Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia

perusahaan asal Indonesia

Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia (disingkat BPK Gunung Mulia) adalah salah satu penerbit buku, terutama buku-buku Kristen, di Indonesia. Namanya diambil dari Todung Sutan Gunung Mulia, Menteri Kebudayaan Indonesia tahun 1945-1946.

Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia
PendahuluBadan Penerbit Darurat dari Gereja dan Pekabaran Injil (Noodleectuurcommissie van Kerk’en Zending)
DidirikanOktober 1946; 78 tahun lalu (1946-10)
Kantor pusatJalan Kwitang Raya No. 22-23, Jakarta Pusat, ,
Indonesia
Situs webbpkgunungmulia.com
Logo BPK Gunung Mulia terdahulu

Latar belakang

sunting

Cikal bakal

sunting

Ketika nasionalisme di kalangan penduduk Indonesia mulai berkembang sebelum tahun 1942, beberapa kelompok Kristen Protestan telah beritikad untuk mendukung kemerdekaan Indonesia.[1] Ketika Jepang menaklukan pemerintah Hindia Belanda dan menangkap hampir seluruh penduduk yang berkebangsaan Belanda, termasuk para pelayan gerejawi gereja Protestan.[1] Beberapa orang bertemu di penjara dan merencanakan upaya-upaya kerja sama di bidang gerejawi.[1] Setelah Jepang pergi dari Indonesia dan Indonesia telah merdeka, berkembang pula gerakan ekumenikal di kalangan gereja-gereja, yang diharapkan akan berdampak pada bidang penerbitan juga.[1] Sebelum Jepang datang, sebagian besar publikasi dari gereja maupun lembaga zending (pekabaran Injil) memakai bahasa Belanda, bahasa Malaysia, atau bahasa lokal.[1] Setelah kemerdekaan Indonesia dirasakan pentingnya penerbitan literatur-literatur dalam bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi republik Indonesia.[1] Kemudian pada bulan Oktober tahun 1946, dibentuklah komisi yang bertugas mempersiapkan lembaga publikasi bagi literatur Kristen Protestan dengan nama Badan Penerbit Darurat dari Gereja dan Pekabaran Injil (Noodleectuurcommissie van Kerk’en Zending).[1] Gerakan inilah yang menjadi cikal bakal dari berdirinya BPK Gunung Mulia tahun 1950.[1]

Awal mula berdiri

sunting

Pada tahun 1950, Badan Penerbit Darurat menjadi organ resmi Dewan Gereja di Indonesia (DGI, sekarang Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, PGI) dengan nama Badan Penerbit Kristen (disingkat BPK) pada tahun 1950, meskipun baru menjadi badan yang legal pada tanggal 31 Agustus 1951.[1] BPK merencanakan untuk menerbitkan buku-buku dan buklet dalam Bahasa Indonesia.[1] Salah seorang tokoh yang menjadi motor pada awal berdirinya BPK adalah Johannes Verkuyl, di samping orang-orang lainnya.[1] BPK mendapat dukungan dari Indische Kerk (kini menjadi Gereja Protestan Indonesia), lembaga-lembaga Zending, YMCA, dan tokoh-tokoh Kristen Indonesia, seperti J. Leimena, Albert Mangaratua Tambunan, B. Probowinoto, dan W.J. Rumambi.[1] Pada tahun 1950, Alfred Simanjuntak menjadi tenaga kerja penuh waktu dari BPK.[1]

Ketika Dewan Gereja di Indonesia berdiri pada bulan Mei 1950, BPK menjadi bagian dari DGI.[1] Sebagai bagian dari DGI, BPK memiliki tiga tugas utama:[1]

  • Meningkatkan produksi literatur Kristen dalam bahasa Indonesia
  • Mempublikasikan bacaan-bacaan Kristen
  • Mendistribusikan literatur-literatur Kristen

Ketua DGI yang pertama adalah Todung Sutan Gunung Mulia dan dia memiliki andil besar dalam mengembangkan BPK.[1] Karena itulah, pada tahun 1971 namanya dipakai oleh BPK sehingga BPK berganti nama menjadi Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia.[1] BPK Gunung Mulia kemudian tidak lagi menjadi bagian dari DGI melainkan menjadi lembaga yang mandiri.

Perkembangan Selanjutnya

sunting

Negara Indonesia mengalami ketidakstabilan politik selama periode awal kemerdekaan sehingga awalnya komisi publikasi yang menjadi embrio BPK hanya dapat menerbitkan 25 buku per tahun, yang sebagian besar dalam bentuk buklet mini.[1] Ketika BPK telah terbentuk pada tahun 1950 dan situasi Indonesia menjadi lebih stabil, mulai ada peningkatan dalam jumlah maupun kualitas buku yang diterbitkan.[1] Hasilnya adalah diterbitkannya 17 kategori dan serial, beberapa di antaranya adalah tafsiran terhadap Alkitab, buku dogma dan etika, sejarah gereja, homiletika, serta menerjemahkan literatur yang berasal dari Dewan Gereja se-Dunia.[1] Pada awalnya sebagian besar buku yang diterbitkan ditulis oleh orang-orang Eropa atau merupakan buku-buku terjemahan dari bahasa-bahasa lain.[1] Di saat seperti itu, J.L.Ch. Abineno adalah salah seorang teolog Indonesia yang produktif dalam menulis buku.[1] Kemudian seiring berjalannya waktu, muncullah nama-nama teolog Indonesia yang juga menerbitkan buku yakni O. Notohamidjojo, R. Soedarmo, W.B. Sidjabat, T.B. Simatupang, Eka Darmaputera, dan Andar Ismail.[1] BPK berusaha menjangkau sekolah-sekolah teologi, gereja-gereja, hubungan antar-agama, universitas-universitas dan sekolah-sekolah, serta kelompok-kelompok lain.[1]

Kemudian dengan melihat perkembangan konteks Indonesia, BPK Gunung Mulia mulai menerbitkan buku yang berkaitan beberapa fokus utama:[1]

  1. meningkatkan relasi antar-agama
  2. mengantisipasi kekerasan
  3. memberi perhatian pada isu jender
  4. melihat hubungan agama dan ilmu pengetahuan.

Tujuan dari penerbitan buku-buku tersebut adalah membantu gereja-gereja Indonesia dalam mengelola isu-isu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Di Asia

sunting

Salah satu karakteristik dari BPK Gunung Mulia adalah menjalin kemitraan dengan berbagai lembaga lainnya.[1] Pasca Perang Dunia II, BPK berpartisipasi di beberapa pertemuan ekumenis di Asia, terutama di Asia Tenggara, misalnya pertemuan Dewan Gereja-gereja Dunia, pertemuan Persekutuan Gereja-gereja Asia Timur (didirikan di Bangkok bulan Desember 1949), dan Konferensi Kristen Asia (didirikan di Parapat, Sumatera Utara tahun 1957).[1] Sebagai tindak lanjut, BPK menerbitkan buku-buku yang ditulis oleh teolog-teolog Asia, seperti V.S. Azariah, Choan Seng Song, R.S. Sugirtharajah, dan Tissa Balasuriya.[1]

Di Dunia

sunting

Pada tingkat dunia, BPK berpartisipasi dalam Christian Literature Fund (CLF), yang pada tahun 1971 berubah nama menjadi Agency for Christian Literature Development.[1] Pada tahun 1975, lembaga ini bersatu dengan World Association for Christian Communication (WACC).[1] Pada tahun 1990 WACC mengadakan serangkaian pertemuan dan pembinaan di Indonesia.[1]

Di Indonesia

sunting
  • Pada tahun 1970, BPK bekerja sama dengan Kanisius, penerbit Katolik, untuk menerbitkan buku-buku bersama.[1] Selain itu, keduanya juga berpartisipasi di WACC.[1]
  • Karena topik-topik tadi berkaitan dengan agama lain, kerja sama dengan institusi-institusi yang berlatar belakang agama lain mulai dilakukan.[1] Pada tanggal 10 April 2002, BPK GM menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) dengan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.[1] Isi dari memorandum itu adalah persetujuan kedua lembaga untuk bekerja sama menerbitkan buku-buku maupun artikel-artikel yang berkaitan dengan hubungan antar-agama dan peningkatan martabat manusia.[1]

Penerbitan

sunting

BPK Gunung Mulia menerbitkan buku-buku teologi dengan standar akademis untuk menunjang pendidikan teologi di Indonesia. Buku-buku tersebut ditulis oleh penulis-penulis dari Indonesia maupun buku-buku terjemahan dari bahasa lain. Selain itu, BPK Gunung Mulia juga menerbitkan buku rohani praktis, buku umum, dan buku humaniora.

Libri adalah anak penerbit BPK Gunung Mulia yang didirikan untuk menunjang buku-buku yang bersifat umum. Hal ini dilakukan untuk menjangkau masyarakat luas, bukan hanya masyarakat Kristen. Buku-buku terbitan Libri adalah buku kepemimpinan, motivasi, dan kesehatan.

Inspirasi

sunting

Inspirasi adalah majalah terbitan BPK Gunung Mulia yang terbit setiap bulan.

Saat Teduh

sunting

Saat Teduh adalah buku renungan yang diterbitkan secara dwi-bulanan. Saat Teduh adalah bentuk kerja sama dengan penerbit majalah The Upper Room, Amerika Serikat.[1] Kerja sama ini telah dilakukan sejak tahun 1970.[1] Publikasi Saat Teduh dalam bahasa Indonesia adalah yang terbesar ketiga di dunia setelah bahasa Inggris dan bahasa Spanyol.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am (Inggris)Jan S. Aritonang & Karel Steenbrink, eds. History of Christianity in Indonesia. Leiden, Boston: Brill. Hlm. 774, 967-987.

Pranala luar

sunting