melayu. Contoh lagu Tanjung Katung, Hitam Manis, Selayang Pandang.

Menurut wawancara khusus dengan Daryudi (Seorang ahli musik lokal di Medan) [3] menyebutkan rentak dibagi dalam:

  • Rentak Langgam, metrik 4/4 dengan kecepatan Andante, contoh lagu Makan Sirih, Kuala Deli, Patah Hati
  • Rentak Inang, metrik 4/4 dengan kecepatan Moderato, sejenis Rumba, contoh lagu Mak Inang Pulau Kampai, Mak Inang Lenggang, Mak Inang Selendang. Seperti diketahui bahwa Inang dalam kerajaan berarti Dayang-dayang
  • Rentak Joget, metrik 2/4, jadi cepat seperti Allegro. Contoh lagu Tanjung Katung, Selayang Pandang
  • Rentak Zapin, metrik 6/8, dengan kecepatan Moderto, dan istilah Zapin diambil dari bahasa Arab yang berarti derap kaki, disini petikan gambus sangat menonjol. Contoh lagu Zapin Sri Gading, Zapin Sayang Serawak

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Sunaryo Joyopuspito, MUSIK DANGDUT, Suatu kajian sejarah dan analisis teori musik, Bina Musik Remaja 2011
  2. ^ Fadlin: Studi Deskriftif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu Sumatera Utara, skripsi Universitas Sumatera Utara, 1988
  3. ^ Martavita Rastuti: Yusuf Wibisono: Perannya Dalam Kebudayaan Musik Melayu di Sumatera Utara, skripsi Universitas Sumatera Utara 2008