Hidangan Tiga Belas Koloni
Bagian dari seri |
Hidangan Amerika |
---|
Hidangan Tiga Belas Koloni adalah sebutan bagi makanan dan minuman yang populer di Amerika Serikat pada zaman kolonial. Hidangan ini mencakup lauk-pauk, roti, tata cara makan, dan metode memasak yang populer di zaman tersebut.
Pada periode menjelang 1776, sejumlah peristiwa menyebabkan perubahan drastis dalam pola makan koloni-koloni Amerika. Mereka tidak bisa lagi bergantung pada impor Inggris dan Hindia Barat, melainkan mulai mempraktikkan pertanian lokal agar mencapai kemandirian.[1]
Wilayah
Virginia
Pada awal abad ke-17, gelombang pertama imigran Inggris mulai berdatangan di Amerika Utara, terutama di sekitar Chesapeake Bay di Virginia dan Maryland. Pemukim Virginia didominasi oleh kaum bangsawan dengan budak-budaknya (banyak pasukan Kerajaan yang melarikan diri setelah Perang Saudara Inggris di tahun 1642–1651), dan petani miskin dari Inggris Selatan.
Makanan sangat berlimpah di Amerika Serikat Selatan daripada di Inggris. Daging sangat berlimpah, dan setiap orang—kaya dan miskin—makan beberapa hidangan daging dalam sehari. [2][3]
Cara memasak di Inggris Selatan terkenal dengan kecenderungan seperti menggoreng, merebus, dan memanggang, serta menjadi gaya masak orang-orang Virginia. Keluarga yang kaya cenderung memasak dengan metode yang bervariasi, sedangkan keluarga miskin umumnya terbatas hanya dengan cara merebus dan menggoreng. Satu-satunya cara memasak yang tidak dikembangkan ialah memanggang.
Hidangan khas di kalangan kelas atas adalah Fricassee dari berbagai daging dengan rempah-rempah, dan kadang-kadang dilengkapi claret dalam jumlah yang tepat. Makanan yang umumnya dimakan di kalangan kelas bawah adalah bubur jagung atau jagung kukus, jagung giling dengan sayuran hijau dan daging yang dilumuri dengan garam, serta ayam goreng selatan tradisional dan usus besar babi.[4]
New England
New England memiliki banyak satwa liar dan makanan laut. Hidangan tradisional Anglia Timur lebih disukai,[5] bahkan jika itu harus dibuat dengan bahan-bahan Dunia Baru.
Kacang panggang dan bubur kacang polong adalah makanan sehari-hari, terutama selama musim dingin, dan biasanya dimakan dengan roti hitam yang kasar. Pada awalnya, kedua hidangan itu dibuat dengan campuran gandum dan jagung, tetapi setelah penyakit jamur gandum yang melanda pada 1660-an, gandum hitam dan jagung dipadukan sehingga membentuk "rye an injun".
Sayuran dengan daging yang direbus secara utuh adalah hidangan yang populer, dan keduanya tidak dipisah, tidak seperti banyak daerah lain di koloni Amerika Utara, yang dimasak tanpa bumbu.
Memanggang adalah metode memasak yang paling favorit, dan New England adalah yang pertama menghidangkan hidangan yang sekarang dipandang Amerika klasik, seperti pai apel dan kalkun panggang Thanksgiving.[4]
Lembah Delaware dan wilayah Atlantik Tengah
Kaum Quaker beremigrasi ke Dunia Baru dari Midlands Inggris utara selama abad ke-17, dan akhirnya menetap di Lembah Delaware. Mereka mirip dengan kaum Puritan dalam ketegasan yang mereka terapkan pada kehidupan sehari-hari, meskipun ajaran religius mereka jauh berbeda. Makanan mereka tawar dan sederhana. Konsumsi yang berlebihan tidak disarankan dan apabila tidak makan dan minum secukupnya maka mereka akan dikenai hukuman tindakan kritik publik.
William Penn adalah pendiri Pennsylvania dan tokoh penting dalam pengembangan gerakan kaum Quaker, dan dia mendorong agar para pengikutnya menahan diri, seperti yang disarankannya "Jika Anda bangkit dengan nafsu makan, Anda tidak akan pernah duduk setelahnya".[4] Kaum Quaker, seperti kaum Puritan, menemukan banyak makanan di Dunia Baru: hutan yang kaya dengan buruan dan buah beri, sungai yang penuh dengan ikan, dan kawanan burung yang banyak. Namun, tetap menjaga asketisme.
Banyak kaum Quaker berpantang untuk makan mentega sebagai puasa diri, dan pengikut yang paling eksentrik akan berpantang untuk minum teh dan makan daging. Gagasan idealis dan pasifis dari kaum ini juga mendorong banyak orang untuk memboikot produk yang dianggap telah tercemar oleh dosa. Produk ini termasuk mentega, karena pengaruhnya dalam menaikkan pajak perang, dan kopi, karena diproduksi oleh tenaga kerja budak.
Kebiasaan makan mereka lebih egaliter daripada kaum Puritan atau kaum Anglikan Virginia. Saat makan, seluruh anggota keluarga akan makan di meja yang sama, termasuk anak-anak dan pelayan-pelayan.[4]
Metode memasak yang paling umum dipilih kaum Quaker adalah merebus, metode yang dibawa dari leluhur Inggris utara. Rebusan untuk sarapan dan makan malam adalah hidangan standar, seperti "pop-robbins" yaitu adonan bola-bola yang terbuat dari tepung dan telur yang direbus dengan susu. Pangsit rebus dan puding sangat umum ada di rumah kaum Quaker sehingga makanan-makanan itu disebut oleh orang luar sebagai "makanan Quaker".
Wisatawan mencatat adonan apel sebagai hidangan yang hampir setiap hari ada di Lembah Delaware dan buku resep yang membahas khusus mengenai puding dan pangsit-pangsit. Makanan sebagian besar dihangatkan dengan cara direbus, dikukus atau dididihkan.
Jenis hidangan populer yang terbuat dari metode memasak yang umum ini adalah "keju" (atau "mentega"), istilah umum untuk hidangan yang dimasak dengan cara direbus dan dikukus perlahan. Hidangan ini dapat dibuat dari bahan-bahan yang bervariasi seperti apel (misalnya, mentega apel), plum dan kenari.
Krim keju memiliki asal-usul dalam masakan kaum Quaker, tetapi pada masa kolonial tidak benar keju dibuat dengan enzim yang difermentasi, melainkan dengan krim yang dihangatkan dengan lembut dan kemudian dibiarkan gantung terbungkus kain sampai menjadi semi-padat.
Daging sapi kering sangat populer di Lembah Delaware dan dimakan bersama dengan puding dan pangsit untuk menambah cita rasa. Penggunaan daging sapi kering sangat umum sehingga di abad ke-18 sering disebut hidangan khas kaum "Quaker".
Meskipun pengaruh kaum Quaker dari Midlands utara sangat dominan, ada beberapa pengaruh dari imigran Jerman selama abad ke-18. Jeroan babi yang dikukus dengan sayuran hijau dan rempah-rempah, menjadi hidangan utama daerah selama beberapa generasi.[6]
Kaum Pedalaman
Gelombang besar terakhir imigran Inggris ke koloni terjadi pada 1720-1775. Sekitar 250.000 orang melakukan perjalanan melintasi Atlantik terutama untuk mencari perekonomian yang lebih baik dan untuk melarikan diri dari krisis ekonomi yang parah. Sebagian besarnya berasal dari perbatasan Inggris utara dan keturunan Skotlandia-Irlandia atau Skotlandia.
Perbedaan dengan kelompok imigran Inggris yang pertama ialah banyak orang yang miskin dan karena itu terbiasa dengan masa-masa sulit. [4] Mereka menetap di tempat yang kemudian dikenal sebagai "kaum pedalaman", di perbatasan dan di dataran tinggi di utara dan selatan.
Sarapan mereka biasanya roti bakar, keju, dan sisa daging atau sayuran dari makan malam sebelumnya. Di musim panas, orang minum susu segar.[7]
Kaum pedalaman sangat bergantung pada makanan seperti bubur yang terbuat dari susu asam atau biji-bijian rebus. Makanan bernama Clabber dengan bentuk seperti yogurt yang dibuat dengan susu asam yang telah mengental menjadi hidangan sarapan standar dan dimakan oleh kaum pedalaman dari segala usia.
Makanan harian ini tidak diberikan kepada kelompok imigran Inggris dan orang lain yang tidak satu haluan dengan mereka selagi berada di Inggris. Menurut pandangan misionaris Anglikan Charles Woodmason yang menghabiskan waktu bersama imigran Ulster Irlandia, bahwa "makanan seperti mentega, susu, clabber dan apa yang ada di Inggris adalah makanan yang tidak familiar dimakan oleh kalangan mereka".[4]
Oatmeal rebus adalah makanan populer di perbatasan Inggris dan populer juga di Amerika. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa oatmeal digantikan dengan jagung, dan masih dikenal sampai sekarang di Selatan sebagai grits. Kue adonan tidak beragi yang dipanggang dengan panggangan atau wajan melingkar diberi nama seperti, "kue pipih", "kue pasir" dan "panekuk".
Sementara itu kentang yang berasal dari Amerika Selatan tidak dikembangkan sampai pemukim Inggris utara membawanya ke koloni pada abad ke-18 dan menjadi hidangan pokok kaum pedalaman bersama dengan jagung.
Daging babi telah menjadi makanan tabu bagi warga Inggris utara dan olahan daging utama mereka adalah domba. Di koloni Amerika, memelihara domba tidak efisien dan karena itu daging domba muda diganti dengan daging babi.
Kebiasaan makan "salad sayuran" tetap populer, tetapi sayuran di Dunia Lama diganti dengan tanaman seperti labu-labu, kacang-kacangan, jagung, selada air, dan biji beri.
Gaya memasak khas perbatasan Inggris dan pedalaman Amerika adalah merebus. Hidangan seperti clabber, bubur, dan pangsit merupakan hidangan khas bagi mereka.
Makanan dinikmati dengan peralatan yang terbuat dari kayu atau bambu. Trencher tidak populer karena mudah pecah dan cenderung menumpulkan pisau dengan cepat.
Tidak seperti kaum Quaker dan kaum Puritan yang berpantang pada makanan dan minuman tertentu, kaum pedalaman makan dan minum sepuasnya dan sesering mungkin. Umumnya, hidangan kaum pedalaman tidak berpatokan pada religiusitas di Utara maupun Selatan dan karena itu ditolak oleh orang luar.
Kekurang hati-hatian dalam menyiapkan makanan memicu kritik lebih lanjut dari banyak sumber. Kelompok Anglikan Woodmason menggolongkan masakan kaum pedalaman sebagai masakan yang "sangat kotor dan paling tidak patut dicontoh".[4]
Kelompok yang lain mengatakan tentang perempuan yang memasak makanan itu mencuci kaki mereka di panci masak, tidak mencuci tempat menaruh susunya, dan adanya rambut manusia di dalam mentega dianggap sebagai tanda kualitas. Deskripsi ini tampaknya dikonfirmasi oleh pepatah lama yang dikaitkan dengan ibu rumah tangga salah satu suku di Timur Amerika: "Pembantu akan selalu membersihkan yang kotor".
Ekspresi lain dari kerasnya kaum pedalaman adalah kurangnya apresiasi terhadap kopi dan teh. Keduanya digambarkan sebagai "air kotor" belaka dan dianggap tepat hanya untuk mereka yang sakit atau tidak layak untuk para pekerja.[4]
Hidangan sebelum Revolusi Amerika
Ketika koloni-koloni tiba di Amerika, mereka menanam tanaman yang sudah dikenal dari Dunia Lama dengan berbagai tingkat keberhasilan dan memelihara hewan domestik untuk dimanfaatkan sedemikian rupa baik daging, kulit, dan bulunya, seperti yang telah mereka lakukan di Inggris.
koloni-koloni menghadapi kesulitan karena iklim yang berbeda dan faktor lingkungan lainnya, tetapi perdagangan dengan Inggris, benua Eropa, dan Hindia Barat memungkinkan mereka untuk membuat hidangan yang mirip dengan berbagai hidangan daerah Inggris.
Tanaman dan hewan lokal menawarkan alternatif menggoda untuk hidangan Dunia Lama, tetapi koloni-koloni berpegang pada tradisi lama dan cenderung menggunakan kedua bahan itu dengan cara yang sama seperti mereka lakukan di Dunia Lama mereka (atau bahkan mengabaikannya apabila ada makanan yang lebih terkenal).[8]
Hidangan koloni Amerika bervariasi tergantung pada wilayah dengan pola masakan lokal yang ditetapkan pada pertengahan abad ke-18.
Preferensi untuk metode memasak Inggris terlihat jelas dalam buku masak yang dibawa ke Dunia Baru. Ada kritik umum untuk metode memasak Prancis, bahkan di antara Huguenot Prancis di Carolina Selatan dan Kanada Prancis.[9] Satu buku masak yang umum di koloni, The Art of Cookery Made Plain and Easy, oleh Hannah Glasse, memegang gaya masakan Prancis dengan kritik yang menyatakan "kebodohan buta zaman ini ialah lebih suka dengan gaya Prancis daripada memberikan dorongan kepada juru masak Inggris yang baik!"[10] Dia menambahkan resep Prancis ke dalam bukunya tetapi berbicara dengan mencolok menentang hidangannya, "...Hidangan itu agak aneh karena dicampur-campur".
Perang Perancis dan India (1754-1764) memperkuat sentimen anti-Perancis di Tiga Belas Koloni. Konflik tersebut memperkuat ketidakpercayaan masa lalu terhadap Prancis yang telah lazim muncul di kalangan penjajah karena perang terus-menerus, dan menyebabkan peristiwa seperti deportasi paksa orang Acadian, yang kemudian pindah ke (di antara tempat-tempat lain) Louisiana. Orang Acadian Prancis membawa pengaruh Prancis ke dalam makanan para pemukim di Louisiana, tetapi tidak berpengaruh besar di luar wilayah itu.[9]
Hasil panen
Sejumlah sayuran ditanam di koloni utara, termasuk lobak, bawang, kubis, wortel, dan jenis wortel, bersama dengan bij-bijian dan kacang-kacangan. Sayuran-sayuran ini disimpan dengan baik selama berbulan-bulan di dalam mesin pendingin. Sayuran lain, seperti mentimun, bisa diasinkan atau dibuat acar supaya awet.
Keberhasilan pertanian di koloni utara berasal dari musim dengan konsumsi sayuran segar yang hanya terjadi selama bulan-bulan di musim panas.
Selain sayuran, sejumlah besar buah musiman yang ditanam tumbuh. Buah-buahan yang tidak dimakan di musim itu sering diawetkan menjadi selai, daging manis basah, dikeringkan, atau dimasak menjadi pai yang bisa dibekukan selama bulan-bulan selama musim dingin.[8]
Beberapa sayuran yang berasal dari Dunia Baru, termasuk kacang-kacangan, labu, dan jagung, mudah dikuasai dan ditanam oleh penjajah Eropa. Waluh dan labu tumbuh dengan baik di koloni utara dan sering digunakan untuk pakan ternak untuk hewan selain dikonsumsi manusia.
Protein hewani
Berburu adalah keterampilan bermanfaat yang familiar bagi koloni-koloni ketika mereka berimigrasi ke Dunia Baru. Sebagian besar koloni-koloni utara bergantung pada perburuan, entah mereka memburu sendiri atau membeli hasil buruan orang lain. Sebagai metode untuk mendapatkan protein untuk dikonsumsi, berburu lebih disukai daripada beternak karena hewan domestik mahal dan lebih banyak pekerjaan yang diperlukan untuk mempertahankan hewan domestik dari predator alami, penduduk asli Amerika, atau Prancis.[9]
Perburuan yang dilakukan biasanya kepada rusa, beruang, kerbau, dan kalkun. Bagian yang lebih besar dari hewan panggang dan disajikan dengan kismis dan saus lainnya, sedangkan porsi yang lebih kecil dijadikan sop, semur, sosis, pai, dan pastel.[9]
Daging rusa adalah buruan yang paling populer. Daging yang banyak sering dipanaskan atau diasap dan jeroannya dibuat demikian. Daging rusa sangat populer selama musim Thanksgiving.
Kerbau adalah sumber protein penting sampai sekitar tahun 1770, ketika hewan-hewan itu diburu secara berlebihan di Amerika Inggris. Beruang banyak di koloni utara, terutama di New York, dan banyak yang menganggap daging di bagian kakinya sebagai makanan lezat. Daging beruang sering diasap sebagai metode pengawetannya.[9]
Selain diburu, daging kambing dikonsumsi dari waktu ke waktu. Domba disiapkan menjadi wol untuk keperluan rumahan dan ketika sudah mencapai usianya namun domba tidak cocok untuk diproduksi, bisa diolah menjadi panen sebagai daging kambing.[11]
Domba awalnya diperkenalkan ke Amerika oleh bangsa Spanyol di Florida. Di utara, Belanda dan Inggris juga memperkenalkan beberapa varietas domba. Praktek bahasa Inggris kasual peternakan memungkinkan domba untuk berkeliaran bebas untuk mengkonsumsi berbagai tumbuhan hijau.
Pakan berbasis tumbuhan hijaua menghasilkan daging dengan cita rasa yang kuat, rasa yang unik dan konsistensi yang memerlukan waktu yang lama untuk melunakkannya ketika dimasak.[12]
Lemak dan minyak yang berasal dari hewan digunakan untuk memasak banyak makanan kolonial. Lemak babi yang diberikan, terutama dari bakon adalah media memasak yang paling populer. Lemak babi lebih sering digunakan di koloni selatan daripada koloni utara ketika bangsa Spanyol memperkenalkan babi sebelumnya ke selatan.
Banyak rumah menyimpan kulit rusa yang diisi dengan minyak beruang untuk digunakan dalam memasak. Lemak beruang yang dipadatkan menyerupai mentega. koloni-koloni juga menggunakan mentega dalam memasak, tetapi jarang terjadi sebelum Revolusi Amerika karena ternak belum berlimpah.[9]
koloni-koloni di dekat pantai New England sering makan ikan, krustasea dan hewan laut lainnya. koloni-koloni makan kura-kura dalam jumlah besar, makanan lezat juga dapat diekspor ke Eropa. Ikan kod dinikmati baik segar dan diasinkan. Ikan kod asin yang cocok untuk disimpan jangka panjang. Lobster yang berkembang biak di perairan juga, dan umum dalam hidangan New England. Beberapa orang mengeluhkan makan lobster dan ikan cod terlalu sering karena keduanya bahkan digunakan sebagai pakan ternak babi.
Ikan kod dengan kualitas tertinggi biasanya dikeringkan dan diasinkan, sehingga diekspor ke Mediterania dengan ganti buah-buahan yang tidak ditanam di koloni Amerika.[11]
Alkohol
Sari apel keras sejauh ini adalah minuman beralkohol paling umum yang tersedia bagi koloni-koloni.[13] Hal ini terjadi karena pohon apel dapat ditanam secara lokal di seluruh koloni, tidak seperti anggur dan biji-bijian yang tidak tumbuh dengan baik sama sekali di New England.
Minuman ini juga lebih mudah diproduksi daripada bir atau anggur, sehingga bisa dibuat oleh petani untuk konsumsi mereka sendiri. Ditambah lagi karena tidak diimpor, itu jauh lebih terjangkau rata-rata bagi koloni-koloni daripada bir atau anggur.[14]
Pohon apel ditanam di Virginia dan Massachusetts Bay Colony pada awal 1629.[13] Sebagian besar pohon-pohon ini tidak dicangkokkan, dan dengan demikian menghasilkan apel terlalu pahit atau asam untuk dimakan. Pohon-pohon ini ditanam secara khusus untuk membuat sari.
Minuman ini kadang-kadang juga disuling atau disuling beku menjadi apel jek (disebut demikian karena pembekuan-distilasi disebut "jek"); Iklim dingin timur laut di musim dingin mendorong prosesnya.[15] Minuman ini sangat populer di New Jersey, di mana apeljek kadang-kadang disebut "Sinar Jersey" dan kadang-kadang digunakan untuk membayar kru konstruksi jalan.[16]
Sebelum Revolusi, warga New England mengkonsumsi rum dan bir dalam jumlah besar karena perdagangan maritim memberikan akses yang relatif mudah terhadap barang-barang yang dibutuhkan untuk memproduksi barang-barang Tersebut. Rum adalah suling pilihan sebagai bahan utama membuat molase yang sudah tersedia dari perdagangan dengan Hindia Barat.[9]
Di pedalaman benua itu, koloni-koloni minum wiski, karena mereka telah menyiapkan akses ke jagung dan gandum hitam tetapi tidak memiliki akses yang baik ke tebu.[17] Namun, sampai Revolusi, banyak koloni-koloni menganggap wiski sebagai minuman keras yang tidak layak untuk dikonsumsi manusia, karena itu menyebabkan orang miskin menjadi riuh dan tidak teratur.[18]
Bir sangat penting dikonsumsi oleh orang Amerika sehingga mereka akan mengawasi stok barli yang dipegang oleh petani untuk memastikan produksi bir berkualitas. Dalam korespondensi John Adams dengan istrinya Abigail, ia bertanya tentang kualitas tanaman barli untuk memastikan pasokan yang memadai untuk produksi bir untuk dirinya sendiri dan teman-teman mereka. Namun, hop yang juga penting untuk produksi bir, tidak tumbuh dengan baik di koloni. Hop hanya tumbuh liar di Dunia Baru, dan perlu diimpor dari Inggris dan di tempat lain.[19]
Selain produk berbasis alkohol yang diproduksi di Amerika, pedagang juga mengimpor anggur dan brendi.[17] Bir tidak hanya dikonsumsi karena kandungan rasa dan alkoholnya, tetapi karena lebih aman diminum daripada air[17], yang sering memendam mikroorganisme penyebab penyakit. Bahkan anak-anak minum bir kecil.
Koloni utara
Karakteristik yang mencolok dari hidangan di New England adalah ketersediaan makanan musiman.[8] Sementara pertanian di koloni selatan berlangsung untuk waktu yang lebih lama, musim tanam utara lebih terbatas, membatasi ketersediaan buah dan sayuran segar.
Namun, kedekatan koloni-koloni pantai dengan laut memberi mereka ikan segar yang melimpah untuk melengkapi hidangan harian mereka sepanjang tahun, terutama di utara.
Gandum, biji-bijian terutama yang digunakan di dalam adonan roti Inggris, hampir tidak mungkin tumbuh di Utara, dan impor gandum sangat mahal.[17] Penggantinya termasuk jagung dalam bentuk tepung jagung. Johnnycake umumnya dianggap sebagai pengganti roti gandum yang buruk, tetapi diterima oleh penduduk di koloni utara dan selatan.[8]
Koloni selatan
Berbeda dengan di utara, di selatan tidak ada asal muasal budaya tunggal atau tradisi kuliner tunggal. Koloni selatan juga lebih beragam dalam produk pertanian mereka.
Budak dan orang miskin Eropa di Selatan berbagi hidangan serupa, berdasarkan banyak tanaman asli Dunia Baru. Orang miskin pedesaan sering berburu dan makan tupai, oposum, kelinci, dan hewan hutan lainnya. Daging babi asin atau asap sering melengkapi hidangan sayuran harian.
Mereka yang berada di "kawasan beras" makan nasi dalam jumlah yang cukup, sedangkan orang miskin dan budak di selatan menggunakan jagung menjadi roti dan bubur. Gandum bukanlah pilihan bagi sebagian besar penduduk miskin di koloni selatan.[17]
Memasuki abad ke-18, kawasan Chesepeake masih mengandalkan sari yang diseduh di rumah sebagai minuman utama.[20] Di sebagian besar keluarga pekebun kecil, perempuan bertanggung jawab atas produksi minuman dan mengandalkan produk lokal untuk membuat sari yang berbeda.[20] Produksi ini bersifat musiman, karena hanya pekebun besar yang memiliki dana dan teknologi yang memadai untuk menghasilkan alkohol sepanjang tahun.[20]
Koloni selatan dapat dibagi berdasarkan budaya antara dataran tinggi dan dataran rendah, dan perbedaan ini terlihat dalam hidangan harian dan persiapan makanan di kedua wilayah.
Hidangan harian di dataran tinggi yang ada seperti kubis, kacang polong, kentang putih, sedangkan sebagian besar orang kulit putih yang makmur di dataran tinggi menghindari tanaman yang diimpor dari Afrika karena terkait dengan dan mencerminkan inferioritas sosial tentang budak kulit hitam.
Mereka yang bisa menanam atau membeli gandum sering memiliki biskuit di meja mereka untuk sarapan, bersama dengan seporsi daging babi yang sehat. Daging babi asin adalah makanan pokok yang cocok dengan apa pun, karena digunakan dalam persiapan sayuran untuk menambah rasa, di samping konsumsi langsung sebagai protein.[17]
Hidangan di dataran rendah pesisir yang lebih bervariasi, terutama ada di sekitar Charleston dan New Orleans dan yang juga mencakup sebagian besar wilayah orang Acadian Prancis di Louisiana dan daerah sekitarnya, sangat dipengaruhi oleh orang Afrika dan Karibia, serta Prancis. Nasi memainkan peran besar dalam hidangan harian.
Selain itu, tidak seperti di dataran tinggi, protein di dataran rendah sebagian besar berasal dari makanan pesisir laut dan daging buruan. Sebagian besar hidangan harian menggunakan paprika, seperti yang masih terjadi sampai sekarang.[17]
Meskipun penjajah Amerika memiliki penghinaan bawaan terhadap makanan Prancis serta banyak makanan asli, Orang Prancis tidak memiliki penghinaan semacam itu terhadap bahan pangan setempat. Sebaliknya, mereka menghargai hidangan dan bahan-bahan pangan asli setempat.[9]
Perubahan pola makan melalui boikot
koloni-koloni bergantung pada Inggris untuk impor makanan dan produk dasar lainnya. Ketika pajak dan tarif Parlemen Inggris untuk produk yang digunakan oleh koloni Amerika meningkat, koloni harus terus mengimpor barang-barang dari Inggris dan India Barat.
Akibatnya, sejumlah koloni-koloni mulai memboikot barang impor demi menghargai barang dalam negeri. Boikot itu awalnya tidak meluas, terutama karena tidak dapat ditetapkan secara resmi, sehingga tidak memiliki respons di sejumlah daerah. Namun, meningkatnya dukungan terhadap boikot ini membantu menghasilkan revolusi melawan Inggris.[1]
Ketika Parlemen memberlakukan serangkaian tindakan terhadap penjajah, perubahan neraca pembelian dan perdagangan koloni-koloni Amerika akhirnya mengubah hidangan harian Amerika. Dimulai dengan Undang-Undang Molase tahun 1733, diikuti oleh Undang-Undang Gula tahun 1760, terjadilah pergeseran konsumsi alkohol.
Boikot ini menjadi lebih dari sekadar protes terhadap perpajakan molase, bahan utama dalam produksi rum. Wiski menjadi alkohol pilihan bagi banyak koloni-koloni Amerika yang ingin memancungkan hidung mereka di Inggris. Di koloni utara, wiski dibuat dengan gandum hitam, sedangkan koloni selatan menggunakan jagung. Gandum hitam dilihat sebagai biji-bijian yang lebih merakyat, sedangkan wiski jagung disajikan sebagai versi yang lebih patriotik karena diproduksi dari tanaman asli Amerika.[18]
Produksi wiski bukanlah norma koloni di tahun-tahun awal. Eselon atas masyarakat kolonial memandang rendah wiski Amerika sampai saat Revolusi Amerika. Beberapa bahkan melihat minuman keras sebagai benteng pesta pora di koloni Amerika.[18]
Apa pun sentimennya, Skotlandia, Irlandia, dan Jerman membawa rasa untuk minuman keras dari tanah air mereka ke koloni Amerika pada 1730-an. Kelompok-kelompok ini terus menghasilkan minuman keras dalam semangat keras dalam foto yang diimpor, atau berdasarkan desain Dunia Lama, sebagai pembalasan terhadap kontrol ekonomi yang tidak populer yang diperkenalkan oleh Parlemen.[9]
Undang-Undang Pendapatan tahun 1764 yang sangat membebani Madeira dan anggur lainnya menyebabkan boikot lanjutan, yakni terhadap anggur impor. Hal ini mempromosikan hasil pertanian asli lainnya dari Koloni Amerika, yaitu anggur Vitis labrusca. Pada tahun 1765, Benjamin Franklin memutuskan untuk menggunakan Almanak Richard untuk mempromosikan pertumbuhan anggur Amerika untuk mendorong produksi anggur domestik.[21]
Salah satu teman Franklin bernama Benjamin Gale menyatakan pada suatu malam di salah satu pertemuan mereka "Kita harus minum anggur yang kita buat sendiri atau tidak sama sekali;"[22] pendapat ini tampaknya menjadi sentimen yang berlaku di koloni dari 1764 sampai Revolusi.
Banyak yang mendukung gerakan pengekangan diri di dalam koloni juga mendukung produksi anggur Amerika saat ini, karena bentuk kolonial gerakan pengekangan diri pada saat itu adalah hanya minum anggur atau bir, bukan minuman keras.[18][9]
Undang-Undang Perlindungan Makanan dan Minuman tahun 1765, mungkin lebih melucuti dana koloni-koloni dari apa pun dan dengan demikian mampu untuk membeli kemewahan impor. Undang-Undang Bea Cukai tahun 1765 mengakibatkan boikot terhadap barang-barang impor oleh banyak pedagang, yang semakin diperkuat oleh berlakunya Undang-Undang Townshend tahun 1767.
Meskipun demikian, boikot ini tidak berlangsung lama, dengan cemas koloni radikal yang berharap dapat mengendalikan barang-barang luaran yang diimpor dari Eropa dan impor dari Hindia Barat. Setelah Undang-Undang Townshend dicabut, koloni berbondong-bondong kembali ke pasar untuk membeli barang-barang yang tidak penting.[1]
Penegakan Undang-Undang Teh tahun 1773 menjadi masalah panas bagi para koloni, dengan demonstrasi terkenal di pelabuhan Boston, Pesta Teh Boston, reaksi langsung terhadap tindakan tersebut. Namun, pergeseran yang jauh lebih penting terjadi dalam minuman pilihan para koloni. Pada tahun 1773, John Adams menulis surat kepada istrinya, Abigail, yang menyatakan, "Teh harus ditinggalkan seutuhnya dan saya harus disapih, dan semakin cepat semakin baik."[9]
Dengan demikian mulailah pergeseran dari teh ke kopi bagi orang Amerika. Dalam sebuah boikot terkonsentrasi, ibu-ibu rumah tangga dari Falmouth, Massachusetts bersatu di depan umum, bersumpah untuk hanya menyajikan kopi di rumah mereka. Hal ini mengilhami rumah tangga lain di seluruh koloni, baik di utara dan selatan untuk melakukan hal yang sama.[11]
Dampak Revolusi Amerika
Pada tahun 1775, Kongres Kontinental memutuskan bahwa tidak ada impor yang akan memasuki koloni-koloni Amerika, juga tidak akan ada ekspor yang bergerak dari Amerika ke Inggris. Beberapa sejarawan menyatakan bahwa ini berdampak besar pada pertanian Amerika, sedangkan yang lain menyatakan bahwa tidak ada dampak sama sekali karena pasar domestik cukup kuat untuk mempertahankan agrikulturonis Amerika. Perselisihan terletak pada kenyataan bahwa ekonomi Amerika sangat beragam; Tidak ada bentuk mata uang standar, dan tidak ada catatan yang disimpan secara konsisten.[23]
Perubahan pola makan terjadi di Amerika seiring deklarasi Revolusi Amerika dengan George Washington sebagai pemimpin militernya.
Kopi dengan cepat menjadi minuman panas normal koloni dan rasa wiski telah diperoleh di antara banyak dari mereka yang bisa memproduksinya. Bahkan, pada tahun 1774, jagung pertama ditanam di Kentucky khusus untuk produksi wiski Bourbon Amerika.[18] Langkah ini mungkin telah membentuk semangat Amerika dalam budaya Amerika, sama seperti negara itu akan berperang dengan Inggris.
Sementara wiski datang memberi rasa, mulai terjadi pergeseran dalam konsumsi sari atas bir. Koloni-koloni memilih untuk menanam lebih sedikit barli karena lebih mudah untuk memfermentasi sari apel daripada mencampur bir.[23] Alasan lain perubahan ini adalah kurangnya hop impor yang diperlukan untuk mencampur bir.[19]
Ketika koloni Amerika berperang, mereka membutuhkan tentara dan persediaan dalam jumlah besar. Tentara membutuhkan seragam dan, karena semua pengiriman ke koloni telah berhenti, wol menjadi komoditas integral untuk mendukung perang. Selama Revolusi konsumsi daging kambing berhenti hampir seluruhnya di banyak daerah, dan di Virginia menjadi ilegal untuk dikonsumsi kecuali dalam kasus kebutuhan ekstrim.[8]
Berburu mulai menjadi langka di wilayah timur Sungai Mississippi. Hal ini bisa terjadi karena perburuan berlebihan, atau perburuan dialihkan ke barat karena populasi kolonial meningkat.[9] Untungnya, imigran Irlandia dan Skotlandia telah mengimpor ternak ke koloni Amerika pada awal abad ke-18. Akibatnya, ketika perburuan menjadi langka dan moratorium terhadap daging kambing telah ditetapkan, peternakan hadir untuk mengisi tempat sebagai sumber protein.
Perubahan ini meningkatkan keuntungan bagi para peternak. Peternakan sapi skala kecil dimulai selama Perang Prancis-India, tetapi ketika Revolusi Amerika terjadi, peternak mampu meningkatkan kepemilikan ternak mereka dan meningkatkan kapasitas daging sapi dalam makanan Amerika.[24] Selain produksi daging sapi, sapi juga meningkatkan produksi susu dan produk susu seperti mentega. Hal ini berdampak langsung pada preferensi mentega atas lemak babi, terutama di koloni utara.[24]
Seiring datangnya Angkatan Darat Britania Raya untuk memadamkan revolusi, dan pertempuran laut yang terjadi di laut, daerah air asin yang digunakan untuk memancing menjadi tidak aman bagi nelayan, dan dengan demikian tidak menghasilkan selama perang. Selain itu, banyak kapal penangkap ikan yang diubah menjadi kapal perang.
Sebelum perang, sering ada pembicaraan tentang kelebihan lobster dan ikan kod di pantai lepas New England. Hal ini tampaknya berubah selama dan setelah perang, karena sejumlah besar kapal dan artileri memasuki perairan laut. Setelah penjalaan lobster dan pemancingan ikan dimulai kembali, sebagian besar nelayan menemukan bahwa lobster dan ikan cod telah bermigrasi jauh dari pantai.[11]
Penghinaan historis terhadap cara memasak Prancis yang dilakukan oleh orang Amerika sebagian kecil telah diubah oleh aliansi Amerika dengan Prancis.
Dalam publikasi Amerika pertama dari Hannah Glasse berjudul Art of Cookery Made Easy, penghinaan yang ditujukan pada hidangan Prancis menghilang. Beberapa orang Boston bahkan berusaha memasak masakan Prancis untuk sekutu Prancis di tempat mereka, kadang-kadang dengan sedikit candaan ketika seluruh katak dimasukkan ke dalam sup padahal hanya kaki yang dibutuhkan. Meskipun demikian, aliansi tersebut mendukung persahabatan dengan Prancis yang kemudian mengakibatkan migrasi besar masakan dan koki Prancis ke Amerika selama Revolusi Prancis.[11]
Hidangan Amerika diubah melalui persahabatan ini serta karena perubahan yang dipaksakan melalui boikot dan permusuhan dengan Inggris. Setelah beberapa saat, perdagangan dilanjutkan dengan Hindia Barat tetapi terbatas pada kebutuhan. Barang-barang yang menopang upaya perang di Amerika diperdagangkan, dengan tanaman seperti beras dari Carolina dikirim keluar dan biji kopi diimpor untuk menyeduh minuman baru pilihan orang Amerika.[23]
- Masakan Antebellum America
- Masakan Amerika Serikat
- Masakan Eropa modern awal
- Daftar makanan Amerika
Referensi
- ^ a b c Breen, Ann (1996). The New Waterfront: A Worldwide Urban Success Story (dalam bahasa Inggris). McGraw-Hill. ISBN 978-0-07-007454-5.
- ^ Megan E. Edwards, "Virginia Ham: The Local and Global of Colonial Food and feeding." Food and 19.1-2 (2011): 56-73.
- ^ Katherine E. , Colonial Virginia's Cooking Dynasties (U of South Carolina Press, 2004).
- ^ a b c d e f g h The World's Best Asian Noodle Recipes: 125 Great Recipes from Top Chefs (dalam bahasa Inggris). Race Point Publishing. 2013-10-15. hlm. 114, 134–139, 365, 486, 539, 608–612, 727–728. ISBN 978-1-62788-077-0.
- ^ "blogadmin - Berita Makanan di Amerika Serikat - Thehillstavern" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-26.
- ^ Fischer, p. 538–44
- ^ Volo, James M.; Volo, Dorothy Denneen (2002). Daily Life on the Old Colonial Frontier (dalam bahasa Inggris). Greenwood Publishing Group. hlm. 149. ISBN 978-0-313-31103-1.
- ^ a b c d e Oliver, Jamie (2016-12-22). Everyday Super Food (dalam bahasa Inggris). Penguin UK. hlm. 16–19. ISBN 978-0-7181-8771-2.
- ^ a b c d e f g h i j k l Smith, Andrew (2013-01-31). The Oxford Encyclopedia of Food and Drink in America (dalam bahasa Inggris). OUP USA. hlm. 512–547. ISBN 978-0-19-973496-2.
- ^ Glasse, Hannah (1774). The Art of Cookery, Made Plain and Easy: Which Far Exceeds Any Thing of the Kind Yet Published ... (dalam bahasa Inggris). W. Strahan, J. and F. Rivington, J. Hinton. hlm. 106.
- ^ a b c d e Root, Waverly; Rochemont, Richard De (1981-08-01). Eating In America (dalam bahasa Inggris). HarperCollins. hlm. 178–200. ISBN 978-0-88001-399-4.
- ^ Apple Jr., R.W. (March 29, 2006). "Much Ado About Mutton, but Not in These Parts". The New York Times. Diakses tanggal 2008-01-23.
Until it fell from favor after World War II, mutton (defined as the meat of sheep at least two years old) was a favorite of most Britons, who prized it above lamb (from younger animals) for both its texture and flavor. It has a bolder taste, a deeper color and a chewier consistency.
- ^ a b "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal August 20, 2010. Diakses tanggal 2010-10-05.
- ^ "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal December 25, 2010. Diakses tanggal October 5, 2010.
- ^ Black, Rachel (2010). Alcohol in Popular Culture: An Encyclopedia. Santa Barbara, CA: AB-CLIO, LLC. hlm. 10. ISBN 978-0-313-38048-8. Diakses tanggal 2011-10-22.
- ^ Karen Tina Harrison, Jersey Lightning, New Jersey Monthly, July 13, 2009.
- ^ a b c d e f g Pillsbury, Richard (2018-02-12). No Foreign Food: The American Diet In Time And Place (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 120–140. ISBN 978-0-429-97829-6.
- ^ a b c d e Crowgey, Henry G. (2013-04-06). Kentucky Bourbon: The Early Years of Whiskeymaking (dalam bahasa Inggris). University Press of Kentucky. hlm. 18–30. ISBN 978-0-8131-4416-0.
- ^ a b Smith, Gregg (1998-09-18). Beer in America: The Early Years--1587-1840: Beer's Role in the Settling of America and the Birth of a Nation (dalam bahasa Inggris). Brewers Publications. hlm. 60–70. ISBN 978-1-938469-24-4.
- ^ a b c Meacham, Sarah (2009). Every Home a Distillery: Alcohol, Gender, and Technology in the Colonial Chesapeake. Baltimore: Johns Hopkins University Press. hlm. 1–5. ISBN 978-0-8018-9312-4.
- ^ Pinney, Thomas (2007-09-17). A History of Wine in America, Volume 1: From the Beginnings to Prohibition (dalam bahasa Inggris). University of California Press. hlm. 50–60. ISBN 978-0-520-93458-0.
- ^ Franklin, Benjamin (1959). The Papers of Benjamin Franklin: Vol. 12, January 1, 1765 Through December 31, 1765 (dalam bahasa Inggris). Yale University Press.
- ^ a b c Schlebecker, John T. (1976). "Agricultural Markets and Marketing in the North 1774-1777". Agricultural History. 50 (1): 21–36. ISSN 0002-1482.
- ^ a b Mitchell, Robert D. (1973). "Agricultural Change and the American Revolution: A Virginia Case Study". Agricultural History. 47 (2): 119–132. ISSN 0002-1482.
Bacaan tambahan
- Breen, T.H. The Marketplace of Revolution: How Consumer Politics Shaped American Independence. New York: Oxford University Press, 2004. ...
- Crowgey, Henry G. Kentucky Bourbon: The Early Years of Whiskeymaking. Kentucky: The University Press of Kentucky, 1971. .
- Glasse, Hannah . Art of Cookery Made Easy. London:1750; 'Art of Cookery Made Easy. Virginia:1812.
- Harbury, 'Katherine E. Colonial Virginia's Cooking Dynasty (U of South Carolina Press, 2004). online review
- Jones, Evan. American Food: What We've Cooked, How We've Cooked it, and the Ways We've Eaten in America Through the Centuries. (Woodstock, NY: The Overlook Press, 2007).
- Fischer, David Hackett. Albion's Seed: Four British Folkways in America New York, NY: Oxford University Press, 1989
- Franklin, Benjamin. Papers of Benjamin Franklin (Vol.12) : January 1, Through December 31, 1765. Edited by Leonard W. Labaree. Connecticut: Yale University Press, 1962.
- McWilliams, James E. A Revolution in Eating: How the Quest for Food Shaped America. New York: Columbia University Press, 2005.
- Mitchell. Robert D. "Agricultural Change and the American Revolution: A Virginia Case Study" Agricultural History, Vol. 47, No. 2, (1973)
- Oliver, Sandra L. Food in Colonial and Federal America. London: Greenwood Press, 2005.
- Pillsbury, Richard. No Foreign Food: The American Diet in Time and Place. Colorado: Westview Press, 1998.
- Pinney, Thomas. A History of Wine in America: From the Beginnings to Prohibition. Berkeley: University of California Press, 2007.
- Root, Waverly and De Rochemont, Richard. Eating in America: a History. New Jersey: The Ecco Press, 1981.
- Schlebecker, John T. "Agricultural Markets and Marketing in the North 1774–1777" Agricultural History, Vol. 50, No. 1, Bicentennial Symposium: Two Centuries of American Agriculture, (1976)
- Smith, Andrew F. The Oxford Encyclopedia of Food and Drink in America, Oxford:Oxford University Press, 2004.
- Smith, Gregg. Beer in America The Early Years—1587–1840: Beer's Role in Settling America and the Birth of a Nation. Boulder Colorado: Brewers Publications, 1998.