Dangdut

genre musik populer rakyat dan tradisional Indonesia

Dangdut merupakan salah satu dari genre musik populer tradisional asal Indonesia hasil dari perpaduan musik dari film India dengan Melayu dan musik rok dari Barat.[2][3] Perpaduan gaya musik ini digunakan pertama kali di Jakarta pada sekitar ujung tahun 1960-an[2] yang di dalamnya terkandung unsur-unsur musik Hindustani (India Utara), Melayu, Minang modern dan Arab. Dangdut memiliki ciri khas pada dentuman tabla (alat musik perkusi India) dan kendang.[4][5] Dangdut juga sangat dipengaruhi dari lagu-lagu musik tradisional India dan Bollywood. Lagu dangdut dikarangkan, baik dalam bahasa Indonesia dan Jawa, maupun dalam bahasa lainnya.

Sebuah pertunjukan musik dangdut modern di Plaza Surabaya.

Awalnya musik dangdut dikenal dengan nama "Orkes Melayu". Kemudian, dangdut dipengaruhi musik India melalui film Bollywood yang dibawakan oleh Ellya Khadam dengan lagu "Boneka India", sehingga terlahir sebagai Dangdut pada tahun 1968 dengan tokoh utama, "raja dangdut" Rhoma Irama. Dalam evolusi menuju bentuk musik kontemporer, sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia pada akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, karawitan, gambus, rok, reggae, pop, disko, rap, bahkan musik dansa elektronik (tekhno, house dll).[1] Dangdut elektronik (e-Dut, Dangdutron, Dansdut) sudah sepenuhnya menghilangkan tabla dan alat musik tradisional lainnya.[6] "Dangdut rohani" dapat dianggap sebagai arah lirik khusus (contohnya, album-album Hak Azazi, Judi, Haji dan Haram oleh Rhoma Irama).

Pengaruh India juga sangat kuat didalam genre musik dangdut ini, melainkan dari gaya harmoni dan instrumen, juga dipopulerkan dengan lagu-lagu dangdut klasik yang bertema India yang dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi dangdut populer seperti Rhoma Irama dengan lagunya yang berjudul Terajana, Mansyur S. dengan lagunya yang berjudul Khana, Ellya Khadam dengan lagu Boneka India dan Via Vallen dengan lagu berjudul Sayang menjadikan musik dangdut lebih dikenal lagi saat ini. Beberapa penyanyi yang mendapat julukan sebagai ratu atau diva dangdut ialah Elvy Sukaesih, Camelia Malik, Iyeth Bustami, Ayu Ting Ting, Via Vallen, dan Lesti.

Dangdut sebenarnya telah menjadi musik rakyat di Indonesia dan mengungguli aliran musik lain dalam popularitas:[4][5] orang-orang suka menyanyikan lagu-lagunya dengan karaoke, baik untuk diri sendiri maupun saat perayaan se-keluarga, pegawai di kantor-kantor pemerintahan pusat melakukan senam dengan musiknya sebelum mulai bekerja, dan sebagainya. Panggung kampanye partai politik juga tidak ketinggalan memanfaatkan kepopuleran dangdut untuk menarik massa. Selain di Indonesia dangdut cukup popular pula di Malaysia, meliputi sejumlah nama pedangdut dari Indonesia.[7][8]

Asal istilah

sunting
 
Tabla, salah satu alat musik utama dangdut yang berasal dari India.

Penyebutan nama "dangdut" merupakan onomatope dari suara permainan tabla[4] (yang dalam dunia dangdut disebut "gendang"), yaitu dari bunyi gendang yakni dang dan dut.[9]

Awalnya musik dangdut dikenal dengan nama "orkes Melayu" (OM) setelah perubahan musiknya oleh M. Mashabi dan lain-lain.

Sebetulnya istilah dangdut pernah diterapkan pada orkes Melayu oleh Rhoma Irama dengan dirilisnya album dengan judul yang sama Dangdut pada tahun 1971, mana dia memasukkan unsur musik rok kedalam musik orkes Melayu.[10]

Nanti nama "dangdut" disematkan pada "Orkes Melayu" oleh Putu Wijaya dalam majalah Tempo tanggal 27 Mei 1972 bahwa lagu Boneka dari India adalah campuran lagu Melayu, irama padang pasir, dan "dang-ding-dut" India.[11] Sebutan ini selanjutnya diringkas menjadi "dangdut" saja, dan oleh majalah tersebut digunakan untuk menyebut bentuk lagu Melayu yang terpengaruh oleh lagu India.[11]

Pengaruh dan perkembangan

sunting

Musik Melayu Deli tahun 1940

sunting

Musik Melayu Deli lahir sekitar tahun 1940 di Sumatera Utara bersama Husein Bawafie dan Muhammad Mashabi, kemudian menjalar ke Batavia dengan berdirinya Orkes Melayu.

Irama Amerika Latin tahun 1950

sunting

Pada tahun 1950, musik latin Amerika masuk ke Indonesia oleh Xavier Cugat dan Edmundo Ros serta Perez Prado, termasuk Trio Los Panchos atau Los Paraguayos. Irama latin ini kemudian lekat dengan orang Indonesia. Kemudian berbagai lagu Minang juga muncul bersama Orkes Gumarang dan Zainal Combo.

Dangdut kontemporer telah berbeda dari akarnya, musik Melayu, meskipun orang masih dapat merasakan sentuhannya. Pada tahun 1950-an dan 1960-an banyak berkembang orkes-orkes Melayu di Jakarta yang memainkan lagu-lagu Melayu Deli dari Sumatera (sekitar Medan).

Dari musik Melayu Deli tahun 1940 ke Dangdut tahun 1968

sunting
 
Ellya Khadam (1928–2009), salah satu pedangdut pertama.

Orkes Melayu (biasa disingkat OM, sebutan yang masih sering dipakai untuk suatu grup musik dangdut) yang asli menggunakan alat musik seperti gitar akustik, akordeon, rebana, gambus, dan suling, bahkan gong. Musik Melayu Deli awalnya tahun 1940-an lahir di daerah Deli Medan, kemudian musik melayu deli ini juga berkembang di daerah lain, termasuk Jakarta. Musik Minang modern adalah juga cikal bakal dangdut bersama musik Melayu. Pada masa ini mulai masuk eksperimen masuknya unsur India dalam musik Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa itu dan politik anti-Barat dari Presiden Sukarno menjadi pupuk bagi grup-grup ini. Dari masa ini dapat dicatat nama-nama seperti P. Ramlee (dari Malaya), Said Effendi (dengan lagu Seroja), Ellya (dengan gaya panggung seperti penari India, sang pencipta Boneka dari India), Husein Bawafie (salah seorang penulis lagu Ratapan Anak Tiri), Munif Bahaswan (pencipta Beban Asmara), serta M. Mashabi (pencipta skor film "Ratapan Anak Tiri" yang sangat populer pada tahun 1970-an). Perubahan musik Melayu oleh M. Mashabi pada tahun 1960-an yang dilakukan merintis bentuk dangdut seperti yang dikenal sekarang.[12] Gaya bermusik masa ini masih terus bertahan hingga 1970-an, walaupun pada saat itu juga terjadi perubahan besar di kancah musik Melayu yang dimotori oleh Soneta Group pimpinan Rhoma Irama. Beberapa nama dari masa 1970-an yang dapat disebut adalah Mansyur S., Ida Laila, A. Rafiq, serta Muchsin Alatas. Populernya musik Melayu dapat dilihat dari keluarnya beberapa album pop Melayu oleh kelompok musik pop Koes Plus pada masa jayanya.

Dangdut modern, yang berkembang pada awal tahun 1970-an sejalan dengan politik Indonesia yang ramah terhadap budaya Barat, memasukkan alat-alat musik modern Barat seperti gitar listrik, organ elektrik, perkusi, trompet, saksofon, obo, dan lain-lain untuk meningkatkan variasi dan sebagai lahan kreativitas pemusik-pemusiknya. Mandolin juga masuk sebagai unsur penting. Pengaruh rok (terutama pada permainan gitar) sangat kental terasa pada musik dangdut. Tahun 1970-an menjadi ajang 'pertempuran' bagi musik dangdut dan musik rok dalam merebut pasar musik Indonesia, hingga pernah diadakan konser 'duel' antara Soneta Group dan God Bless. Praktis sejak masa ini musik Melayu telah berubah, termasuk dalam pola bisnis bermusiknya. Pada paruh akhir dekade 1970-an juga berkembang variasi "dangdut humor" yang dimotori oleh OM Pancaran Sinar Petromaks (PSP). Orkes ini, yang berangkat dari gaya musik melayu deli, membantu diseminasi dangdut di kalangan mahasiswa. Subgenre ini diteruskan, misalnya, oleh OM Pengantar Minum Racun (PMR) dan, pada awal tahun 2000-an, oleh Orkes Pemuda Harapan Bangsa (PHB).

Interaksi dengan musik lain

sunting

Dangdut sangat elastis dalam menghadapi dan memengaruhi bentuk musik yang lain. Lagu-lagu barat populer pada tahun 1960-an dan 1970-an banyak yang didangdutkan. Genre musik gambus dan kasidah perlahan-lahan hanyut dalam arus cara bermusik dangdut. Hal yang sama terjadi pada musik tarling dari Cirebon sehingga yang masih eksis pada saat ini adalah bentuk campurannya: tarlingdut. Musik rok, reggae, pop, disko, rap, musik dansa elektronik (tekhno, house dan lainnya) bersenyawa dengan baik dalam musik dangdut. Aliran campuran antara musik dangdut dan rok secara tidak resmi dinamakan Rokdut (Nita Thalia dan lainnya). Demikian pula yang terjadi dengan musik-musik daerah seperti jaipongan, degung, tarling, keroncong, langgam Jawa (dikenal sebagai suatu bentuk musik campur sari yang dinamakan congdut, dengan tokohnya Didi Kempot), atau zapin. Mudahnya dangdut menerima unsur 'asing' menjadikannya rentan terhadap bentuk-bentuk pembajakan, seperti yang banyak terjadi terhadap lagu-lagu dari film ala Bollywood dan lagu-lagu latin. Kopi Dangdut, misalnya, adalah "bajakan" lagu yang populer dari Venezuela. Tokoh-tokoh Dangdut elektronik atau e-Dut, Dangdutron dan Dansdut sudah sepenuhnya menghilangkan tabla dan alat musik tradisional lainnya, seperti lagu-lagu dari Cita Citata, iMeyMey atau Zaskia Gotik.[6]

Bangunan lagu

sunting

Lagu-lagu dangdut dapat menerima berbagai unsur musik lain secara mudah, meskipun demikian bangunan sebagian besar lagu dangdut sangat konservatif. Sebagian besar lagu dangdut tersusun dari satuan delapan birama 44. Jarang sekali ditemukan lagu dangdut dengan birama 34, kecuali pada beberapa lagu masa 1960-an seperti Burung Nuri dan Seroja.

Bentuk bangunan lagu dangdut secara umum adalah: A - A - B - A, namun dalam aplikasi kebanyakan memiliki urutan menjadi seperti ini:[13]

Intro - Eksposisi I - A - A - Eksposisi II - B - A - Eksposisi II - B - A - (coda)

Bentuk bangunan lagu dangdut
Urutan bangunan lagu Keterangan
Intro Dapat merupakan pembuka pendek sepanjang 2–4 birama berupa permainan instrumental atau rangkaian akord pembuka, bisa juga sebagai vokal resitatif (setengah deklamasi) yang mengungkapkan isi lagu dengan iringan akord terurai (broken chord) atau tanpa iringan, atau bisa juga berupa permainan seruling, kemudian masuk ke Eksposisi I atau Vokal.
Eksposisi I atau Tampilan I Adalah sajian instrumental yang berlangsung sepanjang 4–8 birama, dengan instrumen suling, organ, gitar, bahkan sitar atau mandolin secara bergantian. Eksposisi adalah Tampilan kelompok band, berupa aransemen kebolehan band yang disajikan secara khusus untuk memperlihatkan kebolehan. Tampilan I bisa dihilangkan kalau dari Intro langsung masuk Vokal.
Verse A Biasanya berupa melodi dengan nada rendah dan datar sebagai ungkapan pertama isi lagu atau proposta.
Eksposisi II atau Tampilan II Berupa sajian yang kedua instrumental kebolehan band, dan Tampilan II harus ada (tidak boleh ditiadakan) dan sebagai penghubung Verse A dengan Verse B, juga instrumental bergantian antara organ, suling, gitar, atau sitar dan mandolin.
Verse B Biasanya berupa melodi dengan nada tinggi dan berapi-api menjelaskan lebih lanjut isi lagu, atau juga riposta terhadap Verse A. Lirik bagian kedua biasanya berisi konsekuensi dari situasi yang digambarkan bagian pertama atau tindakan yang diambil si penyanyi untuk menjawab situasi itu.
Eksposisi II atau Tampilan II Diulang lagi, berupa sajian yang ketiga instrumental kebolehan band, dan Tampilan II harus ada (tidak boleh ditiadakan) dan sebagai penghubung Verse A dengan Verse B, juga instrumental bergantian antara organ, suling, gitar, atau sitar dan mandolin.
Verse B Mengulang dari Verse B sebelumnya, isinya sama persis dengan Verse B sebelumnya.
Verse A Disajikan sekali lagi untuk menutup lagu, sama persis dengan Verse A sebelumnya.
Coda (optional, boleh dihilangkan) Di akhir lagu kadang-kadang terdapat koda sepanjang empat birama, namun juga bisa ditiadakan langsung berhenti, atau diakhiri dengan fade away (jarang terjadi).

Lagu dangdut umumnya juga miskin improvisasi, baik melodi maupun harmoni. Sebagai musik pengiring tarian, dangdut sangat mengandalkan ketukan tabla dan sinkop.

Dangdut dalam budaya kontemporer dan pro-kontra

sunting
 
Penampilan dangdut Happy Asmara di Pare, Kediri pada 2020.
 
Dangdut Cowboys, band dangdut asal Pittsburgh, AS.

Dangdut sebenarnya mulai dari tahun 1990-an menjadi "musik rakyat" usia berapa pun di Indonesia dan mengungguli sembarangan aliran musik lain dalam popularitas, mempunyai radio serta acara televisi sendiri.[4][5] Selain di Indonesia dangdut cukup popular pula di Malaysia, meliputi sejumlah nama pedangdut dari Indonesia.[7][8]

Panggung kampanye partai politik juga tidak ketinggalan memanfaatkan kepopuleran dangdut untuk menarik massa.[14] Isu dangdut sebagai alat politik juga menyeruak ketika Basofi Sudirman, pada saat itu sebagai fungsionaris Golkar, menyanyi lagu dangdut.[15] Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin, bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi.[5] Panggung dangdut dapat dengan mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat hiburan dan diskotek yang khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio siaran yang menyatakan dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah ditemui di berbagai kota.[4]

Sejumlah film dan sinetron musikal dikhususkan untuk dangdut, umpamanya Raja Dangdut, Mendadak Dangdut, Mimpi Manis, dan Kampung Dangdut.

Dangdut Koplo lahir di Indonesia lahir sejak tahun 2000 yang dipromotori oleh kelompok-kelompok musik Jawa Timur. Namun saat itu masih belum menasional seperti sekarang ini. 2 tahun kemudian, variasi atau cabang baru bagi musik Dangdut ini semakin fenomenal, setelah area 'kekuasaannya' meluas ke beberapa wilayah seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta dan beberapa kota di Jawa Tengah. Salah satu hal yang membuat genre ini sukses dalam memperlebar daerah 'kekuasannya' adalah VCD bajakan yang begitu mudah dan murah didapatkan masyarakat sebagai 'alternatif' hiburan masyarakat dari VCD/DVD original artis-artis/selebritas nasional yang dinilai mahal. Kesuksesan VCD bajakan tersebut juga dibarengi dengan fenomena "goyang ngebor" Inul Daratista.[16]

Fenomena itulah yang sebenarnya membuat popularitas Koplo semakin meningkat di se-antero Indonesia. Apalagi setelah goyang ngebor inul itu tercium oleh beberapa media-media televisi swasta nasional. Oleh karenanya, masyarakat Indonesia semakin mengenal dangdut Koplo dan juga Inul itu sendiri.

Dangdut rohani

sunting
 
Rhoma Irama, "raja dangdut", tokoh Nahdlatul Ulama dan pelopor dangdut rohani.

"Dangdut rohani" dapat dianggap sebagai arah lirik khusus. Tatkala sebagian besar lagu dangdut ada menceritakan tentang hubungan dengan pacar, karya rohani tertuju pada Tuhan. Sumbangan utama munculnya dangdut rohani dibuat oleh Rhoma Irama (album-album Hak Azazi, Judi, Takbir Lebaran, Haji, Haram, Baca, dan Shalawat Nabi) yang menjadikan dangdut sebagai alat berdakwahnya dan musik rohani, yang terlihat dari lirik-lirik lagu ciptaannya serta dari pernyataan yang dikeluarkannya sendiri.[17]

Contoh rohani lainnya adalah lagu-lagu bagaikan: Doa Suci oleh Elvy Sukaesih; Bersimpuh dan Hasbunallah oleh Kristina; Rezeki Takkan Tertukar oleh Bebizie; Surga Dunia oleh Dewi Perssik; Taqwa dan Semesta oleh Fitri Carlina; Ramadhan dan Cintaku Karena Allah oleh Zaskia Gotik; Astagfirullah oleh Siti Badriah; Tobat Maksiat oleh Zaskia Gotik serta Siti Badriah; Berikan HidayahMu oleh Susi Ngapak; Hidayah dan Takdir oleh Dinda Permata; Kehidupan Ini Memilihku oleh Cita Citata; Mari Bertaqwa dan Nabi Muhammad Mataharinya Dunia oleh Nella Kharisma; dan album-album Sabar dan Ikhlas oleh Inul Daratista dan Do'a oleh Gita KDI, dll. Unsur-unsur batin juga diisi dengan sebuah sub-aliran dangdut, yakni jaranan dangdut, contohnya lagu Kidung Wahyu Kolosebo oleh Eny Sagita. Telah ada beberapa lagu rohani dalam bentuk musik dansa elektronik, misalnya Suratan Diri oleh Ria Amelia, Ajari Aku Tuhan oleh Zaskia Gotik, dan Bersyukurlah oleh Cita Citata.

Kontroversi

sunting
 
Penyanyi koplo di Yogyakarta.
 
Penyanyi dangdut di Purawisata, Yogyakarta pada 2011 (dari buku oleh Simon Høeg Jensen).

Akan tetapi, fenomena dangdut bukan berarti tak ada masalah. Bagai yang dicatat oleh para peneliti, dangdut adalah genre yang paling kontroversial dalam kaitannya dengan moralitas Islam di Indonesia[18] dan sedikit genre musik populer di seluruh dunia yang lebih fokus pada tubuh wanita dibandingkan dangdut.[19]

Hal ini menjadi salah satu pemicu polemik di Indonesia pada tahun 2003, akibat protesnya terhadap gaya panggung para penyanyi dangdut, antara lain Inul Daratista (yang, sementara ini, memiliki salah satu dari jumlah lagu rohani terbesar di antara para pedangdut), yang goyang ngebor-nya yang dicap dekaden serta "merusak moral".[16] Jauh sebelumnya, dangdut juga telah mengundang perdebatan dan berakhir dengan pelarangan panggung dangdut dalam perayaan Sekaten di Yogyakarta. Perdebatan muncul lagi-lagi akibat gaya panggung penyanyi (wanita)-nya yang dinilai terlalu "terbuka" dan berselera rendah, sehingga tidak sesuai dengan misi Sekaten sebagai suatu perayaan keagamaan. Dangdut memang disepakati banyak kalangan sebagai musik yang membawa aspirasi kalangan masyarakat kelas bawah dengan segala kesederhanaan dan kelugasannya. Ciri khas ini tercermin dari lirik serta bangunan lagunya. Gaya pentas yang sensasional tidak terlepas dari napas ini.[20] Liriknya sering menggambarkan wanita sebagai objek seksual.[21][22]

Sang "raja dangdut" Nusantara, Rhoma Irama adalah seniman dangdut senior pertama yang nyata-nyata menentang Inul karena goyang ngebornya itu. Munculnya Inul dengan ciri goyangan tersendiri itu ditentang Rhoma karena berbau pornografi yang mengakibatkan dekadensi moral. Tak hanya itu, sang Raja juga khawatir jika hal ini dibiarkan saja, akan tumbuh-tumbuh goyangan porno model lain yang dilakukan penyanyi-penyanyi di daerah untuk ikut-ikutan 'mengekor' si ratu goyang ngebor itu.[16]

Penentangan Rhoma terhadap aksi Inul dan beberapa tokoh dangdut lain ternyata mendapat 'sambutan' dari para pembela Inul. Baik itu masyarakat umum atau seniman-seniman Indonesia lain (dan bahkan melibatkan pakar hukum). Sejak itulah pro-kontra terhadap Inul menjadi headline news di media-media di Indonesia dan bahkan beberapa media-media internasional seperti BBC News.[23]

 
Penyanyi dangdut Yan Vellia di Pesta Kesenian Rakyat di Pacitan.

Pro-kontra dan kontroversi itu ternyata semakin mempopulerkan Inul itu sendiri, Dangdut Koplo dan artis-artis dangdut lain. Benar kata sang Raja, karena munculnya Inul tersebut diikuti oleh munculnya artis-artis pendatang baru yang juga membawa identitas goyangan, seperti goyang ngecor ala Uut Permatasari dan goyang patah-patah ala Anisa Bahar. Hal tersebut membuat sang Raja dan para penentang lain semakin sedih. Munculnya artis atau penyanyi Dangdut baru karena kontroversi itu juga semakin mempopulerkan dangdut Koplo. Berturut-turut setelah Uut dan Anisa Bahar, muncul nama lain seperti Dewi Persik, Julia Perez, dan Shinta Jojo waktu itu.

Di sisi lain, dangdut sedang berbenah melalui Kongres Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia (PAMMI) untuk memilih calon ketua baru. Dalam kesempatan itu, Rhoma kembali terpilih sebagai ketua PAMMI. Salah satu pernyataan yang cukup menghebohkan juga adalah bahwa Rhoma secara terang-terangan melarang dan menggunakan embel-embel Dangdut karena telah menyimpang dari pakem Dangdut sehingga seharusnya aliran tersebut berdiri sendiri. Salah satu alasannya yang populer adalah karena Dangdut Koplo melahirkan penyanyi Dangdut dengan goyangan erotis dan penampilan vulgar.

Sayang, pernyataan dia seperti tak pernah didengarkan oleh para pelaku dangdut terutama penyanyi. Justru hal itu seolah semakin mengeksiskan Dangdut Koplo itu sendiri disamping produktivitas Dangdut non koplo yang sepi dan kalah bersaing dengan peredaran VCD/DVD bajakan yang semakin meluas. Di sisi lain, penyanyi pendatang baru juga semakin membludak, baik itu yang bersifat lokal atau nasional, begitu juga dengan grup-grup dangdut koplo juga semakin banyak, ata grup yang tadinya beraliran klasik atau rokdut, berganti haluan menjadi dangdut koplo.

Mungkin masyarakat Indonesia sudah banyak yang tahu artis-artis pendatang seperti Melinda, Ayu Ting Ting, Siti Badriah, Zaskia Gotik (sosok kontroversial juga), Wika Salim, Trio Macan dan sebagainya, atau grup dangdut koplo Jawa timuran yang semakin populer di Indonesia. Itu semua justru terjadi karena kontroversi-kontroversi tersebut.

Saking hukum nasional, para pemain dangdut mencari keseimbangan antara persepsi tentang kewanitaan, seksualitas, dan moralitas.[19]

Tokoh-tokoh

sunting

Daftar ini adalah untuk penyanyi, pemusik, penulis lagu, produser rekaman, penari dan lain pedangdut.

Pendatang baru

sunting

Angkatan 2010-an

sunting

Angkatan 2000-an

sunting

Angkatan 1990-an

sunting

Pedangdut era 1960–1980-an

sunting

Penghargaan dangdut

sunting
 
Indonesian Dangdut Awards 2014 dari Indosiar.
bagi pedangdut terbaik
bagi pedangdut terpopuler
ajang pencarian bakat

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b Gehr, Richard (10 December 1991), "Dawn of Dangdut", The Village Voice (dalam bahasa Inggris), 36, hlm. 86 
  2. ^ a b Gorlinski, Virginia. "Dangdut | music". Encyclopædia Britannica Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 11-11-2024. 
  3. ^ Santoso, ed. (30 April 2012). "Dangdut Asli Indonesia, Bukan India atau Malaysia', Berikut Ulasannya". Antara Sulteng. Diakses tanggal 10-09-2024. 
  4. ^ a b c d e Campbell, Debe (18 April 1998), "Dangdut Thrives in SE Asia. Music Rules Indonesia", Billboard (dalam bahasa Inggris), 110 (16), hlm. 1, 75, ISSN 0006-2510 
  5. ^ a b c d Browne, Susan J. (2000). The gender implications of dangdut kampungan: Indonesian "low class" popular music (dalam bahasa Inggris). Monash Asia Institute. ISBN 0-7326-1190-3. 
  6. ^ a b Alan Pamungkas (18 Maret 2017). "Dangdut pun Masukan Unsur Elektronik demi Jangkau Pasar Anak Muda". Okezone.com. Diakses tanggal 2024-09-10. 
  7. ^ a b Nuvich, Alexandra (18 April 1998), "Dangdut Thrives in SE Asia. Malaysia Embraces Genre", Billboard (dalam bahasa Inggris), 110 (16), hlm. 1, 75, ISSN 0006-2510 
  8. ^ a b Nuvich, Alexandra; Campbell, Debe (18 April 1998), "Can Dangdut Travel Outside Region?", Billboard (dalam bahasa Inggris), 110 (16), hlm. 75, ISSN 0006-2510 
  9. ^ Wallach, Jeremy (2014). "Notes on Dangdut Music, Popular Nationalism, and Indonesian Islam". Dalam Bart, Barendregt (ed.). Sonic Modernities in the Malay World: A History of Popular Music, Social Distinction and Novel Lifestyles (1930s – 2000s) (dalam bahasa Inggris). Leiden: Brill. hlm. 271–290. ISBN 978-90-04-25986-7. JSTOR 10.1163/j.ctt1w8h0zn.13. 
  10. ^ Sudiroman (30-07-2014). "Album Dangdut Indonesia". 
  11. ^ a b Putu Wijaya (7–13 Maret 2011), "Bahasa Tempo, Bahasa Kita", Tempo, Jakarta: Tempo Inti Media 
  12. ^ M. Irwan Ariefyanto (8 Februari 2012). "Musik Gambus Cikal Bakal Dangdut". Republika. Diakses tanggal 2017-08-04. 
  13. ^ Sunaryo Joyopuspito. Musik Dangdut, Suatu kajian sejarah dan analisis teori musik. Bina Musik Remaja, 2011.
  14. ^ Høeg Jensen, Simon (2012). Islam og Dangdut: en undersøgelse af indonesiske musikkulturers forhold til islam og kulturelle rettigheder (PDF) (dalam bahasa Denmark), Københavns Universitet. hlm. 10.
  15. ^ Anwar Khumaini (29-08-2013). "Basofi Sudirman, terangkat gara-gara dangdut". Merdeka.com. Diakses tanggal 2022-01-19. 
  16. ^ a b c Høeg Jensen 2012, hlm. 32.
  17. ^ 'Høeg Jensen 2012, hlm. 17–25.
  18. ^ 'Høeg Jensen 2012, hlm. 14–15, 26–31.
  19. ^ a b Decker, Andrea Louise (2016), Performing gender to Dangdut's drum: Place, space, and infrastructure in Indonesian popular music (dalam bahasa Inggris) – via eScholarship (University of California) 
  20. ^ Høeg Jensen 2012, hlm. 32–45.
  21. ^ Kusumaningsih, Dewi (2021), Eksploitasi seksual dalam lirik lagu-lagu Dangdut berbahasa Indonesia (tinjauan sosiolinguistik) (disertasi), Surakarta 
  22. ^ Kusumaningsih, Dewi; K. Saddhono; N. Tri Rahayu; H. Hanafi; A. D. Saputra; P. D. J. Setyaningsih (2024), "Gender inequality in Indonesian Dangdut songs containing vulgar content: A critical discourse study", Research Journal in Advanced Humanities (dalam bahasa Inggris), 5 (3), doi:10.58256/vvzzjz37 
  23. ^ "Raunchy dangdut music stirs debate in Indonesia" (dalam bahasa Inggris). BBC News. 27-03-2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-31. 

Bacaan lanjutan

sunting

Pranala luar

sunting