Suku Palembang

kelompok etnik pribumi Sumatera yang berasal dari daerah Palembang di Sumatera bagian tenggara


Suku Palembang[2][3] alias Wong Palembang[4] (terkadang juga Wong Kito Galo)[5] adalah etnis pribumi asli yang berasal dari daerah Palembang di Sumatra Selatan, Indonesia.[6][7] Berdasarkan statistik, penduduk beretnis Palembang berjumlah sekitar 3.800.000[1] individual yang hidup di Indonesia.

Etnis Palembang
  • Wong Palembang
  • Wong Kito Galo
Jumlah populasi
± 3,800,000[1]
Daerah dengan populasi signifikan
 Indonesia (Sumatra Selatan)
Bahasa
Agama
Kelompok etnik terkait

Arsitektur

Rumah Tradisional

Secara tradisional, rumah-rumah adat Palembang memiliki karakteristik dan simbolisme sendiri yang dicerminkan dalam bentuk khazanah arsitektural. Setiap rumah tradisional memiliki makna historis dan pengaruhnya tersendiri.

 
Dua perempuan pribumi Palembang mempersembahkan tarian adat Palembang di depan bangunan kantor Belanda pada zaman kolonialisme (masa kini telah bertransformasi menjadi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II), bangunan ini dibangun berdasarkan bentuk salah satu rumah adat Palembang yang bernama Caro Godang alias Cara Gudang
  • Rumah Bari
 
Rumah Bari di Palembang

Rumah Bari adalah salah satu rumah tradisional atau rumah adat masyarakat Palembang yang telah terpelihara dengan baik sejak dahulu kala. Rumah Bari tidak dapat dipisahkan dengan sejarah etnis pribumi Palembang itu sendiri, dan rumah tradisional ini dianggap sebagai salah satu arsitektur khas Palembang yang paling menonjol.

 
Atap rumah Bari tergambar dalam lambang provinsi Sumatra Selatan

Aspek arsitektur Rumah Bari digambarkan pada lambang provinsi Sumatra Selatan untuk menggambarkan Palembang sebagai ibu kota Sumatra Selatan yang juga sebagai bentuk simbolisasi keharmonisan dan keamanan kota Palembang dan provinsi Sumatra Selatan secara umum yang telah terjaga dengan baik sejak zaman dahulu. Pada tahun 2021, Rumah Bari secara resmi disahkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda dalam aspek arsitektural oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.[8]

  • Rumah Caro Godang alias Cara Gudang
 
Rumah Cara Gudang pada zaman kolonial dijadikan sebagai kantor residen Belanda

Secara etimologi, kata godang mungkin mengacu pada gudang (bangsal tempat menyimpan barang) karena bentuknya yang memanjang seperti gudang, akan tapi mungkin juga berasal dari perkataan gadang dalam bahasa Minangkabau yang berarti 'besar'. Tapi bagaimanapun juga, Rumah Cara Gudang tidak serupa dengan Rumah Gadang khas Minangkabau yang terkenal.

Bentuk rumah ini seperti panggung dan memanjang dengan tiang setinggi 2 meter. Bahan utama untuk membangun rumah adat ini adalah kayu. Kayu yang digunakan berasal dari jenis kayu tembesu, unglen, dan petanang. Kayu ini digunakan karena selain kuat juga kokoh. Rumah Cara Gudang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian belakang, bagian tengah, dan bagian depan. Bagian belakang memiliki ruangan yang berfungsi sebagai ruangan indoor, dapur, atau kamar tidur. Bagian tengah terdapat ruangan yang berfungsi sebagai ruangan untuk tamu terhormat ataupun tetua adat. Sedangkan bagian depan memiliki ruangan yang difungsikan sebagai tempat beristirahat, berkumpul, atau digunakan sebagai tempat mengadakan pesta.

Pada tahun 2010, Rumah Caro Godang alias Cara Gudang secara resmi disahkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda dalam aspek arsitektural oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.[9]

  • Rumah Limas
Rumah Limas tergambar pada pecahan uang 10.000 Rupiah, Rumah Limas ini berlokasi di Museum Balaputradewa
Rumah Limas di Pavilion Sumatra Selatan Taman Mini Indonesia Indah

Rumah Limas tak dapat terbantahkan merupakan rumah adat asli Palembang. Bagi masyarakat etnis Palembang, Rumah Limas kerap kali diasosiasikan dengan golongab bangsawan dan golongan lain yang berstatus tinggi.[10] Pada tahun 2010, Rumah Limas secara resmi disahkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda asli Palembang dalam aspek arsitektural oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.[11]

  • Rumah Rakit
 
Rumah Rakit di Palembang, ca 1850an

Sungai Musi merupakan urat nadi kota Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. Dalam catatan Belanda, pada awal abad ke 19, kota ini disebut "Venesia Dari Timur" atau kota air, karena lebih dari 100 sungai dan anak sungai mengalir di dalam kota ini. Bagi masyarakat Palembang, keberadaan sungai-sungai berfungsi sebagai sumber makanan, mata pencaharian, dan terutama sumber air. Dalam arsitektur yang mempunyai konsep built environment, bangunan selalu dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Dengan kata lain, kondisi alam secara langsung akan mempengaruhi perilaku manusia termasuk dalam merancang bentuk arsitektur rumahnya.

 
Rumah Rakit di sisi Sungai Musi, Palembang

Rumah Rakit adalah bentuk rumah yang tertua di kota Palembang dan mungkin telah ada jauh sebelum masa kemaharajaan Sriwijaya. Rumah Rakit juga menjadi ciri khas masyarakat yang hidup di sungai sebagai tempat tinggal menetap terapung yang pertama dikenal oleh masyarakat etnis Komering dan juga etnis Musi, hanya saja pada Rumah Rakit khas etnis Palembang biasanya memiliki hiasan ukiran timbul (berupa stilisasi daun dan kembang) dengan warna merah hati dan emas yang mencolok. Pada tahun 2010, Rumah Rakit secara resmi disahkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda dalam aspek arsitektural oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.[12]

Bahasa

Bahasa etnis pribumi Palembang ialah bahasa Palembang (dikenal sebagai Baso Palembang), yang merupakan bentuk amalgamasi linguistik antara bahasa Minangkabau (Baso Minangkabau) dan bahasa Jawa (Basa Jawa) yang lahir disebabkan oleh faktor kontak perdagangan antar etnis Minangkabau dan etnis Jawa di tanah Palembang yang telah berlangsung sejak ribuan tahun lalu, salah satu faktor utama lainnya yakni karena Sumatra (yang termasuk juga Palembang di Sumatra Selatan) pernah berada di bawah kekuasaan langsung Jawa untuk masa yang cukup lama khususnya selama era dinasti Syailendra[13]:92 dan kemaharajaan Majapahit, yang menyebabkan varietas lingustik dalam bahasa Palembang dan bahasa-bahasa daerah di sekitarnya sangat dipengaruhi oleh bahasa Jawa, yang merasuk hingga ke kosakata intinya.[14] Pernyataan tersebut didukung oleh McDonnell (2016), yang menyebutkan bahwa bahasa Palembang adalah sebuah koiné language (terj. 'bahasa campuran') yang lahir di Palembang dan wilayah sekitarnya.[15]

Penggunaan bahasa Palembang diakui secara resmi oleh pemerintah Provinsi Sumatra Selatan sebagai salah satu bahasa pribumi Sumatra Selatan yang wajib dijaga kelestariannya. Sebagai salah satu upaya penggiatan sosialisasi dan pelestarian bahasa Palembang, pemerintah Provinsi Sumatra Selatan yang didukung oleh Kementerian Agama Republik Indonesia mengadakan peluncuran Al-Qur'an (kitab suci umat Islam) dengan terjemahan bahasa Palembang yang dirilis oleh Puslitbang Lektur Dan Khazanah Keagamaan[16] pada tahun 2019.[17][18][19]

Bahasa Palembang tingkatan Palembang Jegho (alias Palembang Alus) juga masuk sebagai muatan lokal (kegiatan kurikulum) bagi sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah di wilayah Palembang sejak 2021.[20]

Serapan dari bahasa Palembang ke bahasa Indonesia

Bahasa Palembang merupakan salah satu bahasa di Indonesia yang terdaftar secara resmi dengan kode bahasa Plb dalam sistem kode linguistik Republik Indonesia.

Beberapa kosakata ataupun terminologi dalam bahasa Palembang menjadi salah satu unsur linguistik dalam bahasa Indonesia, diantaranya yaitu:

Bahasa Palembang Arti dalam bahasa Indonesia[21]
Betam Menghitam
Bontet Gemuk dan pendek (tentang tubuh)
Brengkes Pepes ikan
Buntel kadut Adat perkawinan etnis Palembang (serupa dengan konsep mahar)
Burgo Penganan tradisional khas Palembang
Cacap-cacapan Upacara adat etnis Palembang saat perayaan pernikahan
Cengek Sambal khas Palembang
Cung Terong
Dadar jiwo Makanan tradisional khas Palembang
Engkak Penganan tradisional khas Palembang
Gangan ikan Masakan tradisional khas Palembang
Gelenak Penganan tradisional (seperti dodol) khas Palembang
Gelumpai Bilah bambu tempat menuliskan naskah
Guguk Kelompok masyarakat (etnis Palembang) berdasarkan kesamaan keturunan ataupun gelar kebangsawanan
Ibung Tante
Kekas Sebidang tanah
Klisar Daun nipah kering
Ladas
  • Senang
  • Puas
Laksan Irisan pempek berkuah santan
Lapan jam Penganan tradisional khas Palembang
Limar Motif songket khas Palembang
Limas Rumah adat Palembang
Madik Utusan dalam upacara lamaran adat Palembang
Masagus Gelar bangsawan lelaki etnis Palembang
Masayu Gelar bangsawan wanita etnis Palembang
Merenggang Gawai Pemerkosaan (terhadap wanita)
Mi celor Mi tradisional khas Palembang
Model Pempek berisi tahu
Munggah Pesta adat perkawinan Palembang
Paksangko Pakaian adat etnis Palembang
Pecah bulu Pubertas dini
Pempek Penganan tradisional khas Palembang
Penganggon Pakaian adat etnis Palembang (biasanya dikenakan ketika prosesi adat Munggah)
Ragit Makanan tradisional khas Palembang
Rumah Rakit Salah satu rumah adat Palembang
Rusip Makanan tradisional khas Palembang
Senantu Beberapa hari yang lalu
Songket Tenun bersulam
Tajung Tenun khas etnis Palembang yang biasanya dikenakan lelaki
Tekwan Makanan tradisional khas Palembang

Gelar

 
Mahkota tembaga bermotif khas Palembang dipamerkan di Museum Seni Asia (San Francisco) di California, salah satu pusaka ini berkemungkinan dicuri atau diambil dari etnis pribumi Palembang pada masa ca 1880-1930 M

Menurut peranannya yang menonjol, etnis pribumi Palembang digolongkan kedalam dua kelompok utama, yakni Wong Jero alias Wong Jeroo (terj. har. 'golongan bangsawan') dan Wong Jabo (terj. har. 'golongan masyarakat umum'). Gelar-gelar kebangsawanan etnis Palembang sangat dipengaruhi oleh sistem kebangsawanan atau ningrat etnis Jawa karena hubungan erat antar kedua entitas kebangsawanan yang dipengaruhi faktor penguasan Jawa terhadap Palembang di masa lampau.

Pria

  • Ki, Kie, Ke, atau Kyai
    • Kimas/Ki Mas, Kiemas/Kie Mas, Kemas, atau Kyai Mas, gelar kebangsawanan lelaki yang bersusur galur utama dari Kemas Anom Dipati.
    • Ki Gede atau Kyai Gede, termasuk salah satu gelar kebangsawanan paling awal yang digunakan oleh etnis Palembang yang dipengaruhi oleh sistem ningrat atau kebangsawanan etnis Jawa. Dalam struktur masyarakat etnis Jawa, gelar Ki atau Kyai merupakan gelar kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap bijaksana ataupun juga memiliki asal usul aristokrat.
    • Kiagus atau Kyai Agus.
  • Mas
    • Masagus
  • Pangeran
    • Pangeran Adipati
    • Pangeran Ratu
  • Prabu
    • Prabu Anom
  • Raden
  • Raja
    • Raja Madang

Wanita

  • Mas
    • Masayu
  • Nyanyu
  • Nyi atau Nyai
    • Nyi Gede atau Nyai Gede
    • Nyimas atau Nyai Mas
  • Raden
    • Raden Ayu, gelar wanita bangsawan yang telah bersuami.
  • Ratu
    • Ratu Agung
    • Ratu Gading
    • Ratu Ilir atau Ratu Ilèr
    • Ratu Mas
    • Ratu Sepuh
      • Ratu Sepuh Asma
    • Ratu Ulu

Hidangan

Kebudayaan

Budaya etnis Palembang merupakan salah satu kebudayaan tua yang ada di Indonesia, utamanya dalam kawasan Sumatra Selatan.

Pakaian Adat

 
Aesan Gede merupakan salah satu pakaian adat Palembang yang paling tersohor
  • Aesan
 
Pasangan pribumi Palembang mengenakan pakaian adat Palembang yang bernama Aesan, ca 1850an-1900an

Aesan adalah pakaian adat etnis pribumi Palembang. Aesan memiliki beberapa macam jenis, yang paling populer adalah Aesan Gede dan Aesan Paksangko alias Aesan Pasangkong. Pada zaman dahulu, Aesan hanya dikenakan oleh para bangsawan atau anggota keluarga kerajaan Palembang (Wong Jero/Wong Jeroo), namun pada masa kini masyarakat umum Palembang (Wong Jabo) juga dapat mengenakannya sebagai simbol budaya etnis Palembang. Aesan juga kerap dikenakan pada acara-acara adat budaya etnis Palembang, termasuk juga upacara pernikahan adat Palembang. Pada tahun 2021, Aesan secara resmi disahkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda dalam aspek pakaian adat etnis pribumi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.[22]

Pertunjukan Tradisional

  • Gadis Palembang
 
Pertunjukan Tari Gadis Palembang di Sumatra Selatan, ca 1860an

Gadis Palembang adalah merupakan tarian tradisional masyarakat etnis Palembang yang biasanya dibawakan oleh para remaja putri dengan mengenakan pakaian adat Palembang dan diiringi oleh lantunan musik tradisional khas Palembang.

  • Gending Sriwijaya
 
Tari Gending Sriwijaya pada perangko Indonesia edisi 1993

Gending Sriwijaya umumnya mengacu pada pertunjukan tradisional etnis Palembang (dengan unsur pengaruh budaya etnis Jawa) baik itu berupa lagu, gaya musik, maupun pertunjukan tari. Secara historis, Palembang adalah pusat kemaharajaan Sriwijaya (Palembang: Kadatuan Sriwijaya), pertunjukan tari Gending Sriwijaya yang diciptakan oleh etnis Palembang ini secara khusus mempunyai makna filosofis untuk menggambarkan kemegahan, kemurnian budaya, kejayaan, dan kemegahan kemaharajaan Sriwijaya yang pernah berjaya dalam menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Pada tahun 2010, Gending Sriwijaya secara resmi disahkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.[23]

  • Pagar Pengantin
 
Tari Pagar Pengantin biasanya dibawakan dalam acara-acara yang mengusung nuadat Palembang, salah satunya yakni dalam upacara pernikahan

Pagar Pengantin adalah tarian tradisional etnis Palembang yang biasanya dibawakan oleh para penari wanita dalam acara-acara sakral adat Palembang, salah satu contohnya yakni dalam upacara pernikahan adat budaya Palembang. Tarian ini dipercaya oleh masyarakat etnis Palembang dapat membawa keberuntungan atau rejeki yang baik bagi pasangan yang baru menikah. Ini adalah salah satu tarian tradisional Palembang yang paling umum dilakukan dalam pernikahan Palembang.

Sejarah

Sejarah etnis Palembang erat kaitannya dengan sejarah Palembang itu sendiri sebagai tempat asal dan wilayah utama bagi etnis pribumi Palembang. Palembang merupakan salah satu kota yang telah ada sejak zaman kuno di Sumatra yang berperan penting utamanya dalam bidang perdagangan dalam kawasan Asia Tenggara. Pada awal abad ke-6, sebuah kemaharajaan bernama Sriwijaya lahir di Palembang yang mengindikasikan bahwa etnis Palembang merupakan masyarakat yang memiliki mutu peradaban yang tinggi. Namun secara historis, berdasarkan salah satu prasasti kuno yang ditemukan di Palembang menyebutkan bahwa Dapunta Hyang (sang pendiri dinasti kemaharajaan Sriwijaya) merupakan seorang tokoh yang berasal dari daerah Minang di belahan barat Sumatera:

"...marlapas dari Minānga..." — Prasasti Kedukan Bukit

Hal ini menjadikan salah satu faktor yang menjadikan etnis Palembang memiliki unsur-unsur khas etnis Minangkabau khususnya dalam bidang linguistik.

Memasuki masa abad selanjutnya, kira-kira pada pertengahan abad ke-9, budaya etnis Jawa juga masuk ke Palembang dikarenakan faktor penguasaan dinasti Jawa keatas Sumatra. George Coedes menuturkan bahwa: "pada paruh kedua abad ke-9, Jawa dan Sumatera dipersatukan di bawah kekuasaan dinasti Sailendra yang memerintah di Jawa... dengan pusatnya yang berlokasi di Palembang."[13]:92 Hal ini jugalah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa etnis Palembang memiliki begitu banyak unsur Jawa terutama dalam hal linguistik, kebudayaan, sistem kebangsawanan, norma, dan lain sebagainya.

Lihat Juga

Referensi

  1. ^ a b "Palembang of Indonesia". peoplegroups.org. Diakses tanggal 15 January 2021. 
  2. ^ "Yuk Kenali Suku-Suku di Sumatera Selatan (Part-1)" [Let's Get To Know About Ethnic Groups in South Sumatra]. okezone.com. 
  3. ^ "Mari Mengenal 12 Suku yang Mendiami Bumi Sriwijaya" [Let's Get To Know About 12 Ethnic Groups Native To Srivijaya Land (South Sumatra)]. akurat.co. Akurat Sentra Media. 
  4. ^ Sakai, Minako (2017). Kacang Tidak Lupa Kulitnya. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. bahasa Indonesia: Wong Palembang Asli atau orang Palembang asli adalah suku yang berasal dari Palembang [The indigenous Wong Palembang or the Palembang people are the indigenous or ethnic group native to Palembang] 
  5. ^ "Beberapa Ciri Khas Ini Hanya Dimiliki oleh Wong Asli Palembang" [These Characteristics Only Belongs To Indigenous Wong Palembang]. molzania.com. 
  6. ^ Sosial Budaya Kota Palembang Dari Turun Temurun
  7. ^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 2003. ISBN 9812302123.
  8. ^ "Rumah Bari" [Bari house]. Cultural Heritage, Ministry of Education and Culture of Indonesia. Diakses tanggal 5 February 2022. 
  9. ^ "Rumah Gudang" [Gudang house]. Cultural Heritage, Ministry of Education and Culture of Indonesia. Diakses tanggal 5 February 2022. 
  10. ^ Taal 2008, hlm. 363.
  11. ^ "Rumah Limas" [Limas house]. Cultural Heritage, Ministry of Education and Culture of Indonesia. Diakses tanggal 5 February 2022. 
  12. ^ "Rumah Rakit" [Rakit house]. Cultural Heritage, Ministry of Education and Culture of Indonesia. Diakses tanggal 5 February 2022. 
  13. ^ a b Coedès, George (1968). Walter F. Vella, ed. The Indianized States of Southeast Asia. trans.Susan Brown Cowing. University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-0368-1. 
  14. ^ Tadmor, Uri (16–17 June 2001). Language Contact and Historical Reconstruction: The Case of Palembang. 5th International Symposium on Indonesian Linguistics. Leipzig. 
  15. ^ McDonnell 2016, hlm. 35.
  16. ^ "Alquran dengan Terjemahan Bahasa Palembang". IDXchannel.com. 2022. 
  17. ^ "Al Quran terjemahan Bahasa Palembang dan Sunda". 2019. 
  18. ^ "Alquran Terjemahan Bahasa Palembang Hanya Dicetak 100 Eksemplar". liputan6.com. 2020. 
  19. ^ "UIN Raden Fatah Serahkan Alquran Terjemahan Bahasa Palembang ke Sumeks.co". sumeks.co. Sumatera Ekspres. 2022. 
  20. ^ "Alhamdulillah, Bahasa Palembang Jegho (Alus) Masuk Muatan Lokal Pada Sekolah Dasar Di Kota Palembang". Pustipd UIN Raden Fatah. 2021. 
  21. ^ "KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
  22. ^ "Aesan". Cultural Heritage, Ministry of Education and Culture of Indonesia. Diakses tanggal 5 February 2022. 
  23. ^ "Gending Sriwijaya". Cultural Heritage, Ministry of Education and Culture of Indonesia. Diakses tanggal 5 February 2022.