Gereja Batak Karo Protestan

denominasi Kristen

Gereja Batak Karo Protestan (disingkat GBKP) adalah sebuah kelompok gereja Protestan di Indonesia yang berdiri di Tanah Karo, Sumatra Utara dan melayani masyarakat Batak Karo.[2] GBKP adalah gereja Kristen Protestan yang beraliran Calvinis.[2]

Gereja Batak Karo Protestan
Logo GBKP
SingkatanGBKP
PenggolonganKristen Protestan
OrientasiCalvinis
ModeramenPdt. Krismas Imanta Barus, M.Th
Sekretaris UmumPdt Yunus Bangun, M.Th
Ketua BidangKoinonia : Pdt Jennie Elliyani Keliat, S.Th,

Marturia : Pdt Kalvinsius Jawak,

Diakonia : Pdt Mestika N Ginting, S.Th, MPsi,
Perhimpunan
WilayahIndonesia | Malaysia
BahasaBahasa Karo (diprioritaskan)
LiturgiLiturgi GBKP
Kantor pusatKabanjahe, Karo, Sumatra Utara
Didirikan18 April 1890
Buluh Awar, Sibolangit, Sumatra Utara
Terpisah dariNederlandsch Zendeling Genootschap (NZG)
Jemaat805 Gereja yang tergabung dalam 27 Klassis (35 Tempat kebaktian belum gereja/tidak tetap, 73 Bakal Jemaat)[1]
Umat540.000
Rohaniwan472 Pendeta
Rumah sakitRumah Sakit GBKP Kabanjahe (dikelola Pemerintah Kabupaten Karo)
Panti jompo
Komunitas pemudaPermata GBKP
Sekolah dasarSD Swasta GBKP
Sekolah menengah
Perguruan tinggi{{Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer GBKP Neumann}}
PublikasiWarta GBKP Maranatha
Situs web resmiwww.gbkp.or.id
Semboyan
"GBKP aron Dibata guna jadi pasu-pasu man isi doni"
Indonesia: "GBKP menjadi kawan sekerja Allah untuk menyatakan rahmat Allah kepada dunia" (2016)
E-mail: synode@gbkp.or.id
Kantor Sinode Moderamen GBKP
Kantor Sinode Moderamen GBKP
Kantor Sinode Moderamen (kantor pusat) GBKP di Kota Kabanjahe

Sejarah GBKP

Pada 18 April 1890, Nederlands Zendelingenootschap (NZG), mengutus Pdt. H.C. Kruyt dari Tomohon, Minahasa, ke Tanah Karo.[3] Kruyt tinggal di Buluh Awar yang menjadi pos penginjilan yang pertama di Tanah Karo.[3] Tahun berikutnya dia menjemput empat orang Guru Injil yaitu B. Wenas, J. Pinontoan, R. Tampenawas, dan H. Pesik. Keempat orang inilah yang menjadi rekan Kruyt melakukan penginjilan di Karo.[2] Sebelumnya, keempat orang ini juga bekerja di daerah Minahasa, Sulawesi Utara.[4]

 
Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung (foto diambil sekitar tahun 1917).

Pada tahun 1892, Pdt. H.C. Kruyt pulang ke negerinya tanpa berhasil membaptis seorang pun dari suku Karo.[2] Ia kemudian digantikan Pdt. J.K. Wijngaarden, yang sebelumnya telah bekerja di Pulau Sawu dekat Pulau Timor.[2] Pendeta inilah yang melakukan pembaptisan pertama pada suku Karo pada tanggal 20 Agustus 1893. Pada saat itu ada enam orang yang dibabtis, yaitu: Sampe, Ngurupi, Pengarapen, Nuah, Tala, dan Tabar.[2] Pada tanggal 21 September 1894 Pendeta Wijngarden meninggal karena serangan disentri.[2]

Wijgaarden digantikan oleh Pdt. Joustra.[2] Dialah yang menerjemahkan 104 cerita-cerita Alkitab dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam Bahasa Karo (104 turi-turian). Wijgaarden juga tinggal di Buluh Awar.[2]

Kemudian datang pula Pdt. Henri Guillaume (utusan RMG dari Jerman) dari Saribudolok yang sebelumnya tinggal di Tapanuli.[5][per kapan?] Pada saat itu, Saribudolok merupakan daerah pelayanan gereja Batak (cikal-bakal HKBP-Huria Kristen Batak Protestan).[5] Bersama dengan Pdt. Henri Guillaume, datang pula seorang guru injil, bernama Martin Siregar.[5]

Sampai tahun 1900, orang Karo yang sudah dibaptis hanya 25 orang.[2] Dalam kurun waktu 10 tahun pertama tidak banyak orang Karo yang dibabtis.[2] Ini disebabkan oleh kegigihan suku Karo dalam mempertahankan tradisi dan adat istiadatnya.[3] Mereka merasa aman hidup dalam kebudayaan yang bersifat magis, mistis, dan animistis.[3] Selain itu, perkembangan Islam di Sumetera juga turut mempengaruhnya kurangnya penduduk lokal Karo yang mau dibabtis.[3]

Tahun 1903, datang pula Pdt. E.J. van den Berg dan J.H. Neumann yang kemudian membuka pos baru (Pos Keempat) dan menetap di Kabanjahe.[2] Keduanya merupakan teman sekerja yang baik. Mereka membuka Rumah Sakit Zending di Sibolangit dan di KabanJahe.[2] Mereka juga bekerjasama dengan pihak pemerintah. Pdt. E.J.Van den Berg membuka Rumah Sakit Kusta di Lau Simomo. Sementara itu, J.H. Neumann aktif membuka pekan-pekan (sejenis pasar di desa-desa) di daerah Deli Hulu.[2]

GBKP Berdiri Sendiri (Karo-Njayo)

Tahun 1906 datang Pdt. G. Smith dan membuka Kweekschool (Sekolah Guru) di Berastagi. Sekolah ini kemudian dipindahkan ke Raya. Pada tahun 1920 sekolah tersebut ditutup dan guru-guru sekolah yang telah terdidik ditempatkan di desa-desa menjadi guru untuk mengabarkan Injil.[2] Prof. Dr. H. Kraemer yang meninjau tempat-tempat zending di daerah Karo pada tahun 1939 mengusulkan agar dalam waktu sesingkat-singkatnya Jemaat Karo dipersiapkan berdiri sendiri. Dalam rangka kemandirian ini, tenaga-tenaga pribumi disekolahkan untuk menjadi pendeta. Selain itu, ditunjuk majelis-majelis Jemaat yang sudah mampu. Pada tahun 1940, dua Guru Injil P. Sitepu dan Th. Sibero dikirim ke sekolah pendeta di seminari HKBP, Sipoholon.[2]

Pada periode ini, berkembang pula pergerakan muda-mudi di tengah-tengah Gereja dengan nama Christelijke Meisjes Club Maju (CMCM) untuk kaum perempuan dan Bond Kristen Dilaki Karo (BKDK) untuk kaum laki-laki di kalangan pemuda Kristen Karo.[2] Kedua pergerakan ini dapat dikatakan sebagai embrio lahirnya perkumpulan pemuda-pemudi GBKP, yang disebut Persadan Man Anak Gerejanta (PERMATA).[2] Pengesahan dan peresmian PERMATA dilaksanakan oleh Moderamen GBKP pada tanggal 12 September 1948, yang diperingati sebagai hari jadi PERMATA GBKP (Rapat Permata yang pertama tanggal 25 Mei 1947 ; kedua tanggal 18 Juli 1948).[2]

Guru Injil yang disekolahkan ke Seminari Sipoholon (Tarutung) menyelesaikan studinya pada pertengahan sidang Sinode Pertama, yang menetapkan nama Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Sibolangit tanggal 23 Juli 1941.[2] Pada saat yang sama, ada penahbisan dua orang pendeta pertama dari suku Karo, yaitu Pdt. Palem Sitepu dan Pdt. Thomas Sibero.[2] Pada sinode pertama ini juga, Tata Gereja GBKP yang pertama dan ketua Moderamen GBKP, Pdt. J. van Muylwijk ditetapkan.[2] Sekretaris Moderamen adalah Guru Lucius Tambun (periode 1941-1943). Pdt. P. Sitepu ditempatkan di Tiga Nderket, sebagai wakil ketua Klasis untuk daerah Karo Gugung (Dataran Tinggi) serta Pdt. Th. Sibero di Peria-ria, sebagai Wakil Ketua Klasis daerah Karo Jahe.[2]

Statistik Jemaat

Menurut Statistik tahun 2019, GBKP mempunyai 27 Klasis, 805 Runggun/Majelis Jemaat dan sekitar 540.000 anggota jemaat.[2] Anggota gerejanya tersebar di seluruh Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, yang memiliki wilayah pelayanan di Sanggau sekitarnya dan Ngabang sekitarnya, serta satu calon gereja di Simpang Tanjung (di tepi jalan antarnegara Indonesia - Malaysia).[2] Gereja ini dilayani oleh 472 orang pendeta penuh waktu, 54 calon pendeta (vikaris), 1 orang calon vikaris, 50 orang pegawai, 53 pendeta yang telah pensiun, dan 50 guru injil serta 6.832 Pertua aktif, 4.130 Diaken aktif, 1.395 orang Pertua emeritus dan 452 orang Diaken emeritus.

Menurut data[oleh siapa?] Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan[dibutuhkan verifikasi sumber] yang ada setiap perayaan Jubileum, pertambahan jemaat cukup signifikan terjadi pada

  1. tahun 1940 dengan jemaat berjumlah 5.000 orang,
  2. tahun 1965 dengan jemaat berjumlah 35.000 orang,
  3. tahun 1990 dengan jemaat berjumlah 210.000,
  4. tahun 2002 dengan jemaat berjumlah 317.000.
  5. tahun 2019 dengan jemaat berjumlah 540.000

Kepengurusan Pusat GBKP

Kepengurusan Pusat GBKP disebut Moderamen, atau yang lebih familiar sebagai Sinode, GBKP berjumlah 11 (sebelas) orang (masa periode 2020-2025) dengan susunan sebagai berikut:

  • Ketua Umum: Pdt. Krismas Imanta Barus, M.Th, LM
  • Kabid Marturia: Pdt. DR. Kalvinsius Ginting Jawak, M.Si
  • Kabid Koinonia: Pdt. Jennie Elliyani Keliat, S.Th
  • Kabid Diakonia: Pdt. Mestika Nusantara Ginting, S.Th., M.Psi
  • Kabid Dana & Usaha: Pt. Ir. Ananta Purba
  • Kabid SDM & Personalia: Pdt. Natallidna Tarigan, M.Th.
  • Kabid Pembinaan: Pdt. Christopher Sinulingga, M.Th.
  • Sekretaris Umum: Pdt. Yunus Bangun, M.Th
  • Wak. Sekretaris Umum: Pt. Jetra Sembiring, ST
  • Bendahara Umum: Pt. Mulia Peranginangin, S.E.

Gereja Mitra

GBKP adalah gereja anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (sejak 25 Mei 1950),[6] Dewan Gereja-gereja Asia, Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia, dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC).[2] Selain itu GBKP bermitra dengan Nederlanse Hervormde Kerk di Belanda, Evangelical Lutheran Church in America (ELCA), dan United Evanglism Misson (UEM) dari Jerman.[2]

Galeri

Referensi

  1. ^ Statistik GBKP 2020, Percetakan GBKP, 2020
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa Cooley, Frank L. (1976). Benih yang Tumbuh 4: GBKP. Jakarta: LPDSGI. 
  3. ^ a b c d e Weitjens, J; van den End, Th. Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia tahun 1860 - sekarang. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 
  4. ^ Rae, Simon (1994). Breath Becomes The Wind: Old and New in Karo Religion (dalam bahasa Inggris). Dunedin: University of Otago Press. 
  5. ^ a b c (Indonesia)Sinuraya, P.1890.Diakonia No.6 Sejarah Pelayanan GBKP di Tanah Karo.Medan: Merga Silima
  6. ^ Profil GBKP di situs PGI

Lihat pula

Pranala luar