Nirwan Dewanto

Revisi sejak 10 Februari 2022 15.23 oleh Wagino Bot (bicara | kontrib) (→‎Rujukan: Bot: Perubahan kosmetika)

Nirwan Dewanto (lahir 28 September 1961) adalah seorang budayawan yang dikenal sebagai kurator dan pengamat seni rupa, penyair, penulis esai, dan aktor yang berasal dari Indonesia. Dia dikenal karena perannya sebagai Albertus Soegijapranata dalam film biopik Soegija yang disutradarai Garin Nugroho pada tahun 2012.

Nirwan Dewanto
Nirwan pada tahun 2011
Lahir28 September 1961 (umur 62)
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
KebangsaanIndonesia
AlmamaterInstitut Teknologi Bandung
PekerjaanPenyair, Aktor, Kurator
Tahun aktif1991-sekarang
Discogs: 4235899 Edit nilai pada Wikidata

Dewanto adalah redaktur sastra untuk Koran Tempo selama 14 tahun sejak mula media itu terbit tahun 2001; media cetak ini menghentikan penerbitannya dengan edisi terakhir pada 31 Desember 2020, mengacu pada perubahan perilaku pembaca surat kabar serta meningkatnya jumlah pelanggan Koran Tempo versi digital.[1] Dua buku mutakhirnya, Buku Merah (2017) dan Buku Jingga (2018), adalah karya fiksi—bisa disebut sebagai puisi-prosa—yang mengolah secara “dekonstruktif” aneka karakter dan motif dari Ramayana dan Mahabharata—dua epik Jawa-Hindu. Buku Jingga terpilih sebagai fiksi terbaik 2018 oleh majalah Tempo. Saat ini, ia aktif di Komunitas Salihara, yang didirikannya bersama jurnalis pendiri majalah mingguan Tempo dan sastrawan Goenawan Mohammad, jurnalis dan novelis Ayu Utami, musisi Tony Prabowo, dan lain-lain.

Latar Belakang Pendidikan

Nirwan dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 28 September 1961. Saat masih di SMA dia sudah menulis puisi; karya-karyanya diterbitkan di majalah antara lain Kuncung dan Kartini. Nirwan kuliah di Institut Teknologi Bandung di Bandung, Jawa Barat, dari tahun 1980 sampai 1987, dan mulai dikenal sebagai aktivis mahasiswa pro-demokrasi yang memimpin Gerakan Apresiasi Sastra (GAS) ITB tahun 1984, sebelum komunitas tersebut dipimpin oleh Fadjroel Rahman (1985) dan Kurnia Effendi (1986). Setelah meraih gelar Sarjana Geologi, kemudian dia berpindah ke Jakarta.[2][3] Ia adalah alumni dari program residensi International Writing Program tahun 2007 di Universitas Iowa.

Kiprah Kesenian

Pada tahun 1991 Nirwan menjadi pembicara di Konferensi Budaya Nasional. Dia kemudian lebih dikenal untuk banyak membicarakan soal budaya.[3] Nirwan pernah menjadi satu redaktur majalah sastra Horison periode tahun 1990-an, saat susunan dewan redaksi diketuai oleh sastrawan Goenawan Mohamad. Nirwan menjadi redaktur majalah Kalam saat diluncurkan pada bulan Februari 1994, bersama sastrawan Goenawan Mohamad.[4] Pada tahun 1996 Nirwan menerbitkan koleksi esai yang diberi judul Senjakala Kebudayaan.[2] Dua dekade sejak dikemukakan, kelemahan Kebudayaan Indonesia: Pandangan 1991 dibongkar oleh Putri Karyani, blogger Kompasiana, yang menolak premis pascamodernis Nirwan mengenai posisi sains dalam kebudayaan.[5]

 
Nirwan Dewanto dalam BWCF 2019

Nirwan menduduki kursi dewan juri pada penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa pertama pada tahun 2001 yang memenangkan Sajak-sajak Lengkap, 1961-2001, sebuah kumpulan puisi karya Goenawan Mohamad.[6][7][8] Di kemudian hari, Nirwan menyatakan bahwa proses seleksi kurang baik, sampai-sampai dewan juri sering tidak memahami karya yang dinilai dan kadang-kadang menilai karya secara sembarangan.[9] Pada tahun yang sama, Nirwan menghasilkan karya antologi puisi Buku Cacing.[2]

Setelah tidak duduk di kursi dewan juri, Nirwan berhasil memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa pada tahun 2008 untuk antologi puisi Jantung Ratu Lebah; penghargaan ini juga termasuk honorarium senilai Rp 100 juta. Penulis cerita pendek Seno Gumira Ajidarma, seorang juri, menyatakan bahwa antologi tersebut merupakan karya monumental.[10] Pada tahun 2010, Nirwan menghasilkan antologi puisi yang berjudul Buli-Buli Lima Kaki yang kembali memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa 2011 kategori puisi. Tahun berikutnya beberapa karyanya ditampilkan bersama musik oleh Dian HP dan istri Nirwan, penyanyi Nya Ina Raseuki; Nirwan juga membaca puisi pada kegiatan tersebut.[11][3]

Pada tahun 2012, Nirwan berperan sebagai Uskup Agung Semarang, Albertus Soegijapranata, dalam film biopik Soegija yang disutradarai Garin Nugroho.[12] Garin menyatakan bahwa dia pilih Nirwan sebab penyair itu mirip Soegijapranata secara fisik, biarpun Nirwan bukan orang Katolik.[13] Sementara, Nirwan menyatakan bahwa dia "dipaksa" untuk main film.[14] Indah Setiawati, yang menulis dalam The Jakarta Post, menyatakan bahwa peran Nirwan cukup bagus, biarpun ia tampak merasa kurang nyaman memerankan perannya dalam beberapa adegan.[12]

Buku

  • Kebudayaan Indonesia: Pandangan (1991)
  • Senjakala Kebudayaan (1996)
  • Buli-Buli Lima Kaki (2010)
  • Satu Setengah Mata-Mata (2016)
  • Buku Merah (2017)
  • Buku Jingga (2018)

Filmografi

Film

Tahun Judul Peran Produksi
2012 Soegija Albertus Soegijapranata Puskat Pictures

Rujukan

Catatan kaki
  1. ^ Aji, Rosseno; Paskalis, Yohanes; Efri R. (2020). "Transformasi dari Kertas ke Layar". Koran Tempo. Diakses tanggal 5 January 2021. 
  2. ^ a b c Eneste 2001, hlm. 165.
  3. ^ a b c Kompas 2012, Nirwan Dewanto.
  4. ^ Tempo 1994, Jurnal Angker.
  5. ^ Putri Karyani Diarsipkan 2014-09-29 di Wayback Machine., Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Budaya: Memberi Tanggapan atas Tulisan Nirwan Dewanto, “Kebudayaan Indonesia: Pandangan 1991”, edukasi.kompasiana.com[pranala nonaktif permanen], 26 Desember 2012
  6. ^ "Kusala Sastra Khatulistiwa". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-23. Diakses tanggal 2015-07-13. 
  7. ^ Good Reads: Sajak-sajak Lengkap, 1961-2001
  8. ^ Buka Buku: Sajak-sajak Lengkap, 1961-2001
  9. ^ Tempo 2001, Sebuah Panggung.
  10. ^ Hermawan and Messakh 2008, Ayu Utami.
  11. ^ Hamdani 2011, Making Poetry Sing.
  12. ^ a b Setiawati 2012, 'Soegija' sends a message.
  13. ^ Siregar 2012, 'Soegija'.
  14. ^ Tribun 2012, Aktor Romo Soegija.
Bibliografi