Antagonis reseptor adalah istilah dalam bidang ilmu farmakologi,[1] terutama berhubungan dengan farmakodinamik yaitu ilmu yang mempelajari efek-efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerja obat dalam tubuh. Antagonisme reseptor berkaitan dengan suatu keadaan ketika efek dari suatu obat menjadi berkurang atau hilang sama sekali yang disebabkan oleh keberadaan satu obat lainnya.[2] Prosesnya berikatan dengan reseptor namun tidak menyebabkan aktivasi, menurunkan kemungkinan agonis akan berikatan pada reseptor, sehingga menghalangi kerjanya dengan secara efektif dengan cara melemahkan atau melepaskan dari sistem reseptor. Antagonis dibagi menjadi dua kelas bergantung pada apakah secara langsung bersaing dengan agonis untuk berikatan dengan reseptor atau tidak. Jika konsentrasi agonis tetap maka peningkatan konsentrasi antagonis akan kompetitif dan secara progresif menghambat respon agonis sehingga menyebabkan konsentrasi antagonis yang tinggi untuk mencegah respon secara total, proses ini berlangsung secara reversible (reaksi yang dapat dibalikkan). Reaksi sebaliknya terjadi, ketika konsentrasi agonis yang tinggi dapat menghambat efek konsentrasi tertentu antagonis, ini terjadi ketika reaksi berlangsung secara irreversible dan antagonis berikatan secara non kompetitif pada reseptor.

Tidak semua mekanisme antagonisme melibatkan interaksi obat dengan satu jenis reseptor, dan sebagian dari antagonisme sama sekali tidak melibatkan reseptor. Antagonisme kimiawi terjadi ketika dua obat bergabung membentuk suatu larutan sehingga efek obat yang aktif menjadi hilang, misalnya karena inaktivasi logam-logam berat seperti timah dan kadmium dengan pemberian chelating agent seperti dimercaprol yang akan mengikat erat ion-ion logam tersebut sehingga membentuk senyawa tidak aktif. Jenis lain antagonisme adalah antagonisme fisiologik yang digunakan untuk menjelaskan interaksi dari dua obat yang mempunyai efek yang berlawanan di dalam tubuh dan cenderung untuk meniadakan satu sama lainnya. Misalnya, adrenalin meningkatkan tekanan arteri dengan bekerja pada jantung dan pembuluh perifer, sedangkan histamin menurunkan tekanan arteri dengan cara vasodilatasi sehingga kedua obat saling bersaing satu sama lain[3].

Asal-usul kata

Kata antagonis dalam istilah farmasi berasal dari bahasa Yunaniantagonists, "lawan, pesaing, penjahat, musuh, saingan", yang berasal dari anti- ("melawan") dan agonizesthai ("bersaing untuk hadiah"). Antagonis ditemukan pada abad ke-20 oleh ahli biologi Amerika Bailey Edgren.[4][5]

Reseptor

Reseptor adalah molekul protein besar yang dapat diaktifkan oleh pengikatan ligan seperti hormon atau obat.[6] Reseptor dapat terikat membran, sebagai reseptor permukaan sel, atau di dalam sel sebagai reseptor intraseluler, misalnya reseptor estrogen. Pengikatan terjadi sebagai akibat interaksi non-kovalen antara reseptor dan ligannya, di lokasi yang disebut situs pengikatan pada reseptor. Sebuah reseptor mungkin mengandung satu atau lebih situs pengikatan untuk ligan yang berbeda. Pengikatan ke situs aktif pada reseptor mengatur aktivasi reseptor secara langsung.[6] Aktivitas reseptor juga dapat diatur oleh pengikatan ligan ke situs lain pada reseptor, yaitu situs pengikatan alosterik.[7] Antagonis memperantarai efeknya melalui interaksi reseptor dengan mencegah respons yang diinduksi agonis. Hal ini dapat dicapai dengan penempelan antagonis ke situs aktif atau situs alosterik.[8] Selain itu, antagonis dapat berinteraksi di situs pengikatan unik yang biasanya tidak terlibat dalam regulasi biologis aktivitas reseptor untuk mengerahkan efeknya.[8][9][10]

Istilah antagonis awalnya diciptakan untuk menggambarkan profil yang berbeda dari efek obat.[11] Definisi biokimia dari antagonis reseptor diperkenalkan oleh Ariens[12] dan Stephenson [13] pada 1950-an. Definisi antagonis reseptor yang diterima saat ini didasarkan pada model hunian reseptor. Ini mempersempit definisi antagonisme untuk mempertimbangkan hanya senyawa-senyawa dengan aktivitas yang berlawanan pada reseptor tunggal. Agonis dianggap "menghidupkan" respons seluler tunggal dengan mengikat reseptor, sehingga memulai mekanisme biokimia untuk perubahan di dalam sel. Sedangkan antagonis dianggap "mematikan" respons itu dengan 'mengeblok' reseptor dari agonis. Definisi ini juga tetap digunakan untuk antagonis fisiologis, zat yang memiliki aksi fisiologis yang berlawanan, tetapi bekerja pada reseptor yang berbeda. Misalnya, histamin menurunkan tekanan arteri melalui vasodilatasi pada reseptor histamin H1, sementara adrenalin meningkatkan tekanan arteri melalui vasokonstriksi yang diperantarai oleh aktivasi reseptor alfa-adrenergik.

Pemahaman kita tentang mekanisme aktivasi reseptor yang diinduksi obat, teori reseptor, dan definisi biokimia antagonis reseptor terus berkembang. Model dua keadaan aktivasi reseptor telah memberi jalan kepada model berbagai keadaan dengan keadaan konformasi antara.[14] Penemuan selektivitas fungsional dan bahwa konformasi reseptor spesifik ligan terjadi dan dapat mempengaruhi interaksi reseptor dengan sistem pembawa pesan kedua yang berbeda mengindikasikan bahwa obat dapat dirancang untuk mengaktifkan beberapa fungsi hilir reseptor tertentu secara spesifik.[15] Ini berarti kemanjuran sebenarnya dapat bergantung pada tempat reseptor itu diekspresikan, mengubah pandangan bahwa kemanjuran pada reseptor adalah sifat obat yang tidak bergantung pada reseptor. [15]

Referensi

  1. ^ Katzung, Bertram G. (1989). Farmakologi dasar dan klinik = basic and clinical pharmacology. EGC. ISBN 979-448-088-6. OCLC 850127940. 
  2. ^ Battista, Elisabetta (2015). Crash Course Farmakologi. Singapura: Elsevier. hlm. 10–14. ISBN 978-981-4570-74-9. 
  3. ^ Stringer, Janet L. (2011). Basic concepts in pharmacology : what you need to know for each drug class (edisi ke-4th ed). New York: McGraw-Hill. ISBN 978-0-07-176942-6. OCLC 715319038. 
  4. ^ "antagonist | Search Online Etymology Dictionary". www.etymonline.com. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  5. ^ "antagonist" . Oxford English Dictionary (edisi ke-Online). Oxford University Press.  Templat:OEDsub
  6. ^ a b T. Kenakin (2006) A Pharmacology Primer: Theory, Applications, and Methods. 2nd Edition Elsevier ISBN 0-12-370599-1
  7. ^ May LT, Avlani VA, Sexton PM, Christopoulos A (2004). "Allosteric modulation of G protein-coupled receptors". Current Pharmaceutical Design. 10 (17): 2003–13. doi:10.2174/1381612043384303. PMID 15279541. 
  8. ^ a b Christopoulos A (March 2002). "Allosteric binding sites on cell-surface receptors: novel targets for drug discovery". Nature Reviews. Drug Discovery. 1 (3): 198–210. doi:10.1038/nrd746. PMID 12120504. 
  9. ^ Bleicher KH, Green LG, Martin RE, Rogers-Evans M (June 2004). "Ligand identification for G-protein-coupled receptors: a lead generation perspective". Current Opinion in Chemical Biology. 8 (3): 287–96. doi:10.1016/j.cbpa.2004.04.008. PMID 15183327. 
  10. ^ Rees S, Morrow D, Kenakin T (2002). "GPCR drug discovery through the exploitation of allosteric drug binding sites". Receptors & Channels. 8 (5–6): 261–8. doi:10.1080/10606820214640. PMID 12690954. 
  11. ^ Negus SS (June 2006). "Some implications of receptor theory for in vivo assessment of agonists, antagonists and inverse agonists". Biochemical Pharmacology. 71 (12): 1663–70. doi:10.1016/j.bcp.2005.12.038. PMC 1866283 . PMID 16460689. 
  12. ^ Ariens EJ (September 1954). "Affinity and intrinsic activity in the theory of competitive inhibition. I. Problems and theory". Archives Internationales de Pharmacodynamie et de Thérapie. 99 (1): 32–49. PMID 13229418. 
  13. ^ Stephenson RP (February 1997). "A modification of receptor theory. 1956". British Journal of Pharmacology. 120 (4 Suppl): 106–20; discussion 103–5. doi:10.1111/j.1476-5381.1997.tb06784.x. PMC 3224279 . PMID 9142399.  of the original article.
  14. ^ Vauquelin G, Van Liefde I (February 2005). "G protein-coupled receptors: a count of 1001 conformations". Fundamental & Clinical Pharmacology. 19 (1): 45–56. doi:10.1111/j.1472-8206.2005.00319.x. PMID 15660959. 
  15. ^ a b Urban JD, Clarke WP, von Zastrow M, Nichols DE, Kobilka B, Weinstein H, Javitch JA, Roth BL, Christopoulos A, Sexton PM, Miller KJ, Spedding M, Mailman RB (January 2007). "Functional selectivity and classical concepts of quantitative pharmacology". The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics. 320 (1): 1–13. doi:10.1124/jpet.106.104463. PMID 16803859.